NovelToon NovelToon

Hot Duda Mafia

Bab 1

Plak!

Plak!

100

Suara tamparan terdengar keras.

"Jangan berhenti, Carltonh!"

"Sudah kubilang tutup mulutmu!"

Ariella Rosewood bergidik ngeri saat melewati kamar majikannya.

Sementara ia membawa pel dan alat penyedot debu. Bahkan saat ia berada di ruang tamu, suara-suara itu masih terdengar sangat keras.

Membuat bulu kuduknya merinding.

Ariella sudah menekuni pekerjaan itu sejak setahun lalu, ketika ia akhirnya bercerai dengan suaminya yang bahkan tidak pernah memberinya malam pertama. Mendengar suara-suara seperti tadi, membuatnya bergidik.

Ia mungkin berumur di atas dua puluh satu, tetapi ia tidak pernah menerima sentuhan seperti itu dari seorang pria. Lebih tepatnya, setelah ia bercerai dari Ruben, ia tidak pernah ingin terlibat dengan laki-laki untuk sementara waktu.

"Fokus, Ariel. Fokus!"

Ariella mencoba menulikan telinga. Sebagai petugas kebersihan panggilan, sudah merupakan bagian dari perjanjian bahwa ia akan pura-pura tidak melihat, mendengar atau terlibat apa pun saat sedang bertugas.

Sejauh ini, Ariella bekerja dengan baik. Ia disukai bosnya, pelanggannya. Karena ia bekerja dengan cepat dan gesit, menyelesaikan tugas satu dan berikutnya dengan sangat efisien.

"Ohh!"

Si wanita menjerit dan si pria menggeram.

Ariella menggeleng, ia mencoba fokus meskipun di perutnya terasa seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan. Seperti apa rasanya bercinta? Apakah rasanya sakit saat pertama kali? Apakah ia akan seperti itu tanpa malu-malu?

Tidak, ia tidak bisa melakukan hal seperti itu.

Lagi pula siapa yang akan membiarkan dirinya ditampar dan dibentak saat sedang melakukan hal seperti itu?

Ariella membayangkan semuanya dengan lembut, disentuh seolah ia kain sutra yang halus, seolah ia adalah benda berharga satu-satunya di dunia.

"Fokus, Ariella. Kau masih punya pekerjaan lain."

Suara-suara itu mereda, tetapi Ariella masih bisa mendengar suara tarikan napas mereka yang tersengal-sengal, juga obrolan pelan.

"Hampir selesai."

Ariella telah berhasil membersihkan sebagian sofa, yang benar-benar kotor karena debu-debu di selanya. Ketika sedang berlutut untuk mengelap meja, pintu kamar terbuka dan seorang pria dengan hanya mengenakan handuk di pinggul, keluar.

Selama beberapa saat Ariella berjuang untuk tidak menoleh dan melihat si penghuni apartemen mewah itu, karena itu akan membuatnya merasa sangat aneh.

"Apakah aku memanggilmu ke sini?"

Sial! Sial!

Apakah pria itu bicara padanya?

Tidak kan? Pria itu tidak bicara dengannya.

Tentu saja, tetapi siapa lagi yang ada di ruang tamu selain dia?

Pria itu berbicara padamu, Ariella.

Gadis itu menggigit bibir. Ia mau tidak mau akhirnya mengangkat pandangan, dan menemukan seorang pria super pan as, dengan bahu lebar, dada bidang penuh tato, dan perut kotak-kotak yang menggugah. Berdiri di sana.

Pria itu tinggi sekali, dia mungkin berbobot dua kali bobot tubuh Ariella. Dia pria yang besar, pasti itunya pun besar dan....

"Ariella, hentikan! Hentikan berpikir macam-macam. Segera selesaikan tugasmu dan pergi!" Pikirnya.

Sayangnya, Ariella tidak dapat melakukan itu.

Saat tatapannya naik ke atas sedikit, ia dihadiahi oleh wajah tampan pria itu.

Sepasang alis hitam tebal, hidung tinggi, wajah persegi dan bibir seksi dan ranum, pria itu menatap Ariella dengan salah satu alis terangkat tinggi, menatapnya dengan mata hijau penuh perhitungan.

"Apa kau mata-mata?"

"A-aku?"

Pria itu menatap penampilan Ariella dari atas ke bawah.

"Kemari!"

Ariella terpana selama beberapa saat.

Si pria mendecak kesal.

"Apa kau tuli? Kemari!"

Suara yang berat dan serak itu membuat Ariella meremang. Ia meninggalkan lap dan alat penyedot debunya.

Lalu berdiri menghampiri sang majikan.

Pria itu bahkan jauh lebih tinggi dan besar kalau didekati seperti ini, pikir Ariella.

Ia menundukkan pandangan, mencoba untuk tidak melihat terlalu banyak. Pria itu menggeram pelan, matanya yang tajam menatap lurus ke arah Ariella sampai-sampai ia merasa ditembus oleh tatapan itu.

"Aku bertanya tadi. Apa aku memesan jasamu hari ini?"

"Aku ... aku datang karena arahan dari bos, Tuan. Aku tidak tahu...."

"Damn! Kau pasti anak buah Tora. Iya kan?"

"T-tora siapa? Aku tidak mengenalnya."

"Pembohong! Apa kau memasang penyadap di sini?"

Ariella menggeleng panik.

"Tidak! Aku biasa datang ke sini, Tuan. Aku bukan petugas baru."

"Aku baru melihatmu."

Tentu saja, ini saja pertama kali mereka bertemu, Ariella bahkan baru tahu wajah pria yang meninggali apartemen itu. Karena setiap Ariella dipanggil, tempat itu selalu kosong.

"Sungguh, Tuan. Aku hanya petugas kebersihan biasa."

Tahu-tahu saja tangan pria itu yang penuh tato, terulur ke arah Ariella. Dia mendorong penutup kepala yang mirip bandana di kepala Ariella, lalu memaksanya mendongak. Mata hijau itu menggelap saat memindai wajah Ariella. Mencoba mengingat apakah gadis itu masuk radar berbahaya atau tidak.

Ya Tuhan!

Kenapa pria itu sangat curiga? Ariella hanya bekerja saja. Ia tidak berniat melakukan sesuatu yang dituduhkan pria itu.

"Take of your clothes!"

"W-what?"

Pria itu tidak berekspresi. Wajahnya kaku dan dingin.

"Kau mendengarnya, buka s e ragammu.'

"A-aku tidak mungkin m e mbuka s e ragam di sini! Apa Anda waras?"

Pria itu mengerutkan hidung. Lalu, tanpa aba-aba ia merenggut resleting atas jumpsuit yang dipakai Ariella sampai ke perutnya.

Pria itu lalu membalikkan tubuh Ariella, memaksanya mengangkat kaus di balik jumpsuit itu.

"H-hentikan!"

"Diam!"

Klaim

Ariella malu sekali, wajahnya merah padam dan dia panik saat pria itu menarik ujung kausnya ke atas.

Apa yang pria itu cari darinya?

Setelah kaus itu terangkat, Ariella merasakan punggungnya yang polos di tatap oleh mata panas pria itu, lalu, saat tidak menemukan apa pun. Pria itu langsung melepaskannya.

"Rupanya kau tidak berbohong.'

"Anda sangat keterlaluan!"

Ariella cepat-cepat menurunkan kausnya lagi. Menahan air mata.

"Aku hanya berjaga-jaga."

"Tanyakan saja pada bosku!"

Pria itu menatap Ariella dengan matanya yang hijau dan penuh perhitungan.

"Lanjutkan pekerjaanmu," katanya tanpa penyesalan sedikit pun.

Ariella merasa sangat terhina, ia membuang wajah dan segera melanjutkan pekerjaannya. Sambil berjanji bahwa ia tidak akan datang ke tempat itu lagi.

Si pria pergi ke dapur, mencari sesuatu. Tak lama kemudian, seorang wanita cantik keluar. Dia merangkul si pria dengan manja, tetapi langsung ditepis.

"Kau benar-benar tidak suka disentuh sembarangan, ya?"

"Urusan kita sudah selesai, pergi dari sini."

"Kau sungguh-sungguh mengusirku setelah kita baru saja selesai be r cinta dengan hebat?"

Pria itu tertawa sarkas.

"Aku tidak suka perempuan berisik, dan hubungan kita sampai di sini saja. Jangan berharap terlalu banyak, Nona. Bagiku kau hanya boneka p e m uas, tidak lebih. Silakan pergi dari sini."

Perempuan itu berlari masuk ke kamar sambil menangis.

"Kau sangat jahat!"

Tak lama kemudian dia keluar dari apartemen. Meninggalkan Ariella berdua saja dengan pria itu.

Selesai.

Ariella segera menyimpan alat-alatnya, dan tidak menduga saat ia berpaling. Ia masih diperhatikan oleh pria tadi, sekarang pria itu duduk di sudut sofa. Menyesap sekaleng bir.

"Kau pasti mendengar saat aku bercinta dengan gadis itu, bukan?"

Pria itu tertawa mengejek.

"Apa kau juga ingin merasakannya?"

Bab 2

"Kemarilah, kau tidak perlu memberitahu nama atau statusmu. Kalau kau tertarik, kau bisa naik ke pangkuanku dan menari di atasnya."

"M-menari?"

Carlton Rutherford menyeringai.

"Kenapa kau malu begitu, Nona. Apa kau seorang gadis?"

Mendengar nada mengejek itu, Ariella mengepalkan tangan.

"Itu bukan urusanmu, Tuan!"

Pria itu tertawa.

"Kau terlalu dewasa untuk memiliki keperawanan, iya kan?"

Reaksi jujur Ariella adalah terpana, kemudian wajahnya merah padam. Bukan karena malu, tetapi juga kombinasi dari amarah yang naik ke ubun-ubun kepalanya.

Memangnya siapa pria itu, berani mengejeknya?

"Dasar orang sinting!"

"Apa?"

Pria itu tertawa sarkas. Dia memperhatikan saat Ariella berbalik dan pergi dengan langkah-langkah marah, meninggalkannya.

Tadi, saat mengangkat kaus gadis itu, Carlton Rutherford dihadiahi punggung yang ramping, dengan pinggul penuh dan kualitas kulit yang sangat halus tanpa cacat sedikit pun.

Anak buah Tora selalu punya tato laba-laba di punggung atau pinggang belakang mereka, sebagai cap identitas mereka. Untuk itulah Carlton memaksa melakukan pemeriksaan terhadap gadis itu.

Sebagai mafia kelas kakap ia harus selalu waspada, meskipun ia tahu memiliki perlindungan berlapis di luar, tetap saja ia tidak bisa mempercayai orang lain begitu saja.

Nyawanya terlalu berharga, karena ia masih sangat muda untuk tewas di tangan musuh, dan kakeknya mengandalkan agar ia memimpin keluarga Rutherford demi masa depan orang-orang yang berada di naungan.

Karena tanpa penerus yang tangguh, keluarga Rutherford akan berada di ambang kehancuran, sebab semua pesaing mereka menginginkan posisi yang saat ini ia miliki.

Sambil tersenyum kecut, Carlton melepaskan handuk dan mendapati dirinya sangat kokoh.

Sialan.

Carlton boleh saja dianggap tangguh dan tak terkalahkan, tetapi sejatinya ia hanyalah manusia

Sama seperti pria yang lain.

Ia lemah oleh dirinya sendiri.

Menjadi pria dengan keinginan tinggi itu merepotkan sekali.

Tubuhnya sudah keras lagi.

Bagaimana itu terjadi?

Padahal Carlton cukup selektif.

Meskipun gairahnya sangat tinggi, ia punya kriteria wanita tertentu yang dapat membuatnya tertarik, dan anehnya. Gadis petugas kebersihan tadi baru saja membuatnya bergairah hanya karena melihat punggungnya saja?

"Ini pertama kalinya aku ditolak seorang gadis,"

geram Carlton. Ia gemas bukan main.

"Shit!"

**

Ariella kembali ke flat sahabat dekatnya, ya.

Padahal Ariella bisa pulang ke rumahnya yang tak jauh dari flat Maria, tetapi ia tidak ingin pergi ke rumah karena takut bertemu dengan para penagih hutang.

"Ariella? Kenapa kau cemberut seperti itu?"

Maria membukakan pintu untuknya, dan Ariella

masuk setengah membungkuk, gadis itu lemas tanpa semangat seperti sayuran yang layu.

"Sungguh hari yang melelahkan."

"Ada apa? Mengapa kau terlihat begitu kesal?"

"Dengar, aku dipanggil untuk membersihkan beberapa tempat di apartemen, tapi hari ini aku sial sekali. Ada penghuni yang bercinta habis-habisan sampai si wanita menjerit seperti orang kerasukan! Sungguh menjijikan!"

Mendengar gerutuan sahabatnya, Maria membuka lemari es dan mengambilkan dua kaleng bir. Untuknya dan untuk Ariella. Gadis itu menerima bir pemberian dari sang sahabat, yang segera bergabung di atas karpet bersamanya.

"Menjijikan? Yang benar saja! Itu bukan menjijikan, tapi itu sangat seksi!"

"Oh, aku tidak mau mengalami hal seperti itu.

Prianya benar-benar kasar."

"Bagaimana kau tahu prianya kasar?

Menjijikan tapi kau mendengarkan mereka sampai percintaan itu selesai bukan? Apakah itu menjijikan? Aku tahu kau sendiri penasaran, Sayang."

Mendengar sahabatnya berkata begitu, Ariella cemberut.

"Aku lebih baik sendiri saja daripada ditampar

dan dicekik. Pria itu benar-benar kasar!"

"Apa kau melihatnya? Wajah pria itu? Dia pasti seksi dan luar biasa berpengalaman di ranjang kalau sampai membuat kekasihnya menjerit-jerit seperti itu."

Ariella langsung teringat dengan wajah tampan pria yang tadi ditemuinya saat sedang bertugas membersihkan apartemen pria itu. Sepasang alis tebal, mata hijau tajam, hidung tinggi yang agak bengkok karena pernah patah, rahang tegas dan juga bibir lebar yang seksi.

Sialan!

Kenapa ia mesti mengingatnya?

Pria itu tampan tapi sangat kurang ajar. Dia benar-benar bajingan kelas kakap, berpikir dunia berputar di sekitarnya saja.

Dia pikir semua gadis akan bertekuk lutut padanya hanya karena dia tampan, tinggi dan super seksi?

Bibir Ariella mengerut kesal.

"Kenapa kau diam, Ariella? Jawab aku!"

"Dia lumayan."

"Seperti apa dia?"

"Kenapa kau sangat penasaran dengan pria-pria random seperti itu? Menyebalkan sekali!"

"Aku hanya penasaran dengan tipe pria yang menarik perhatianmu."

"Sudah kukatakan aku tidak ingin terlibat dengan lelaki dalam waktu dekat ini, dan ya! Aku tidak tertarik dengan dia!"

"Pembohong! Aku tahu kau tertarik."

Maria menyeringai jahil, lalu gadis itu melanjutkan, "Kau sudah lama bercerai dengan Ruben, kenapa trauma itu masih tidak hilang juga? Sebaiknya kau mandi dan berdandan untuk nanti malam. Kita pergi ke club dan mencari kekasih seksi untukmu. Ayolah, Ariella. Kau masih muda dan sangat cantik. Pakailah gaun malam dan nikmati ONS mendebarkan dengan salah satu pria seksi di kota ini."

Ariella memejamkan mata. Masih teringat jelas di kepalanya bayangan pria itu, yang berdiri di tengah-tengah ruang tamu, hanya memakai handuk di pinggul, dengan tatapan penuh curiga.

Ariella bahkan masih bisa merasakan kokohnya cengkeraman tangan pria itu di tubuhnya, saat tangan itu memaksa melihat ke punggungnya.

Sengatan aneh menjalar di sepanjang tulang belakang. Jantungnya berdebar aneh saat mengingat sensasi sentuhan itu.

"Kau pasti penasaran dan ingin merasakannya, kan?"

Ariella benci kenyataan yang ia alami. Ia benci, tetapi apa yang dikatakan Maria dan pria itu benar adanya. Ia penasaran dengan rasanya bercinta. Dengan seorang pria dewasa, yang tampan, dan sangat berpengalaman.

Perkataan Maria benar adanya.

Ia masih terlalu muda untuk merasa putus asa.

Ia masih muda dan cantik, seharusnya ia bisa menikmati kehidupan mudanya, tetapi ingatan tentang hutang-hutang yang ditinggalkan ibunya, serta luka lama yang ditorehkan Ruben-mantan suaminya yang tidak normal, membuat Ariella mengurungkan niatnya.

Tidak peduli seberapa kuat godaan untuk memakai gaun indah dan pergi ke club terasa sangat menggiurkan, Ariella tidak menginginkan itu. Karena yang ia butuhkan saat ini adalah tidur.

Ya tidur! Ia sangat butuh tidur.

Jadi, setelah mandi dan berganti pakaian.

Ariella meringkuk di atas kasur lantai, ia mengusap matanya yang terasa begitu perih.

"Maria, bangunkan aku dua jam lagi. Aku ada lembur."

"Oke, baiklah.'

Namun, Maria justru tidak membangunkan Ariella.

Gadis itu tersentak bangun. Ia segera memeriksa jam di ponsel.

"Astaga! Maria! Kenapa kau tidak membangunkanku?"

Terdengar suara Maria di toilet.

"Maafkan aku, Ariel. Kau kelihatan sangat lelah, jadi aku tidak membangunkanmu."

"Ya Tuhan! Kau bahkan tahu aku harus mengambil pekerjaan ini!"

"Maafkan aku!"

"Dasar! Kau harus mentraktirku agar kumaafkan!"

Sambil menggerutu, Ariella segera meraih blus dan celana jinsnya. Ia bergegas berpakaian, memakai sepatu, meraih tas tangannya dan berlari keluar.

"Oke. Aku akan mentraktirmu! Bagaimana dengan club?"

"Kita bicarakan lagi nanti! Aku pergi dulu!"

"Hati-hati di jalan!"

Bab 3

Ariella berjalan keluar dari area itu, menuju jalan yang biasa ia lewati, namun belum jauh ia pergi. Dari seberang trotoar gadis itu mendengar suara teriakan seorang pria.

"Hey! Gadis sialan! Bayar hutangmu!"

"Oh, shit!"

Itu para penagih hutang!

Lari, Ariella!

Maka Ariella lari, ia dikejar oleh dua orang pria kasar dan berwajah garang.

Tidak, kalau Ariella tertangkap. Mereka pasti akan menculiknya.

Mereka tidak akan main-main.

Ariella tahu itu. Mereka akan menculik dan mengambil organ dalamnya sebagai ganti pelunasan hutang ibunya, atau mereka bisa saja menjualnya sebagai pelacur atau budak.

Tidak, tidak akan ia biarkan dirinya tertangkap.

Ia kemudian berlari ke gang-gang kecil yang gelap juga sangat berbahaya karena di sana ada banyak anjing-anjing yang ganas.

Kakinya ia bawa berlari secepat yang ia bisa, napasnya terengah-engah, dan tubuhnya mulai terasa lelah. Dua pria itu terus mengejarnya, langkah kaki mereka terdengar semakin dekat. Jalanan sempit dan gelap di gang itu dipenuhi aroma busuk sampah vang menvengat, tetapi ia tidak punya pilihan. Hanya jalan ini yang mungkin memberinya kesempatan untuk kabur.

Di tengah kepanikan, pikiran Ariella berputar-putar. Kenapa hidupku begini? Kenapa aku harus mewarisi hutang ibuku? Kenapa aku tidak bisa hidup tenang? Semua pertanyaan itu menghantamnya bersamaan, tetapi dia tahu ini bukan saatnya untuk merenung.

Fokusnya hanya satu; bertahan hidup dan tidak tertangkap.

Seekor anjing liar tiba-tiba melolong di ujung gang, membuat jantung Ariella hampir melonjak keluar dari dada.

Tidak ada waktu untuk berhenti.

"Maafkan aku, anjing manis. Izinkan aku lewat. Aku mohon."

Anjing itu hanya menggeram dan menjauh ketika Ariella berlari melewatinya, tetapi suara gonggongannya menarik perhatian para pria penagih hutang.

Mereka semakin yakin bahwa Ariella masih berada di sekitar situ.

"Berhenti, gadis sialan! Kau tidak akan bisa kabur!" teriak salah satu pria itu, suaranya serak dan penuh amarah.

Ariella menggigit bibirnya, menahan rasa takut. Ia menoleh sedikit ke belakang dan melihat salah satu dari mereka membawa tongkat besi.

Jika ia tertangkap, itu bukan hanya soal penculikan, mereka bisa saja menyiksanya terlebih dahulu.

Ketakutan ini membuat Ariella berlari lebih cepat, meski paru-parunya terasa seperti terbakar.

Gadis itu akhirnya menemukan sebuah bangunan dengan pintu baja tua di salah satu dinding gang.

Pintu itu setengah terbuka, seolah sudah lama tidak digunakan. Tanpa berpikir panjang, ia mendorong pintu itu dan masuk ke dalam. Ia menahan napas, menutup pintu perlahan, dan berjongkok di baliknya, berusaha tidak mengeluarkan suara apa pun.

Detik-detik terasa berjalan la. Ia bisa mendengar langkah kaki dua pria itu mendekat ke pintu tempat ia bersembunyi. "Dia pasti di sini. Aku mendengar suara," kata salah satu dari mereka.

Ariella menggenggam erat tasnya, tangannya gemetar. Pikirannya terus berpacu, mencoba mencari cara untuk bertahan jika mereka menemukannya.

Semakin dekat, mereka semakin dekat. Lalu pergi. Orang-orang itu berjalan melewati tempat Ariella, dan saat tidak ada suara yang terdengar.

Ariella segera berdiri dan keluar.

Sayangnya, orang-orang itu masih di sana, dan salah satu dari mereka melihat Ariella.

"Itu dia!"

Ariella kembali berlari kencang, melewati salah satu gang kecil lain, ia berlari sangat cepat, tiba-tiba saja saat ia sedang menyeberangi jalan, sebuah mobil melaju cepat dan Ariella tertabrak, cukup keras sampai ia terpelanting, tetapi hebatnya Ariella tidak apa-apa. Ia bahkan berdiri dan menggedor pintu mobil itu.

"Tuan, tolong aku!"

Si sopir membuka pintu dan keluar.

"Nona? Apa Anda baik-baik saja?"

"Tolong! Mereka akan menculikku!"

"Masuklah!"

Terdengar suara dari dalam sana memberikan izin. Membuat Ariella lantas masuk ke dalan mobil.

Namun begitu duduk di dalam sana. Ia terkejut melihat wajah seorang pria yang tidak asing dalam ingatannya.

"K-Kau...."

Itu Carlton Rutherford. Pria yang sempat mengejek dan mempermainkan Ariella tadi siang.

"Tolong! Mereka akan menculikku!"

"Masuklah!"

Terdengar suara dari dalam sana memberikan izin. Membuat Ariella lantas masuk ke dalan mobil.

Namun begitu duduk di dalam sana. Ia terkejut melihat wajah seorang pria yang tidak asing dalam ingatannya.

"K-Kau...."

Itu Carlton Rutherford. Pria yang sempat mengejek dan mempermainkan Ariella tadi siang.

Menatapnya dengan mata hijau datar.

"Aku mengingatmu, Nona," ucap lelaki itu dengan suara rendahnya. "Kau gadis yang tadi siang mengintip saat aku dan kekasihku sedang berhubungan, bukan?"

Belum selesai dengan keterkejutannya, Ariella sudah dihantam lagi dengan kata-kata tajam Lelaki itu. "Apa kau gila, hmm? Menyebrang sambil berlari seperti itu. Kau bisa mati."

Carlton Rutherford... dia memandang Ariella dengan tatapan datar.

Wajahnya kaku, seperti topeng yang sudah biasa ia gunakan untuk menyembunyikan emosi, tetapi nada suaranya begitu keras dan kasar.

Ariella yang masih terengah-engah hanya menatapnya dengan bingung, menyadari bahwa apa yang dikatakan pria itu benar adanya. Ia bisa mati seandainya mobil yang menabraknya melaju dalam kecepatan tinggi. Lagi pula, jalanan-jalanan di sana seharusnya sepi jika malam hari. Mengapa mobil mewah pria itu justru melewati jalan kumuh di sana?

Masa bodo, pikir Ariella. Ia tidak peduli.

Hal yang perlu diperhatikan saat ini adalah ia baru saja lolos dari maut, dan kini ia terjebak dengan pria yang-entah kenapa membuatnya merasa sama-sama tidak aman. Sama sekali tidak lebih baik dari dikejar oleh para penagih hutang berbadan besar itu.

"Aku tidak punya pilihan," Ariella akhirnya menjawab. "Mereka mengejarku. Kalau tertangkap, aku akan habis."

Carlton mendengus, lalu melirik sekilas melalui kaca spion. "Siapa mereka? Dan kenapa mereka mengejarmu?"

Ariella terdiam sejenak, mempertimbangkan apakah ia harus menjawab jujur atau tidak, dan atau mempertimbangkan apakah ia bisa mempercayai pria itu atau tidak.

Mengingat situasinya, Ariella tidak punya banyak pilihan selain bicara jujur.

"Mereka penagih hutang. Ibuku meninggalkan banyak hutang sebelum kabur dari rumah, dan aku yang harus menanggungnya."

Carlton tidak menjawab.

Seolah cerita itu sudah tidak asing lagi baginya.

"Turunkan dia di depan," kata Carlton pada sang sopir.

"Baik, Tuan."

"Jangan!" Ariella berkata dengan suara tercekik.

"Aku mohon! Bawa aku ke tempat yang lebih jauh. Aku tidak bisa pulang ke flat sahabatku, mereka pasti akan berada di sekitar sini sampai beberapa hari lagi."

"Itu bukan masalahku, Nona. Aku tidak ada urusan dengan hal itu."

Nada kasar dan dingin dalam ucapan Carlton membuat Ariella sadar. Ia bukan siapa-siapa, ia hanyalah orang asing yang kebetulan sekali bertemu mereka.

Lagi pula, benar apa kata pria itu.

"Aku punya urusan yang lebih penting daripada sekadar mengurus orang asing sepertimu. Turunkan dia di depan." Carlton melirik Ariella sekali lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!