Tanah gundukan itu masih nampak merah tanda pemakaman baru saja selesai di adakan, rintik rintik air hujan kian membuat tanah itu terlihat semakin basah.
Para pelayat dan sanak saudara dari mendiang almarhumah satu persatu sudah mulai meninggalkan acara pemakaman itu.
Seorang gadis cantik dengan rambut panjangnya yang terurai nampak tak berkedip sedikitpun menatap gundukan tanah merah yang nampak basah itu.
Tak ada air mata yang menggenang membasahi pipinya,
Air matanya mungkin sudah kering karena sejak sang papa masuk rumah sakit karena serangan jantung dua hari yang lalu ia terus saja menangis.
Namun,
Meski air mata tak terlihat mengalir membasahi pipinya, juga suara isak tak terdengar keluar dari bibirnya.
Wajah gadis itu nampak melukiskan kesedihan yang teramat dalam.
Wajahnya terlihat begitu pucat hingga nampak memutih,
Bibirnya terlihat kering dan mengelupas.
" kau benar benar meninggalkan aku seorang diri di dunia ini papa ?!
Kau tega menjadikan aku seorang yatim piatu sekarang....kenapa kau tak turut membawaku untuk bertemu mama ?!
Apa kau takut aku akan mengganggu ke bersamaan mu dengannya ?! " bisik gadis itu dengan tatapan mata kosong dan hampa ke arah tanah pemakaman yang nampak basah itu.
Rintik air hujan mengguyur kepalanya hingga tubuhnya basah dan menggigil.
" Raha....
Ayo kita pulang, kondisimu tidak memungkinkan untuk kau berada dalam situasi hujan seperti ini.
Kau baru saja sembuh " kata seorang wanita yang tiba tiba telah berada di sisinya.
" sebentar lagi bibi...." jawab gadis cantik yang nampak kuyu itu dengan pelan dan seolah tak bertenaga.
" Raha,
bibi tahu ini sangat sulit untukmu.
Tapi kau harus ikhlaskan papamu.
Dia sudah tenang di sana sekarang....
Ingat, kau juga harus menjaga kestabilan kesehatanmu agar kau tak lagi anfal " lanjut wanita itu lagi.
Seorang wanita dewasa yang berusia sekitar 30 tahunan yang berdiri di sisi gadis itu.
Dia adalah Aliyah Raha Anggraeni Pratama.
putri semata wayang mendiang tuan Prayoga Kurniawan Pratama yang baru saja meninggal dunia dini hari tadi dan pemakamannnya baru saja selesai satu jam yang lalu.
Seorang gadis cantik yang terlihat sehat dan baik baik saja,
Tapi percayalah....
Yang terlihat tidaklah yang sebenarnya.
Karena yang sebenarnya gadis itu sangatlah rapuh karena penyakit yang menderanya sejak ia berusia 2 tahun lalu hingga kini.
Kanker darah...
Penyakit yang membuat gadis itu harus akrab dengan rumah sakit dan obat obatan keras. Penyakit yang selalu mengintai nyawanya.
Penyakit yang membuat sang ayah pada akhirnya harus menikah kembali walau berat karena istrinya tiada setelah melahirkan Raha,
Tuan Prayoga terpaksa menikah tiga tahun lalu demi mendapatkan anak lain untuk transplantasi sum sum tulang belakang gadis itu.
Namun hingga kepergiannya hari ini, istri keduanya itu tak juga kunjung hamil.
Gadis cantik bermata bulat itu hanya diam membisu,
Wanita di sampingnya itu adalah satu satunya saudara kandung sang ayah.
Dan ia juga sangat tahu bagaimana hubungan sang papa dengan wanita itu.
Keduanya selalu saja terlibat perdebatan keras setiap kali mereka bertemu.
Entah karena apa,
Ia sendiri tak tahu apa yang sebenarnya menjadi alasan perdebatan mereka berdua.
Namun tak ia pungkiri, meski wanita itu sering berdebat dengan sang papa, sikap wanita itu berbeda ke padanya.
Wanita itu sangat menyayanginya.
Bibinya itu selalu terdiam lebih dulu jika ada dirinya saat mereka bersitegang.
Seolah takut kata katanya bisa melukai gadis itu.
" dia dalam pengawasanku, aku adalah walinya sekarang "
seorang wanita dewasa lain yang tak lain adalah mama tirinya turut bersuara.
Seorang wanita yang di nikahi oleh sang papa hampir tiga tahun yang lalu.
kini tiba tiba juga telah berdiri di sisi gadis itu.
Lagi,
Gadis cantik yang di panggil Raha itu hanya terdiam, pandangannya pun tak teralih sedikitpun dari tanah gundukan dengan batu nisan bertuliskan.
Prayoga Kurniawan putra Pratama bin Setiawan Pratama
Lahir : 22 februari 1980
Meninggal : 20 Desember 2024
" Raha..
Kau tahu aku adalah satu satunya adik dari papamu sekaligus satu satunya saudaramu yang masih ada di sini kini.
Terlepas dari apapun yang pernah kau lihat terjadi di antara aku dan papamu...
Percayalah, aku sangat menyayangimu juga papamu, mungkin kami memang memiliki cara yang sedikit berbeda dalam mengapresiasikan kasih sayang kami " kata wanita itu yang bernama Meylani Cintya Putri Pratama tanpa menatap sedikitpun kepada wanita di sisi lain gadis itu.
Meylani memang satu satunya keluarganya yang ada di Indonesia karena semua keluaganya yaitu kakek dan neneknya berada di Luar Negri yakni Belanda.
Meylani berada di sini karena mengikuti sang suami yang seorang pejabat pemerintah.
" kau bebas memilih ingin tinggal bersama siapa " lanjut Meylani yang membuat wanita di sisi lain Raha menatapnya tajam.
Namun hal itu tak sedikitpun di gubris olah Meylani.
" aku akan memikirkannya nanti bibi, tapi untuk sekarang...
Aku masih ingin tinggal di rumahku. Aku masih ingin bersama kenangan mama dan papa " jawab Raha kemudian yang membuat Calista sang mama tiri bernafas lega.
Namun tidak dengan Meylani,
Wanita cantik berambut sebahu itu menghela nafas kasar.
" terserah padamu,
Bibi menghargai keputusanmu dan pilihanmu. Tapi ingatlah...
Kau tidak sendiri.
kapanpun kau membutuhkan bibi, jangan sungkan untuk datang kepada bibi.
Pintu rumah bibi terbuka lebar untukmu " kata Meylani kemudian.
" terimakasih bibi..." jawab Raha kemudian, setelah itu Meylani mengusap pundak gadis yang baru akan genap berusia 17 tahun itu dan kemudian berlalu begitu saja dari tempat itu tanpa menoleh sedikitpun pada wanita di sisi lain sang keponakan itu.
Seolah ia tak menganggap sedikitpun keberadaan wanita itu.
Sementara wanita itu yang bernama Calista Nayana itu nampak merengkuh pundak gadis itu yang juga merupakan anak tirinya itu.
" kau tidak sendiri Raha...
Tante ada bersamamu " bisik wanita itu sambil mengeratkan dekapannya dengan sesekali mengusap lengan gadis itu.
Lagi lagi Raha tak memberikan respon apalagi jawaban.
Gadis itu hanya diam tak bergeming.
Ketika Raha dan Calista sibuk dan tenggelam dengan perasaannya sendiri sendiri,
Seorang pria tampan berwajah dingin di ujung sana, tepatnya di bawah sebuah tenda yang sengaja di sediakan untuk para pelayat tadi.
Pria muda itu nampak menatap interaksi ketiga wanita itu sejak tadi dengan tatapan yang rumit dan tak terbaca.
Terutama pada sosok gadis cantik yang berwajah pucat itu.
Dia adalah Leonel Exel Hazzard,
Seorang pemuda berusia 22 tahun yang di bawa Calista kerumah Raha sejak hampir empat bulan yang lalu dan di perkenalkan oleh Calista sebagai anak tirinya dari pernikahannya terdahulu.
Dan sejak hari itu,
Banyak drama pertengkaran yang terjadi antara sang papa dengan istri mudanya itu.
Dan puncaknya adalah malam sebelum sang papa tiba tiba jatuh pingsan di depan pintu kamarnya setelah pulang kerja.
Raha tak tahu apa apa selain teriakan sang mama tiri kemudian ia melihat tubuh sang papa yang sudah di bopong oleh seorang Leon dengan di bantu dua orang penjaga rumah keluarga Raha ke lantai bawah dan akhirnya di bawa kerumah sakit.
Hari semakin sore dan langit mulai terlihat gelap, sang surya yang memang sejak tadi telah tertutup mendung kini kian tak terlihat karena ia yang sudah mulai tenggelam di peraduannya di ufuk barat.
Namun gerimis tak kunjung berhenti sejak tadi.
Gemericik airnya masih setia mengguyur dan membasahi maya pada.
Pun dengan seorang gadis cantik yang pakaiannya telah basah kuyup karenanya sejak tadi.
Tubuh gadis itu terlihat nyata mengigil.
" Raha..
Ayo kita pulang, kesehatanmu juga penting sayang.
papa juga tidak akan suka melihat kau begini "
Ajak Calista yang kembali mendekat pada gadis itu sambil membawa sebuah payung di tangannya setelah tadi ia menjauh dan berteduh di bawah tenda karena air hujan yang turun kian deras.
" pulanglah lebih dulu tante....aku masih betah di sini " jawab Raha bersikeras.
" tidak Raha, tante tidak akan pulang tanpamu.
Lihat dirimu, pakaianmu sudah basah kuyup begini. Kau harus segera mengganti pakaianmu sayang...
Ayo...
lagi pula ini sudah hampir gelap. Besok kita bisa datang mengunjungi papa lagi " bujuk Calista pada anak tirinya itu.
Raha menoleh dan menatap sejenak wajah wanita yang hampir seumuran bibinya itu namun mungkin Calista lebih muda beberapa tahun.
Calista masih terlihat muda dan sangat cantik. Darah keturunan Tionghoa nampak kentara mengalir dalam dirinya.
Sama seperti dirinya.
Daran china seorang Raha Anggraeni di peroleh dari sang ibu.
Ibu Raha seorang wanita berdarah China, dan juga berkebangsaan China.
Ia tinggal di Indonesia mengikuti sang suami.
Karenanya keluarga Raha dari pihak sang mama berada di China.
Namun Raha tak berhubungan sedikitpun dengan mereka.
Kata pengasuhnya,
Hubungan mereka putus begitu saja sejak kematian sang mama.
Tuan Prayoga pun seolah enggan untuk menghubungi mereka.
Rumor beredar di kalangan para pelayan,
Mungkin karena Raha seorang perempuan makanya keluarga sang mama enggan mendekat padanya.
Raha masih menatap Calista dengan tatapan yang sulit di artikan.
Hubungannya dengan wanita itu tak terlalu baik dan juga tak terlalu buruk.
Tapi setidaknya mereka berdua bisa berada di satu ruangan yang sama dan di selingi dengan perbincangan walau tak begitu akrab.
Raha sendiri tak tahu apa sebenarnya tujuan sang papa menikah kembali dengan wanita itu.
Yang ia tahu,
Mungkin karena cinta.
Ia kira sang papa memang mencintai wanita itu walau di dalam kamar utama yang tak boleh di masuki oleh siapapun selain dirinya dan sang papa masih banyak terpajang foto foto pernikahan dan foto foto sang mama.
Nyonya Tan Lyly Prayoga Pratama.
Sejenak Raha menghela nafas.
Setelah cukup lama membujuk, akhirnya Raha pun bersedia menuruti kata kata ibu tirinya itu.
Gadis itu kembali menatap ke arah gundukan tanah pemakaman sang papa.
" papa...
Raha pulang dulu, jangan cemas Raha akan baik baik saja seperti pesan papa.
Besok Raha akan datang lagi " bisik gadis itu di dalam hati sambil menatap makam sang papa.
Begitupun dengan Calista,
Sejenak wanita itu menatap tanah pemakaman itu dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.
Beberapa saat kemudian Raha memutar tubuhnya dan mulai bersiap melangkah untuk meninggalkan tempat itu.
Bersamaan dengan itu,
Tiba tiba sebuah jazz berwarna hitam menyampir dan menyelimuti kedua pundaknya hingga menutupi lebih dari sebagian tubuh bagian atasnya.
Rasa hangat segera menyelimuti tubuhnya dan aroma wangi menyapa indera penciumannya.
Raha menunduk menatap jazz itu, kemudian ia menoleh dan mendongak menatap seseorang selain ibu tirinya yang tiba tiba juga telah berdiri di sisinya.
Seraut wajah dingin tanpa ekspresi dengan postur tubuh yang tinggi menjulang tersaji di sana.
Kening Raha mengerut sempurna melihat wajah itu.
Wajah seseorang yang hampir selama empat bulan ini juga berada di rumahnya dan tak sekalipun mereka pernah bertegur sapa.
Seseorang yang di perkenalkan Calista sebagai kakak tirinya.
Leon....
Tak pernah dekat dan di perlakukan lebih oleh seorang laki laki lain selain sang papa membuat seorang Raha merasa aneh dan canggung di perlakukan seperti itu.
Gadis itu berniat melepas jazz itu, namun...
" pakailah...
kau tidak ingin orang lain melihat lekuk tubuhmu kan ?! bajumu basah dan itu memperlihatkan dalaman yang sedang kau pakai sekarang " kata pemuda dengan raut wajah datar itu kepada Raha.
Raha menghentikan gerakannya yang hendak melepas jazz itu,
kepalanya terarah pada sekumpulan orang orang di depan area pemakan sana.
Ia pun mengurungkan niatnya melepas jazz itu dan memakainya kembali.
" terima kasih..." kata Raha kemudian.
Tidak ada jawaban,
Rahapun kembali melanjutkan langkahnya menuju keluar area pemakaman itu tanpa menunggu jawaban.
Sementara Calista,
Wanita itu berdiri terpekur dan menatap Leon dengan tatapan yang amat rumit.
Namun Leon hanya menatapnya sejenak, kemudian ia pun turut berlalu dari tempat itu.
Melangkah menuju mobil yang sama yang sedang di tuju oleh Raha.
Sejurus kemudian,
Calista pun mengikuti langkah dua orang itu meski kini pikirannya sedikit semakin rumit dan entahlah, ia tak tahu.
Di dalam mobil,
Raha yang duduk bersisihan dengan Calista hanya terdiam membisu.
Tatapan matanya menatap ke arah luar kaca mobil.
Sedangkan Calista pun sama,
Namun bedanya jika Raha menatap ke arah samping jendela kaca mobil.
Calista justru menatap lurus ke depan dengan sesekali melirik ke arah Leon yang duduk di sisi kiri sopir.
Pemuda itu pun tak jauh beda dengan dua orang wanita di kursi belakang.
Ia juga menatap lurus ke arah luar mobil tanpa sepatah kata.
Wajahnya pun nampak datar dan tak terbaca.
Sungguh suasana di dalam mobil itu terasa mencekam.
Mereka seolah tenggelam dengan pemikiran mereka masing masing tanpa terkecuali pak John sang supir pribadi keluarga Prayoga Pratama itu.
Pria setengah baya itu diam seribu bahasa menatap jalan raya beraspal di hadapannya.
Sesekali ia melihat sang nona dari kaca spion di hadapannya.
Ia miris melihat gadis itu,
Sejak kecil ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.
Hidupnya selalu berada dalam rasa sakit dan cengkeraman bahaya karena sakitnya.
Dan sekarang,
Baru seminggu yang lalu ia keluar dari rumah sakit karena tubuhnya yang lagi lagi drop,
sekarang ia harus kehilangan sosok ayah sekaligus ibu baginya untuk selama lamanya.
Lihatlah wajah kuyu dan pucat itu, siapa sekarang yang akan merawatnya dengan sakitnya ?!
Mungkinkah dua orang ini akan benar benar ikhlas mau merawat nonanya itu ?!
Bisik pak John di dalam hati.
Tak lama mobil itu memasuki area pelataran rumah besar dan megah tuan Prayoga sang pengusaha air minum mineral dalam kemasan yang baru saja meninggal dunia pagi tadi itu.
Raha segera turun dari mobil setelah pak Jhon membukakan pintu mobil untuknya.
" terimakasih pak Jhon..." kata Raha pelan setelah keluar dari mobil.
" nona... "
Panggil pak John ketika Raha baru saja melangkah beberapa langkah.
Raha menghentikan langkahnya dan menoleh kepada pak John.
" anda baik baik saja nona ?! " tanya pria setengah baya itu.
Raha menghela nafas kemudian tersenyum tipis.
" jangan khawatir pak John, aku baik baik saja.
Aku masuk dulu pak John " jawab Raha sambil melanjutkan langkahnya kembali.
Sedangkan di dalam mobil, dua orang yang belum keluar dari dalam sana nampak terdiam membatu dengan tatapan mata tertuju pada sosok gadis yang kini telah masuk ke dalam rumah itu.
" apa itu harus kau lakukan ?! " terdengar suara bernada pertanyaan keluar dari bibir Calista.
" aku hanya melakukan yang kau inginkan. Tidak lebih " jawab Leon, kemudian ia membuka pintu dan keluar dari mobil lebih dulu meninggalkan Calista sendirian.
Raha nampak baru saja keluar dari kamar mandi dengan memakai jubah mandi.
Gadis itu kemudian segera masuk ke dalam walk in closet miliknya dan segera berganti pakaian.
Tak lama,
Ia terlihat duduk di sisi pembaringan.
Kedua tangannya menumpu pada pinggiran tempat tidur dan kepalanya menoleh ke samping.
Tepatnya ke arah luar jendela kamarnya.
Perlahan titik titik bening yang semakin menganak sungai membasahi pipinya.
Dadanya kian terasa sesak.
Bahunya nampak berguncang naik turun.
Raha menangis terisak.
Tubuhnya jatuh merosot ke lantai hingga ia berakhir jatuh terduduk di sana.
" papa....." bisiknya,
Lama gadis itu larut dalam kesedihannya hingga entah pingsan atau tertidur tubuhnya nampak terkulai tak bergerak di atas lantai.
tok tok tok.....
" nona...
Ini bibik Mira...." panggil seorang pelayan yang datang dengan membawa nampan berisi makanan dan obat obatan untuk Raha.
Namun sudah berkali kali ia mengetuk pintu, pintu itu tak kunjung terbuka.
Tok tok tok.....
Wanita itu kembali mengulang ketukannya.
" nona...
Buka pintunya nona !! " bik Mira sedikit mengencangkan ketukannya.
" nona tolong buka pintunya nona....jangan membuat bibik takut " panggil wanita itu dengab wajah yang panik sekarang.
" ada apa ?! " Tanya Leon tiba tiba di belakang bik Mira.
" e...
Ti..tidak tahu mas, bibik ketuk dari tadi nona Raha tidak mau membuka pintu kamarnya " jawab bik Mira sedikit kaget dengan kehadiran Leon yang tiba tiba di sekitarnya.
" apa di kunci ?! " taya pria berwajah dingin itu lagi.
" iya...dari dalam " jawab bik Mira.
Cklek cklek....
Leon mencoba memutar knop pintu, tapi nihil.
Benar kata bik Mira,
Pintu itu di kunci dari dalam.
" apa sudah lama dia di dalam ?! " tanya leon kemudian
" sejak pulang dari makam kemaren, nona tidak keluar sama sekali dari dalam kamarnya.
Dia juga tidak minum obatnya seharian kemaren " jelas bik Mira dengan raut wajah cemas.
Brak brak brak......!!
Leon yang mulai kehilangan kesabaran karena tak ada respon sedikitpun dari dalam kamar mulai menggedor pintu kamar Raha itu.
" Leon...
Ada apa ?! " tiba tiba Calista pun berada di sana.
Suara gaduh di lantai atas membuatnya ingin tahu dan akhirnya ia naik ke lantai dua di mana kamar Raha dan kamar utama serta sebuah perpustakaan yang menyatu dengan ruang kerja berada.
" entahlah,
Aku juga tidak tahu...
Katanya dia tak keluar sejak kemaren " jawab Leon.
" biarkan saja,
Mungkin dia masih bersedih...
Beri dia sedikit waktu untuk sendiri " kata Calista kemudian.
Terdengar lembut,
Tapi entahlah....
Terasa janggal kata kata itu bagi bik Mira.
Wanita baya itu menoleh dan menatap Calista sedikit lama.
" nona belum minum obatnya sejak kemaren...saya khawatir,
Baru seminggu yang lalu nona keluar dari rumah sakit " kata bik Mirah lagi kemudian dengan raut wajah sedikit tidak suka.
Calista menghela nafas.
" bibik jangan salah paham...
Aku hanya tidak mau mengganggu ketenangan Raha " Calista meralat kata katanya sendiri.
Leon yang berdiri di depannya tepatnya di sisi bik Mira hanya terdiam membisu.
" saya mengerti nyonya..." jawab bik Mira.
Kemudian wanita itu berbalik arah.
" bibik mau kemana ?! " tanya Calista.
" mengambil kunci serep, saya cemas...takut ada apa apa dengan nona " jawab bik Mira sambil melangkah cepat menuruni anak tangga menuju kamarnya.
Meninggalkan dua orang yang masih berdiri di depan pintu kamar tertutup Raha.
Tak lama bik Mira datang dengan membawa kunci lain kamar itu.
" nona...kalau nona tidak mau membukanya,
Maafkan bibi,
Bibi terpaksa akan membukanya dari luar " kata bik Mira dan menunggu beberapa menit.
Klik...
Akhirnya bik Mira pun membuka pintu kamar itu dengan kunci di tangannya.
Cklek...wanita itupun membuka pintu kamar itu.
" nona....!! " bik Mira terpekik ketika pintu terbuka ia melihat tubuh Raha tertelungkup di lantai.
Wanita itu segera menghambur ke arah tubuh Raha.
Air mata wanita baya itu menetes,
" nona...!! bangun nona..." panggil bik Mira sambil menepuk nepuk pipi Raha yang nampak begitu memucat.
bibir gadis itu terlihat membiru.
" minggirlah bik...
Biar aku memindahkannya ke atas " Leon yang turut menyusul langkah bik Mira bersuara.
Bik Mira menurut, wanita itu menyisih dan memberikan ruang kepada Leon untuk mengangkat tubuh Raha yang terkulai lemas di lantai.
Leon meraup tubuh ringkih itu kemudian membawanya ke atas tempat tidur.
Kemudian Leon meletakkan tubuh pucat yang memutih seputih kapas itu ke atas pembaringan dan meletakkannya di sana dengan sangat hati hati sekali.
Calista melihat pergerakan Leon dengan tatapan mata tak berkedip.
Kening wanita itu berkerut.
Entah kenapa ia merasa Leon terlalu berlebihan.
" dokter Rizal....tolong datang kerumah,
Nona pingsan " terdengar suara bik Mira menelpon seseorang.
" bibik menelpon siapa ?! " tanya Calista.
" dokter Rizal... "
" siapa dia ?! "
" dokter pribadi nona Raha, nyonya tidak tahu ?! " tanya bik Mira dengan raut wajah sedikit aneh.
" oh...
Iya iya aku tahu, aku hanya lupa..." jawab Calista gugup.
Setelah selesai berbicara di telepon, bibik Mira kembali mendekat kepada Raha.
Ia mengusap lembut kening gadis itu kemudian menyelimuti tubuh gadis itu dengan selimut.
Butuh waktu sedikit lama ketika seorang pelayan datang dengan di ikuti dua orang laki lali berbeda usia di belakangnya.
Bik Mira segera bangkit dan menyambut salah satu dari dua orang itu.
Tepatnya pada seseorang yang berusia lebih tua.
" dokter Rizal..." panggil bik Mira menyambut orang itu.
" iya bik...
kenapa dengan Raha ?! " tanya pria baya yang di panggil dokter Rizal oleh bik Mira.
" saya tidak tahu sejak kapan dokter,
Tapi nona sudah pingsan ketika saya menemukannya " jelas bik Mira.
" apa tubuhnya kembali lebam lebam seperti kemaren bik Mira... ?! " tanya dokter Rizal dengan raut wajah cemas.
" entahlah dokter, saya belum memeriksanya..." jawab bik Mira.
Segera dokter Rizal melangkah mendekat tanpa menyapa dua orang lain yang juga berada di tempat itu.
dokter itu sedikit menyingsingkan lengan panjang baju yang di pakai Raha dan memeriksa kulit tubuh gadis itu.
Wajahnya menyiratkan sedikit kelegaan ketika ia tak menemukan lebam lebam di sana.
" bagaimana ayah...?! " tanya seseorang yang datang bersama dokter Rizal.
Dia adalah putra dokter Rizal yang bernama Tubagus Rizani.
Dia di panggil dokter Zani.
Pria itu berprofesi sama dengan sang ayah, dokter spesialis penyakit dalam.
Selama satu tahun belakangan ini, pria itu mengabdikan diri di sebuah rumah sakit khusus penyakit dalam di Rusia.
Dan satu bulan yang lalu sang ayah memanggilnya untuk kembali pulang.
Sejak seminggu yang lalu ketika Raha kembali drop, dokter muda berusia 26 tahun itu turut merawat dan bertanggung jawab atas gadis itu di rumah sakit.
" periksalah,
Mungkin diagnosamu berbeda denganku...
Kau sudah memegangnya kan ?! " jawab dokter Rizal.
Zani mengangguk,
Kemudian ia melangkah dan duduk di sisi pembaringan gadis itu.
Tangannya terulur memeriksa lengan gadis itu. Tak lama ia kembali menoleh kepada sang ayah.
" sedikit drop tapi tidak berbahaya...
Ia terlalu memaksa dan memforsir dirinya, dan ia tidak kuat untuk itu " jelas Zani.
Dokter Rizal mengangguk setuju.
Kemudian,
Dokter pribadi yang khusus dipilih tuan Prayoga untuk menangani Raha itu nampak menulis dan memberikan selembar kertas kepada bik Mira.
" bik Mira....ini no telephon Zani,
Untuk selanjutnya dia yang akan menggantikanku merawat Raha.
Jangan khawatir,
Ini sudah sepengetahuan mendiang tuan Pratama.
Zani sudah merawat Raha ketika ia anfal terakhir kali di rumah sakit " jelas dokter Rizal kepada bik Mira.
Bik Mira menganggukkan kepalanya.
" apa dokter akan pergi ?! "
" ya...
aku akan menemani istriku berobat ke Singapura.
Perkara obat, Zani yang akan membawanya setelah ini.
Ayo Zani " kata dokter Rizal yang di angguki oleh bik Mira.
Kedua orang itu kemudian segera keluar dari kamar itu setelah sebelumnya mereka juga menganggukkan kepala mereka kepada Calista dan Leon.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!