"plak" tangan papa melayang ke pipi mulus ku. Aku yang baru saja pulang harus langsung merasakan sakit dan panas di pipiku.
"Apa sih bagusnya Gilang?, sampai kamu berani menantang Faiz om mu? " tanya papa setelah menampar ku.
Aku ngerti kenapa papa menampar ku sepertinya pikiran dia sama seperti om Faiz yang menyangka aku ikut campur dalam pembebasan Gilang. Gilang dia pria yang aku sukai sejak kuliah namun Gilang lebih memilih Naira sahabatku sampai akhirnya persahabatan kami rusak.
"Aku gak melakukan itu pa" jawab ku.
"Terus kalau kamu gak ada sangkut pautnya dengan itu semua Gilang menyebut nama kamu? " tanya papa lagi.
"Aku gak tau pa, tapi terserah papa mau percaya aku atau tidak" balas ku lalu pergi begitu saja naik ke lantai atas ke kamarku. Aku bisa dengar papa memanggilku namun tidak aku hiraukan.
Aku tau selama ini aku salah tapi apa mereka tidak percaya jika aku berusaha untuk berubah.
"Tok, tok, tok" suara pintu di ketuk.
"Masuk" teriak ku dan ternyata itu mama.
Mama melangkah mendekatiku lalu duduk di sampingku dan menyerahkan es batu yang dia bawa. Aku hanya menatapnya saja karena tidak mengerti.
"Buat pipi mu bekas tamparan papa" ucap mama lalu aku mengambilnya dan menempelkan nya di pipiku yang masih sakit.
"Kami terlalu sering kamu bohongi jadi kami sulit untuk percaya sama kamu" ucap mama.
"Aku tau ma, tapi kenapa papa harus tampar aku ma? " tanya ku karena ini kali pertama papa menampar ku.
"Papa mu terlalu kecewa dan dia butuh pembuktian jika kamu memang sudah berubah" ujar mama.
"Apa yang harus aku lakukan ma? " tanya ku.
Mama tidak menjawab dia malah berdiri lalu menepuk pundak ku dan berkata "besok kamu bicara sama papa". Mama pun pergi keluar dari kamar ku dan aku langsung rebahan dan menatap langit-langit kamar mengingat awal masalah ini.
Tujuh tahun lalu.
Namaku Humaira Azahra Dirgantara anak dari pasangan Davin dan Alma, aku anak tunggal karena tidak memiliki saudara. Saat ini aku punya dua sahabat yaitu Kinan Nadira Dirgantara dia adalah tante ku tapi usia kita sama dan satu lagi Naira dia anak dari sahabat papa ku yaitu om Dimas.
Sejak kecil kami dekat hingga kuliah. Namun setalah enam bulan kuliah hubungan kami bertiga mulai renggang disaat salah satu senior kita yang bernama Gilang dan itu pria yang aku sukai dia menyukai Naira dan mereka pacaran membuat aku marah dan mulai bersikap kasar pada Naira.
"Naira lo tega ya! " ucap ku setelah mendorong Naira.
"Apanya sih lo? " tanya Dira yang kesal melihat kelakuan ku.Ya Dira itu Kinan hanya dia di panggil Dira jika sehari-hari.
"Dia kenapa terima cintanya Gilang sih? " tanya ku.
"Lah, memang kenapa?, toh gak ada yang larang" jawab Dira.
"Gue suka sama dia" ucap ku.
"Sejak kapan?, lagian lo gak pernah cerita sama kita" tanya Dira lagi.
"Ya karena gue gak berani bilang, lagian Naira kan suka sama om Faiz" jawab ku karena yang aku tau Naira selama ini mengejar-ngejar om ku Faiz.
"Lo tau sendiri bang Faiz udah nolak Naira dan sekarang ada cowok yang suka sama dia kenapa gak di terima anggap aja sebagai pelampiasan" ujar Dira.
Ya disini bukan aku dan Naira yang berdebat tapi malah aku dan Dira tante ku yang berdebat.
"Pokonya gue gak terima" ucap ku dan langsung pergi begitu saja. Aku marah kesal dan mungkin mulai hari ini aku gak mau kenal lagi sama mereka.
Aku pun mulai mencari teman baru dan bahkan aku mendekati gengnya Gilang dan berusaha dekat dengannya walau pun aku cuman di anggap sebagai pelampiasan Gilang jika dia sedang marahan atau butuh teman. Hingga suatu hari Gilang berantem dengan Naira dan dia mencari ku dan mengajak ku ke suatu tempat dan tempat itu pertama kali aku datangi.
Aku mengikuti Gilang ke sebuah tempat hiburan malam yang banyak di datangi anak muda dan bahkan om-om pun banyak. Namun saat aku masuk dan mengikuti Gilang aku malah menabrak seseorang.
"Aduh, maaf" ucap ku lalu menatap wajah orang yang aku tabrak.
"Bang Renaldi" gumam ku.
Namun tiba-tiba tangan ku di tarik oleh Gilang membuat Renaldi hanya menatap ku saja dan entah apa yang ada dalam pikirannya.
"Lo duduk di sana" titah Gilang pada ku dan aku hanya nurut saja.
Gilang duduk di sampingku sambil minum dan entah apa yang di hisap karena dia tiba-tiba seperti merasa tenang.
Namun tak butuh waktu lama om Faiz datang dan langsung menarik ku ke luar dari tempat itu.
"Masuk" bentaknya membuat aku takut.
Om Faiz menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi membuat aku ketakutan hingga tiba di depan rumah om Faiz mengunci semua pintu mobil.
"Lo ngapain ke tempat seperti itu? " tanya nya masih dengan nada marah.
"Aku gak tau jika Gilang bawa aku ke tempat seperti itu" jawab Ku dengan takut.
"Terus setelah tau kenapa lo gak langsung balik? " tanya Om Faiz lagi.
Aku tidak menjawab hanya diam saja karena bingung harus jawab apa.
"Mulai hari ini gue harap lo jauhi dia" ucap om Faiz.
"Kenapa om, aku suka sama dia" balas ku.
"Suka lo bilang?, cowok kaya dia gak pantas buat lo" ujar om Faiz.
"Terus pantas buat siapa? buat Naira? " tanya ku membuat om Faiz melihat ke marah ku.
"Dia itu pacarnya Naira dan aku ingin rebut dia dari Naira karena aku suka dia" ucap ku.
"Lo keponakan gue jadi gue gak mau lo jatuh ke tangan cowok gak bener kaya dia" ucap om Faiz membuat aku diam.
Pintu mobil pun di buka dan om Faiz menyuruh aku ke luar dan masuk ke dalam rumah. Aku pun masuk dan saat membuka pintu aku terkejut melihat mama berdiri di depan pintu.
"Mama" kaget ku.
"Untung papa mu gak ada kalau ada mungkin kamu gak akan selamat" ucap mama membuat aku hanya nunduk saja.
"Sudah sana masuk!, tidur besok kuliah lagi" titah mama dan aku memeluk mama sebelum pergi ke kamar ku.
Balik ke masa kini
Sebuah cahaya menyinari wajah ku membuat cahaya nya silau.
"Mama" rengek ku saat tahu siapa pelakunya.
"Bangun udah siang, di tunggu papa di bawah" beritahu mama membuat aku langsung membuka mata dan turun dari tempat tidur untuk mencuci muka dan sikat gigi.
Setelah selesai aku turun dan langsung menemui sang papa yang ada di meja makan.
"Setelah sarapan kamu siap-siap kita ke rumah om Rio" ucap papa setelah aku duduk membuat aku kaget.
"Ngapain pa? " tanya ku.
"Papa sudah sepakat dengan om Rio buat jodohkan kamu dengan Renaldi anak nya om Rio"jawab papa membuat aku tersedak karena sedang makan roti.
Aku menaiki anak tangga sambil bergumam "kenapa papa harus jodohkan aku sama Renaldi, kan masih banyak cowok lain anak dari rekan bisnisnya papa".
Sebenarnya Renaldi itu ganteng tapi aku gak suka sama sikapnya yang cuek dan dingin.Kami mang sudah kenal sejak kecil tapi kami jarang bicara karena aku merasa segan jika berdekatan dengan nya apa lagi sikapnya seperti itu.
"Sudah lah, lagian gak akan bisa menolak juga agar papa percaya kalau aku benar-benar tidak ada hubungan lagi dengan Gilang" ucapku lalu segera masuk kamar dan pergi mandi.
Tak butuh waktu lama aku sudah siap dengan memakai celana jeans dan atasan kemeja agar terlihat santai saja namun saat turun aku malah kena omel mama.
"Kamu yakin mau pakai itu? " tanya mama saat aku turun tangga.
"Memang kenapa ma? " tanya ku sambil melihat penampilan ku.
"Ganti" titah mama membuat aku bingung.
"Tapi ma" bantah ku.
Mama melangkah masuk ke kamarnya lalu membawa paper bag dan menyerahkannya padaku.
"Ganti pakai itu" perintahnya dan aku pun naik kembali ke kamarku dan membuka isi paper bagian itu yang ternyata berisi dress yang tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang. Aku pun memakainya dan aku menggerai rambutku yang semula di ikat.
Aku pun turun lalu menghampiri mama dan papa yang sudah menungguku di dalam mobil.
"Nah kalau gitu kan cantik" puji mama saat aku datang dan hendak naik mobil.
"Lah memang dari dulu aku jelek ya? " tanya ku.
"Ya bukan begitu sayang, tapi mama lihat kamu bukan mau datang ke acara kelurga tapi pergi main" ujar sang mama dan Aku hanya tersenyum menanggapinya.
Akhirnya kami sampai dan kami langsung di sambut oleh om Rio dan tante Tania. Aku langsung menyalami mereka dan tersenyum manis agar terkesan bagus.
"Ayo masuk" ajak tante Tania dan kami semua pun masuk.
Kami duduk di ruang tengah dan semua orang tua berbincang sedangkan aku hanya jadi pendengaran setia dan paling aku hanya menjawab jika di tanya.
"Renaldi nya mana? " tanya mama yang membuat aku kaget dan menatap sang mama.
"Oh, dia tadi pergi ke kantor dulu ada hal penting yang harus dia kerjakan dan sebentar lagi pulang" jawab tante Tania.
"Tante" panggil ku pada tante Tania, tante Tania pun melihat ke arah ku dan menjawab "ada apa sayang? ".
"Tante yakin ya mau jodohkan Renaldi dengan ku? " tanya ku dan itu membuat mama mencubit tangan ku.
"Sakit ma" bisik ku pada mama.
Tante Tania dia malah tersenyum melihat ku.
"Yakin dong sayang toh dia udah setuju" jawab tante Tania dan tak mama suara mobil datang dan aku yakin itu Renaldi. Namun kenapa tiba-tiba jantungku berdetak cepat apa aku takut atau gugup.
Benar saja yang datang itu Renaldi namun saat dia masuk aku di buat terpana karena wajahnya ganteng banget dulu gak seperti ini.
"Ganteng banget" gumam ku membuat mama mencubit ku lagi.
"Ma" kesal ku karena pinggangku sakit.
Renaldi menyalami kedua orang tuanya dan kedua orang tuaku namun anehnya aku malah di lewat bahkan di lirik saja tidak. Dia pun duduk di samping mamanya berhadapan dengan ku namun lagi-lagi dia tidak mau melihat ku. Papa langsung mengajak Renaldi bicara dan itu membuat dia semakin menghindar dari ku. Makanan pun tiba dan semua orang mulai makan dan aku hanya bisa nunduk karena merasa tak di anggap di disini. Selesai makan kami semua hendak pulang namun saat di luar tiba-tiba om Ria menyuruh aku pulang bareng sama Renaldi.
"Maira, kamu pulang di antar Renald ya! " beritahu nya membuat aku kaget dan langsung menatapnya namun ya g di tatap cuek aja.
Akhirnya aku pun mengikuti dia karena kedua orang tuaku sudah pergi duluan. Renald naik dan aku hanya diam saja karena untuk masuk mobilnya aku merasa takut.
"Mau sampai kapan berdiri di sana? " tanya nya dengan nada ketus.
Aku pun langsung berlari dan masuk ke dalam mobilnya. Sepanjang jalan kami berdua tidak bicara satu sama lain sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Namun saat tiba depan rumah tiba-tiba dia berkata.
"Sejak kapan lo berpakaian sopan seperti itu? " tanya nya tanpa melirik ku.
"Maksud abang apa?" tanyaku tidka mengerti.
"Ya setau gue lo paling suka pakai baju kurang bahan" jawab nya membuat aku terkejut kerena dia berpikiran jika baju yang selama ini aku pakai baju kurang bahan. Apa dia gak ngerti fashion ya.
"Terus abang maunya gimana? biar aku kabulkan" sekalian saja aku rantang.
Renaldi melirik ku dan ini yang pertama kali sejak kita bertemu tadi dia melihat ku.
"Yakin lo mau ikuti mau gue? 'tanya nya dan aku mengangguk.
" Pakai jilbab"jawabnya membuat aku terkejut.
Namun tak lama dia tersenyum simpul seolah-olah tidak percaya jika aku bisa pakai jilbab.
"Gue lupa kalau lo cewek murahan" ucapnya menghinaku membuat aku marah.
"Maksud abang apa?, menghina aku seperti itu? " tanya ku dengan nada marah.
"Udahlah gak usah pura-pura bego. Aku cuman ingin peringati kamu agar mulai detik ini jangan pernah aku melihat kamu memakai pakaian kurang bahan lagi" ucapnya tanpa menjawab pertanyaan ku.
"Hak abang apa melarang aku? " tanya ku.
"Gue calon suami li jadi gue berhak ngatur lo" jawab nya dengan nada tinggi.
Setelah Renaldi bicara seperti itu aku hanya menatapnya hingga tiba-tiba pintu mobil terbuka menyuruh ku keluar. Aku keluar dan mobil Renaldi langsung pergi begitu saja. Aku pun masuk ke dalam rumah masih terus mengumpat karena kesal pada Renaldi.
Coba saja kalau aku bisa menolah untuk perjodohan ini mungkin aku bisa mengadu sama mama namun apalah daya jika aku mengadu yang ada mama akan tambah panjang kali lebar menasehati ku. Aku naik ke menunju kamar ku namun tiba-tiba mama memanggilku.
"Maira" panggil mama membuat aku berbalik melihat ke arah sang mama.
"Mama mau bicara" ucap mama lalu melangkah pergi menuju ruang keluarga dan aku pun turun kembali dan menghampiri sang mama.
"Duduk" titahnya dan aku pun langsung duduk di hadapan sang mama.
"Bukan depan kamu dan Renaldi akan menikah jadi " ucapan mama terhenti karena aku berteriak kaget.
"Bukan depan serius ma? " tanya ku.
"Loh tadi kan sudah di bahas, memang kamu gak dengar? " tanya sang mama membuat aku menggelengkan kepala karena tadi aku fokus dengan pikiran ku sendiri.
"Dua minggu lagi tunangan baru kalian menikah. Jadi mulai besok kita akan sibuk untuk persiapkan semua itu" ucap mama.
"Neng bangun" bibi yang kerja di rumah membangunkan ku dan membuka tirai di kamar ku membuat cahaya matahari masuk dan membuat mata silau.
"Bi silau" rengek ku.
"Neng bangun, di bawah ada nenek sama oma sedang memarahi orang tua neng" beritahu bibi sambil duduk di samping ku.
"Yang benar bi? " tanya ku sambil bangun dari rebahan ku.
Bibi pun mengangguk dan aku langsung turun dari tempat tidur dan berlari keluar untuk melihat yang terjadi di bawah.
Semenjak lulus kuliah aku tidak bekerja atau punya kerjaan seperti Naira dan Dira kedua teman ku. Aku lebih senang diam di rumah dan pergi jalan-jalan ke luar.
"Berita sebesar ini kalian tidak memberitahu kami atau mendiskusikan ini semua" bentak oma yang marah pada papa dan mama.
Aku hanya diam di tangga melihat oma memarahi papa.
"Oma dengerin aku, aku lakukan itu buat kebaikan Maira" balas papa mencoba menjelaskan semuanya.
"Mungkin itu emang buat kebaikan Maira, tapi kenapa. kalian tidak memberitahu kami? apa kalian tidak menganggap kami sebagai orang tua atau keluarga? " tanya oma.
"Kamu Alma, kamu terlalu memanjakan Maira makanya dia jadi seperti ini. Dira saja dia mau bekerja di perusahaan. Sedangkan Maira dia hanya bisa ngabisin duit kalian saja. Apa lagi setelah kejadian kemarin, dia rela. mengeluarkan uang hanya untuk membantu membebaskan Gilang pria yang jelas-jelas sudah mencelakai Naira istri omnya sendiri"omel oma pada mama membuat aku semakin merasa bersalah.
Aku pun mendekati mereka.
"Oma" panggil ku pada oma dan semua orang melirik ku.
"Oma jangan salah kan mama atau papa, memang aku yang salah disini mereka sudah memarahi ku dan untuk perjodohan ini mungkin cara mereka menghukum ku" ucap ku.
"Tapi oma gak setuju karena Renaldi tidak beda jauh dengan Gilang" ujar oma.
"Oma sudah lah, aku sudah setuju untuk perjodohan itu yang terpenting sekarang kalian Do'akan aku agar bisa bahagia" ucap ku sambil tersenyum.
"Ya sudah kalau kamu menerima itu semua. Oma hanya bisa berdoa agar cucu oma bahagia dengan pilihannya" balas oma lalu memeluk ku.
Aku pun masuk kamar kembali dan langsung menjatuhkan tubuhku di atas kasur dan aku menangis sepuasnya. Namun tiba-tiba Dira masuk dan aku langsung menghapus air mataku.
"Gue boleh masuk? " tanya Dira.
"Masuk aja" jawab ku dan Dira langsung masuk dan duduk di samping ku.
"Gue tau lo pasti berat mengambil keputusan ini. Kenapa lo lakukan ini semua? " tanya Dira.
"Gue cuman ingin buktikan sama kalian semua jika gue gak ada sangkut pautnya dengan Gilang. Gue juga tidak tau masalah Gilang yang mencelakai Naira"jawab ku.
Aku bisa lihat jika Dira tidak percaya dan aku hanya tersenyum simpul melihat reaksi Dira.
" Gue anggap ini sebagai balasan buat gue karena telah menyakiti kalian"ucapku membuat Dira terkejut.
"Gue minta maaf jika selama ini gue berbuat salah sama lo terutama Naira, tolong sampaikan sama dia permintaan maaf gue" ujar ku dan Dira mengangguk.
Setelah oma dan keluarga yang lain pulang aku pun turun dan sudah rapi. Aku menghampiri mama yang sedang berada di dapur.
"Ma" panggil ku.
"Apa sayang? " tanya mama sambil berbalik ke arah ku.
"Kok sudah rapi mau kemana? " tanya mama menatapku dari atas sampai bawah.
"Aku ingin jalan-jalan sama ada yang mau aku beli" jawab ku.
"Ya sudah hati-hati ya sayang jangan terlalu malam kita makan malam bersama" pesan mama dan aku hanya mengangguk dan langsung pergi dengan mengendarai mobil. Setelan ku hari ini hanya memakai celana jeans dan kaos tak lupa kardigan.
Aku pergi ke sebuah mall untuk mencari baju karena semua baju lama ku sudah aku paking akan aku buang atau di berikan kepada yang membutuhkan. Setelah cukup berbelanja aku pun ingin membeli minuman namun saat hendak masuk ke kedai minuman tiba-tiba aku melihat Renaldi jalan dengan seorang wanita cantik yang berpenampilan formal karena dia memakai rok dan kemeja tak lupa sepatu hak tinggi sedangkan aku hanya memakai celana jeans, kaos dan kardigan tak lupa sepatu olahraga raga. Akhirnya aku mengurungkan niat untuk masuk ke kedai itu dan memilih pergi menghindari bertemu dengan nya.
Aku berjalan menunduk hingga tiba-tiba aku menabrak seseorang.
"Aduh maaf" ucap ku lalu melihat ke orang yang aku tabrak.
"Fajar" kaget ku.
"Halo cantik, udah lama ni kita gak ketemu" ucapnya sambil mencolek dagu ku.
"Apaan sih, awas gue lewat" ucap ku kesal dan hendak pergi namun Fajar malah menarik tanganku.
"Mau kemana?, mending ikut kita! " ucap nya.
"Gak mau lepasin" ucapku sambil menarik tanganku namun cengkraman nya terlalu kuat.
Fajar langsung menarik ku dan aku terus berusaha melepaskan diri, Fajar membawaku ke tempat sepi lalu dia mendorong ku ke dinding.
"Urusan kita yang tempo hari belum selesai jadi kita selesaikan hari ini" bisik nya membuat aku takut.
"Lepasin, atau aku teriak ni" ancam ku namun dia malah tertawa.
"Gak akan ada yang bisa dengar lo disini" balasnya lalu dia mulai bereaksi dan di sini aku hanya bisa berdoa agar ada orang yang mau membantu ku. Fajar memukul wajahnya ku membuat wajah ku sakit bahkan sudut bibirku berdarah.
"Gue mohon lepasin gue" mohon ku karena jujur aku takut.
Tapi Fajar dia malah membabi buta bahkan dia menarik bajuku hingga sobek namun beruntungnya aku masih memakai dalaman jadi tidak langsung memperlihatkan dada ku.
Namun tiba-tiba Fajar terjungkal membuat aku kaget ternyata ada orang yang menolongku. Tapi setelah melihat siapa orang yang telah menolongku aku malah merasa semakin takut karena aku yakin dia pasti akan sangat membenci ku. Ya dia Renaldi yang datang menolong ku dan aku hanya bisa diam saat dia menghajar Fajar habis-habisan.
"Ayo" ucap seseorang sambil memakaikan jas pada tubuhku dan saat aku meliriknya ternyata dia cewek yang tadi bareng sama Renaldi.
Aku pun berdiri lalu berkata "terimakasih".
" Ayo kita keluar biarkan pak Renaldi yang urus orang itu.
"Bapak" gumam ku kaget.
Aku pun keluar dengan wanita itu dan kami menunggu Renaldi keluar karena tak lama sekuriti datang.
"Lo sendiri? " tanya Renaldi ketus padahal kondisi ku saat ini sangat memperihatinkan.
"Iya, gua bawa mobil sendiri" jawab ku.
"Terimakasih sudah di bantuin" ucap ku lalu hendak pergi namun entah kenapa tiba-tiba kaki ku tersandung membuat aku jatuh dan memeluknya.
Renaldi tidak banyak bicara dia langsung menggendongku dan membawa aku keluar dari mall ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!