NovelToon NovelToon

Love Story At School

Bab 1

"Berapa kali gue bilang, lupain itu cowok! Lo cantik, masih banyak yang suka sama lo!"

"Tapi gue maunya dia..."

"Tolol! Cantik doang kalo gak punya otak ya percuma! Ya udah sana, samperin cowo brengsek itu! Gak usah lo datang ke gue lagi. Percuma, karena lo gak dengerin apa kata gue!"

Venda menunduk meremas selimut yang ada di pangkuannya. Sedangkan Melody hanya diam menatap temannya dengan sebal.

Venda baru saja putus dengan pacarnya. Tanpa alasan yang jelas cowok itu memutuskan Venda. Tentu saja Venda tak terima, namun dia tak bisa berbuat apa-apa lantaran cukup sakit hati ketika mendengar ucapan kasar kekasihnya tadi.

"Cari yang lain aja sana! Tuh, masih ada Jaka, Putra, Lutfi, siapa lagi itu anak IPS yang kutu buku? Oh! Risky! Nah itu juga oke. Gak kalah ganteng mukanya!" ucap Melody.

"Lo pikir gampang ngelupain dia? Bayangin aja, gue kenal dia dari kecil, Mel!"

"IYA GUE TAU! Tapi, lo gak bisa gini terus lah, Nda. Itu cowok terlalu bajingaan buat lo tangisi!"

"Gue gini juga supaya lo sadar. Dia terlalu sampah buat lo yang spek berlian gini," lanjut Melody. Dia masih berusaha menyadarkan temannya, meskipun caranya salah.

Venda berdecak. "Pokoknya gue maunya sama dia! Gak mau yang lain, Mel!" rengeknya.

"Nyenyenyenye! Sekali lagi lo ngomong gitu, gue bakar itu rumah si Serangga!"

Rangga adalah nama mantan Venda, tapi Melody sering memanggilnya Serangga.

"Jahat banget! Udahlah sana!"

"Dih, ngusir gue lo? Yang bener aje! Gue mah ogah! Mending tidur aja kalau gitu." Melody segera menuju sofa yang ada di kamar Venda, lalu merebahkan tubuhnya di sana. Mengabaikan Venda yang kembali menangisi Rangga.

Melody adalah gadis berumur 17 tahun, kelas 11. Dia gadis yang ceria dan bar-bar, sangat berbeda dengan Venda yang kalem. Pertemanan mereka sudah 1 tahun lebih, sejak masuk SMA. Meski begitu, keduanya tak segan sama sekali.

****

"Kak Gian mana?" Kepala Melody masuk di celah pintu, dia mengintip keadaan isi kelas 12 yang hanya ada beberapa orang.

"Si ganjen, ngapain lo cari cowo gue?" celetuk seorang gadis yang tadinya berkumpul bersama temannya. Namanya Lisa.

"Dih? Kocak! Kak Gian aja gak pernah ngelirik elo!" balas Melody. "Udahlah, males gue ngeladenin mak lampir!" Melody mengibaskan rambutnya dan segera pergi dari sana tanpa menghiraukan teriakan Lisa.

"Kak Gian hobi banget ilang-ilangan." Melody berdecak. Dia melihat orang-orang yang ada di lapangan, tapi cowok bernama Gian itu tetap tidak ada.

"WOY CENTIL!"

Melody memutar bola matanya malas. Ia lanjut melangkah tanpa menghiraukan cowok yang memanggilnya dengan sebutan aneh itu.

"Gue tau lo nyari Gian, kan?"

Kaki mungil yang tadinya melangkah langsung terhenti. Ia berbalik menatap segerombolan cowok yang sedang duduk di bawah pohon di pinggir lapangan.

"Apa?!" sahut Melody.

Jaka tertawa jahil. Tangannya melambai menyuruh Melody mendekat. Dengan sebal Melody mendekat ke sana. Kalau bukan demi Gian, mana mau dia dekat-dekat dengan kadal gurun itu?

"Lo mau tau Gian di mana, kan?" tanya Jaka.

"Hm! Buruan kasih tau!" ketus Melody.

"Tapi, jodohin gue sama si Venda dulu." Kedua alis Jaka naik turun.

"DIH? NGACA, BOS!" seru Melody. "Venda terlalu berlian buat elo yang remahan rengginang!"

Sontak saja ucapan Melody mengundang tawa dari orang sekitar. Tentu saja Jaka malu.

"Berisik lo! Ya udah, gak akan gue kasih tau di mana Gian!" Jaka berdecih sinis.

"EGP, Emang Gue Pikirin?!" sahut Melody.

Dan saat Melody berbalik, di situ dia melihat Gian yang baru saja keluar dari ruang OSIS.

"NAH! Itu cowok gue! Bye bye Jaka Tingkir!" Melody tertawa puas sambil melangkah menjauh dari Jaka.

"Kurang ajar emang itu anak!" desis Jaka.

"Lagian bener apa yang dibilang si Melody," sahut temannya sambil tertawa.

"Diem lo!"

"Hai, Kak!" Melody berdiri di depan Gian. Di samping cowok itu ada seorang gadis yang menjabat sebagai sekertaris OSIS.

"Hai, Melody," balas Gian tak kalah ramah, bahkan dia tersenyum tipis.

"Maaf ganggu, aku cuma mau kasih ini aja. Jangan lupa dimakan ya!" Melody menyerahkan sebuah kotak bekal berisi masakannya. Ini sudah menjadi rutinitas nya sejak 3 bulan lalu.

"Thanks. Pasti gue makan kok."

Senyum Melody mengembang lebar. Dia pun segera menyingkir, membiarkan kedua manusia itu melanjutkan langkahnya.

"Silakan lanjut, Kak. Hehehe..."

Gian terkekeh kecil melihatnya.

Saat Gian sudah menjauh, Melody jingkrak-jingkrak tak jelas. Untungnya semua murid sudah hafal dengan tingkahnya yang random dan gampang salah tingkah jika bersama Gian, si ketua OSIS.

Melody melangkah dengan riang menuju kelasnya.

FYI, Melody dan Venda beda kelas. Melody kelas Bahasa, sedangkan Venda IPA. Mereka pintar di jurusan masing-masing.

"Gigi lo kering, hati-hati," celetuk seseorang.

Sontak saja Melody langsung mengatupkan bibirnya dan menatap sinis orang itu. "Bacot!"

"Dasar titisan singa!" cibir Putra. Namun Melody tak menghiraukan cowok itu.

Melody menghempaskan tubuhnya di kursi, tasnya ia letakkan di atas meja.

"Ngerjain apa?" tanya Melody pada temannya.

"Nyalin tugas, gue ngerjain pake buku coretan tadi malam," jawab Cindy.

"Hah? Tugas apa?!" Melody melotot kaget, ia menghampiri Cindy dan melihat tugas tersebut.

"WHAT?! GUE LUPA!"

****

"Lari, Melody. Kamu ini bisa lari apa nggak?"

"Iya, Bu..."

Dengan terpaksa Melody lari dengan benar mengelilingi lapangan. Dia dihukum karena tidak mengerjakan tugas. Padahal baru kali ini dia lupa mengerjakan, tapi, Bu Henny adalah orang yang tegas. Tidak tanggung-tanggung, hukumannya lari keliling lapangan 10 kali.

"Gian!"

Mendengar nama sang pujaan hati dipanggil Bu Henny, Melody menoleh dengan cepat. Ia menatap Gian yang berjalan mendekati Bu Henny. Gadis itu berhenti sejenak dan mengamati keduanya.

"Tolong kamu awasi Melody, ya. Saya harus mengajar anak-anak yang lain," pinta Bu Henny.

Gian mengangguk patuh. "Baik."

Bu Henny menoleh ke arah Melody, seketika matanya melotot. "Lari, Melody! Apa-apaan kamu ini!"

Melody menyengir dan langsung kembali berlari.

Bu Henny pun segera pergi menuju kelas Bahasa untuk mengajar yang lain.

"Malu gue kalo gini ceritanya," gumam Melody.

Dia ingin menjadi anak baik-baik di depan Gian. Tapi sekarang? Citra baiknya sudah hilang karena ketahuan dihukum.

Gian berdiri di pinggir lapangan sambil terus menatap Melody yang masih terus berlari.

"Masih berapa keliling?" tanya Gian saat Melody melintas di depannya.

"5 Kak!" jawab Melody tanpa menghentikan larinya.

Gian mengangguk paham. Dia menatap jam tangannya sebentar. Sebenarnya dia ada rapat OSIS 10 menit lagi.

Bruk!

Gian mendongak, dan alangkah terkejutnya saat dia mendapati Melody yang terjatuh. Langsung saja dia berlari menghampiri gadis itu.

"Sudah, kita ke UKS aja," kata Gian. Dia melirik luka di lutut dan tangan Melody.

"Nanti dimarahin Bu Henny, Kak. Aku gak papa, kok," jawab Melody.

Gendong gue pliss! Batin gadis itu berteriak.

"Biar nanti gue yang bilang ke Bu Henny. Luka lo harus diobati."

Melody mengangguk patuh.

"Bisa jalan?"

"Kayaknya gak bisa, deh. Lutut aku..." Melody menatap miris ke arah lutut mulusnya.

Tanpa aba-aba, Gian menggendong Melody dan membawanya ke UKS.

Tentu saja mereka menjadi pusat perhatian murid yang kebetulan jam kosong.

Peka banget, sih! Melody menahan senyumnya, berusaha untuk tidak salah tingkah.

Kapan lagi mencari kesempatan dalam kesempitan seperti ini?

bersambung...

Bab 2

"Kak Gian sibuk, kan? Kalau gitu pergi aja, aku gak papa kok."

"Lo ngusir gue?"

"Eh, engga!"

Melody menggaruk kepalanya, dia bingung. Padahal ini hanyalah luka kecil. Gian sampai turun tangan untuk mengobati lukanya, sedangkan PMR makan nilai buta.

"Tapi, kan—"

"Udah diem," tegur Gian.

Seketika Melody mengatupkan bibirnya. Dia pun hanya diam saat Gian mengobati lukanya dengan hati-hati.

"Btw, Kak..." Melody menggantung ucapannya.

"Hm?"

"Gak capek ya jadi ketua OSIS?"

"Enggak. Gue seneng."

"Aku aja capek liat Kak Gian bolak-balik ruang OSIS buat ngurus sesuatu. Mending jalan sama aku aja sih, gak beresiko dan dijamin gak capek." Melody menyengir lebar.

Gak nyambung, tapi untung Gian paham.

"Lo ngode gue?" tanya Gian, ia tersenyum tipis sembari merapikan P3K yang sudah selesai ia pakai.

Ya iyalah! Pake nanya! Batin Melody.

"Enggak, kok. Aku ngasih tau doang sih, Kak, hehehe..."

Hati dan mulut jelas beda. Padahal dalam hati Melody berteriak sebaliknya.

"Akhir-akhir ini gue sibuk ngurus OSIS. Nanti kalau ada waktu luang, gue kabarin."

Melody berdehem singkat untuk menutupi kecanggungan nya. "Iya, boleh."

Gian tersenyum, dia menepuk puncak kepala Melody dengan lembut. "Gue ke ruang OSIS dulu. Jangan ke mana-mana."

"Iya, Kak."

Setelahnya Gian benar-benar pergi dari UKS. Meninggalkan Melody yang sudah salting brutal.

"SUMPAH GUE MAU DIAJAK JALAN?!" Melody memekik pelan.

****

Melody menatap sinis Rangga yang sedang duduk di dekat mereka. Sekarang dia dan Venda berada di kantin. Dan tempat duduk yang mereka duduki dekat dengan tempat yang Rangga duduki.

Tentu saja Melody tidak bisa santai. Bahkan sedari tadi matanya melirik sinis ke arah cowok itu.

"Mata lo, Mel. Cowo gue itu," tegur Venda.

Melody berdecih. "Cowo lo? MANTAN, Nda, MANTAN!" tekannya.

"Biarin!" balas Venda. Bahkan setelah diputusi sepihak, gadis itu tetap menatap mantannya dengan cinta.

"Gila ini anak," gumam Melody.

"Ambilin pesenan gue, Nda. Minta tolong."

"Tanpa lo suruh juga gue ambilin. Emang gue temen apaan yang gak peka?" Venda beranjak dari duduknya dan segera mengambil pesanan mereka yang sudah jadi.

Melody menunduk menatap luka di lututnya yang diperban. Ternyata lumayan sakit rasanya. Dia juga menatap telapak tangannya yang terbalut plester luka.

Mengingat siapa yang mengobati lukanya tadi, Melody mendadak senyum-senyum sendiri.

Ganteng banget gila! Untung ga gue terkam tadi. Batinnya.

"Udah gila lo?"

Melody berdecak mendengar suara itu. Dia menatap sinis Putra dan ketiga temannya yang sudah mengambil posisi duduk di sebelahnya.

"Hus hus, gue gak mau dekat-dekat jamet. Sana pergi!" usir Melody.

"Kurang ajar betul ini anak! Punya nyawa berapa lo ngatain kita jamet?" sinis Jaka.

"100 nyawa, mau apa lo?" balas Melody pula.

Sebenarnya mereka ini sudah biasa seperti ini. Tiada hari tanpa berdebat.

"Lah, kok pada ke sini?" Venda datang membawa sebuah nampan berisi makanannya dan Melody.

"Kangen lo soalnya," jawab Putra.

"Idih! Dasar kadal gurun!" cibir Melody.

"Berisik! Nyaut mulu lo mak lampir," kesal Putra.

"Suka-suka gue lah! Gue punya mulut!"

"Udahlah, Mel. Gak usah diladenin," lerai Venda.

Melody berdecak. Ia pun memilih memakan mie ayam nya tanpa menghiraukan para hama yang ada di sekelilingnya.

Melody itu selalu sensi dengan orang lain, kecuali dengan Gian. Kalau sudah berhadapan dengan sang ketua OSIS, Melody akan berubah menjadi gadis kalem.

"Hai, boleh gabung?"

"Eh, boleh Kak."

Saking fokusnya makan, Melody sampai tidak sadar kalau ada yang duduk di depannya.

Hingga ketika kakinya disenggol Venda, baru gadis itu menyahut.

"Apaan? Bisa gak sih sehari aja biarin gue tenang? Dari kemarin lo bikin emosi mulu, heran gue!" kesalnya.

"Jangan marah-marah, nanti cepat tua."

Mata Melody langsung menatap si empunya suara. "Kak Gian?!" kagetnya.

"Sejak kapan—"

"Lanjut makan aja, Melody." Melody mengatupkan bibirnya tak lagi bicara saat mendengar perintah Gian. Ia tersenyum canggung dan berubah tenang. Padahal sedari tadi dia makan dengan buru-buru ditambah raut wajah yang cemberut.

Semua orang yang menyaksikan itu hanya mencibir dalam diam. Mereka pun tau, hanya Gian lah yang bisa menjinakkan singa seperti Melody.

Karena kedatangan Gian yang tiba-tiba, mereka jadi merasa canggung dan tidak terlalu banyak bersuara.

"Pulang sekolah sama siapa?" tanya Gian pada Melody.

"Dijemput papa."

"Bener?"

Melody mengangguk. Dia berdehem singkat sebelum berkata, "Kenapa? Kak Gian mau antar aku pulang?"

"Ini anak gak tau malu banget sumpah," bisik Jaka pada Putra.

"Biarin aja biarin."

"Rencananya sih begitu. Tapi, kalau lo dijemput, ya udah. Lain kali aja, ya," jawab Gian.

"Bentar aku tanya papa dulu!" Buru-buru gadis itu membuka ponselnya dan mengirim pesan pada sang ayah.

^^^Melody^^^

^^^Papa gak bisa jemput aku kan hari ini?^^^

Papa

Bisa nak

^^^Melody^^^

^^^Gak usah jemput, Pa. Aku mau ke rumah Venda bentar nanti^^^

Papa

Yakin? Terus kamu pulang sama siapa?

^^^Melody^^^

^^^Sama temen^^^

Papa

Ya udah, kalau ada apa-apa telpon Papa, ya

^^^Melody^^^

^^^Siap!^^^

"Papa gak bisa jemput ternyata. Ada rapat di kantor," ucap Melody, ia memasang wajah sedih.

"Hm? Kok tiba-tiba?" tanya Gian.

"Rapat dadakan sama klien."

Gian mengangguk. "Kalau gitu pulang bareng gue aja."

"Gak ngerepotin, kan?"

"Nggak sama sekali, Melody..."

Melody tersenyum malu, apalagi saat Gian menepuk-nepuk puncak kepalanya dengan lembut, dia sangat senang misinya berhasil. Kapan lagi pulang bareng ketos tampan?

***

Venda menatap wajahnya di pantulan cermin yang ada di toilet. Sebelum pulang sekolah, dia dan Melody sedikit memoles wajah dengan make up tipis yang masih terkesan natural, supaya tidak terlihat pucat.

"Gue kurang apa ya, Mel? Apa gue jelek ya?" gumam Venda. Matanya menatap nanar pantulan wajahnya.

"Ngomong gitu sekali lagi gue sleding lo, Nda," kesal Melody. Dia melirik sebal ke arah temannya itu dan kembali melanjutkan memoles bibirnya dengan lip balm.

"Serius, deh. Gue kurang apa sampe si Rangga selingkuh?" Venda menatap Melody meminta jawaban.

"Lo itu berlian dan Serangga itu lalat. Nah, lalat gak suka berlian jadi dia milih tai."

"Mel! Serius dikit bisa gak sih?" kesal Venda. Bicara dengan Melody pasti selalu menguras tenaga.

"Lah, gue serius ini. Cowok lo tuh tai, Nda. Tau tai?"

"Kurang ajar! Cowok gue seganteng itu dibilang tai!" kesal Venda.

"Nyenyenyenyenye!"

"Lo tuh cantik, cari cowok yang lebih ganteng lah! Baru putus aja udah ngerasa gak laku lo," cibir Melody.

"Gue maunya dia. Gak mau yang lain..."

Melody memutar bola matanya malas. Sumpah, demi apapun Venda sangat menyebalkan jika sudah bucin akut seperti ini.

"Ya udah sana samperin cowok lo. Tapi, gue gak mau temenan sama lo lagi nanti."

"Ngaco!" Venda menatap kesal Melody.

"Mau gimana? Gue bilangin baik-baik juga lo tetap ngeyel."

"Kapan lo bilangin gue baik-baik? Perasaan lo selalu ngegas kalau ngomong!" Venda berdecak. "Kecuali sama si ketos itu."

"Yeuuu, sirik aje lo! Udahlah, mending kita pulang. Cowok gue udah nungguin soalnya," kata Melody.

"Jadi ke rumah gue, kan?"

"Iye! Tapi gue agak lama." Melody menyengir lebar.

"Cih! Belum ada hubungan aja udah sok banget," cibir Venda.

"Emang gue pikirin?"

Melody tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Venda yang kesal.

bersambung...

Bab 3

"Loh, ngapain Kak?" tanya Melody. Dia bingung saat Gian menghentikan laju motornya di sebuah rumah makan.

"Makan."

"Ohh, Kak Gian laper?" Melody turun dari motor dan membuka helmnya.

"Lo gak laper?"

"Nggak sih. Aku diet, hehehe..."

"Kalau lagi sama gue gak usah diet," ucap Gian. "Ayo." Dia menggandeng tangan Melody untuk masuk ke dalam rumah makan yang lumayan ramai.

Gimana gue gak salting coba?! Batin Melody sembari melihat tangannya yang digenggam oleh Gian.

Mereka duduk lesehan dan bersebelahan, di depan mereka ada meja persegi panjang.

"Suka pedes?" tanya Gian.

"Suka banget!" jawab Melody.

Tapi lebih suka kamu sih. Lanjutnya membatin.

"Kak Gian suka juga?"

"Suka sedikit." Gian tersenyum tipis. Melody hanya ber 'oh' ria sebagai balasan.

"Habis ini mau ke rumah Venda?"

"Iya. Mau dengerin dia curhat. Kasian habis diputusin Serangga," jawab Melody.

"Serangga?" tanya Gian kebingungan. Hewan kah?

"Rangga namanya. Tapi aku malas sebut nama dia. Mending Serangga." Jujur, Melody muak sekali jika sudah membahas Rangga Rangga itu. Pasalnya si Rangga sudah berani menyakiti teman tercinta nya.

Gian terkekeh kecil mendengar jawaban Melody. Gadis di sampingnya ini sangat unik. Kenapa dia baru tau?

"Jangan ketawa! Aku lagi kesel sama si Serangga. Awas aja kalau sampai mereka balikan!"

"Loh kenapa? Ada baiknya begitu. Venda pasti bahagia."

"Iya sih bahagia, tapi aku yang gak suka! Itu cowok udah berani selingkuh, Kak. Padahal Venda cantik banget, kurang apa coba? Aku yakin selingkuhan si Serangga gak secantik Venda," ujar Melody. Wajahnya benar-benar tertekuk saking kesalnya dengan Rangga.

"Iya, Melody..."

"Kak Gian jangan kayak Serangga ya? Jahat tau."

"Nggak bakal. Semoga aja, ya."

"Harus! Cewek itu aslinya lemah, cuma kadang sering pura-pura kuat aja, kayak aku, hehehe. Jadi, jangan sampai Kak Gian nyakitin cewek. Oke?"

"Iya..."

Soft spoken abiezzz! Batin Melody menahan senyum salting nya. Suara Gian ini sangat candu baginya. Sayangnya pria itu bicara terlalu singkat.

***

"Rangga..."

Rangga yang sedang berkumpul dengan teman-temannya pun menoleh ke arah sumber suara.

"Samperin, Ngga. Cowok macam apa lo?" sahut temannya yang lain.

Namun, bukannya mendatangi Venda, Rangga malah acuh dan asik bermain game.

"Si anying!" kesal Danu. "Sini, Nda. Masuk aja," ucapnya pada Venda yang hanya berdiri di luar warkop.

Tempat tongkrongan anak-anak sekolah memang di sana. Bukan hanya dari sekolah mereka saja, dari sekolah lain pun ada.

Venda berjalan pelan masuk ke dalam warkop dan duduk di sebelah Rangga yang asik main game.

"Aku mau ngomong sebentar—"

"Gak usah ganggu gue! Lo lupa? Kita udah putus!" tekan Rangga.

Dengan berani Venda memegang tangan Rangga. "Aku gak mau putus, Ngga. Kita bicarain ini baik-baik dulu, ya? Jangan asal ambil keputusan dulu."

"Berisik! Cewek gak tau diri kayak elo buat apa dipertahanin?" Rangga menyentak tangan Venda dan beranjak dari duduknya lalu pergi dari sana.

Mati-matian Venda menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia menghela nafas berkali-kali untuk menenangkan dirinya.

"Sabar ya, Nda."

Venda tersenyum tipis sembari mengangguk. "Jangan liat gue kayak gitu. Gue gak papa."

Dia muak ketika orang-orang melihatnya dengan tatapan kasihan seperti apa yang teman-teman Rangga lakukan sekarang.

"Gue antar pulang," celetuk Yoga. Bahkan di sudah siap berjalan menuju motornya, namun Venda segera mencegah.

"Gak usah! Gue pulang sama Melody, dia nunggu di dekat gerbang sekolah tadi," kata Venda. Tentu saja bohong.

"Jangan bohong. Melody gak tau kalau lo ke sini kan? Kalaupun tau, dia pasti gak bakal biarin lo sendirian ke sini," kata Yoga. Dan itu memang benar adanya. Mana mungkin Melody membiarkan Venda masuk ke dalam sarang serangga.

"G-gue..."

"Udahlah, Nda. Biar diantar Yoga aja," sahut Galuh meyakinkan.

"Ayo." Yoga menarik tangan Venda menuju motornya.

Sepasang mata tajam yang melihat hal itu pun hanya tersenyum miring. "Lihat, bahkan lo udah bisa deket sama cowok lain."

Sedari tadi Rangga memang tidak benar-benar pergi dari sana.

***

Tepat saat Venda turun dari motor Yoga, Melody pun baru sampai.

"Loh, dia baru balik?" gumam Melody.

"Mungkin mampir-mampir dulu tadi," sahut Gian. Dia membantu Melody membuka helm. Namun, Melody tidak salting kali ini, karena matanya terus menatap Venda yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja.

Setelah helm nya terlepas. Melody langsung menghampiri Venda.

"Abis dari mana?" tanyanya sembari menatap Yoga yang berdiri di depannya.

Bukannya menjawab, Yoga malah melihat ke arah Venda. Tentu saja Melody ikut melihat.

"Kalian ngedate?" tanya Melody lagi, berusaha positif thinking.

"Temen lo baru dari warkop, nyamperin Rangga," jawab Yoga.

"Oh." Melody tersenyum miring. "Dia diapain sama Serangga?" Ia bertanya pada Yoga.

"Dikatain cewek gak tau diri." Yoga menjawab tanpa ragu.

"Yoga, makasih udah anterin gue. Mending lo pulang aja, ya." Venda mendorong tubuh Yoga. Bisa makin ngamuk Melody kalau dia tau semuanya.

"Oke."

Tanpa menolak, Yoga pun segera pergi dari sana.

Melody menghela nafas berat. Matanya terus saja menatap datar ke arah temannya itu.

"Lo tau anjing gak, Nda?"

"Udahlah, Mel..."

"Lo sengaja mau gue anjing anjingin apa gimana?"

"Mel, ada ketos...," bisik Venda. Dia jadi malu kalau ada orang lain yang tau.

"Oh iya lupa. Gagal jadi kalem deh gue," bisik Melody pula. Dia berbalik dan tersenyum ke arah Gian. Gadis itu melangkah mendekat.

"Makasih ya Kak udah antar aku ke sini. Maaf jadi ngerepotin, hehehe..."

Gian tersenyum geli melihat tingkah Melody. "Iya sama-sama, gak ngerepotin kok. Ya udah, kalau gitu gue pulang dulu. Nanti kalau udah selesai telpon gue, biar gue jemput."

"Eh gak usah, nanti aku bisa naik taksi, kok. Kak Gian istirahat aja, ya?"

"Beneran gak papa?"

Melody mengangguk cepat. "Gak papa lah! Aku bukan anak manja yang kemana-mana harus diantar jemput."

Gian terkekeh kecil. "Ya udah iya. Gue pulang dulu kalau gitu."

"Hati-hati ya, Kak." Melody melambaikan tangannya dan Gian hanya membalas dengan anggukan.

Setelah memastikan Gian pergi dari sana, Melody berbalik menatap Venda yang menyengir.

"Apa? Gak usah sok imut deh! Gue kesel sama lo!"

"Masuk aja dah. Jangan di sini." Venda menarik tangan Melody masuk ke dalam rumahnya.

"Eh kalian sudah pulang?"

"Hai tante cantik..." Melody menyalami tangan ibunda Venda yang sedang bersantai.

"Hai juga cantik..."

"Ajak Melody makan dulu, Nda."

"Eh ngga usah, Tan. Aku udah makan kok tadi," tolak Melody dengan halus.

"Aku ada kerja kelompok sama Melody, Ma. Nanti lagi ya." Tanpa berlama-lama Venda langsung menarik tangan Melody menuju kamarnya.

"Gak sopan!" cibir Melody.

bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!