NovelToon NovelToon

Gadis Pilihan Ummi

Kejadian Setelah Pemakaman

Kehidupan dan kematian tidak ada yang tahu seperti hari ini. Shofiyah beserta anaknya menghadiri pemakaman dari keluarga sang besan. Sekaligus keluarga angkatnya.

Dia tengah bersedih karena adik angkat yang begitu dia sayangi menghembuskan nafas terakhirnya dirumah sakit semalam ketika dia menjenguknya seakan dia hanya ingin menitipkan pesan kepadanya.

"Aku akan menjaga anakmu dengan sangat baik seperti janjiku padamu dek, semoga Allah menempatkanmu ditempat peristirahatan terindah yaitu Syurganya.

Dia memandang ibah pada gadis cantik yang tengah meratapi kepergian sang ibu dengan linangan air mata yang tak ada hentinya. Dia tahu betapa terpukulnya dirinya kerena kini semua yang dia sayangi telah pergi meninggalkan nya.

"Kamu yang sabar yah nak, kamu tidak sendirian, ummi akan menjaga kamu seperti janji ummi semalam pada bundamu". Ucap Shofiyah memeluk putri satu-satunya adik angkatnya ini dengan sayang.

Dia sudah menganggap gadis ini sebagai anaknya dan juga sangat menyayangi nya sejak dirinya masih kecil. Gadis sabar dengan sejuta pesona tapi tetap rendah hati.

"Maafkan bundaku jika dia memiliki kesalahan ummi, terima kasih karena mau mengabulkan permintaannya sebelum dirinya pergi". Safa memeluk sang ibu angkat yang dia sayangi.

Dia memang sangat dekat dengan Shofiyah dan juga kedua anak perempuannya walau mereka berbeda umur.

"Iya nak, ummi sudah memaafkannya, kamu sabar yah, doakan dia semoga Allah memberikan dia tempat terbaik disisinya". Shofiyah memeluk snag calon mantu itu.

Dia memang berjanji untuk menjaganya sampai nanti dan akan dia jadikan menantu di keluarganya tepatnya untuk sang anak Ammar karena dari segi usia dialah yang cocok untuknya.

"Terima kasih ummi, maafkan Safa selalu merepotkan ummi dan keluarga". Ucapnya menunduk.

" Tidak sayang, kamu tidak pernah merepotkan ummi karena kamu juga anak ummi". Shofiyah memandang Safa dengan penuh ketulusan meyakinkan jika dia memang menyayangi gadis cantik ini.

Safa memandang nanar gundukan tanah tempat peristirahatan terakhirnya, kini dia akan menghadapi sikap egois sang abang sendirian tanpa bantuan orangtuanya seperti biasanya.

Setelah pemakaman mereka semua pulang kerumah, Shofiyah menyuruh seluruh anaknya pulang tapi menahan Ammar dan Umar untuk bersamanya sedangkan sang suami dan ketiga anknya dia suruh pulang. Dia akan menemani gadis cantik ini dengan penuh perhatian karena dia tahu setelah ini akan ada masalah yang menderanya.

"Berikan rumah ini dan juga mobil serta tanah warisan mereka kepadaku". Suara bariton membuyarkan lamunan mereka tentang pemakaman tadi.

Disana memang banyak keluarga yang menemani, termasuk sang Besan, Kak Gibran dan istri serta menantunya.

" Kau tidak perasaan sedikit saja??, bunda baru saja dimakamkan dan kau sudah meminta warisan, kau gila yah??". Teriaknya dengan tidak terkendali.

Dia betul-betul marah dengan lelaki yang bergelar abangnya ini, tidak bisakah dia melihat kondisi??.

" Mereka semua sudah mati, jadi semua yang mereka punya itu menjadi warisan dan saya adalah anak tertua dan laki-laki. Bagian saya 2 kali lipat dari kau yang hanya anak perempuan!! ". Geramnya kerena sang adik tidak mau langsung memberikan keinginanya.

"Jangan kurang ajar Safwan, bundamu itu baru kami kubur dan kau bahkan tidak ada di saat terakhir ibumu dan dengan seenaknya kamu datang kesini meminta warisan, kamu tidak punya otak??". Kini Gibran sang paman murka kepada keponakannya itu.

" Tidak usah lebay paman, urus saja anak-anak perempuan paman itu, tidak usah ikut campur urusanku". Ketusnya kepada sang paman

Dia merasa menang karena diantara semua cucu keluarga dialah lelaki tunggal dan sangat dimanja oleh sang kakek waktu itu. Membuatnya lupa daratan, sampai selalu berbuat seenaknya seperti sekarang ini.

"Kau". Kak Gibran maju untuk menghajar keponakan lelakinya yang sangat kurang ajar itu.

"Hahaha, tidak usah berlagak jagoan paman, anda itu sudah tua tidak akan menang melawan ku!! ". Ucapnya dengan sinis

Gibran maju ingin menghajar keponakan tapi malah kena pukul lebih dulu.

" Liat kan??, kau hanya lelaki lemah dan tua sekarang, tidak usah berlagak sok bisa menghajar ku". Sinisnya dan merendahkan sang paman.

"Bugh". Akh". Belum dia menyelesaikan perkataan yang Bogeman mentah mendarat di wajahnya.

Pukulan keras itu membuatnya terjatuh dengan hidung mengeluarkan darah dan sudut bibirnya robek.

" Sialan, apa yang kau lakukan??". Umpatnya pada Umar yang telah memukulnya.

"Itu hadiah kecil untuk manusia kurang ajar dan tak tahu terima kasih serta tak tahu diri seperti mu!! ". Ucap Umar dengan tenang tapi matanya memancarkan kemarahan yang luar biasa.

Dia sangat tidak terima ada yang kurang ajar dan memukul mertuanya, siapapun itu.

" Kau itu hanya orang lain, tidak usah ikut campur!! ". Emosinya kemudian menyerang Umar dengan membabi buta.

Umar yang tampak tenang menghindari pukulan itu kemudian mendarat kan tendangan maut dan keras kepada lelaki itu sehingga tersungkur dengan memeluk perutnya karena terasa sangat sakit. Bahkan saking sakitnya dia bahkan tak bisa berdiri

Semua orang menyaksikan aksi Umar tanpa mau melerai. Hanya sang ibu yang nampak Khawatir kepadanya karena perkelahian itu.

"Saya memang orang lain di keluargamu, tapi lelaki yang kau pukul barusan adalah ayah mertuaku, ayah dari perempuan yang ku nikahi dan secara otomatis menjadi ayahku juga. Tidak ada satupun orang yang kubiarkan menghina apalagi memukulnya". Tatapan tajam bak elang pemangsa itu dia berikan kepada lelaki yang menatapnya sambil kesakitan itu.

"Dan perempuan yang kau hina itu adalah Calon adik iparku. Calon istri dari adikku Ammar sesuai dengan amanah ibundamu". Umar maju ke hadapan Safwan yang masih meringkuk kesakitan karena tendangan tadi.

" Jika kau berani melakukannya lagi, tidak hanya itu yang akan kuberikan padamu, akan kupastikan kau menyesal karena berani melakukannya!! ". Umar berucap dengan dingin dengan tatapan mata tajam.

Mereka semua tidak ada yang menyangka lelaki tenang dan berwibawa itu bahkan bisa melakukan hal seperti itu untuk melindungi keluarganya. Terutama sang istri yang baru melihat kemarahan dan kemurkaan sang suami.

Umar berjalan menghampiri sang ayah mertua, walau kini hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja, sang menantu itu tetap menghormati dan menghargai nya bahkan membelanya sampai seperti ini.

"Ayah baik-baik saja?? Tanya seketika melembutkan pandangannya yang tadinya penuh dengan emosi.

" Ayah baik-baik saja nak, terima kasih". Ucap Gibran dengan sendu memandang Haru sang menantu, semarah apapun dirinya pada anak ini, dia bahkan tak pernah meninggikan suaranya apalagi berbuat kurang ajar kepadanya.

"Ayo ayah, aku bantu". Ucapnya memapah sang ayah menjauh dari keponakan kurang ajarnya itu.

Tapi Umar tidak tahu jika Safwan bangun dan akan menghajar Umar dari belakang tapi sebelum tangannya mendarat pada tubuh Umar ada tangan yang menahannya dengan wajah datar.

Lelaki bermata sipit berwajah tampan itu memegang pergelangan tangannya kemudian menghempaskannya dengan sangat keras sampai ia terlempar.

Berapa Yang Harus Kubayar

Ammar tak berniat bertengkar apalagi berkelahi dengan lelaki yang ada dihadapannya ini. Biar bagaimanapun lelaki ini adalah kakak sang calon istrinya.

"Jangan berani main belakang, lelaki yang gentle itu berhadapan langsung dengan orangnya bukan main belakang seperti yang kau lakukan, itu tindakan seorang pecundang bro". ucapnya dengan tenang.

lelaki bermata sipit itu menatap garang pada sang calon kakak iparnya itu.

Umar dan Gibran berbalik ketika mendengar perkataan Ammar, dia bisa melihat jika keponakannya itu terlempar jauh karena hempasan kuat dari Ammar.

"Tidak usah ikut campur kau, aku tidak akan memberikan adikku kepada lelaki kere sepertimu". hinanya kepada ammar.

Dia tidak tahu saja lelaki dihadapannya itu adalah salah satu pengusaha muda yang sukses. Ammar memasukkan tangannya kedalam saku celananya dengan gaya cool yang menjadi khasnya.

"Memang berapa yang kau inginkan untuk melepaskan adikmu untuk kupinang??". Tanya nya dengan datar.

Ammar sadar jika kakak iparnya itu adalah manusia serakah yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, bahkan dengan menjual adiknya sekalipun.

"Oh ternyata anak orang kaya, boleh juga". ucapnya mengamati penampilan Ammar dengan seksama.

lelaki tampan bertumbuh tinggi dan atletis dan berkulit putih dengan pakaian lumayan serta jam tangan yang mewah menurutnya.

"Katakan saja, berapa uang yang kau inginkn agar melepaskan diri dari keluargamu??, terutama adikmu itu, karena saya dan ibu saya sudah berjanji akan meminangnya sesuai dengan amanah yang diberikan ibumu".

"Berikan saya mahar 1 milyar dan perhiasan emas 50 gram". ucapnya meremehkan.

Ammar menganggukkan kepalanya seakan tahu maksud dan tujuan lelaki biadab dihadapannya ini.

"Aku akan memberikanmu uang tunai satu milyar pas tanpa embel-embel , tapi kamu harus menandatangani surat perjanjian hitam diatas putih dan bersedia untuk meninggalkan keluarga dan tak akan mengusik mereka lagi terutama calon istriku, dan kau juga bersedia dipidakan jika melanggar perjanjian. Bagaimana?? Tanyanya dengan menantang

Mata Safwan berbinar mendengar perkataan calon iparnya itu, dia tidak perduli dengan keluarganya, apalagi sang adik perempuan yang tidak berguna menurutnya.

"Jangan kak Ammar, jangan turuti keinginan manusia biadab itu". teriak Safa dengan murka.

Dia tidak mau merepotkan calon suami dan juga keluarganya yang sangat menyayanginya itu.

Mendengar perkataan adiknya itu mata Safwan melotot sempurna, dia tidak akan membiarkan uang satu milyarnya melayang karena wanita sialan itu.

"Tidak usah banyak bicara kamu, turuti perkataanku jika kalian ingin menikah". hardiknya dengan keras.

dia berdiri dan akan menghampiri sang adik untuk memberinya pelajaran.

"Sekali kau melakukan sesuatu untuk melukainya akan kupatahkan tanganmu". Ucap Ammar dingin dan datar.

Semua orang yang ada disana bergidik ngeri melihat tatapan maut yang bahkan lebih seram dari milik Umar, dibalik slengeannya lelaki berkulit putih ini, dia bahkan bisa lebih keras dan seram dari sang kakak. pembawaannya yang hamble membuat orang yang melihatnya tidak akan percaya.

Mendengar perkataan yang datar dan dingin itu menyurutkan niat Safwan menghampiri sang adik. dia berbalik dan melihat mata elang membunuh dari seorang Ammar yang bahkan lebih dari sang kakak Umar.

"kak". ucap dafa memelas, memandang Ammar dengan tatapan memohon

"Biarkan saja Safa, aku memenuhi keinginanya, ini untuk kebaikanmu kedepannya. tenang saja aku akan bertanggung jawab penuh karena kamu calon istriku dan akan menjadi keluarga kami. Uang segitu tidak lebih berharga darimu bagiku.

"Benar yang dikatakan Ammar nak, biarkan dia menyelesaikannya karena yang akan dia berikan itu adalah uangnya sendiri". Shofiyah mengelus sang calon menantu untuk menenangkannya.

"Tapi Ummi, uang itu sangat banyak, kasihan kak Ammar ". Ucap Safa dengan sendu dengan rasa bersalah karena belum menikah, mereka sudah direpotkan seperti ini.

"Tenang saja, aku tak akan menyanggupinya jika aku tak mampu Safa". Ucapnya dengan lembut tanpa memandangnya karena dia juga menjaga pandangannya karena mereka memang belum menikah.

"Baiklah jika seperti itu keinginan kakak, aku tidak bisa melarangnya". Ucapnya dengan pasrah.

Dia merasa sangat bersalah dengan insiden yang terjadi. Sedangkan keluarga Gibran hanya memandang mereka tanpa melerai. mereka akan mengambil keputusan saat semuanya dalam keadaan tenang.

Mereka tidak menyadari jika ada gadis lain yang iri karena sang sepupu mendapatkan lelaki yang dia sangat sukai itu.

"Baiklah, datanglah ke notaris besok dan akan saya bawahkan uangnya, jangan pernah mangkir karena kami memiliki kakak seorang tentara dan polisi serta seorang pengacara jadi jangan coba-coba menipuku". Ucap Ammar dengan tegas.

"Aku akan menginap disini, sekaligus mengambil rumah ini dan menjualnya begitupun dengan tanah warisan ayah dan bunda". Ucapnya dengan sombong.

Mendengar perkataan sang kakak, Safa sangat murka.

"Jangan seenaknya, karena sebentar ada notaris yang datang untuk membaca surat wasiat bunda, jangan berbicara sembarangan". Nafas Safa tidak beraturan karena emosi.

"Apa maksudmu berkata seperti itu??, Aku ini anak lelaki mendapat bagian paling banyak dan kau hanya mendapatkan setengah dari bagianku". Hardiknya dengan sangat marah.

'Itu memang benar nak Safwan, itu berlaku ketika orang tua kalian tidak membagikan langsung atau memberikan surat wasiat tapi dalam kasus ibumu, itu tidak berlaku.

"Jangan ikut campur tante, anda tak berhak berbicara disini. Anda itu orang lain!!". Teriaknya kepada Shofiyah.

Ammar melangkah mendekati Safwan dengan murka. Dia akan menghajar lelaki sialan yang berani meneriaki ibunya.

Ibunya menghadangnya, dia sangat tahu jika Ammar seperti ini, dia tidak akan bisa mengendalikan dirinya apalagi jika menyangkut dirinya.

Shofiyah menggelengkan kepalanya tanda melarang sang anak untuk menghajar sang calon ipar itu.

"Apa yang kau lakukan??". Teriak Umar menghampirinya dengan wajah yang sangat merah. dia mengepalkan tangannya kuat-kuat akan menghajar lelaki kurang ajar pada ibunya.

"Berhenti disitu Umar Khoir Ahmad". Tekan sofiyah ketika melihat sang anak ingin kembali menghajar Calon iparnya.

"Ummi". Ucapnya dengan melas dan berhenti mendengar perkataan sang ibu.

"Tidak apa-apa nak, sabar yah, jangan luapkan emosimu menghadapi lelaki seperti itu, tidak ada gunanya". ucapnya dengan lembut kepada sang anak.

Umar dan Ammar menghampiri sang Ibu dengan wajah cemberut kemudian memeluknya karena dilarang olehnya, padahal mereka ingin menghajar lelaki sialan yang berani meneriaki ibu kesayangan mereka.

"Dasar lelaki lemah, baru digertak oleh orangtua lemah seperti itu saja langsung diam, kenapa?? tidak malu sama burung kalian itu??. ejeknya dan merendahkan.

Shofiyah melepaskan pelukan sang anak kemudian maju berjalan menghampiri lelaki itu.

Dia mengancingkan jaketnya dengan erat dan bersiap untuk menyerang lelaki ini. dia harus memberikan pelajaran kepadanya jika tidak semua perempuan itu lemah seperti perkataannya.

Bugh". Tendangan maut dia berikan kepada lelaki yang menghina anaknya dan menantunya ini.

Safwan terlempar mendapatkan tendangan pada wajahnya oleh shofiyah. Wajahnya penuh darah dan ada giginya rontok karena tendangan keras itu.

"Tidak semua perempuan lemah, sejak tadi aku diam untuk memberikanmu kesempatan, tapi kelihatannya memang kau harus di beri pelajaran. Ucapnya datar.

"Saya melarang anak-anak menyerangmu karena kemampuanmu yang tidak sebanding dengan mereka dan itu tidak adil".

"Bahkan jika kau menuntut dimanapun, surat wasiat itu akan sah dan dipidanakan secara hukum". ucapnya dengan tangan mengepal.

Surat Wasiat

Semua yang ada disana sangat terkejut dengan tindakan Shofiyah yang tidak pernah mereka lihat. Perempuan lemah lembut bisa menghajar orang sampai seperti itu??

"Itu baru Ummi kami". Teriak kedua anak lelaki itu dengan bangga.

Sedangkan Safa sudah membuka mulutnya karena terkejut.

" Saya memang seorang perempuan, memangnya kenapa??, bagaimana rasanya tendangan maut saya barusan, enak bukan?? Tanya Shofiyah meremehkan

"Gigiku". Ringis Safwan dengan sangat sakit.

" Kau tahu setelah adikmu menikah dan masuk dalam keluarga kami, dia memiliki 6 pelindung laki-laki dan 1 pelindung perempuan yang semuanya bisa beladiri karena memang telah terlatih sejak kecil. Jika kau pikir dia akan bisa kau sakiti maka kau salah besar". Shofiyah menatap tajam lelaki dihadapannya itu

Safwan ketakutan melihat amarah calon mertua adiknya ini. Apa katanya tadi?? 6 orang laki-laki dan seorang perempuan??, artinya tante dihadapannya ini adalah atlet beladiri?? Tanyanya dalam hati

Dia menelan salivanya dengan susah payah, dia akan berurusan dengan keluarga hebat dan bisa bela diri.

"Sekarang diamlah disana jika kamu masih mau selamat dan tunggu notaris datang karena sebentar lagi mereka akan sampai karena mereka ditengah perjalanan". Ucap Shofiyah melangkah menjauh menghampiri sang calon mantu.

Melihat betapa pedulinya dan dekatnya ibu mertuanya kepada sepupunya itu, timbul sedikit rasa iri dihati Shifa karena dia tidak bisa akrab seperti itu dengan sang mertua.

"Apakah karena aku tidak mangabrabkan diri padanya sehingga aku tidak dekat dengannya??. Bahkan Safa saja yang baru calon sudah seperti itu??, bagaimana jika dia sudah menikah dengan Ammar??". Monolognya dalam hati.

" Sialan Safa, bisa-bisa dia yang mendapatkan kak Ammar dan mertua yang begitu sayang dengannya. Aku harus menghentikan pernikahan itu bagaimanapun caranya". Sungut Salwa dalam hati dan dia sangat iri kepada sepupunya itu.

"Maaf yah nak, Ummi terpaksa melakukannya, habisnya kakakmu itu menjengkelkan sekali". Senyum Shofiyah kemudian mengelus calon menantunya itu.

" Tidak apa Ummi, andai bunda masih ada, dia pasti akan senang melihat anak itu dihajar Ummi". Ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Ummi memang paling the best pokoknya". Ucap kedua lelaki itu dengan senyuman lebar dan tawa kecil.

Shifa terpesona melihat tawa dan senyuman Umar yang tak pernah dia lihat selama ini. Mungkin karena jarangnya interaksi dirinya dengan sang suami.

" Assalamualaikum, permisi". Ucap seorang lelaki muda yang tampan dan tinggi berkulit putih itu.

Lelaki itu merupakan keponakan Shofiyah adik dari Ukasyah Alfaruq putra dari Nazwa adik kandung Shofiyah.

"Masuklah nak Uwais, kita sudah menunggumu dari tadi". Ucap Shofiyah kepada keponakannya itu.

" Iya Ummi, maafkan aku, tadi ada kendala dijalan sedikit dan aku sedang bersama kak Ukasyah dan Adek Utsman". Ucapnya menyalimi sang tante dan memeluk kedua abang sepupunya itu.

Tidak lama terlihat dua lelaki tampan lainnya dengan memakai pakaian dinas tentara dan kepolisian menyalimi Shofiyah seperti yang dilakukan oleh Uwais.

"Nak Uwais sekarang tolong dibacakan surat wasiat yang dititip oleh Tante Gaby ya nak". Ucap Shofiyah dengan lembut.

" Iya Ummi, saya akan bacakan sekarang". Ucapnya membuka tas kerjanya dan mengambil sebuah amplop coklat besar berisi surat wasiat Gaby.

"Dengarkan baik-baik"

" Bismillahirrahmanirrahim, dengan ini saya yang bertanda tangan dibawah ini, saya khumairah Gabriella Adam memberikan surat wasiat ini untuk dibacakan oleh notaris ketika saya sudah meninggal dunia. Notaris dan pengacara yang saya Tunjuk adalah Uwais Al-Qorni keponakan dari kak Shofiyah Khumairah.

"Saya memberikan putri saya satu-satunya Safa Safira perkebunan karet dan kelapa sawit milik suami saya yang berada di soppeng dengan luas 4 hektar dan rumah saya yang kini berada di Makassar beserta isinya termasuk 2 mobil yang berada dirumah itu.

" Sedangkan untuk anak tertua saya Safwan Sagara saya berikan tanah perkebunan dan pertanian di soppeng pula dengan luas total 5 hektar lebih dan rumah peninggalan orangtua suami saya yang berada di soppeng beserta isinya. Demikian surat wasiat ini saya buat tanpa paksaan dan tekanan manapun

Dan saya berpesan kepada keluarga saya untuk menyetujui pernikahan Safa dan Ammar karena itu adalah permintaan terakhir saya untuk sahabat sekaligus kakak angkat saya Kak Shofiyah Khumairah.

Uwais menutup Map berisi surat wasiat dari Almarhumah Gaby kepada keluarga nya.

"Demikian isi surat wasiat itu dan sah secara hukum dan negara.

" Tidak mungkin, saya tidak mau rumah nenek di kampung saya mau rumah ini beserta isinya". Teriak Safwan tidak terima.

"Tapi maaf, itu sudah sah secara hukum dan ibu Gaby sudah membalikkan nama surat-surat itu atas nama kalian sesuai dengan isi surat wasiatnya tadi.

Uwais mengambil beberapa surat tanah dan rumah serta surat-surat berharga lainnya yang menjadi pegangan untuk kedua anak kliennya. Dia sudah memisahkannya dan dimasukkan didalam Amplop besar.

"Ini amplop yang dititipkan tante Gaby untuk diberikan kepada kalian dan itu sudah ada nama kalian masing-masing".

Safwan mengeram penuh amarah, dia tidak terima jika adiknya mendapatkan banyak walau dia sendiri mendapatkan jauh lebih banyak, tapi dia memang serakah ingin memiliki semua warisan itu.

"Terima kasih Uwais". Ucap Safa menerima amplop besar peninggalan sang ibu.

Air matanya menetes tanpa henti mengingat ibunya yang begitu menyayanginya, tapi kini sudah meninggal saat dia menjalani tugasnya sebagai seorang dokter.

" Pulanglah Safwan karena ini bukan rumahmu lagi, ini milik adikmu jangan cari gara-gara lagi". Kini Gibran membuka suaranya kepada keponakannya itu.

Dia tidak mau jika keponakannya mencari gara-gara dengan keluarga Shofiyah apalagi di sini juga ada ketiga keponakannya.

"Paman mengusir ku?? Tanyanya dengan tatapan tajam.

" Paman tidak mengusir mu, tapi ini rumah adikmu sekarang dan paman tidak mau kau menginap disini dan melukai adikmu. Kamu lihat mereka, ketiga orang yang baru masuk itu adalah sepupu calon suami adikmu, kamu bisa lihat sendiri bukan, jika kamu bertindak macam-macam mereka langsung bisa menahanmu, keluarga Ammar bukan tandinganmu". Gibran memperingatkan keponakannya itu dengan keras.

Safwan tidak menjawab dia mengambil paksa amplop besar itu dengan kasar, kemudian pergi dari sana dengan jengkel.

Semua yang ada disana menggelengkan kepalanya atas tindakan tidak bermoral Safwan itu.

"Nah sekarang mari kita bahas tentang pernikahan anak- kita". Ucap Shofiyah mengajak Gibran dan Rina duduk bersama.

" Bagaimana menurut kalian acaranya kapan??, Apakah kami harus melamar resmi?? Tanya Shofiyah kepada mereka setelah mereka semua duduk

"Sepertinya minggu depan saja lamaran Resminya kak Shofiyah karena kita masih dalam suasana berduka". Rina membuka suaranya.

" Maaf yah, bukan aku tak mengerti kesedihan kalian tapi Gaby ingin setelah pemakaman ini, dia ingin melangsungkannya, menurut Gaby dia sangat khawatir karena sifat kakak Safa itu tidak baik dan serakah. Dia takut akan merampas hak milik Safa ketika dia sendirian".

"Itu benar Shofiyah, dia seperti itu karena didikan ayah yang terlalu memanjakannya karena dia adalah cucu lelaki satu-satunya keluarga kami". Gibran menunduk Dalam mengingat bagaimana perlakuan ayah mereka ketika Safwan hadir di tengah mereka.

" Mumpung dia masih ada disini, bagaimana jika kita melangsungkan pernikahan sederhana saja??kemudian nanti minggu depan kita adakan resepsi untuk mengundang, bagaimana??".

"Maaf paman, saya setuju dengan apa yang dikatakan ummi karena melihat tatapan kak Safwan tadi, aku yakin ketika kalian semua pergi dia akan berbuat hal aneh, aku mengenal betul watak kakakku itu". Safa mengingat tatapan marah sang kakak itu.

" Baiklah kalau begitu, bagaimana jika kita lakukan pernikahannya besok dirumah ini dan kami akan mengusahakannya semua rampung malam ini dan besok??". Gibran menyetujui perkataan sang keponakan.

"Baiklah, aku akan menyuruh pekerjaku untuk datang kesini sekarang membawa hiasan penikahan dan menghubungi seluruh kerabat terdekat kami untuk menyaksikannya besok".

" Tidak perlu Shofiyah jangan mengeluarkan terlalu banyak, karena kalian sudah akan memberikan uang 1 milyar lagi kepada Safwan besok". Gibran kembali menunduk malu karena perbuatan keponakannya itu.

"Tidak perlu seperti itu, itu uang Ammar langsung sedangkan yang lainnya adalah uang keluarga kami. Kami tentu saja memberikan yang terbaik untuk menyambut menantu kami dirumah. Dan kamu bisa pilih tinggal dimana setelah kalian menikah".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!