NovelToon NovelToon

Istri Rahasia Kaiser

Prolog

Diandra terusik ketika mendengar gedoran pintu di luar kamarnya. Matanya masih terpejam.

"Cepat bangun kamu!?." Andre berteriak kencang di luar kamar.

Diandra mau tidak mau bangun meskipun mengantuk berat. Gadis itu tampak kacau balau dengan rambut berantakan dan juga mata sembab. "Iya, Pa!."

Ceklek

"Pake gaun ini. Saya ada acara penting!." Andre menyerahkan sebuah gaun pesta.

"Acara apa Pa?." Diandra tidak mengerti. Dia menerima gaun itu.

"Saya dan istri saya, memutuskan untuk menjodohkan kamu dengan Kaiser!." Andre berujar dengan tegas.

Diandra mendelik mendengarnya. "Ta tapi..."

"Gak ada tapi-tapian. Cepat sana mandi yang bersih!." Andre pergi meninggalkan kamar putrinya.

Diandra seketika menghela nafas berat. Dengan segera melaksanakan permintaan dari Andre. Mama, aku kangen Mama. Papa berubah setelah kehilangan Mama.

•••

Diandra kini terlihat cantik dengan dress hitam panjang dengan belahan setinggi lutut dan sepatu hak tinggi. "Argh! Sakit Ma..." Merintih kesakitan karena tarikan sisir sang Mama, istri kedua Andre.

"Saya tidak suka kamu terlihat jelek banget di acara perjodohan ini. " Rena dengan kasar memaksakan Diandra untuk duduk. Dia pun mengambil alat make-up.

"Haha, selamat ya dik. Semoga hidup adik lebih menderita!." Cibir Kesya kakak tiri Diandra saat ini.

"Bagaimana persiapannya?." Andre terlihat rapi dengan blazer dan celana jeans panjang. Tinggal memasang dasi.

"Sebentar lagi selesai. " Rena memberikan sentuhan akhirnya. Lalu tersenyum. Dia menghela nafas kasar. "Dengar ya, apapun yang terjadi kamu harus ikutin kata orang tua. Paham?!."

Diandra tersentak kaget karena wanita menyentaknya. "I iya, Ma. "

Rena berdiri dan mulai menata rambut Diandra yang berantakan dengan kasar. Bahkan berulang kali gadis itu berteriak kencang karena kesakitan.

"Sakit, Ma! Pelan-pelan. "

"Sya, ambilkan penjepitnya. "

Kesya dengan malas mengambil penjepit rambut berwarna biru tua dengan kelip. "Ma, besok pagi aku ada tugas kelompok bareng di sini. Boleh kan?."

Rena tersenyum dan mengangguk kepala. "Boleh banget sayang. "

"Ayo berangkat! Mereka sudah menunggu. " Andre dengan segera menggandeng tangan istrinya. Rena pun menggandeng Kesya. Sementara itu, Diandra berjalan di belakang mereka.

Abang ke mana sih!  Abang tahu ini nggak ya? Diandra membatin ingin mencari kakaknya. Dia menghela nafas berat.

•••

"Ayah apa-apaan sih?!." Kaiser menatap tak percaya Wandi.

Selena mencubit lengan putranya. "Sampai kapanpun, Bunda nggak restui hubunganmu dengan gadis tak jelas asal-usulnya itu. "

Kaiser mengepalkan tangannya. "Bunda nggak tahu apa-apa tentang aku sama Vanesa. Dan aku nggak setuju Ayah menjodohkan aku dengan gadis sialan itu. "

Plak

Dada Wandi kembang-kempis. "Jaga ucapan kamu tentangnya! Ayah lebih tahu apa yang terbaik buat anak-anaknya. Jangan sampai kamu seperti kakakmu dulu. "

Kaiser memegangi pipinya yang memerah. Dia terkekeh geli. "Jangan bandingkan aku dengan kakak. Aku tahu siapa yang lebih baik bersamaku bukan Ayah maupun Bunda. "

Selena menatap dingin anaknya. "Sejak kamu mengenal gadis itu, kamu berubah. Bunda yakin bahwa gadis itu mempunyai niat buruk sama kamu."

"Jika kamu menolaknya, Ayah bawa kamu ke asrama. Mau kamu?." Wandi menatap tajam.

"Ck!." Kaiser berdecak kesal. Menyugar rambutnya ke belakang dengan kasar. Sialan! Cewek itu lagi! Muak gue. 

•••

Diandra terkejut melihat seorang laki-laki tampan dengan matanya yang menghunus tajam. Gadis itu meremas gaunnya. Kenapa harus dia lagi? Aku sangat menghindarinya.

"Selamat siang tuan Wandi!." Andre mengulurkan tangannya pada Wandi.

"Selamat siang juga tuan Andre. Silahkan duduk!." Tersenyum mempersilahkan keluarga Gautama. Begitu juga dengan keluarga Maverick.

"Terima kasih atas kerjasamanya pak Wandi. Saya harap dengan ini keluarga kita menjadi keluarga yang harmonis dan bahagia." Rena berujar dengan tersenyum.

"Iya, Ren. " Selena membalas dengan senyuman. Dibandingkan dengan Rena, lebih baik Davina. Jangan Anda pikir saya bodoh! 

"Baiklah. Kita adakan pernikahan kontrak dalam waktu setengah tahun. Bagaimana? Kalian setuju?." Wandi menatap Andre dan Rena bergantian.

Kaiser yang sibuk dengan ponselnya menoleh kearah Kesya. Menjijikan! 

Kesya menatap kagum pada pesona Kaiser. Dia bahkan membayangkan dirinya bersama laki-laki itu. Cowok ini lumayan ganteng juga. Kalung, jam tangan dan blazer itu terlihat sangat mahal. Cih! 

"Jadi finalnya besok mulai pernikahan kontrak. "

"Apa? Tiga hari lagi?." Kaiser langsung berdiri tidak terima. Beruntungnya mereka berada di dalam ruang makan restoran VVIP. Jadi tidak ada yang tahu.

Diandra ingin berucap namun ketika mendapatkan cubitan di pahanya, dia pun menghela nafas berat. Tidak! Aku tidak ingin menjadi istrinya. 

"Kai.. lebih cepat lebih baik. Biar kalian lebih dekat satu sama lain. " Wandi berujar dengan tenang. Juga menjauh dari wanita ular itu. 

Kaiser menatap kebencian pada Diandra. Dengan cepat dia mencekik leher gadis itu. "Lo kenapa diem doang hah?! Lo gak setuju kan sama perjodohan gak jelas ini. "

"Ma maaf..." Suara Diandra terbata-bata.

Wandi langsung memisahkan tangan Kaiser dari calon menantunya. "Kamu masih ingin bersama dengan mereka kan? Jangan mencoba menghindari perjodohan ini sedikitpun. "

Diandra terbatuk-batuk.

"Kamu nggak papa sayang?." Rena bersikap sok manis di depan keluarga Gautama.

Cih, sayang? Sok dramatis! Selena membatin dengan sinis.

•••

Brakk

"Ayam pitek!." Pekik seorang laki-laki mendengar gebrakan pintu di kamar Kaiser. Dia berdecak kesal. "Gak usah ngagetin gue! Jantungan gimana?."

"Ngapain Lo di kamar gue?." Kaiser bertanya dengan nada suara serak. Dia melepaskan blazer dan melemparkannya dengan kasar.

Krisna mendengus dingin dengan tatapan datar. "Sorry. Sebentar lagi gue keluar."

Prang

"ARGHHH! SIALAN BANGSAT!." Emosi Kaiser semakin meluap-luap.

Krisna dengan panik meninju wajah adiknya kesal. "Gak usah teriak-teriak anjing! Gue denger. Gangguin orang ngelamun aja. " Mendengus dingin.

"Kamu nggak papa sayang?." Selena bertanya dengan panik sambil memeriksa kondisi putrinya.

Krisna menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. "Enggak, Bun. Aku baik-baik saja kok. "

Selena membalas pelukan dengan erat. Matanya berkaca-kaca sekarang. "Maafkan Bunda sayang. Kamu jadi seperti ini. "

"Ini bukan salah Bunda. Salahku memiliki orang yang salah." Krisna mengusap airmata dengan telapak tangannya. Gadis itu baru saja menangis.

Selena terharu mendengarnya. "Ya sudah, Bunda keluar dulu. Capek. Mau istirahat. "

•••

"Heh heh, mau ke mana kamu?." Rena mencegah Diandra yang hendak naik ke lantai dua.

"Tidur, Bun. Aku capek!." Wajah Diandra lesu dan lemah.

"Enak aja mau tidur siang. " Kesya berkacak pinggang. "Cuci baju gue di kamar. Ingat! Baju bukan barang lain. "

"Tapi aku capek. "

"Kamu menolaknya?." Rena tersenyum miring dan langsung menghempaskan tubuh Diandra. Lalu menginjak kaki gadis itu. "Rasakan ini!."

"Argh! Cukup, Ma! Sakit!." Makeup Diandra luntur karena airmata yang rembes. Dia terduduk di lantai.

"Yaudah sana, cuci baju gue. Gak pake mesin cuci ya. Huh!." Kesya menyibakkan rambutnya yang panjang dan tergerai.

Dengan susah payah, Diandra bangun. Sebuah tangan membuatnya menoleh. Senyuman tipis terbit di bibirnya. "Makasih, Bang." Menerima uluran tangannya.

Laki-laki itu hanya mengangguk kepala. Beralih pada Rena. "Tante, ini hanya awal dari kehancuran Tante sendiri. "

Wanita itu terkekeh geli. "Omong kosong saja. Kamu belum mengenal saya lebih baik. "

"Tante juga sama belum mengenal saya sama sekali. " Laki-laki itu tersenyum miring.

Bersambung...

Part 1

"Hah? Dijodohin sama cewek itu?." Alaska terkejut mendengar berita langsung dari mulut Kaiser.

"Wah, kapan tuh?." Rival penasaran.

"Sabtu. "

"What the fuck?!." Alaska menutup mulutnya tidak percaya. Dia pun menaruh botol bintang di atas meja. "Terus pacar Lo gimana?."

"Misalkan suatu hari nanti pacar Lo tahu Lo mau ngomong apa?." Elang bertanya dengan waspada terhadap sesuatu yang mungkin saja terjadi.

Kaiser meneguk segelas wine dengan kasar. "Gue gak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Yang jelas gue harus cerai secepatnya dari cewek itu. " Mengepalkan tangannya.

"Lo pikir bokap Lo mau?." Chika terkekeh geli. "Gue masih dendam sama cewek sialan itu. Gak tau siapa gue yang sebenarnya. "

"Yang bikin super banget kesel, dia tuh gak ngaku udah bunuh ketua kita. Geramnya. " Alaska tersenyum kesal.

"Mukanya sok polos banget sih. Jijik gue asli. " Elang bergidik ngeri.

"Kita lihat aja, sampai kapan cewek sialan itu bertahan di sini. " Kaiser tersenyum miring dan kembali meneguk minumannya hingga tandas.

Diam-diam salah satu diantara mereka tersenyum miring. Dan itu berhasil ditangkap oleh seorang laki-laki yang sedari tadi bermain game.

Ceklek

"Hai, sayangnya aku!." Seorang gadis cantik dengan hot pants dan sweater rajut masuk ke dalam markas mereka.

Kaiser pun menyambutnya dengan senang hati. Dia berjalan dengan sempoyongan. "Vanesa... kamu dari mana saja kemarin? Aku kangen loh. "

Vanesa tersenyum dan membalas pelukan Kaiser dengan erat. "Kemarin ada acara keluarga. Maaf, aku lupa memberitahumu. "

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Melepaskan pelukannya dan menatap sang kekasih. "Cium bibir dulu ya. Kangen..."

Vanesa terkekeh geli dan melumat bibir kekasihnya. Sementara itu, Kaiser menarik pinggang gadis itu dengan erat.

"Woy! Jangan buru-buru main. Lo mau hamil di luar nikah?." Rival berseru dengan suara yang keras.

Vanesa dan Kaiser melepaskan ciuman mereka.

"Nggak akan pernah. Gue tahu diri keles!." Vanesa membalas dengan sinis.

Drett

Dengan malas, Kaiser mengambil ponselnya dari atas meja.

[AYAH: Cepetan pulang kamu!]

[AYAH: Sudah hampir malam ini]

"Pulang aja. Ayah kamu khawatir kamu kenapa-kenapa. " Vanesa memaksakan diri untuk tersenyum. Belum juga gue minta duitnya. 

Kaiser tersenyum. "Kamu juga pulangnya jangan malem-malem. Biar dianterin sama Elang. "

Elang terkesiap mendengarnya. Dia lalu mengangguk kepala mengiyakan. "Ah, iya deh. Hati-hati di jalan. Lo udah mabuk. "

Kaiser terkekeh geli mendengarnya. "Ehh enggak bakal gue kecelakaan. Aku pulang dulu ya sayang. Jagain pacar gue baik-baik." Beralih pada Elang.

Vanesa mengangguk kepala tersenyum. "Iya, sayang. Oh ya, ini buku kamu. Sudah aku kerjakan semuanya."

Kaiser dengan gemas mencubit pipi Vanesa. Tangan yang satunya menerima bukunya. "Makasih ya, cantikku sayang. Bye!."

•••

Kepala Kaiser semakin berdenyut nyeri. Laki-laki itu lalu menghentikan motornya di tempat sedikit sepi dan temaram. Apaan sih! Gue minumnya gak banyak. Panas lagi. 

Melepaskan jaketnya dan juga turun dari motor. Motornya dia biarkan berdiri. "Ah, bangsat!."

Laki-laki itu mengacak-acak rambutnya frustasi. "Eh, ada cewek cantik di sini. " Dia tersenyum dengan rona merah di kedua pipinya.

"Eits, mau pergi ke mana hm?." Kaiser mencekal lengan cewek itu dengan erat. Bahkan menariknya hingga menubruk dadanya.

"Le lepasin..." Cewek itu berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Kaiser. "Le lepas!." Memberontak namun hasilnya nihil.

Kaiser menggelengkan kepalanya. Tatapannya tertuju pada leher cewek itu. "Mulus banget sih lehernya. Ah, pasti itu kamu kan Vanesa ku?."

Cewek itu menggelengkan kepalanya kuat. "Salah. Aww!. " Gadis itu berusaha keras melepaskan diri dari Kaiser.

"Nggak percaya. Kamu bohong kan sama aku?." Kaiser tentu tidak percaya. Bahkan wajah cewek itu berubah seperti kekasihnya.

Begitu mencium aroma dari rambut cewek itu, Kaiser seketika merasa kecanduan berat. "Hmm, harum banget kamu Vanesa sayang. "

Cewek itu berusaha untuk melepaskan diri. Namun dia terkejut ketika merasakan sesuatu menempel di lehernya. "Ehh kamu..."

"Aku pengen lebih sayang. " Kaiser melakukan aksinya dalam keadaan mabuk berat. Tidak ada yang melihatnya karena memang jalanan mulai sepi.

•••

Keesokan harinya, Kaiser terbangun diatas rerumputan dengan kondisi setengah bugil. Dia pun menoleh kearah sekelilingnya dan berdecak kesal.

Memegangi kepalanya yang terasa berdenyut denyut. Gue tidur di sini? 

Plak

"Kamu mabuk lagi semalam?."

Kaiser menoleh pada seorang pria paruh baya. Laki-laki itu menghadap kearah lain. Menutupi bagian tubuh bawahnya yang hanya mengenakan boxer. "Aku kan sudah bilang kalau aku tidak menerima perjodohan itu."

Pria itu menghela nafas berat. Memijat pangkal hidungnya. "Kamu seperti bukan anakku. Cepatlah! Kamu harus pulang ke rumah. Motornya biarkan sopir mengambilnya. "

Kaiser segera memakai pakaiannya. Suasana masih begitu gelap."Iya."

•••

Selama di perjalanan menuju kearah rumah, hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Sopir pun menghela nafas berat.

"Tuan Wandi, nyonya menelpon. "

Wandi pun menerimanya. Pria itu pun menggeser menu angkat.

"Kaiser sudah ketemu mas? Aku khawatir dia kecelakaan karena mabuk. " Selena bertanya dengan khawatir.

"Sudah. Dia baik-baik saja. Tidak ada yang terluka. " Wandi tersenyum.  "Kamu siapkan sarapannya saja ya. Lima belas menit lagi aku pulang. "

"Syukurlah, terima kasih. Iya, mas. Aku segera menyiapkan sarapannya. Kamu hati-hati ya di jalan. " Selena bernafas lega mendengar kabar baik-baik saja dari Wandi.

•••

Brakk

Rena berkacak pinggang melihat Diandra yang masih memeluk dirinya sendiri di atas kasur. "Cepetan bangun kamu! Sudah pagi ini. "

Diandra mencoba untuk membuka matanya perlahan. Dia menoleh kearah sang Mama dengan pandangan sayu. "I iya Ma. "

Byurr

"Mama!." Diandra berseru karena tiba-tiba Rena menyiramnya dengan air.

"Iya-iya doang. Mandi yang bersih. Jangan membuat saya malu. " Rena beranjak pergi meninggalkan kamar Diandra.

Gadis itu turun dari kasur dengan lemah. Berjalan dengan sempoyongan. Matanya masih ingin tidur.

Plak

"Jangan ketiduran! Nanti Mama marah sama kamu, Diandra. " Diandra menampar pipinya sendiri.

•••

"Merepotkan sekali anak itu. " Rena menuruni anak tangga dengan menghentakkan kakinya.

"Kenapa sih Mama? Pagi-pagi mukanya udah jutek aja. " Kesya terheran-heran. Dia kembali memoleskan bedak padat pada wajahnya.

"Nggak ada. Biasalah, anak sialan itu yang bikin Mama badmood. Kuat sekali mentalnya. Sial. " Rena menarik nafas dalam-dalam kemudian hembuskan perlahan.

Kesya mengoleskan lipstik di bibir tebalnya. Setelah selesai, barulah dia menuju ke ruang makan. "Tumben Papa makannya pagi-pagi banget. "

Andre menoleh kearah putrinya. "Iya, ada masalah besar di kantor.

"Sudah. Papa berangkat dulu ya sayang!."

"Buru-buru banget mas. " Rena menatap suaminya tidak suka.

Andre tersenyum. Beranjak dari kursi lalu mencium kening istrinya. "Ada masalah besar di kantor. Doain semoga cepat selesainya. "

Wanita itu mengangguk kepala dengan tersenyum paksa. "Jangan lupa besok aku ada acara arisan bareng sama ibu-ibu. "

"Iya, sayang. " Andre pergi setelah mengambil tas kantornya.

Setelah kepergian pria itu, Rena berubah masam. Cih, buat apa saya mendoakan pria seperti Anda?

"Yuk! Makan bareng Abang!." Ajak Alsan seraya tersenyum tulus pada Diandra.

"Ayo bang!." Diandra membalas dengan senyuman manis.

Sementara itu, Rena dan Kesya menatap tajam mereka berdua.

"Ckckck, bodoh sekali kamu. " Rena mencibir dengan sinis.

"Bang, sampai kapan sih cuekin aku terus?." Kesya merengek dengan tatapan tak suka pada Diandra.

Namun Alsan tidak menoleh maupun menanggapinya. "Gak usah dengerin setan di rumah ini ya. "

Diandra mengangguk kepala dengan menundukkan kepalanya. "Iya, Bang. Makasih banyak ya. "

"Sama-sama adikku tersayang. " Alsan mencium kening adiknya sekilas. Tunggu sebentar lagi dik. Abang keluarkan kamu dari neraka ini. 

Bersambung...

Part 2

"Bang, sampai di sini aja. "

Alsan menghentikan motornya di sebuah warung yang agak jauh dari SMA ANDROMAX.

"Yakin dik bisa? Kal—."

"Nggak papa bang. " Diandra menyakinkan Alsan bahwa dirinya baik-baik saja. "Tinggal beberapa langkah juga sampe kok. "

Alsan terlihat khawatir namun pada akhirnya dia pasrah. "Iya, deh. Kalau kamu ada apa-apa, jangan ragu telpon Abang. "

"Iyaa Abangku sayang. " Diandra tersenyum sumringah.

Di tempat tidak jauh dari mereka, tampak geng HORIZON memperhatikan gerak-gerik adik Abang itu.

"Lo tahu nggak itu siapa yang laki-laki?." Elang bertanya.

"Nggak tahu. Gue gak pernah ketemuan sama laki-laki itu. " Berpapasan dengan itu, Kaiser merasakan tatapan tajam dari Alsan. Kenapa tuh cowok? Aneh.

"Dia lihat ke sini bro!." Alaska berujar dengan heboh.

"Wah, nyari masalah nih sama kita. " Chika yang duduk di belakang Rival berujar.

Sedangkan laki-laki yang berada di belakang mereka, hanya mendengarkan dan memahami sesuatu. Siapa cowok itu?

"Zie, Lo ngapain diem di sono?." Alaska berhenti sejenak sambil menoleh kearah belakang.

Kenzie hanya diam tidak menyahut. Laki-laki itu kemudian menyalip yang lain.

Alaska berdesis jengkel. "Asal nyalip wae tuh bocah. "

•••

"Yang dibelakang jangan tidur kamu. "

Diandra mengerjapkan matanya berulang kali. "Ma maaf Bu. Saya mengantuk berat. "

Alih-alih memaafkan muridnya, guru itu justru melemparkan penghapus papan tulis. Berhasil mengenai wajah Diandra.

"Hahaha!." Suara tawa menggema di ruang kelas tersebut.

"Kamu ini murid teladan dan cerdas. Jangan membuat yang lain malu karena kelakuan kamu yang menjijikan ini. " Bu guru menceramahi.

Diandra mengambil penghapus papan tulis. Gadis itu menghela nafas berat."Maaf, Bu. Lain kali saya tidak seperti ini lagi. "

"Dasar goblok! Paling semua nilai raport itu hoax doang!." Seorang gadis mencibir dengan sinis.

"Aduh, malu banget gue punya temen kaya Lo. Harusnya Lo itu gak di sini. Neraka cocok buat Lo. " Timpal yang satunya lagi.

"She sweet but psycho guys!." Satunya lagi ikut-ikutan.

Brak

"Berisik Lo pada!." Sentak seorang gadis yang sedari tadi menyimak.

"Oh, jadi kalian bestian ya?. " Gadis cantik itu terkekeh geli.

"CK! Gue bukan temen sialan ini. " Cewek yang duduk di samping Diandra berdecak kesal. "Gue gak sudi punya temen kaya Lo. Pembunuh!."

Diandra menundukkan kepalanya takut. Dia berkeringat dingin. "Ke kenapa kamu nggak pindah aja? A aku.."

"Dih! Siapa Lo nyuruh-nyuruh gue pindah? Terserah gue dong duduknya dimana. " Kiara berujar dengan ketus.

"Sudah-sudah hentikan semuanya. " Bu guru berujar menenangkan yang lain. Lalu menatap pada Diandra. "Karena kamu sudah berani tidur di jam pelajaran saya, keluar kamu dari sini. "

Diandra mendongak dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, Bu. Saya mas—."

"Woy! Lo tuli atau budeg sih? Dibilang keluar ya keluar. " Sentak Indar dengan tatapan tajam.

Dengan langkah kaki berat, Diandra keluar dari kelas. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam kemudian hembuskan perlahan.

•••

"Haha, kapok Lo kan!." Alaska menggelengkan kepalanya.

Elang memegangi kepalanya. "Yaelah, gitu doang marah sama gue. "

Kenzie menatap Elang dingin. "Privasi gue jangan Lo intip lagi. Gue cabut nyawa Lo mau?."

"Lang, dari pada Lo sibuk gangguin Kenzie, mending bantu gue kerjain tugasnya. " Kaiser berujar sembari menyerahkan bukunya.

Elang berdesis jengkel. "Lo jadi ketua HORIZON nggak pernah gitu ngerjain tugas sendiri. Gue jadi sasarannya. "

Kaiser menoleh dan tersenyum miring. "Kenapa? Lo mau jabatan Lo sebagai wakil gue cabut?."

Elang gelagapan mendengarnya. Dia menggelengkan kepala. "Janganlah, bos! Yang bener aja jabatan yang susah banget gue gapai Lo cabut segampang itu. "

"Gue bantuin deh. " Alaska tersenyum dengan menaikkan kedua alisnya.

Rival mengangguk kepala. "Nah ini dia model yang gue tunggu dari Alaska sekian abad. Btw, gue juga dong. "

Alaska memutar bola matanya jengah. "Lo kan punya pacar. Minta pacar Lo buat ngerjain tugas. Ngapain gue coba?."

"Aish, Lo mah emang kuburannya bakal sempit karena pelit sama sahabat sendiri. Kita tuh harus saling tolong menolong satu sama lain. " Rival berujar dengan bijak.

"Chik, pacar Lo udah dinenenin belum? Tumben pinter. " Celetuk Elang sambil menoleh kearah Chika yang duduk di sebelah mereka.

Chika menatap Rival sebentar. "Nggak. Gue gak bakal mau digituin sama Rival sebelum dia beliin gue rumah lima milliar."

"Kemahalan, Yang!." Rival berujar dengan cemberut.

"Berarti gak nikah sama gue. Sama nenek-nenek yang nggak mandang duit noh. " Chika terkekeh geli melihat raut wajah masam pacarnya.

"Parah. " Rival menggelengkan kepalanya. "Aku suka sama kamu bukan nenek-nenek. Ish! Oke, aku pasti bisa penuhi kebutuhan hidup kamu. Tapi tunggu setahunan. "

Chika tersenyum mendengarnya. "Honeymoon ke Paris ya, Sayang. "

Rival melotot mendengarnya. Dia mengangguk kepala dengan tersenyum paksa. "Apapun buat kamu asalkan dapet jatahnya. "

Bayangan hidup bersama dengan Diandra muncul di benak Kaiser. Sial! Kenapa gue malah bayangin itu sih? 

"Kaiser... mau ke mana kamu?."

Kaiser menyelonong keluar tanpa menyahuti pertanyaan guru. Dia berhenti di depan kelas XII IPS 3. Mengeluarkan ponselnya.

[Anda: By, kamu makan apa sarapannya?.]

[My love: Spaghetti bolognese yang dikasih daging sapi, By.]

[My love: Minumannya capucino ukuran besar.]

[Anda: Oke, aku pesenin by❤️]

Setelah selesai, barulah Kaiser pergi meninggalkan kelas. Dia turun ke lantai satu. Melangkahkan kakinya dengan santai dan berpapasan dengan seorang cewek.

Grap

"Mau kemana Lo hah?." Kaiser mencekal tangan Diandra. Dia bahkan menekannya.

"Sakit..." Cewek itu merintih kesakitan.

"Sakit?." Kaiser terkekeh geli melihatnya. Dia pun menyeret tangan Diandra. Membawa gadis itu di sebuah gudang tidak terpakai.

Bug

Tubuh Diandra terhempas ke lantai dingin. Gadis itu mendongak dan terkejut melihat laki-laki itu mencekik lehernya. "Le lepas in.."

"Ini gak seberapa dibandingkan kematian ketua geng gue. Dan Lo harus tahu gimana rasanya. " Kaiser menghantamkan kepala Diandra tiga kali.

"Woahh, ada cewek di sini guys!."

Diandra yang lemah dan mengantuk berat langsung pingsan. "Ka Kai..."

•••

Brak

"Apaan sih Lo gebrak meja? Gak lihat gue lagi ngerjain tugas?." Kesya menatap tajam pada seorang gadis.

Plak

"Lo bangsat Kesya!. " Gadis itu langsung melayangkan tamparan keras di pipi Kesya. Hal itu mengalihkan perhatian yang lain.

Kesya memegangi pipinya yang terasa panas dan nyeri. Sudut bibirnya bahkan sedikit robek. "Apa maksud Lo nampar gua hah?!."

"Lo udah hancurin hidup gue, Kesya. Dan gue bakal pastiin bikin Lo bingung harus pilih yang mana. Dua pilihan. " Gadis itu tersenyum miring.

"CK! Apaan sih?." Kesya berdecak kesal.

"Hidup sengsara atau mati menderita?." Gadis itu menatap dingin di depannya sekarang.

"Citra!." Seorang gadis cantik menatap heran pada Citra. "Lo ngapain tiba-tiba ngomong gitu sama Kesya? Keluarga Lo hancur itu takdir. "

Citra terkekeh geli mendengarnya. Dia menatap datar Kesya. "Gue gak tahu metode apa yang Lo gunain  sama sahabat gue. Yang jelas Lo bakal ngerasain kehancuran yang gue rasain."

Plak

Satu tamparan keras melayang di pipi Citra. Nafas Kesya memburu. "Gak usah sok tahu Lo tentang gue. Gue bakal hidup lebih baik dari pada Lo. "

Citra menggedikan bahu. "Terserah Lo mau berhenti dan mengakui kejahatan Lo. Atau Lo hidup gak kuat, mati pun segan. "

Citra kemudian kembali ke bangkunya dengan santai. Tangannya terkepal kuat. Gue harus cari tahu seluk beluk cewek jalang itu. Tapi gimana caranya ya? 

Shit! Kesya membatin dengan perasaan kesal.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!