“ Zahira, adik kamu.. dia .. pingsan lagi. Sekarang mama sudah berada di rumah sakit, tapi mama tidak memiliki biaya. Apa kamu bisa membawakannya?”
Panggilan itu seketika membuat Zahira dilema. Zahira terkejut karena terakhir kali kondisi Arfan baik-baik saja. Kenapa bisa drop lagi.
Sayangnya bukan hanya berita kambuhnya penyakit adiknya yang membuat Zahira cemas. Melainkan permintaan ibunya yang meminta uang lagi.
“.. Zahira.. kau dengar mama?”
Panggilan itu belum terputus, Zahira terdiam beberapa saat, tidak tau bagaimana harus menjawabnya.
Zahira menarik nafas Panjang sebelum menjawab dengan suara gamang “ i.. iya ma. Akan aku usahakan”
“ segera datang ya, adikmu harus segera di tangani” timpal Rani dan langsung menutup panggilan.
Tangan kecil itu turun dengan masih menggenggam benda pipih. Saat ini dia memang berstatus sebagai nyonya Renaldi. Suaminya adalah pengusaha sukses dengan berbagai kantor cabang yang tersebar luas.
Tidak sulit jika dirinya memang mendapatkan hak sebagaimana orang lain pikirkan tentang status istri Renaldi. Sayangnya tidak. Kehidupan rumah tangga Zahira sulit untuk di jelaskan.
Tidak ada pilihan lain, Zahira segera menghubungi sang suami. Beberapa panggilan tidak terjawab. Hingga saat panggilan ke sekian kalinya terdengar sautan dari sebrang.
“… bukankah aku sudah mengatakan jika ada keperluan hubungi saja Sekertaris Erisa..”
Panggilan langsung terputus. Bersamaan dengan air mata Zahira yang juga ikut turun.
Belum juga Zahira mengucapkan satu katapun, suaminya sudah menolak dan memutus panggilan secara sepihak.
Menepis sejenak rasa marah dan kecewanya, Zahira segera menghubungi Sekertaris Erisa.
Sama seperti sebelumnya, panggilan pertama tidak terjawab. Barulah setelah beberapa kali panggilan itu di angkat.
“ hallo nyonya. Ada urusan apa nyonya Zahira?”
“ aku.. aku sedang membutuhkan uang malam ini, bisakah kau…”
Belum juga menyelesaiakn kalimatnya, sekertaris Erisa langsung memotong dengan nada tegas “ nyonya,.. harus berapa kali saya jelaskan. Jika nyonya membutuhkan uang haruslah berdasarkan persetujuan dari Tuan. Apakah anda tidak mengeti juga nyonya?“
Zahira di landa rasa tidak terima dan marah. namun saat ini bukan waktunya dia bertengkar dengan sekertaris suaminya ini. Ada hal penting yang harus Zahira lakukan.
“ tapi situasi saat ini..”
“ nyonya, saya tetap tidak bisa membantu anda tanpa persetujuan dari tuan Amran. Nyonya bisa langsung menghubungi tuan, dan uang yang anda inginkan baru bisa di cairkan”
“ tap…”
Panggilan di tutup.
Zahira menatap kosong layar ponselnya yang mati, lalu berganti pandangan ke lantai dengan pandangan sendu. Harga dirinya tidaklah penting di sini. Dialah satu-satnya harapan untuk kesembuhan sang adik.
Zahira tidak sekuat itu. Tubuhnya tidak sanggup menopang, Zahira terduduk di samping ranjang dengan kakinya menekuk. Meringkuk kedinginan atas sikap suaminya yang acuh. Langit sore terlihat indah dari jedela kamarnya. Namun tetap tak bisa menghiasi hidupnya.
Tangannya terulur berusaha menggapai langit senja, sesaat setelahnya pandangannya teralihkan dan tertuju pada benda kecil mengkilat, cincin berlian yang bertengger di jari manisnya. Begitu bersinar dan … terlihat mahal.
Zahira menyadari jika inilah satu-satunya harta yang bisa dia gunakan tanpa memerlukan persetujuan siapapun. Cincin pernikahannya dengan Amran, dia berhak melakukan apapun pada cincin ini.
Zahira akhirnya beranjak, dia akan menjual cincin pernikahannya. Zahira berfikir jika memang ini jalan satu-satunya yang dia miliki, terlepas apakah nanti akan menimbulkan masalah, Zahira tidak terlalu memusingkan.
Setelah menghapus air matanya, Zahira segera meninggalkan villa besar milik Amran Renaldi, suami yang sudah menikahinya selama 3 tahun ini.
“ .. Zahira akhirnya kau datang,..” mama Rani tersenyum senang setelah melihat kedatangan anak perempuannya.
Dengan segera meminta Zahira untuk melunasi semua biaya pengobatan agar Arfan bisa segera mendapat penanganan khusus.
Malam ini Zahira tidak kembali ke Villa, wanita itu memilih menemani Arfan di rumah sakit Bersama dengan Rani. Lagipula Amra juga tidak akan pulang, dia baru mendapatkan informasi jika Amran sudah berada di kota Kalaya.
Sengaja menepis atas rasa keingintahunya, karena Zahira tau betul Kota Kalaya adalah kota dimana Amel berada. Wanita yang di rumorkan sedang dekat dengan suaminya karena hutang balas jasa.
Saat Arfan sudah tertidur kini di dalam kamar itu tinggal Rani dan Zahira yang masih terjaga.
“ ma, .. aku akan meminta cerai pada Amran”
Terdengar ada rasa putus asa dari kalimat yang Zahira katakan. Tentu saja Rani amat kaget mendengar penuturan Zahira.
“ kau tau kan, adikmu masih membutuhkan biaya yang banyak. Hanya keluarga Renaldi yang bisa menolong kita. Apa susahnya menjadi istri Amran?!”
Dengan tanpa simpati sedikitpun Rani malah mengkhawatirkan kehidupan Arfan daripada Zahira.
Padahal keduanya sama-sama anak kandungnya!.
Zahira ingin protes dan menjelaskan situasinya. Namun dia berfikir, mau apapun yang terjadi, hanya satiu hal yang ada di pikiran Rani, yaitu uang. Mamanya membutuhkan uang untuk pengobatan adiknya.
Jika hal ini bisa dia berikan, Rani pasti tidak akan mempermasalahkan soal perceraiannya. Zahira dengan nada datar menyahut “ aku akan bekerja, uang hasil jual cincin pernikahan masih bisa menutupi biaya rumah sakit Arfan selama 6 bulan”
Rani melihat tekat kuat di mata Zahira. Tidak seperti biasanya, dimana Zahira yang penuh kelembutan dan kini menjadi sosok wanita tegas.
Mendengar Zahira berani menjual cincin pernikahannya, membuat Rani menyadari jika putrinya sudah bulat.
Saat ini Zahira terlihat lebih berani dan .. menahan gejolak emosi
“ bekerja sebagai apa? Kau tidak pernah bekerja sebelumnya Zahira. Kenapa kau tiba-tiba seperti ini? bukankah hidup sebagai istri Renaldi sudah sangat cukup bagimu? Kau bisa mendapatkan uang dengan hanya meminta. Uang suami adalah uang istri, jangan terlalu arogan dan merasa tinggi Zahira ”
Rani sama sekali tidak habis pikir dengan keputusan yang anaknya ambil. Bagai memcelakai diri sendiri dengan meminta cerai dari Amran. Selama ini hidup mereka sudah sangat terbantu dengan menjadi bagian dari keluarga Renaldi.
Zahira tidak mungkin meluapkan kekesalannya di sini. Dia harus menenangkan dirinya. Jadi sebagai penutup Zahita berkata “ aku bisa mendaftar di beberapa opera. Aku masih memiliki bakat. Mama tenang saja, aku akan tetap menaggung semua biaya rumah sakit Arfan”
Zahira pergi dari kamar itu dan duduk di kursi lorong rumah sakit.
Jika di hitung-hitung saat ini Zahira memiliki beberapa milyar di tabungannya. Hasil dari menjual cincin pernikahan tentu saja. Biaya rumah sakit Arfan kini naik menjadi 500 juta setiap bulannya. Memang sedikit memaksakan, tapi Zahira tidak mau mundur dan menjalani rumah tangga yang hampa lagi.
Rani tidak salah dengan mengatakan jika keluarga Renaldi adalah keluarga kaya raya dan dapat di andalkan. Cincin pernikahan saja menghabiskan uang belasan milyar. Namun kesabaran Zahira sudah menipis.
Ada semacam rasa ingin meninggalkan lelaki yang sudah dia cintai selama 5 tahun ini, dan memulai kehidupan baru.
Apalagi dengan keberadaan Amel yang menjadi duri dalam pernikahannya.
Tetapi bukannya tidak ada keraguan, Zahira sangat ragu dan takut dengan kehidupan setelah perceraian nanti. Apa pilihannya sebanding dengan semua yang dia korbankan nanti.
Tak ingin berlarut dalam pikirannya, Zahira membuka ponselnya. Dia ingin mengalihkan kejenuhannya sejenak tapi berita yang muncul di nitifikasi ponselnya membuat hatinya terasa semakin di remas.
Ternyata benar yang dia pikirkan, Amran terbang ke kota Kalaya demi menemui Amel. Mereka merayakan ulang tahun Amel di sebuah Gedung tertinggi di sana.
Zahira baru merasa jika hidupnya sangat nelangsa, di saat dirinya membutuhkan uang, ternyata suaminya malah merayakan ulang tahun wanita idamannya dengan sangat meriah.
Hebat sekali!
“.. pasti mahal.. “ lirih Zahira yang tau jika Gedung yang suaminya sewa adalah Gedung termahal di kota itu. Belum lagi dengan pesta kembang api serta pertunjukan dari layar Gedung yang begitu kelap-kelip.
Dengan kasar Zahira menutup laman berita itu, dan mematikan ponselnya. Hatinya semakin sakit, air matanya luruh dengan deras melewati pipi putihnya.
Haruskah dia akan terus megalah dan menutup mata atas perbuatan suaminya padanya.
Beberapa hari setelahnya Amran akhirnya pulang. Di bandara sekertaris Erisa sudah menjelaskan apa yanag terjadi selama dia pergi ke kota Kalaya. Termasuk bagaimana keadaan keluarga istrinya.
Amran baru mengetahui jika Arfan kembali drop dan memerlukan penanganan khusus. Meski merasa tidak enak namun dia tidak merasa bersalah.
Lelaki itu bertindak seperti biasanya.
Amran sangat tau, jika Zahira tidak akan marah. meskipun marah pasti tidak akan lama. Selama ini Zahira begitu penurut dan lembut padanya. Sangat mudah di atur.
Langit Nampak gelap tak kala mobil Bentley milik Amran memasuki pelataran Villa Renaldi.
Segera setelah mobil itu berhenti, pelayan mendekati mobil itu.
“ saya bawakan tuan”
“tidak usah”
Barusaja keluar dari mobilnya Amran segera membawa kopernya ke atas. Amran memang biasa membawa kopernya sendiri setelah berpergian.
Lelaki itu lalu memasuki kamarnya.
Disana Zahira terlihat sedang menata barang-barang, dia memang suka bersih-bersih.
Tidak seperti biasa, Zahira tidak menyambutnya. Wanita itu meneruskan pekerjaanya meski tau Amran sudah kembali.
Lelaki itu tanpa mengucapkan apapun langsung menuju ke kamr mandi. Dia tau jika Zahira pasti masih marah padanya. Jadi tidak perlu berbasa-basi.
Setelah menyelesaikan ritual mandinya, Amran keluar dengan memakai jubah mandinya. Sudut matanya melihat jika posisi kopernya tidak berubah sama sekali membuat Amran perlu mengajak Zahira berbicara.
“ aku sudah meminta sekertaris Erisa untuk mengganti dokter agar Arfan mendapatkan penanganan terbaik..”
Zahira mendengarnya, namun tidak bereaksi.
Zahira masih focus menata barang-barang di meja riasnya, dia sengaja menyibukkan diri. Amran menatap punggung Zahira yang terlihat ramping dari belakang. Perlahan mendekati istrinya.
Amra tidak memungkiri jika Zahira memang mudah sekali membuatnya terangsang.
“ sekertaris Erisa sudah salah paham dan aku memberinya peringatan..” lanjut Amran dengan kasar memeluk Zahira berusaha menghirup aroma tubuh Zahira yang begitu memabukkannya.
Zahira dengan tegas menampik tangan itu dan berbalik badan. Lalu dengan lugas berkata “ aku bisa menangani adikku dengan baik, Amran. Kau tidak perlu mencampurinya”
Amran terkekeh, seakan ucapan Zahira adalah lelucon.
“ apa kau masih marah? hemm,,,“
Lalu dengan kuat menarik lengan Zahira dan melilitkan tangan satunya di pinggang ramping Zahira. Tubuh mereka benar-benar menempel.
Zahira seketika menjadi panik, dia tidak sedang ingin bersentuhan dengan Amran.
“ Amran, ada yang ingin aku katakan padamu..” sembari kedua tangannya menahan tubuh Amran agar tidak semakin dekat.
“ katakan itu nanti..”
Sesaat setelahnya Amran menggendong tubuh Zahira dan melemparkannya di ranjang. Zahira tidak memiliki waktu untuk menyadari jika saat ini Amran sudah berada di atas tubuhnya.
Dia harus segera bertindak sebelum Amran semakin jauh, Zahira sangat tau apa yang lelaki itu inginkan malam ini “ Amran… aku ingin kita bercerai!”
Sejenak Amran terdiam dan menatap wajah Zahira dengan serius. Beranggapan jika ucapan itu termasuk dalam kemarahan atas tindakannya beberapa hari yang lalu, Amran tidak menggubris.
“ kau semakin menyulutku”
Amran sama sekali tidak berniat mengurungkan niatnya untuk meminta haknya.
“ aku sudah tidak meminum pil..”
Amran memang tidak terlalu percaya dengan permintaan Zahira, namun otaknya masih jalan.
Seketika Amran menghentikan aksinya, menatap Zahira dengan tatapan marah, hasratnya tiba-tiba surut. Dia memang sejak awal tidak menginginkan anak dari Zahira, jadi meminta Zahira untuk rutin mengonsumsi pil pencegah kehamilan.
“ kau ingin bercerai?! Memangnya kau bisa apa Zahira? Ck ck ck, selama ini kau tidak pernah hidup susah. Apa uang yang ku berikan masih belum cukup?”
Amran berdiri di samping ranjang sambil mengamati Zahira yang berusaha duduk dan membenarkan pakaiannya yang tersingkap.
“ aku akan bekerja” Zahira terlihat tidak yakin dengan jawabannya.
Amran kembali terkekeh. Jawaban Zahira sungguh tidak masuk akal baginya. Amran berfikir jika saat ini Zahira hanya sedang merajuk, jadi dia tidak bersungguh-sungguh percaya “ kau pikir gaji seorang pendongeng dan pemain biola seperti mu bisa mengalahkan uang dariku? Itu sama sekali tidak sebanding, kau harus bekerja selama beberapa tahun hanya untuk menyamai jumlah uang bulanan dariku” cela Amran.
Zahira berfikir begitu. Tetapi dia tetap tidak mau mundur.
Merasa terhina, Zahira beranjak berdiri dan menatap Amran dengan serius. Zahira menyahut dengan nada dingin “ uang bulanan apa yang kau maksud? Apa uang yang kau kirim ke rekening dimana aku harus meminta persetujuan jika ingin mengambilnya? ”
Amran melihat goresan kecewa dalam mata Zahira, darimana semua keberanian istrinya ini. bukankah selama ini tidak ada masalah.
Jadi istrinya bersungguh-sungguh dengan permintaanya.
“ sejak awal bukan ini masalahnya, Zahira ”
Mereka menikah sudah hampi 3 tahun, semua mekanisme ini tidak pernah membuat Zahira marah.
Amran berfikir alasan Zahira sangat mengada-ngada dan di buat-buat. Tidak mungkin Zahira tiba-tiba berubah seperti ini.
“ jangan mencari alasan” lanjut Amran dengan masih menganggap jika istrinya sedang merajuk.
Membuat Amran sekali lagi mendekati Zahira.
Zahira menjaga jarak, wanita itu membuat pertahanan diri sambil menyahut “ aku bersungguh-sungguh ingin cerai, Amran. Mau apapun alasannya itu tidak penting”
Di mata Amran kalimat ini sungguh tidak cocok dengan karakter Zahira selama ini. malah membuat Amran menjadi gemas sendiri.
Amran dengan mudah menerobos pertahanan istrinya dan kembali mendorong tubuh ramping Zahira ke atas ranjang.
Zahira melakukan segala cara agar Amran tidak bisa menguasai tubuhnya.
“ aku tidak suka kau menjadi seperti ini Zahira”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!