Kehidupan baruku dimulai hari ini. Kehidupan yang sangat berbeda dengan keseharianku sejak kecil. Tinggal dirumah sederhana yang bahkan memiliki kamar mandi berbeda dan terletak dibelakang rumah dengan kondisi cukup memperhatikan.
Ya segala sesuatu disini sangat berbeda dengan kondisi dirumahku dan kehidupanku. Aku tidak terlalu kaget mengingat kondisi ekonomi keluarga suamiku yang pas-pasan. Aku pun berusaha menerima seluruh keadaannya.
Kamar yang ku tempati cukup nyaman walaupun sempit hanya bisa ditempati springbed ukuran besar dan sebuah lemari kecil. Ku perkirakan kamarnya sekitar 3X3 meter saja. Tak apa ini juga sudah lumayan karena ada kipas angin.
Suamiku memperhatikankanku sejak tadi yang masih berbaring ditempat tidur, tidaka ingin keluar kamar. Yaa...Sejak tadi aku sudah bangun hanya saja tetap tiduran dikamar soalnya aku sedang kedatangan tamu jadi tidak sholat, mertuaku pun tahu akan hal itu. Mungkin itu sebabnya beliau tidak membangunkan ku.
"Kenapaki melamun dek?? Suamiku bertanya..
"Tidak apa-apa kak hanya sedang memikirkan sesuatu saja!!". Ucapku sambil tersenyum takut dia tersinggung dengan sikapku.
"Maaf ya beginilah keadaan rumah sederhana kami berbeda dengan rumah Ayah sama keluarga besar ade!!..
"Tak apa kak tenang saja!!, bukan itu yang aku pikirkan kok. Boleh ade bertanya.??
"Tentu boleh silahkan tanya saja"..
"Kita akan tinggal sama siapa saja disini?? Tanyaku.
Dengan tersenyum suamiku menjawab..."dengan bapak sama mama saja dek. Soalnya saudara yang lain sudah tinggal ditempat masing-masing sedangkan hadijah lebih suka tinggal dirumah nenek dibandingkan disini!!'.
"Kenapa memang dek??". Tanya suamiku penasaran..
'Tidak kak hanya saja aku khawatir dengan diriku jika saudara kembar atau ipar lelakimu tinggal disini". Ucapku..
"Ohw kukira apa deh??, Tenang maki dek aku tidak mungkin membawa kita kemari kalau memang ada saudara laki-laki atau ipar laki-laki ku tinggal disini karena aku juga menjaga Marwahmu sebagai istriku".
"Terima kasih kak atas pengertiannya".
"Bersabar maki dek sambil mendoakan kakak agar rejeki kita lancar dan bisa membangun rumah impian untuk kita berdua dan keluarga kecil kita nanti!!". Aku tersenyum mendengarnya dan menjawab amin....
"Semoga Allah membuka rejeki kita lebar - lebar setelah menjalankan sunnah yang dianjurkan dan sangat diwajibkan oleh Allah untuk hambanya yang cukup untuk menjalankan sunnah seumur hidup ini!!".
Suamiku mengangguk dan memelukku dengan sayang
Pagi menjelang aku pun keluar dari kamarku bermaksud membuat sarapan ternyata mertuaku sudah ada di dapur sedang memasak karena seluruh anak dan mantunya akan makan berjamaah. Aku jelas melihat perbedaan selera makan yang sangat jauh berbeda.
Mertuaku memasak makanan berat untuk menu pagi hari sayur daun ubi dengan santan dan ikan goreng serta sambel sebagai pelengkap tidak hanya itu porsinya pun membuatku terheran-heran soalnya sangat banyak sedangkan di rumah ku porsi segitu untuk 3 kali makan walaupun jumlah kami 5 orang sedangkan untuk disini banyak yang makan sebanyak 9 orang.
Cara mereka makan memang banyak. Masakan mertuaku pun itu sangat berbumbu karena sangat banyak rempah-rempah yang aku lihat sedang diblender untuk dihaluskan lalu ditumis dan dimasukkan kedalam masakan.
Perbedaan porsi makan dan cara mengelolah bahan makan ini salah satu perbedaan mendasar Selain keadaan ekonomi. Aku membantu mertuaku menyiapkan makanan. Saat aku dirumah kami hanya memakan roti dan segelas susu atau kopi untuk pagi hari baru beraktivitas sedangkan disini setiap kali makan pasti makan berat.
Setelah makan mertuaku menyiapkan minuman hangat seperti teh atau kopi dilengkapi dengan cemilan entah itu kue atau roti, Aku yang memang tidak bisa meminum teh pun tidak meminumnya.
"Kenapa tidak diminum teh nya nak??. Kurang maniska? Mertuaku pun bertanya.
"Maaf mama bukan tidak mau meminum aku tidak bisa meminum teh dan kopi karena punya riwayat penyakit maag. Dokter melarangku mengkonsumsinya!!,. Aku lebih suka susu tanpa gula karena aku juga tidak terlalu suka makan manis suka mual rasanya!!".
Semua iparku memandangku, mungkin mereka berpikir mungkin anak kota, tidak terbiasa hidup di desa.
"Ohw.. Kamu tidak bisa to kenapa nda bilang nak??,, kami bisa suruh kakakmu membelikannya untukmu!! ".
"Tidak apa mak nanti saja, saya tidak terlalu ingin!!..
"Katakan nak jika kamu menginginkan sesuatu jika kami ada pasti kami usahakan!! ".
"Iya mak nanti jika sudah ada kuingankan pasti mengatakannya sama kakak". Obrolan pun berlanjut membahas tentang kelangsungan rumah tangga kami.
"Bagaimana nak dengan motornya Ahmad dan pekerjaannya apa kamu punya solusi??? Kami tidak punya uang jika terus membayarnya. Ahmad sudah berhenti mengajar dan dia sedang mencari pekerjaan. Kamu anak kota pasti tau banyak tempat untuk melamar pekerjaan". Tanya ayah mertuaku
"Aku akan berusaha membantu mencarikan pekerjaan untuknya memang pekerjaan seperti apa yang kakak inginkan mengingat jurusan kuliah kakak pasti itu hanya bisa jadi guru kecuali klo kakak mau pekerjaan lain???".
"Saya ingin security saja dek soalnya aku bisa sedikit bela diri".
"Baiklah aku akan membantu tapi aku tidak akan mengandalkan koneksi keluarga dan teman-teman. Aku tidak mau orang-orang memandang rendah kakak karena tidak bekerja. Jadi aku akan mencari di berbagai media sosial untuk membantu!! ".
"Syukur kalau seperti itu nak.. Mama harap tidak terlalu lama kami tidak sanggup membayar cicilan motornya itu setiap bulan!!". Kamu tau sendiri keadaan kami sangat berbeda dengan keluargamu. Tadinya kami pikir lamaran kami ditolak karena kamu seorang sarjana dan memiliki pekerjaan bagus dan keluarga yang cukup hidup lumayan, baik keluarga besarmu maupun orangtuamu!!".
"Keluargaku bukan orang memandang rendah orang lain. Keluargaku juga tidak pernah membandingkan orang lain karena mereka semua pun memulai dari nol untuk bisa seperti sekarang!!".
"Ayahku yang awal menikah dengan ibuku pun begitu memulai dari nol begitupun dengan tante ku. Hanya saja mereka memang sudah bekerja sebelum menikah jadi bisa bekerjasama membangun rumah".
" Mungkin yang berbeda hanya om dan tante ku yang berada di palopo serta di jawa. Ayahku selalu bilang tidak ada pernikahan yang sempurna pasti akan ada masalah entah dari segi apapun tapi kita harus ingat bahwa Allah akan memberikan bantuannya disaat yang tepat. Allah mengatur dengan segala kesempurnaan jadi apa yang perlu Dikhawatirkan!!".
"Selama kita berusaha dan bertawakkal Allah pasti menolong. Itulah prinsip yang aku pegang dengan ayahku begitu pun dengan adik perempuanku. Kami selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kami secara pribadi.
"Kami tidak mengandalkan orangtua untuk membiayai kami walaupun orangtua kami mampu membiayai, aku hanya memakai seperlunya untuk sekolahku jika diberi oleh orangtua selebihnya aku memberikannya kepada nenekku untuk dikelolah untuk makan!!".
"Saya selalu berusaha dan meminta kelapangan rejeki agar dimudahkan kepada Allah dan alhamdulillah dengan doa dan tawakkal insya Allah akan memberikan jalan kemudahan".
"Sekarang aku sudah menikah tanggung jawab nafkah berada pada suamiku hanya saja dalam perjalanannya kami akan saling membantu seperti saat ini saat dia belum memiliki pekerjaan tetap".
"Tanpa mengandalkan orang tuaku aku tidak mau keluargaku memandang rendah padanya karena tidak bekerja saat menikah karena mereka semua bekerja sebelum dan setelah menikah!!".
Perbincangan pun dihentikan mengingat kami akan mengantar pulang kedua pasangan iparku.
Akupun membereskan meja bekas bercengkrama tadi dan melanjutkannya dengan membersihkan seluruh rumah baik dibagian atas maupun dibawah.
Pekerjaanku selesai hampir menjelang dhuhur tanpa dibantu mertuaku karena beliau sibuk menerima tamu keluarga yang baru datang setelah hari pernikahan kemarin.
Sedangkan suamiku sibuk dengan handphone nya bertengker dikamar. Dia memang tipe orang yang malas berinteraksi terutama dengan ibu-ibu katanya nanti jadi meng gosip atau menggibah orang.
Setelah semua selesai aku pun masuk ke kamar karena kelelahan. Mengurus rumah seperti ini ternyata sangat melelahkan sangat berbeda ketika dirumah ayah dan adikku pasti membantuku membersihkan rumah.
Aku pun masuk dan merebahkan badan dan akhirnya terlelap sendiri tanpa menghiraukan suamiku disampingku menatapku kasihan. Aku terbangun menjelang sore tepatnya setelah ashar. Aku yang memang gampang lelah jika sedang datang bulan malas untuk bangun hanya untuk sekedar makan.
Saat aku terbangun aku tak mendapati suamiku didalam kamar entah dia pergi kemana, aku sungguh lelah melakukan pekerjaan rumah. Bagaimana tidak halaman rumah cukup luas dan bagian belakang pun juga lumayan ditambah lagi banyak daun pohon betebaran belum lagi diatas rumah yang seperti kapal pecah.
Ya aku yang dasarnya tidak suka dengan hal itu sangat memaksakan diri untuk membersihkannya. Inilah rutinitas rutin yang kulakukan setiap hari bedanya hanya terletak pada sholatnya saja.
Perbedaan yang mencolok pun terjadi kembali dimalam hari, aku yang lahir dari organisasi Wahdah sangat berbeda pendapat tentang kitab atau buku panduan belajar. Keluarga beserta suamiku adalah seorang Jama'a h Tabliq yang rutin melakukan taklim dan keluar 3,7,10,40 hari hingga 4 bulan lamanya. Aku tidak melarang hanya saja jika istri dan anaknya terpenuhi dirumah itu tidak masalah.
Panduannya hanya beberapa buku dan itu seperti mutlak harus diikuti sedangkan diWahdah kami selalu mengambil banyak referensi untuk menunjang ilmu kami yang penting dasar dalil itu bukan mubah atau asal-asalan. Kami selalu berusaha menggunakan hadits dan tafsir kuat untuk mendukung ilmu kami sedangkan pada panduan jama'ah sangat banyak ditemukan hadist lemah.
Aku tidak mengomentari apapun hanya mendengarkan saja buku yang mereka baca. Karena aku sendiri juga masih dalam proses belajar. Bukankah memang kita harus selalu belajar untuk mendapatkan ilmu apapun itu asal sumbernya jelas..
Aku juga rutin mengikuti taklim dirumah karena memang rutinitas yang rutin setiap pulang dari sholat isha bagi mereka adalah pembacaan taklim yang ada dibuku panduan mereka. Walau tak sepehaman aku mendengarkan dengan seksama dan kadang aku juga membacakan ya to ini bacaan dalam buku seperti membedah buku jadi apa salahnya.
Berbeda paham dan cara kami belajar tidak membuat kami merasa berbeda atau lebih menonjol walau kadang-kadang mertuaku seolah-olah bersikap paling benar mungkin karena beliau lebih tua dan lebih dulu mengikuti kegiatan seperti ini makanya berusaha mendoktrin ku untuk mengikuti apa yang mereka pahami dalam Jama'ah Tabliq tapi aku yang memang memiliki sifat memegang prinsip makanya tidak mudah untuk mengikuti.
Aku hanya mengatakan silahkan saja jika kalian memiliki pemahaman seperti itu karena saya juga memiliki pemahaman sendiri. Kalian sudah tahu dari awal kalau aku berbeda dalam menafsirkan sesuatu jadi hargai itu..
Ya walau kesannya aku tak menghargai tapi pemahaman tidak bisa dipaksakan.. Aku memang belajar di Wahdah untuk menimbah ilmu agama tentu saja akan berbeda dengan orang yang menimbah ilmu di Jama'ah Tabliq.. Bukankah aku menghargai pemahaman mereka maka harus nya mereka juga menghargai pilihan ku??.
Bahkan sholat berjamaah pun menjadi sulit karena mama mertua ku seperti enggan melaksanakan sholat berjamaah bersamaku sedangkan dengan adik ipar perempuan ku selalu berjamaah.. Bagi tak masalah mungkin karena aku bukan Jama'ah Tabliq jadi ya seperti itulah.. Terserah saja.. Ibadah ku untuk Allah bukan untuk manusia apalagi jika itu tak sejalan..
Aku menghargai segala sesuatu dirumah ini karena aku adalah menantu keluarga ini. Aku semata-mata ingin mencari ridho Allah melalui suamiku dan inilah salah satu cara yang bisa akut tempuh yaitu menghargai pendapat dan keadaan seluruh anggota keluarga nya.. Terutama ibu nya..
Tapi inilah yang menjadi penyebab pertengkaran kami, aku yang tak tahan ditekan untuk mengikuti pun protes kepada suamiku..
"Kak, Kenapa keluarga kakak selalu menyuruh ku untuk pergi seperti kalian, padahal kalian tau sendiri kalau aku ingin kembali tarbiyah??. Sejak awal kalian tau aku senang nya pergi tarbiyah bukan pergi jaulah seperti kalian. Aku tidak pernah memaksakan apapun pendapat ku pada keluarga mu tapi kenapa seperti itu!!".
"Tidak begitu maksud nya dek, mereka hanya ingin mengenalkan mu tentang Jama'ah bukan untuk membuat mu berhenti tarbiyah!!"..
"Iyakah??, Tapi aku merasakan tidak seperti itu mereka seakan mewajibkan aku harus ikut. Kakak sendiri dengar bagaimana mereka mengatakannya didepan kakak!!..
"Adek kenapa sih??, tinggal turuti aja susah amat, Lagian disana adek juga belajar seperti tarbiyah. Jadi ikut sajalah bukan juga hal sesat yang diajarkan!!". Jawab Ahmad dengan emosi
"Lah.. Kenapa kakak marah??, aku hanya tidak suka dipaksa pergi seperti itu karena aku sendiri memang tidak mau. Suruh orang tuamu berhenti memaksa ku!!"..
Kami yang memang belum mengenal karakter masing-masing pun diliputi emosi. Suamiku memukul dinding hingga retak sambil melihat ku dengan emosi dan membentak ku. "Ikut saja tidak usah banyak protes!!". Hardiknya dengan aksar.
Aku memandang tajam kearah nya, Aku berdiri dan langsung mengambil koperku dan mengemasi seluruh pakaian ku untuk pergi..
Melihat itu suami ku mematung..
Tak ada kata apapun keluar dari mulut ku hingga pakaian ku selesai ku masukkan ke koper, memakai kaos kaki dan memakai cadar ku keluar kamar, aku langsung mendorong keluar kamar untuk pergi dari sini..
"Dek.. Dek.. Dek". panggil suamiku
Aku Tak menghiraukan panggilan suamiku terus berjalan keluar rumah membawa koper
Kedua orangtua nya keluar tergesa-gesa untuk melihat apa yang terjadi.. Mama mertua ku langsung turun menyusulku beserta bapak mertuaku..
"Nak.. Nak!!".. Aku berjalan tanpa menghiraukan mereka.
Mama mertuaku menahan koperku sambil berkata, kenapa nak??.. Pergi begitu bertengkar ki sama ahmad??".
Aku diam saja tanpa menjawab apapun..
"Masukki dulu nanti kita bicara kan dirumah jangan seperti ini!!, Tidak enak diliat tetangga"..
Aku yang memang dasarnya tidak suka jadi pusat perhatian kecuali saat menjalankan amanah dakwah langsung masuk meninggal kan koperku begitu saja..
"Kenapa sebenarnya dengan kalian, kenapa sampai mau pergi bawah koper??". Bapak mertua berucap begitu naik keatas rumah. .
"Bapak tanya saja sama anak bapak itu". Kesal Shofiyah
"Kenapa ahmad sampai istrimu begitu, muapakanki??
"Tidak tau pak, kami tadi bertengkar kecil tapi adek langsung mengambil pakainnya dan pergi!!".
Mendengar perkataan suaminya Shofiyah meradang, dia tidak terima apa yang dikatakan suaminya.
"Saya tidak suka dipaksa sesuatu yang tidak sesuai dengan ku apalagi sejak awal aku sudah memberitahu!!".
"Pantaskah seseorang yang paham dengan agama memaksakan keinginan nya, padahal sejak awal dia tahu kalau kami memahami sesuatu itu berbeda".
"Aku selalu menghormati dan menghargai walau apa yang kupahami berbeda tapi kenapa harus memaksakan kalau aku tidak setuju dan sependapat!!"..
"Bahkan dia membentak ku dan memukul tembok seperti itu. Bukankah dia seorang yang paham agama.. Menghargai dan menerima perbedaan serta menasehati dengan baik bukankah kalian tahu itu terus kenapa seperti ini!!"..
"Bahkan orang tuaku yang tidak sepaham dengan cadar ku saja tak pernah memaksa ku apalagi kasar seperti itu.. Dia hanya memberitahu ku dengan ketidaksetujuan nya dengan cara baik terus dia yang baru saja menjadi suami ku memaksa hal yang memang sejak awal ku tekankan untuk saling menghargai perbedaan!!"..
"Dia juga sudah dengar dari ayah ku bagaimana aku memegang prinsip ku. Aku bukan tidak menghargai dan mematuhinya tapi dia sudah setuju untuk menghargai perbedaan kami dalam menuntut ilmu agama terus kenapa seperti itu??.. Apalagi membentak ku dengan kasar dan memukul tembok.. Pantaska itu... Begitupun dengan kalian sebagai orang tua aku menatap mereka secara bergantian!! ".
"Jika kalian tidak bisa menghargai prinsip dan cara ku mendapatkan ilmu untuk apa aku disini bukankah setiap orang berhak menolak atau menerima cara kita lantas kenapa kalian terus memaksakan apa yang kalian mau??.. Untuk apa pernikahan jika dasar itu saja tidak bisa kalian hargai.. Kapan aku memaksakan apa yang kuterima dari Wahdah kepada kalian??.. Kasih tau ma.. Bahkan saking kuhargainya kalian aku tidak pernah protes apapun apalagi jika berurusan dengan ilmu dan pengurusan rumah.
"Aku selalu berusaha jadi istri yang baik dan menantu yang baik, mengerjakan segala hal tanpa protes, bahkan aku juga mengikuti taklim kalian untuk menghargai walau aku tak sependapat.. Tapi kenapa kalian memaksaku pergi jaulah dan seakan menekan ku untuk tidak tarbiyah padahal kalian sendiri tau kalau aku lahir dan mendapat hidayah dari lembaga itu??".. Ucapku dengan tenang tapi tegas..
"Maafkan aku jika caraku kasar tapi aku tidak bisa menerima cara kalian dan jika kalian tidak bisa menerima aku bisa pergi dari sini!!". sambil membawa masuk koperku dan aku berbalik.. "Dan ya aku tidak mau diganggu oleh siapapun termasuk anak bapak itu!!".
Suamiku dan kedua orang tuanya tertunduk menyadari kesalahannya... Terserah lah.
Sejak hari itu mereka tidak pernah memaksaku lagi tentang apa yang mereka pahami. Mereka membebaskanku menimbah ilmu agama dengan caraku.
Walau begitu hubungan kami tetap baik-baik saja hanya berbeda ketika itu berurusan dengan cara menimbah ilmu. Sekarang aku kembali bertarbiyah dan bekerja, yaa aku kembali mengajar disekolah Wahdah yang ada dicabang takalar yang jaraknya lumayan jauh karena menempuh jarak hampir sejam lebih perjalanan.
2 minggu sudah berlalu aku tinggal di sini, menjalani rutinitas sebagai IRT yang mengurus seluruh pekerjaan rumah karena secara tenaga dan fisik aku memang lebih baik dibandingkan mertuaku.
Aku yang memang dasarnya tak suka berantakan pasti akan mengerjakan semuanya. Semuanya kulakukan Sambil mengajar karena Sampai saat ini suamiku belum mendapatkan pekerjaan. aku sudah memasukkan beberapa lamaran pekerjaan ke perusahaan tetapi belum ada panggilan mungkin karena suamiku tidak punya ijazah security.
Ya namanya juga usaha tapi belum dapat. Bersabar itulah satu kuncinya hanya saja terkadang orang lain yang melihat selalu meremehkan saat kita belum ada.
Seperti hari ini suamiku kedatangan penagih motor karena terlambat bayar. Mertuaku protes kepada anaknya karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan padahal motor nya harus setiap bulan dibayar.
Padahal kami sudah berusaha maksimal mungkin untuk mendapatkannya. Mertuaku membayar sambil terus menggerutu. Aku kadang heran, apakah mertuaku tidak percaya dengan pertolongan Allah sampai harus seperti itu cara menanggapinya.
Bukankah mereka orang paham dengan agama, bukankah mereka orang yang berilmu??. Astaghfirullah.. Aku mengelus dada dan bersabar dengan keadaan. . . Aku bisa saja menanggung semua biaya motornya hanya saja aku harus tetap memiliki pegangan dan itu bukan bagianku.
Membuat berkas dan mengantarnya juga memerlukan biaya belum lagi jika nanti ada yang menerima suamiku bekerja pasti uang bensin dan makan pasti harus ada.
Jika aku menghabiskan tabunganku untuk membayar motor itu, bagaimana kelanjutan ku untuk mengurus lamaran dan pegangan makan karena semenjak aku menikah mertuaku sering meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada makanan dan pegangan uang padahal dia tau anaknya tak punya uang.
Aku tidak mengeluh sama sekali kepada suamiku, hanya saja dia selalu memandangku kasian karena keadaannya. Sejak hari itu juga aku tidak pernah lagi mendapatkan perlakuan kasar seperti itu.
Aku selalu menguatkannya dengan sayang, kalau bukan aku siapa lagi yang menguatkannya karena orangtuanya juga seakan tidak perduli. Walau mereka tetap memberi kami makan tetap saja kadang keluar kata menyakitkan yang tidak disengaja dan tindakan yang cukup membuat sakit hati.
Hanya saja suamiku menganggap sikap orangtua nya wajar sedangkan aku yang tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu tentu saja sakit hati walaupun tak pernah mengatakannya.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk membantu suamiku meraih ridho Allah dengan membantunya berbakti kepada orang tuanya salah satunya dengan mengerjakan segala pekerjaan rumah tanpa protes sekali pun aku harus mengajar, tak masalah aku sudah biasa sejak kecil melakukan bahkan yang lebih berat lagi.. aku bersyukur karena mandiri sejak kecil sehingga aku tak kaget dengan kondisi seperti ini.
"Pergilah keluar 40 hari mungkin dengan begitu rejekimu bisa terbuka, dapat pekerjaan". Aku yang mendengar itu mengkerut kan kening. Keluar disaat dia tidak punya uang?? Bagaimana pikiran ini orangtua.
Mauki suruh keluar na tidak ada uangnya??, Memberikan uang kepadaku saja sebagai istrinya saja belum ada bagaimana bisa kalian menyuruhnya seperti itu.
"Maaf ma, bapak bukanka suamiku ini tidak punya uang bagaimana caranya dia pergi begitu lagian kami sudah banyak memasukkan lamaran bagaimana nanti diperjalanan dia keluar seperti itu na ada panggilan pekerjaannya".
"Tinggal telepon saja tidak usah repot, masalah untuk pergi kan kamu punya uang biar beberapa ratus ribu berikan saja pada suamimu untuk berkorban dijalan Allah". Aku mengelus dada sambil beristighfar mendengar jawaban mertuaku. Ya Allah bukanka mencari ridhomu itu sangat sulit.
Bagaimana dek..
"Bisaka pergi Jaulah??
"Tidak keberatan ka kak hanya saja kan kakak sendiri tau kondisi ta bagaimana. Aku bukan tidak mau mengeluarkan uang untuk jalan Allah hanya saja kalau terus keluar tanpa pemasukan habis nanti uang tabunganku. Belum lagi nanti kalau kamu pergi aku sendirian pasti akan beli makanan pakai uang sendiri".
"Tau sendiri orangtuamu suka sekali naik ke saudaramu itu tanpa memikirkan kita bisa makan atau tidak. Dan sekarang mereka malah menyuruh mu pergi sedangkan kamu tak punya uang dan sekarang kita lagi menunggu panggilan kerja". Ucapku dengan sedikit kesal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!