NovelToon NovelToon

KOK

01. DIMANA KENAPA

Kusipitkan mata ketika kulihat Basuki berjalan melewati aku dengan tergesa gesa, dia sedang berjalan menuju ke arah luar desa, tangan kirinya membawa obor, sedang tangan kanan dia memegang sebuah cangkul.

Aku nggak menyapa, iya… buat apa menyapa orang yang angkuh, masak sih ada aku di pinggir jalan dia nggak nyapa aku, menoleh pun nggak.

“Sombong sekali dia huuf!”

Senja hari belum gelap, di sini sepi sekali, tidak ada yang lewat di jalan ini, hanya tadi si  Basuki yang jalan melewati aku dengan angkuhnya!

Nyala obor si Basuki semakin lama semakin menjauh dari tempat ku berdiri. Nyala obor yang menuju ke arah  luar desa.

Sebenarnya aku kenal siapa basuki itu, yah tepatnya aku pernah kenal dia, dulu dia teman mainku waktu aku masih kanak kanak, dia tetangga sebelah rumah.

Dia punya hobby yang agak nyeleneh, dulu waktu kami bermain dia suka melihat dan membandingkan alat khelamin teman-teman kami, katanya punya dia yang paling besar diantara kami, kan ajim kayak gitu itu

Hmm tapi nanti aja aku ceritakan sepenggal cerita tentang siapa itu Basuki, saat ini aku sedang malas mengingat siapa Basuki itu.

Hari makin gelap tapi sisa cahaya matahari masih terlihat, suara serangga malam, kodok dan mungkin suara ular mulai saling sahut sahutan

“Ah aku pulang aja!”

“Tapi….”

Tapi aku pulang kemana, dan….. kenapa aku ada disini…

Iya aku tau ini adalah jalan desa,  dan si Basuki berjalan ke arah luar desa, tapi kok tiba-tiba tempat ini rasanya asing bagiku.

Sik sik, tadi kenapa aku ada di pinggir jalan desa.  Aku nggak habis pikir, kenapa aku kok ada di pinggir jalan ini

Lho aneh, kok aku nggak bisa mengingat kenapa aku ada disini.

Sebentar,  aku rasa ada yang nggak beres, tapi aku nggak tau apa yang nggak beres itu.

“JHANCOK!”

“Asyu…. Aku harus kemana dan ngapain!’

“Buntu rasane otakku cok”

Aneh tiba-tiba aku nggak bisa berpikir, rasanya tiba-tiba ada yang membuntu jalan pikiran. Lha apa aku disini ini karena ngikutin si Basuki?

Tapi kalau ngikutin Basuki harusnya aku ada di belakangnya dia, tapi tadi Basuki melewati aku.

“Chok! Tambah ngelu ndasku!”

Aku harus berpikir, aku harus duduk, aku harus mengingat apa yang terjadi sama diriku. Rasanya aneh semakin lama aku nggak bisa tau alasan apa aku ada disini.

Sialan, sekeliling kok semakin lama rasanya semakin asing, aku makin nggak mengenali daerah ini. Rasanya asing sekali ada di sini.

Aku harus santai dan berpikir, aku harus duduk dan menenangkan diriku, tapi kayaknya nggak ada tempat yang enak untuk duduk dan istirahat sejenak.

Apa harus ke desa sana, dan mencari tempat yang tenang dan mencari tau apa yang sedang terjadi dengan diriku

“Ke desa, aku harus kedesa sana”

Hggh…sebaiknya kupercepat langkahku  agar sesegera sampai ke desa itu.

Harapanku nanti disana bisa bertemu dengan penduduk desa, dan aku bisa istirahat di salah satu rumah penduduk sembari mengingat apa yang sedang aku lakukan disini.

Cahaya lampu desa udah nggak jauh lagi dari sini, ah aku percepat lagi langkahku….

.

“Tapi kok aneh…. “

Ada yang aneh, tadi kan masih senja, tapi tiba-tiba hari menjadi sangat gelap. Dan kenapa di depanku nggak ada lagi nyala lampu seperti yang tadi aku lihat.

Keadaan semakin sepi, dan kok sekarang makin banyak pohon besar di kiri kananku.

Apa yang terjadi, harusnya tempat ku berdiri sekarang ini adalah desa yang tadi aku lihat di kejauhan, lho apa lagi ini kenapa aku mencium bau wangi.

“Janchok… bau apa ini Hoeeegh!”

Ssshhhh sekarang bau busuk…sangat busuk, aduuuuh bau busuk ini makin menusuk hidungku, klau bau ini aku ingat, ini kayak bau kaos kaki ku, tapi lebih busuk lagi yancok!

Bau ini busuk dan aneh…. aku jadi sangat ngantuk.

Aku nggak bisa membuka mataku… aku sangat ngantuk, ngantuk…. Rasanya sampek malas buka mata.

02. ADA YANG ANEH

“Ji bangun.. Kamu ngapain tidur disini!”

“Heh ayo bangun, oh bocah edan!”

Sialan, samar samar aku dengar suara Antok, iya itu suara Antok yang nyuruh aku bangun. Tapi kenapa kok ada suara Antok.

Rasanya malas sekali untuk membuka mataku, rasanya mataku ini nggak mau diajak kerjasama. Nggak tau udah berapa lama aku tidur, tapi rasanya sangat malas untuk membuka mata.

“Huaaaheem, iyooo Ntok, opo seeeee, ngganggu orang tidor ae chok raimu”

“Banguno Ji, kamu ngapain tidor di sampah-sampah gini!”

“BANGUNO JI, BUKAEN MATAMU KUI!”

Suara Antok semakin keras, seolah dia teriak di sebelah telingaku, ada apa siiih sebenarnya….

Nggak tau kenapa tulangku rasanya sakit dan linu, rasanya malas sekali bangun dengan keadaan tulangku linu semua.

“Oppoooo  Tok….”

“LHO JANCHOOK, AKU KOK ADA DISINI CHOK!”

Sial…

Aku ada di bak sampah sebelah kampus.

Aku tergeletak di bak sampah!

Di sekelilingku banyak orang yang sedang melihatku, termasuk si  Antok yang sedang jongkok di depanku sambil tersenyum.

“Kamu habis mendem ta Ji hehehe?”

“Matamu Tok, ayo bantu aku berdiri chok!”

Huaaaah, badanku rasanya kaku, tulang rasanya linu, tapi ada yang aneh di tubuhku, ada yang nggak beres, kayak ada yang mati rasa.

Tapi aku nggak tau apa itu yang mati rasa.

“Ayo aku bantu Ji, kita balik ke kosanmu dulu, kamu ini aneh-aneh ae, nek mendem itu yang bener, ojo tidor di bak sampah kayak gini. Opo kamu nggak malu ta Ji”

“Diemo dulu Tok,  tolong papahen aku, badanku saket semua. Kita ke kosan dulu Tok”

Antok adalah teman satu kosan, dia berasal dari Jawa tengah, kuliah di perguruan tinggi swasta di Surabaya.

Aku berasal dari  Surabaya juga, tapi aku malas kalau harus tinggal serumah dengan kedua orang tuaku, jadi aku milih untuk kos di dekat kampus saja agar bebas

Namaku Pariji, mungkin hanya Antok satu-satunya sahabatku, karena dia yang tidak memanggilku dengan sebutan butak.

Iya, karena  rambut di kepalaku ini rontok semua, dan akhirnya hampir semua temanku memanggil aku butak.

Aku punya bisnis berdagang barang bekas, kuno, retro, dan aku jual mahal, dari uang jual beli itu aku bisa biayai kebutuhan sehari hariku dan juga untuk biaya kosku.

Jarak kosan dengan kampus sangat dekat, kosanku letaknya di seberang kampus, jadi hanya lima menit kami sudah sampai di kosan.

“Kamu semalam kemana Ji, tak tunggu di kosan kok nggak pulang, malah paginya kamu teronggok di sampah sampah”

“Kamu mendem di mana Ji?”

“Ah mboh chok, aku yo gak eruh, aku nggak mendem Tok”

“Lha koe semalem ke mana lho, kok koyok korban pembiusan perkosaan ae Ji, dibuang ke sampah sampah”

“Ji, tak tinggal kuliah sik yo, nanti setelah kuliah kita ngobroL lagi”

“Iyo Tok, suwun yo, salam gawe dosen, ngomongo nek aku sik saket”

Aku duduk di depan kamar kosan. Kosan ini sepi kalau jam segini, maklum hampir semua penghuni kosan pada kuliah semua.

Apa yang aku pikir, nggak ada. Kepalaku rasanya kosong, kulihat bajuku, kotor oleh debu dan kotoran sampah.

Masak iya seh aku semalam mendem, terus tidor di sampah-sampah, tapi kan aku sebelumnya nggak disana, aku ada di desa nek gak salah.

Janchok, pusing kepalaku kalau dipakai buat miker. Lebih maik aku mandi saja dulu. Tapi sik, rasanya ada yang aneh sama tubuhku, rasanya kok nggak kayak biasanya.

“Hmm opo yo”

Ah taik ah, tak mandi sek ae, habis itu tidor, sambil nunggu Antok datang.

Kamar mandi kosan ini letaknya ada di ujung kosan, kosan ini bukan kosan dengan kamar mandi dalam, disini  ada empat bilik kamar mandi yang digunakan untuk enam kamar kosan.

Yang tiga kamar mandi letaknya berjejer, dan itu adalah kamar mandi baru, letaknya di pojokan kosan, sedangkan yang satu letaknya ada di dekat sumur belakang kosan, kamar mandi  lama kayaknya.

Aku biasanya menggunakan kamar mandi yang di dekat sumur, aku milih yang dekat dengan sumur dengan alasan yang kuat, karena nggak ada yang ganggu, dan lebih semilir anginya.

Kamar mandi yang dekat sumur ini jarang ada yang makek, soalnya kata temen-temen di kamar mandi ini ada penunggunya, hahahaha.

Padahal selama setahun aku disini aku nggak pernah diganggu oleh siapapun hehehe. Jadi aku bisa ngising agak lama tanpa ada yang ganggu sama sekali.

“Sabon, sikat gigi, odol, sampo wis lengkap”

Peralatan mandiku aku taruh di gayung kecil. Masio aku laki-laki, tapi peralatan mandiku selalu lengkap rek. Gak lupa aku mesti bawa hape.

Ya kebiasaan nek ngising aku mesti liat pilem di hape.

Aku punya kebiasaan kalau mau mandi aku selalu hanya menggunakan handuk yang cuma tak blebetin kayak pakai sarung gitu.

“Ah sepi…”

“Tak cepet-cepet mandi!”

03. LHO KOK

“LHOOO JANCHOOOK!”

“OPO OPOAN INI AAAAAAARRGGHHH!”

“AAAAAAAAAAAARRRRKKKKK!

“KONTILAKU HILAAAANG!”

Aku terjengkang, terduduk di dalam kamar, jelas terlihat nggak ada kontila di tengah syelangkanganku!

Panik!

Bingung!

Cuma panik dan bingung saja yang tiba-tiba aku rasakan.

Kulihat sekali lagi di tengah syelangkangankuh nggak ada apa-apanya, telornyapun nggak ada…

Dimana kuntila kesayanganku…. !

Apa yang terjadi dengan ku…!

Tiba-tiba kepalaku terasa berat dan sakit sekali, pandanganku berkunang kunang……………………….

“Mas, bangun mas…..”

“Ayo bangun mas, jangan tidur disini!”

Kudengar lirih seperti suara orang yang sudah tua, pundaku pun bergoyang seperti ada yang menggoyang pundakku.

“Ayo mas bangun, ngapain mas tidur di pinggir hutan gini mas”

“Ayo ke rumah saya saja, sepertinya masnya ini bukan berasal dari daerah sini ya”

Kubuka mataku perlahan, uugh tubuhku rasanya sakit sekali, tulangku rasanya kayak habis di  tindih gajah bengkak.

Gendeng!....

Aku ada di pinggir jalan, aku nggak tau ada di mana, pokoknya sekelilingku gelap sekali, dan di depanku ada bapak tua dengan kopiah yang sedang menatapku.

“Ugghh iya pak. Eh saya ada di mana ini pak?”

“Lho yang tanya harusnya saya nak, kamu ini dari mana dan mau kemana nak, kok tidur di pinggir jalan hutan”

“Lho, saya ada dimana pak, kenapa saya ada di sini?”

“Sudah sudah,  ayo ikut saya”

“Kamu bisa cerita dan istirahat di rumah saya nak. Sudah hampir tengah malam, bahaya disini nak, ayo saya papah kamu”

“Kamu bisa jalan kan nak?”

Aku bingung, siapa bapak tua ini, dan kenapa aku ada disini, dan apa yang sudah aku lakukan disini. Jampot, bingong aku.

“I…iya pak, s..saya bisa jalan pak”

Kanan kiriku pohon besar, dan aku ada di pinggir jalan berbatu,  bapak tua ini mengulurkan tanganya membantuku untuk berdiri.

Aku bisa lihat wajahnya karena saat ini cahaya bulan sedang terang, wajah orang tua yang sudah keriput, mungkin umurnya sekitar tujuh puluh tahunan.

Dia memakai kaos lusuh warna kuning dengan gambar pohon beringin, kayaknya kaos hadiah dari sebuah partai.

Di bagian bawahnya dia memakai sarung dengan warna gelap. Senyum ramah dan wajah yang  bersahabat terlihat olehku.

“Rumah saya nggak jauh dari sini nak, itu disana setelah hutan itu ada perkampungan, saya tinggal disana nak”

Aku cuma diam aja, aku nggak bisa ngomong apa-apa, aku takut.

Keadaan ini mengerikan, aku seolah ada di tempat yang bukan berasal dari jamanku.

“Tenang saja nak, jangan takut”

“Ayo kita jalan agak cepat nak”

Bulu kuduku berdiri,  aku nggak berani tolah toleh.

Aku nggak peduli kenapa ada disini, yang sekarang aku takutkan adalah beberapa bayangan aneh yang ada di balik pohon-pohon besar di kiri dan kanan jalan.

“Jangan tolah toleh nak, pandangan ke depan saja!”

“Jangan menoleh ke belakang!” bisik pak bapak tua tanpa menoleh ke arahku

Udara disini sangat dingin, bukan dingin seperti di pegunungan gitu, tetapi dingin seperti  ada sesuatu yang menyelimuti diriku.

Kami berjalan agak cepat, bapak tua berjalan sedikit di depanku, tangan kanannya memegang lenganku. Tangan dia rasanya hangat.

Langkah kaki bapak tua ini cepat dan tegap, dan anehnya langkah kakiku juga bisa serasi dengan langkah kaki bapak tua ini.

Tenagaku yang tadinya lemes, entah kenapa sekarang bisa kuat lagi.

“Panggil saya Wito, namamu siapa nak?”

“Saya Pariji pak”

Tidak ada pembicaraan lagi, pak Wito berjalan cepat tanpa menoleh kiri kanan, akupun mengikuti langkah kaki pak Wito.

Semakin lama pohon di kiri kanan semakin jarang, dan di kejauhan nampak nyala cahaya kelap kelip, kayaknya itu cahaya lampu atu obor dari rumah.

Langkah kaki pak Wito pun semakin perlahan dan akhirnya kami berdua jalan santai.

“Nah rumah saya sudah dekat nak”

“Maaf tadi nak Pariji saya ajak jalan agak cepat, eh nanti di rumah akan saya kasih tau apa alasanya nak”

Aku hanya mengangguk, aku nggak berani dan nggak ada kemauan untuk tanya apa yang sedang atau tadi terjadi.

Tadi ketika di tengah hutan, sekilas aku lihat ada bayangan orang yang pernah aku kenal. Tapi aku lupa bayangan siapa itu.

Pokoknya aku merasa penah kenal dengan bayangan yang hanya sekilas saja.

Kami sudah masuk ke perkampungan, satu rumah sudah kami lewati.

Rumah-rumah disini sangat sederhana, berbahan kayu dan gedek, di depan halaman rumah ada nyala obor yang apinya meliuk liuk kena angin.

“Rumah saya yang disana itu nak” tunjuk pak Wito ke sebuah rumah yang letaknya agak jauh dari rumah yang pertama kami lewati

“Jarak rumah disini agak berjauhan ya pak”

“Iya nak, disini cuma ada delapan rumah saja nak”

Pak Wito mempercepat langkah kakinya, hingga sampai di depan sebuah rumah berbahan kayu dan gedek.

Tidak ada pagar di depan rumah pak Wito, hanya ada tiang  bambu yang di atasnya ada nyala obor saja.

“Ayo masuk nak” ajak pak Wito sambil membuka pintu rumah

Pintu rumah tidak dikunci, pak Wito hanya mendorong daun pintu yang entah warnanya apa, Bau pengab langsung menyeruak ke hidungku.

Aneh  rumah ini baunya kayak rumah yang lama nggak ditempati, aku hanya berdiri di depan pintu rumah pak Wito.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!