Ia biarkan tubuh lemah bermandi alkohol itu terkulai lemas dengan mulut yang terus saja meracau tak jelas
ia bergerak keteras balkon, memantik batang nikotin untuk sekedar mengenyahkan segala yang menghimpit dadanya nyeri
"Gra.. Graa.." panggilnya dari dalam kamar
Agra tak berminat menyahut, batang nikotinnya saat ini sangat ia butuhkan
"Brengsek, gue cariin dari tadi" Ujarnya saat berhasil menemukan Agra
Agra menoleh, "Kenapa?"
"Gue cuma mastiin aja kalau lo udah pulang, takutnya lo tepar juga kaya si Reino" ia alihkan tatapnya pada sahabat mereka, yang entah telah menghabiskan berapa banyak minuman alkohol
"Gue gak suka minum, Sep!"
"yakan, gue takutnya aja lo jabanin permintaan Sam"
"gue gak bodoh!" ia berbalik, menatap lurus kedalam kamarnya, menatap Reino yang masih belum sadar juga "Sahabat lo bego, Sep!"
"dihh.. Najis" sahutnya "bukan sahabat gue, sahabat lo!"
Agra terkekeh kecil "Gue balik sekarang ya Sep, lo disini aja sama Reino"
"ngapain balik sih, gimana kalau masih ada Sammuel sama kawan kawannya dijalanan?"
Agra tak menyahut, ia memilih untuk menyambar jaket kulitnya yang ia biarkan diatas sofa "Gue cabut!"
"euhh.. siAnjeeeenggg!!" umpat Asep "Agra borokokok!!"
Agra berjalan menjauh dari kamar Apartemennya, setelah selesai bersenang senang diclub malam atas dasar permintaan rekan kerja mereka, namun ada sedikit insiden yang membuat Reino harus sampai berkorban sejauh ini,
"haahh.. Dasar wanita" gumam Agra
setelahnya Agra memacu kuda besinya ditengah lengangnya jalanan ibu kota ditengah malam
beberapa menit mengemudi, ia pun sampai di rumahnya yang tampak sudah sepi, mengingat saat ini jam sudah menunjukan waktu terlalu larut
Agra berjalan mengendap ngendap untuk bisa sampai dikamarnya, namun saat kakinya hendak menginjak undakan tangga
"ekhemm..."
suara dehaman berhasil menghentikan aksinya, ia berbalik "ngagetin aja kamu!" dumal Agra
Nala terkekeh "Jam segini baru pulang. Kalau sampai bunda tahu, kira kira gimana ya reaksinya" goda Nala sembari berjalan melewati Agra dengan segelas air putih ditangannya
"Ck! Jangan cepu dek!"
Nala mencebik tak mau tahu, "ya minimal bunda harus tahu sih"
Agra berjalan mengekor dibelakang adiknya, "Enggak sering juga dek"
"mana ada! Aku udah sering liat abang pulang tengah malam, tahu deh bau alkohol apa enggak.. Tapi kayanya sih iya!"
"dihh enak aja" protes Agra "Abang gak pernah ya nyentuh minuman minuman itu, Haram!"
"cihh soiye.." setelahnya Nala kembali masuk kedalam kamarnya, meninggalkan Agra yang masih tertinggal tak jauh darinya
sedetik kemudian pintu kamar Nala terbuka, kepala Agra menyembul disana "Dek!"
Nala bergumam menyahuti, serial drakor dihadapannya lebih seru ketimbang harus meladeni abangnya
Agra masuk lebih dalam kedalam kamar sang adik, ia duduk ditepi tempat tidur tepat disamping Nala "Jangan bilang bilang bunda sama ayah ya!" celetuknya
"kenapa?"
"emangnya kamu gak kasian apa sama abang?"
"eummhh.. enggak tuh!"
agra mendelik kesal, membayangkan wajah kecewa bundanya saja sudah membuatnya tak enak hati,
"gini aja deh.." agra keluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dari dompetnya, ia angsurkan dihadapan Nala "kamu ambil ini buat tambahan uang jajan besok sama teman teman, tapi janji jangan bilang bilang sama ayah bunda"
Nala melirik sekilas "Jadi.. Ceritanya nyogok nih?"
"oh ya nggak dong!" sanggahnya cepat "anggap aja ini sebagai imbalan aja, karna kamu udah mau bantu jaga rahasia abang"
"bener nih? Bukan nyogok kan?"
"bukan dong!"
Nala pun menerima sejumlah uang dari Agra dengan senang hati,
"oke deh, Nala gak bilang bilang sama siapapun. Jadi sekarang abang bisa keluar? Soalnya nala gak betah sama bau alkohol!"
Agra lantas bangkit berdiri, ia mengendus bajunya dan benar saja bau alkohol Reino menempel dibajunya, Ah sialan Reino umpatnya,
setelahnya Agra memilih pergi dari kamar Nala, dan kamarnya menjadi tujuannya saat ini
setelah membersihkan diri, Agra baringkan tubuh lelahnya diatas tempat tidur, menatap langit langit kamar menerawang jauh kesana
sekelebat bayangan masa remajanya muncul, lebih tepatnya wanita pujaan hatinya yang berhasil memporak porandakan perasaan Agra
cinta pertamanya yang masih ia simpan dengan rapih jauh direlung hatinya, namanya masih terukir indah sampai saat ini
wajah cantiknya, Agra masih mengingatnya dengan jelas, senyuman itu berhasil menarik seluruh dunianya
namun kini, tak dapat ia temukan lagi wanita yang seperti dia
setelah banyaknya janji yang ia ucapkan, kini hanya tinggal angan angan yang terus menganga meminta kepastian, apakah harus terus menunggu atau memilih menguburnya saja?
Hingga tak terasa kantukpun membawanya dalam buaian mimpi, menyelemutinya dalam kedamaian
**
saat pagi menjelang
suasana hangat tercipta dimeja makan, kala tawa saling terdengar bersahutan
"semalam pulang jam berapa bang?" ujar bunda
Agra mendongak, ia hentikan tawanya "gak liat jam bun" kilahnya, ia melirik kearah Nala yang saat ini memasang wajah mengejek kearahnya
"kalau pulang jangan larut malam, bunda gak suka, apalagi ikut ikutan kaya yang lain mabuk mabukan. Haduh anak bunda jangan sampai deh!!"
agra hanya tersenyum kecil, meskipun memang benar adanya ia tidak pernah menyentuh minuman haram itu
"udah sih bun, Agra bukan anak remaja lagi yang apa apa harus diingetin. Dia udah gede!" sela Ayah
"tapi kan yah, kalau kita gak ingetin takutnya kelupaan. kalian juga sama Nayra, Nayla, Nala harus bisa jaga diri baik baik jangan terpengaruh sama dunia luar!!"
"yaa bun..." sahut ketiga gadis itu bersamaan
"Agra berangkat kerja dulu yah.." ujarnya pada sang Ayah
Ayah mengangguk, "bawa Nayla sama Nayra juga ya Gra!"
"sama Nala aja yah, Agra bawa motor" tolaknya, mengingat jarak sekolah adik kembarnya terlalu jauh dari kantornya, belum lagi ia harus menghadapi macetnya jalanan ibu kota dipagi hari
"Yaudah kalau gitu" putus Ayah kemudian,
sementara sedari tadi ponsel Agra tak berhenti bergetar panjang,
saat ia lihat, nama itu tertera disana. Haahh malas rasanya
"yaa, kenapa?" sahutnya pada seseorang disebrang sana
"berangkat kerja bareng ya gra" pintanya
Agra menghela nafas lelah, "emangnya mobil kamu kemana gis?"
"masih dibengkel. Aku tunggu ya, jangan lama lama"
setelahnya panggilan terputus sepihak, sementara Agra mengusap wajahnya kasar. Mau tak mau ia harus menjemput sang kekasih yang tak sengaja ia pacari satu tahun belakangan ini.
"Gra.. Gue sama Asep masih diapart lo"
Agra tersenyum kecil melihat sebaris pesan yang ia terima dari Reino, setelahnya ia menyambar jas yang tersampir pada sandaran kursi, bersamaan dengan itu pintu ruangannya terbuka
"kamu mau kemana?"
"aku ada urusan, kenapa Gis?"
"aku mau ngajak kamu makan siang"
"sorry gis, siang ini aku gak bisa. Lain kali aja ya" tolak Agra
"ayolah Gra, kamu terlalu banyak alasan buat semua permintaan sederhana aku, kalaupun iya kamu mau selalu saja terlihat terpaksa" dumal gisa kesal
"aku gak pernah nahan kamu, kalau seandainya kamu mau pergi, silahkan" setelahnya Agra melewati gisa begitu saja tanpa mau tahu seberapa sakitnya gisa selama ini dengannya
"Agra..." teriak Gisa murka. "Aarrrggghhh sialan!"
sementara Agra saat ini sudah dalam perjalanan menuju Apartemennya yang tak jauh dari kantor papahnya, meninggalkan Gisa bersama amarahnya yang semakin membuat Agra tak suka
Agra terlahir dari kesalahan orang tuanya dimasa lalu, papahnya selalu berpesan untuk tidak mengulangi kesalahan serupa
sementara orang yang selalu ia panggil Ayah, adalah ayah tirinya, ayah ikram menikah dengan bunda Agra setelah memiliki Agra
Agra tahu siapa dirinya, dan kenapa ia bisa ada. Sepenuhnya tak bisa ia salahkan papah ataupun bunda, semua terjadi begitu saja
Agra sudah memaafkan semuanya, termasuk papahnya yang dulu sangat ia benci,
"gak pada balik kalian?" ujar Agra saat sampai dihadapan kedua sahabatnya yang tengah duduk selonjoran disofa apartemennya
"ini nih anak setan" dumal Asep sembari menunjuk kearah Reino
Reino malah terkekeh "Santai dong bos buru buru amat, mau kemana?"
"kerja ege! Gue orang susah. Gak kaya lo berdua"
Agra berdecak, "Ck!" ia duduk disofa setelah berhasil mengambil satu kaleng soda dalam lemari pendinginnya
"gra.. lo tahu, tadi gue denger sesuatu" adu Reino
"sialan nih si kampret telinga gue jadi ternodai.. Jangan dengerin Gra! Begituan lo dengerin elahhh"
"apaan?" sahut Agra ingin tahu
"lo tahu Gra gue baru aja dari bawah ngambil makanan yang gue pesan, pas lewat pintu sebelah, gilaaa suaranya... Lagi ena-ena ege!"
"congor lo astagaa!" Asep geplak bibir Reino yang lancang itu "kata mak gue mah pamali"
"emang susah ngomong yang ena-ena depan gadis" ejek Reino pada Asep, diikuti dengan tawa geli
Agra terkekeh kecil, "lo udah dapet info tentang Kiara?" ujarnya mengalihkan
sedetik kemudian tawa itu redup, "lo masih nyari dia?" sahut Reino
"udah ngapa sih Gra, yang hilang jangan dicari belum tentu juga dia masih setia sama janjinya"
"gue mau nyoba peruntungan aja, siapa tahu dia ada disekitar gue selama ini, cuma gue gak ngeuh aja" sahut Agra sembari menyesap soda nya
"nanti gue suruh anak buah gue buat bantu cari Kiara" Reino menimpali
"kalau Asep mah bantu do'a aja ya Gra. Kalau jodoh ya semoga dipertemukan, kalau gak jodoh semoga saja lo dikasih keikhlasan, segitu aja dari asep mah"
saat ketiganya tengah asyik mengobrol, suara deringan panjang pada ponsel Agra terdengar
ia tempelkan benda pipih itu, "ada apa Lea?"
"mas dimana?"
"mas lagi diapart. Kenapa memangnya?"
"Lea ada dikantornya mamas" beritahunya
agra membola "loh kapan kamu sampe Jakarta? Kenapa gak kasih tahu mas Agra?"
"ya tadinya Lea mau buat kejutan, eh mas Agra nya malah gak ada dikantor"
"yaudah mau mas yang kesitu atau kamu ke apart nya mas?"
"Lea aja deh yang kesitu"
"yasudah hati hati, mas Agra tunggu"
setelahnya panggilan berakhir,
"Alea, Gra?" sahut Reino
agra mengangguk kecil
"wah asik atuh, sudah lama asep teh nggak ketemu sama neng Alea geulis" seru Asep
"yeee.. Riweuh kamu mah sep! Alea gak bakal mau sama kamu, kamu mah peu'eul alias gelap, hitam" ejek Reino
"justru neng alea bakalan suka sama yang hitam manis kaya saya. Langka soalnya. gak kaya kamu setelan cindo udah banyak dimana mana" sahut Asep tak mau kalah
"udah udah.." lerai Agra "Alea gak gue kasih sama lo berdua!!"
"ck, terserah kakak ipar deh" sahut Reino
setelah beberapa menit menunggu, sebaris pesan muncul pada pop up ponsel Agra dari Alea, yang memintanya untuk menjemput Alea dilobby apartemen
saat Agra baru saja keluar dari kamar Apartemennya, pintu kamar sebelah juga terbuka. Seorang wanita cantik dengan tubuh ramping nyaris sempurna, rambut blonde yang dikuncir kuda yang sedikit berantakan, tak lupa juga gaun merah maroon yang sedikit terbuka dan kaki jenjangnya yang ia lapisi high heels semakin menambah kadar kecantikannya
agra terdiam, menatap file dari samping. Saat wanita itu menoleh, sedetik kemudian jantungnya terasa berhenti sesaat
"Kiara.." gumam Agra, "Ki.." panggil Agra
wanita itu menoleh kearah Agra, namun bukannya menghampiri ia malah berlari menjauh
Agra tidak begitu yakin, hanya saja feelingnya kuat kali ini, Agra ayunkan langkahnya mengikuti wanita yang ia yakini Kiara
saat sampai dilobby apartemen, Alea yang menyadari kedatangan sang kakak setelah keluar dari lift, ia melambaikan tangan kearah Agra
namun Agra seperti tengah celingukan, mencari kesana kemari
"mas Agra??" panggil Alea
Agra hampiri Alea dengan pandangan yang masih menyapu sekitar "lea.. tadi kamu lihat wanita pakai gaun merah maroon dengan belahan dada rendah lewat sekitar sini?" ujar Agra saat sampai dihadapan Alea
bukannya menjawab, alis Alea malah menukik tajam tak suka, sedetik kemudian
pletaakk...
Geplakan mendarat pada pangkal lengan Agra
"auw.. Apa?" ringis agra
"mamas bawa perempuan ke apartnya mas?" tuding Alea
"hah? Nggak. Mana ada!"
"terus tadi apa, wanita pakai gaun merah maroon dengan belahan dada rendah" ujar Alea menirukan Agra "mas sembunyiin sugar baby kan?"
"apa sih ngaco kamu ini. Udahlah gak usah dipikirin. Mungkin mas salah lihat. Ayoo" ajaknya
setelahnya Agra ambil alih koper yang Alea tuntun itu, keduanya berjalan bersisian tanpa jarak
Alea dan Agra sudah lama sekali tidak bertemu secara langsung, selama ini mereka hanya mengobrol virtual saja. Alea adalah adik satu papah, papah Tama hanya memiliki satu putri dari istri baru nya yakni Alea. Mamah Alea menjadi salah satu penyebab perpisahan bunda dan papah,
namun seiring berjalannya waktu, Agra sudah memaafkan semua hal yang terjadi dalam hidupnya, termasuk menerima Alea seperti ia menerima ketiga adiknya dari ayah sambungnya
sementara kedunya bergerak menjauh dari lobby apartemen, seorang wanita yang Agra cari muncul dari tangga darurat "Fyuh.. wanita itu lagi" gerutunya kesal
setelahnya wanita itu memilih pergi meninggalkan bangunan apartemen, sebelum sesuatu yang tak ia inginkan terjadi.
***
"gue ketemu Kiara"
Asep dan Reino menoleh bersamaan, "lo serius?"
"belum tahu pasti juga sih, tapi gue yakin itu Kiara"
"mana ada mbak Kiara, mas Agra ngejar sugar baby nya yang lari entah kemana dan kalian berdua bersekongkol sama kak Agra buat sembunyiin perempuannya kan?" teriak Alea dari dapur
"kita lagi yang kena Sep!" sahut Reino
"ya siapa lagi, kalian kan friends in crime nya mas Agra" sahutnya lagi
asep terkekeh "iyain aja sih Rein. mana menang lawan cewe"
Reino mencebik,
"gue harus pastiin sendiri penghuni kamar sebelah, gue liat Kiara keluar dari sana" terang Agra lagi
"penghuni sebelah laki, Gra!" sahut Asep "Asep liat sendiri tadi waktu mau pulang malah ditarik sama si bego nih!" tunjuknya pada Reino yang tengah cengengesan
"sorry sorry, lagian buru buru amat sih Sep! kepala gue masih keleyengan tadi. Kalau sampe tepar lagi disini sendirian gimana?"
"ya makannya jangan sok jago! pake jabanin kemauan si Sam. Biarin aja dia ngambil Clara, toh Clara nya juga mau. Didunia ini masih banyak cewe mah, kalau perlu ikut aja sama Asep ke Bandung, disana banyak teteh teteh geulis"
"yang jadi pertanyaannya, teteh teteh geulisnya mau nggak sama modelan ular kadut kaya dia!" sela Agra
"yee.. Kalian ini gak ada support supportnya sama sekali sama sahabat" gerutu Reino
setelahnya tawa ketiganya mengudara, semua yang keluar dari mulut mereka pure hanya sebatas bercanda
"yeay.. udah jadi, minggir mingir.." seru Alea membawa beberapa piring makanan dalam satu nampan
ia hidangkan beberapa makanan yang berhasil ia buat secara mendadak dihadapan ketiga pria yang saat ini menatap kearah makanannya dengan mata lapar
"udah geulis, pinter masak lagi. Istri idaman asep banget ini mah"
"ah elah bisa aja siluman tembaga!"
Agra dan Alea terkekeh kecil, setelahnya keempat anak manusia itu menikmati makanan mereka dengan tenang
"udah ketemu bunda sama ayah?" seru Agra disela kunyahannya
Alea menggeleng pelan "belum kesana, dari bandara langsung kekantornya mas Agra"
"nanti ikut mas kerumah ya?"
Alea mengangguk kecil "gak apa apa kan mas?"
mendengar kalimat itu Asep dan Reino saling pandang, sementara Agra terkekeh kecil "kamu ini kaya sama siapa aja, bahkan bukan cuma bunda sama ayah yang senang kamu datang, Nala juga pasti suka"
"iya lagi. Aku udah lama gak ketemu Nala mas" sahut Alea antusias
Agra tersenyum senang mendengar itu, jangan sampai Alea merasa sendirian disini, bahkan setelah kematian mamah dan papah Tama bertahun tahun lalu
bagaimanapun Agra dan anggota keluarga yang lainnya menerima Alea dengan tangan terbuka, terlepas dari bagaimana Alea bisa ada.
***
"ada apa mih? Julian bilang mamih manggil Nora?"
"iya mamih manggil kamu. Duduk dulu" ia hembuskan asap nikotin keudara. Setelahnya ia angsurkan satu kotak rokok dihadapan Nora
"gak ah, tenggorokan ku lagi gak enak mih" tolak Nora
"sudah beli obat?"
"sudah, belum kerasa ada efeknya. Mungkin besok baikan mih"
mamih mengangguk kecil menanggapi, setelahnya ia mengoprasikan ponsel dalam genggamannya "sudah mamih transfer ke rekening kamu" ia perlihatkan layar handphone nya pada Nora
"makasih mih"
"buat bayaran yang tadi" terangnya "nanti malam kesini?"
"kayanya gak dulu deh mih, mau istirahat dulu aku. Biar perfoma buat besok lebih ger lagi"
"oke deh, kamu cari ganti kamu dulu buat nanti malam. Mamih yakin kamu pasti tahu yang setara sesama kamu"
"menurutku stella bisa kuasai panggung mih, tapi nanti deh aku kabarin Julian lagi" pungkas Nora "Nora pamit dulu, makasih mih"
setelahnya ia pergi meninggalkan tempat yang bagi sebagian orang menjijikan, namun baginya disanalah tempatnya mengumpulkan pundi pundi rupiah,
jika boleh memilih ini bukan keinginan nya, tapi apa boleh buat, yang bergantung padanya bukan hanya satu dua kepala saja tapi lebih dari lima kepala,
Nora berjalan menyusuri trotoar, saat tatapnya menemukan bangunan restoran cepat saji, ia mendongak "bawain ini deh buat anak anak"
ia melangkah masuk lebih dalam kedalam bangunan restoran cepat saji itu, memesan beberapa makanan dan minuman
setelah apa yang ia mau sudah dalam genggamannya, Nora memilih menaiki taksi demi bisa segera sampai ketempat tujuannya
dan kini Nora berdiri menatap rumah sederhana yang berhasil ia bangun dari hasil menjajalkan dirinya, terdengar aneh tapi itulah pekerjaannya selama ini
"kak Nora.." teriak bocah laki laki dengan pakaian sedikit lusuh itu, ia berlari menghamburkan diri menubruk Nora
Nora merentangkan kedua tangannya, untuk bocah laki laki itu bisa masuk dalam dekapannya
"teman teman ada kak Nora.." seru bocah itu
sedetik kemudian anak anak yang lain datang berhamburan, berbondong bondong untuk bisa masuk dalam dekapan Nora
"kami rindu kak Nora.. Kak nora kemana saja?" seru bocah lain
"maaf ya.. Kak Nora sedikit sibuk akhir akhir ini" sesal Nora "kalian sudah makan?"
semua bocah itu sontak menggeleng,
"wah kak Nora bawa apa?" seru bocah lain yang menyadari apa yang Nora bawa
"lihat lihat kakak bawa banyak makanan dan minuman buat kalian" Nora perlihatkan pada bocah bocah dihadapannya dua plastik makanan yang ia jinjing
"yeayyy hari ini kita makan enak lagi, makasih kak Nora" seru mereka bersamaan dengan tawa riangnya
Nora bersama kelima bocah itupun masuk kedalam rumah sederhana itu,
disana terdapat berbagai macam buku dan alat tulis lainnya untuk menunjang keperluan belajar anak anak asuhnya
"loh kak Soni kemana?" ujarnya saat menyadari tiga bocah lainnya tidak ikut makan bersama mereka
"kak soni, kak sean, sama kak bima masih mulung kak" sahut salah satunya
Nora mengangguk angguk mengerti, diantara delapan anak asuhnya, memang ketiganya yang paling besar namun tetap saja dirumah singgah yang berhasil Nora bangun ini, mereka tidak ada ketergantungan pada anak lainnya, semua memungut dan menjual botol botol bekas untuk perut mereka sendiri
yang berbeda saat ini, anak anak asuh Nora tidak kedinginan dan kehujanan dirumah sederhana buatannya,
"makan yang banyak ya.." Nora usap puncak kepala anak asuhnya dengan cairan bening yang sudah membayang dibawah pelupuk mata
melihat mereka bahagia dengan hal hal sederhana seperti ini, sedikit mengobati luka Nora, dahulu ia juga pernah ada diposisi ini sebelum mamih membawanya dan menjadikannya bintang dirumah megah miliknya.
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!