"Disini saja."
Tanpa melihat kondisi tempat yang terbilang di tempat umum. Pria itu menyambar bibir gadis cantik, dengan penuh gairah.
Lumatan bibir yang sangat menggairahkan dan terbilang cukup merangsang gadis itu. Akan tetapi ia tersadar kalau kini ia berada di tempat umum. "Emm... Mas kita cari tempat sepi yuk"
Pria itu pun menelisik kearah sekitar dan benar saja matanya mengarah kearah semak-semak yang tak jauh dari arah tempat mereka berada.
"Kita kesana." Ajak pria itu, sambil menunjuk kearah semak-semak.
Hanya anggukan yang diberikan gadis cantik itu.
Mereka berdua melangkah kearah tempat yang menjadi sasaran empuk untuk mereka memadu kasih.
Lanjutan ciuman mereka tadi yang sempat terhenti, kini di lanjut lagi oleh mereka berdua.
Setelah merasakan rasa nikmat. Gadis itu mendongak dan menatap kerah pria yang kini berdiri di depannya
"Emm...mas aku...." Seakan ragu untuk berucap, gadis itu seperti kebingungan.
"Ada apa sayang!"
"Boleh kita lakuin di sini?"
Bukan pria kalau tak tergoda akan tawaran yang cukup menggiurkan. "Em, tentu kita lakukan disini."
Belum sempat adegan itu terjadi tiba-tiba.....
Vidio dalam ponsel Alisya pun terhenti.
"Lah kok muter? Ini kenapa? Ya ampun pakek habis nih kuota." Gerutu Alisya.
Dengan rasa penasaran akan adegan dalam film dewasa yang ia tonton tadi. Alisya membayang kan hal yang tidak-tidak dalam pikirannya sekarang.
"Ahhh... " Teriak Alisya. "Kok jadi sange an gini sih aku." Imbuh Alisya menghina dirinya sendiri.
Gadis yang bernama Alisya pramesti. Mahasiswi semester 3 di kampus yang cukup populer. Memiliki wajah blasteran antara Amerika dan Indonesia.
Membuatnya di gandrungi banyak pria. Tinggal pula jauh dari orang tuanya, Alisya menjadi gadis yang penuh dengan rasa keingin tahuan yang tinggi.
Alisya lahir dari keluarga yang terbilang cukup. Akan tetapi, papa kandung Alisya tak pernah memberikan kemanjaan pada Alisya. Berbeda dengan kakak dan adiknya, yang kini hidup nyaman di luar negeri.
Gadis cantik serta menjadi anak tengah atau anak kedua dari keluarganya. Merasa di diskriminasi selama ia kecil. Alisya langsung memutuskan untuk tinggal sendiri di Indonesia.
Dengan meminta apartemen pada papanya itu. Meski apartemen nya terbilang kecil. Akan tetapi, sudah cukup untuk Alisya.
Sedang Asyik dengan pikirannya sendiri. Tiba-tiba suara pintu apartemennya pun terdengar.
Ting tong ting tong
"Siapa malem-malem gini namu di rumah orang?" Terka Alisya.
Alisya pun beranjak untuk membuka kan pintu dan melihat siapa orang yang bertamu di apartemen nya.
Ting tong ting tong
"Iyah bentar!" Sahut Alisya, Meski ia tau kalau tak akan terdengar oleh orang di luar.
Tak lama pintu apartemen di buka oleh tangan Alisya.
"Revan! Ngapain kamu kesini?" Tanya Alisya.
"Aku mau kamu."
"Apa?" "Kamu mabuk?" Sahut Alisya menelisik kearah pria yang kini berada di depannya.
Bukannya menjawab, kini Revan malah mengangguk dan menyambar tubuh Alisya kedalam pelukannya.
Dengan kondisi yang kini di pengaruhi oleh alkohol. Revan bergumam. "Memelukmu selalu dapat membuat adik ku berdiri."
Memang dari dasarnya Alisya yang tak menyukai Revan pun langsung mendorong tubuh pria itu dengan keras.
Tubuh Revan tersungkur di lantai depan apartemen nya.
Akan tetapi yang membuat Alisya gagal fokus adalah benda yang berada di dalam celana Revan terlihat menonjol.
Sontak Alisya menelan ludahnya sendiri. Apalagi tadi dia baru saja untuk pertama kalinya melihat vidio adegan dewasa.
Serasa tak ingin terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. Alisya pun langsung bergegas menutup pintu apartemen nya lagi.
Revan berusaha menahan agar Alisya tak menutup pintu apartemennya.
Tapi syukurlah, Alisya dapat langsung menutup pintu itu dengan sekuat tenaga.
"Hufftttt.... Gila Revan, apa dia udah bener-bener nggak punya akal apa?" Gumam Alisya.
Dengan nafas yang tersengal, Alisya berjalan kearah dapur untuk mengambil air minum.
Pria yang selama ini selalu mengejar-ngejarnya. Dari awal masuk kuliah, Revan termasuk pria yang ugal-ugalan dalam menyatakan cintanya pada Alisya.
Akan tetapi Alisya bukan tipe wanita yang suka dengan pria blak-blakan dalam mencintai dirinya. Apalagi Revan terkenal pria yang suka berhubungan Sex bebas dengan semua wanita.
Tentu Alisya tak ingin menjalin ataupun berkenalan dengan pria seperti itu. Meski terkadang Alisya merasa kalau Revan mencintai nya dengan tulus. Tapi soal cinta tak dapat di paksakan juga.
Sejenak Alisya membayangkan hal yang tidak-tidak. "Ahh... Alisya Alisya sadar. Jangan gila kamu, dia itu pria mesum. Emang mau kamu tiap hari di tiduri pria itu terus? Hiii... Amit Amit.." Imbuh Alisya.
Suara Revan menggerutu di luar apartemen nya di biarkan Alisya. Gadis itu memilih untuk segera istirahat.
"Terserah dia lah, mau berdiri di depan sampai pagi pun nggak ngaruh juga buat aku. Yang penting aku tidur nyenyak." Ujar Alisya.
Gadis itu memposisikan tubuhnya di atas kasur empuk yang selalu membuatnya nyaman.
Ketika Alisya mencoba memejamkan matanya. Terjadi masalah lagi, mata nya tak mau untuk segera di ajak istirahat. Malah kini bayangan nya mengarah kearah buah Zakar milik Revan.
Mata Alisya terbuka langsung. Pandangannya tertuju pada langit kamarnya.
"Wahh... Ini kenapa jadi mesum gini nih pikiran. Apa karna tadi aku lihat vidio itu yah?"
Seperti bocah yang tengah tantrum. Alisya memukul mukul kasur nya sendiri. "Nggak! nggak! Nggak! nih fikiran harus cepet di hilangin. Emm... Minum air putih mungkin bisa kali yah?"
Alisya beranjak dari tempat tidurnya. Dan berniat mengambil air putih di dapur.
1 gelas
2 gelas
3 gelas
Serasa sudah meminum air putih cukup banyak. Alisya menghentikan aktivitas nya itu. Tapi.... Nihil. Alisya masih memikirkan hal yang tidak-tidak sekarang.
"Apa ini karma, supaya nggak terlalu suka nyobak lihat Vidio porno?" Terka Alisya.
Tersadar akan tak ada lagi suara Revan. Mata Alisya pun memandang kearah pintu apartemen. "Emm... Akhirnya pergi juga tuh orang." Gumam Alisya.
Alisya meminum air lagi. Dan untuk kesekian kalinya, perutnya terasa kembung karna kebanyakan minum air putih. Membuat Alisya malah terduduk di sofa depan televisi.
"Revan telah pergi. Tapi pikiran kotor ku masih aja ngarah ke pria itu, kali ini aku nggak bakal berani lagi lihat Vidio porno. Nggak mau lagi." Gumam Alisya sebelum tertidur.
Perlahan mata Alisya pun terpejam.
Gadis yang tadinya tak bisa tidur. Kini akhirnya malam itu ia dapat beristirahat dengan tenang. Meski pikirannya mengingat dengan jelas benda milik Johan.
Tak sesuai apa yang diinginkan oleh Alisya. Kini malah Revan hadir di dalam mimpinya. Dengan badan yang tak memakai busana sama sekali.
Mata Alisya terbelalak melihat sesuatu yang baru pertama kalinya ia lihat secara langsung.
"Be-besar banget." Ucap Alisya.
.
.
.
Bersambung.
Pagi harinya
Dengan langkah yang ia percepat. Alisya keluar dari apartemen nya.
"Aduh! Gara-gara ngimpi hal kotor itu, aku sampek harus bangun kesiangan. Kuota habis, lupa nggak beli lagi."
Gerutuan Alisya seakan menemaninya pada pagi hari itu.
Brak
Cukup keras Alisya menutup pintu mobil. Dan hendak melajukan mobilnya. Akan tetapi, sialnya mobil yang biasanya tak ada masalah itu. Kini mendadak tak mampu untuk ia nyalakan.
"Aduh! Apalagi sih ini."
Meski Alisya berusaha sebisa mungkin untuk menyala kan mobilnya. Tapi tetap saja mobil itu tak dapat menyala sama sekali.
"Kalau kayak gini bisa telat beneran aku."
Dengan perasaan kesal, marah bahkan perasaan pagi itu sangat tak karuan. Alisya pun keluar dari mobil. Dan berlari kearah halte bus yang lumayan tak jauh dari tempat tinggalnya.
Serasa tak mempedulikan mata yang menatap kearah dirinya. Alisya tetap berlari cukup kencang, ingin menaiki taxi pun terlalu lama karna harus memesan dulu jika di daerah itu.
Bus pun berhenti. Dengan cepat Alisya, bergegas naik bus.
"Huffttt... " Hembusan nafas Alisya.
Lemas dan lelah. Hingga pantat Alisya ia taruh langsung di kursi paling belakang, di samping jendela.
Mata indahnya menatap kearah pemandangan di luar. Entah bisa sampai di kampus tepat waktu atau tidak, yang terpenting sekarang dirinya sudah berusaha sebaik mungkin.
'Sial! Sial! Bener-bener sial mulu deh aku dari malam kemarin. Ini semua karna saran sih kiran. Kalau aja aku nggak lihat kayak gituan. Nggak bakal aku sampek ngimpi hal sekotor itu tadi malem.' Ucap Alisya dalam hatinya.
Kepala yang Alisya sandarkan pada kaca jendela bus.
Beberapa saat kemudian
Bus telah sampai di tempat tujuan.
Kali ini bukan hanya lari kecil. Akan tetapi, Alisya berlari cukup kencang.
Semua mahasiswa yang menatap kearah Alisya berbisik seakan heran dengan sikap tak biasanya dari Alisya.
Kini Alisya seperti orang yang tengah ceroboh karna melakukan kesalahan.
Dari arah agak jauh kedua teman Alisya menatap temannya yang berlari kearah kelas.
"Itu kan Alisya!" Ucap Kiran.
"Ngapain dia lari-lari?" Sahut ira.
"Lagi lomba marathon kali." Celetuk Kiran.
Sontak kedua gadis itu pun tertawa bersama.
Sedangkan disisi lain Alisya yang sampai di kelasnya pun terheran.
"Loh kok nggak ada orang!"
Mata nya masih menelisik kedalam kelas yang tak ada orang satu pun.
Dengan nafas tersengal-sengal Alisya berucap. Sambil matanya yang menatap kearah jam tangan yang ia kenakan. "Prasaan baru jam segini." Imbuh Alisya. "Apa kelas nya udah selesai yah?" Terka Alisya.
Merasa tak menemukan seseorang di kelas. Alisya beranjak keluar, dan mendapati salah satu teman yang satu jurusan dengannya. "Eh Sifa!" Panggil Alisya langsung.
"Eh Alisya! Kamu habis ngapain kok sampek keringet tan kayak gitu?"
"Ha!" Alisya tersenyum getir, sambil mengusap keringat di dahinya. "Nggak papa, biasa lari pagi."
"Ohh... " Jawab Sifa.
"Emm... Oh Iyah, ini kelas kok sepi. Apa udah selesai mata kuliah hari ini." Tanya Alisya.
Sifa menatap heran kearah Alisya. "Emang kamu nggak lihat grup? Kan hari ini dosennya ganti, dan jam kelasnya di undur setengah jam. 10 menitan lagi kelas dimulai."
"Apa?"
Tubuh Alisya melemas. Gadis itu terduduk di kursi yang berada di sampingnya.
"Ehh... Alisya! Kamu nggak papa?"
Alisya menggelengkan kepalanya. Seraya berkata. "Nggak papa, aku cuman pengen istirahat bentar."
"Ohhh... Yaudah kalau gitu, aku ke kelas duluan yah." Ucap Sifa.
"Em." Balas Alisya.
Melihat Sifa yang telah masuk kedalam kelas. Alisya pun mengacak rambutnya dengan asalan. "Ihhh.... Udah kayak orang gila tadi, dan ternyata kelas nya di undur. Bener-bener apes banget sih hari ini."
Tak lama suara gadis yang tak lain adalah Kiran. Terdengar di telinga Alisya.
"Alisya!" Panggil Kiran.
Ira berjalan di samping Kiran. Sembari tersenyum manis.
"Eh, ratu kita ngapain tadi lari-lari?" Tanya Kiran, yang kini telah duduk di samping Alisya. "Sambil ngacakin rambut sendiri lagi, udah kayak orang gila aja."
Kiran diberi tatapan tajam oleh Alisya.
Merasa tak enak hati karna mendapat tatapan mematikan itu, Kiran pun tersenyum renyah. "Emm.... Kok lihatin nya kayak gitu? Ok! Ok! Gue diem." Imbuh Kiran.
Sedangkan Ira melihat kearah dahi Alisya yang ada bekas keringat. Bahkan wajah Alisya terlihat seperti orang kurang tidur. "Alisya kamu sakit?" Tanya Ira.
Berbanding ketika dengan Kiran.
Alisya dapat dibilang lebih manja dan jujur pada Ira. Karna gadis itu yang dapat di ajak curhat dengan serius, dibanding Kiran. Yang selalu becanda, dan terbilang tak pernah dapat diajak bicara serius.
"Ira!!! Aku capek!" Alisya bergelayut di lengan Ira dengan manja.
"Yaelah prasaan tadi ama gue nggak gitu amat." Protes Kiran, sambil menatap malas.
"Biarin! Syirik amat lo." Balas Alisya.
Seperti biasa penengah dari pertengkaran mereka adalah Ira si paling bijak di antara mereka bertiga.
"Udah-udah, 5 menit lagi udah mulai kelasnya. Kita masuk yuk! Lanjut nanti aja cerita nya." Sahut Ira.
Senyuman penuh siasat pun Kiran tunjuk kan.
"Ngapain lo senyum kayak gitu? Nakutin amat." Ucap Alisya.
Bibir Kiran ia dekatkan kearah telinga Alisya. Sambil berbisik pelan. "Nanti malem ke club yuk."
"Nggak!" Sentak Alisya langsung.
Tak peduli, dengan Alisya yang selalu sewot dengan apapun yang di lakukan Kiran. Sekarang Ira hanya mampu tertawa ringan melihat tingkah kedua temannya.
Terbilang seperti musuhan. Akan tetapi jika salah satu dari mereka ada yang di sakiti oleh siapapun, maka mereka akan saling menjadi garda terdepan satu sama lain.
"Udah yok ra, kita masuk kekelas. Nanti kita ketularan hedon lagi." Imbuh Alisya.
Alisya pun beranjak dari duduknya, sembari merangkul lengan Ira.
"Yah kok gue ditinggalin sih?" Ujar Kiran. "Emang beneran lo nggak mau sya."
"Syo sya syo sya, Alisya nama gue." Protes Alisya.
Mereka bertiga pun masuk kedalam kelas. Sambil Ira yang mendengar perdebatan antara kedua temannya itu.
Sembari duduk, dengan posisi bersebelahan dan Alisya yang berada di tengah.
Kiran berbisik di telinga Alisya. "Eh sya, entar malem ke club lah, cuman temen nin gue doank!"
"Nggak!"
"Kenapa? Lo bilang kemarin seru." Tanya Kiran.
"Lo tau nggak sih? Gue kenak sial tadi malam sampai hari ini itu cuman gara-gara lo."
"Lah! Kok gara-gara gue?"
Belum sempat Alisya menjawab ucapan Kiran. Suara pria yang tak lain adalah dosen pengganti pun menyeruak di ruang kelas itu.
"Selamat siang semuanya."
Semua mahasiswi berdecak kagum. Menatap pria dengan postur tubuh yang pas. Mata bak elang, bibir yang seakan melambai untuk di sapa dengan bibir pula.
"Wihh... Cakep amat dosennya." Celetuk Kiran.
"B aja." Jawab Alisya.
Kini Ira ikut menimbrung. "Sya, Kali ini aku minta maaf, tapi aku nggak setuju ama ucapan kamu. Dia ganteng banget Sya."
Alisya dan Kiran tersentak kaget. Baru kali ini ia melihat Ira mengatakan dengan terang-terangan tentang pria yang tampan, apalagi seorang dosen.
"Tuh kan? Nih mata Alisya emang, yang katarak." Seakan bangga mendapat belaan dari Ira. Langsung Kiran memanfaatkan itu untuk mengejek Alisya.
"Mata lo itu yang kotor, selalu lihat hal mesum mulu." Celetuk Alisya.
Sontak Kiran tertawa sedikit kencang.
"Kalian! Kenapa ketawa?"
Deg
Mata Alisya terpaku pada sorot mata dosen pengganti itu. Tapi anehnya, kini pikiran kotor Alisya malah menatap kearah sesuatu yang sangat intim dan tak pantas untuk ia lihat sekarang.
Sesekali Alisya menelan ludahnya sendiri. Masih teringat jelas mimpi nya semalam. Tentang Revan yang bertelanjang di depannya.
"Ma-maaf pak!" Ucap kiran.
Seakan sedang menunggu Alisya juga minta maaf. Akan tetapi Alisya malah diam seribu bahasa sambil memandang kearah pria itu.
"Eh sya!" Sentak Ira dan Kiran pada sahabatnya.
Karna terkejut. Alisya malah berdiri dan berteriak. "Cukup!"
Kiran seakan menahan tawa. Dan Ira pun ingin tertawa tapi tak tega melihat seisi ruangan menatap kearah sahabatnya sekarang.
Alisya menggigit bibir bawahnya. Malu hingga ingin rasanya menghilang saat itu juga.
Dengan nada bicara yang dingin dan ketus, dosen pengganti itu angkat bicara. "Kalau kamu ingin saya cukup untuk berbicara, kamu bisa gantikan saya di depan. Atau kalau kamu nggak mau, bisa juga keluar dari kelas saya."
Mendadak suasana menjadi tegang.
Bersambung.
Setelah kejadian memalukan di kelas tadi, kini Alisya, Ira, dan Kiran memutuskan untuk pergi ke kantin.
"Hahaha... "
Suara tawa Kiran terdengar cukup kencang di kantin kampus.
"Ketawa terus ketawa terus... " Dengan kesal Alisya menyauti tawa Kiran.
Di lain sisi Ira hanya tertawa ringan.
"Itu mah lo nya aja yang pek ak, sya!" Ejek Kiran.
"Kok gue?"
"Ya Iyah lah. Udah kesiangan, nggak punya paket data buat lihat grup. Mobil mogok pula, sampek kesini kena semprot dosen pengganti."
Setelah mengatakan itu, Kiran kembali tertawa.
Dalam hati Alisya berkata. 'Kalau Kiran sampek tau penyebab gue sampek kesiangan bangun, bisa makin ketawa puas nih anak.'
Karna kesal melihat Kiran yang tak kunjung berhenti Dengan tawanya. Alisya pun langsung melempar sayuran salad yang tadi ia pesan pada Kiran.
"Ehh... " Ucap Kiran.
"Kalok lo nggak diem, gue lempar sepiring nya ini nanti." Ancam Alisya.
Ira menyimak pertengkaran kedua sahabatnya itu.
Akan tetapi, tiba-tiba Ira merasa penasaran ia pun ikut angkat bicara. "Tapi yang buat aku penasaran. Emang tadi kamu lagi mikirin apa sya? Tiba-tiba banget ngomong cukup. Kenceng banget lagi."
Sembari masih dengan tawanya Kiran berbicara. "Jangan-jangan lo sange yah lihat pak Adriel tadi." Terka Kiran.
Dengan cepat Alisya membungkam mulut Kiran.
"Mmmm.... " Berontak Kiran.
"Ngomong ngawur lagi, gue pisahin tuh mulut ama lidah." Ancam Alisya.
Kiran mengangguk paham.
Tangan Alisya pun ia lepaskan pada mulut Kiran. Sembari memperlihatkan tatapan tajam, pada gadis itu.
Ting
Suara ponsel Alisya mendadak berbunyi.
Membuat ketiga gadis itu saling menatap ke benda yang tadi berbunyi.
"Siapa sya?" Tanya Ira.
Mata yang telah menatap kearah layar ponsel. Alisya pun menjawab Ira, tanpa menatap kearah lawan bicaranya. "Bokap." Jawab Alisya seadanya.
"Tumben bokap lo nelfon. Emang dia inget kalau punya anak?" Imbuh Kiran.
"Kiran!" Ira memberi isyarat pada Kiran, seakan tak ingin terlalu ikut campur terlalu jauh dengan kehidupan pribadi Alisya.
Kiran terdiam.
"Emm.... Guys gue pulang dulu yah, oh iya makanan gue nanti di bayarin Kiran." Ucap Alisya.
Setelah mengatakan hal itu Alisya bergegas pergi begitu saja.
"Eh congek, emang gue orang tua lo." Teriak Kiran.
Dan hanya dibalas lambaian tangan sama Alisya.
"Busyet dah, tuh anak." Celetuk Kiran.
Ira tersenyum melihat tingkah menggemaskan dari Kiran. "Udah nanti aku yang bayar, sekalian milik kamu juga aku yang bayarin." Sahut Ira.
"Wihh... Menang lotre nih kayaknya."
"Hahaha... Iyah lotre, udah lah makan lagi. Kebanyakan nonton drakor tuh pikiran."
"Jangan salah, drakor seru tau, ada... "
Telunjuk Ira memberi isyarat agar Kiran diam dan tak melanjutkan ucapannya itu. "Nggak usah ngomong jorok, kalau masih mau aku bayarin tuh makanan," Ujar Ira.
"Hehehe... Iyah Iyah...."
*******
Alisya berdiri di pinggir jalan. Dengan ponsel yang ia genggam di tangannya, sembari pandangan kearah kanan dan kiri. Menelisik taxi yang sudah ia pesan tadi.
"Yaelah lama amat sih." Gerutu Alisya.
Tiba-tiba ada mobil Lamborghini bewarna hitam pekat berhenti di depannya.
Merasa heran, seakan mengingat mobil yang tak pernah ia lihat siapa pemiliknya itu. "Prasaan mobil Revan nggak gini bentukan nya." Terka Alisya.
Kaca mobil itu terbuka. Menampakkan pria tampan yang tak lain adalah pak Adriel, dosen pengganti yang mengajar di kelas nya tadi.
"Pa-pak Adriel!" Seru Alisya dengan gugup.
"Kamu nunggu pacar kamu?" Tanya Adriel.
Ditanya pacar mendadak membuat debaran jantung Alisya tak karuan. "Emm... Saya nggak punya pacar pak."
'Aduh Alisya bodoh banget si lo, ngapain juga ngomong gitu. Emang apa pentingnya ama dia.' batin Alisya serasa sedang meronta berbicara sendiri.
"Bagus kalau gitu, ayok masuk! Aku antar kamu pulang." Imbuh Adriel.
"Apa?" Sentak Alisya.
"Kamu nggak punya pacar, dan nggak masalah kalau saya antar kamu pulang." Jawab Adriel.
Alisya masih tak bergeming dari tempatnya. Raut wajah nya mengisyaratkan kebingungan.
"Apa perlu saya turun?"
"Ha! Ma-maksud bapak?"
"Yah turun, bukain pintu mobil buat kamu."
Sontak Alisya langsung mengatakan tidak sembari menggerakkan kedua tangannya. "Nggak perlu pak, sa-saya udah pesen taxi kok."
"Kamu nolak saya?"
"Ha! Apa?" Alisya dibuat tak karuan, hati dan juga jantungnya.
Dengan santai Adriel keluar dari mobil. Dan membukakan pintu untuk Alisya masuk kedalam mobilnya. "Ayok masuk!" Ucap Adriel pada Alisya.
"Sa-saya?"
Anggukan kepala Adriel berikan.
"Ta-tapi saya udah pesen taxi." Imbuh Alisya.
Tak lama taxi pun datang.
Alisya menatap taxi yang mulai datang di depan dirinya. Dalam hatinya bersyukur, karna taxi pesenannya telah tiba.
"Udah dateng." Antusias Alisya dalam berucap.
Membuat Adriel seketika terkejut bukan main akan reaksi Alisya melihat sebuah taxi.
"Emang harus seseneng gitu lihat taxi?" Tanya Adriel.
Senyuman malu, Alisya tunjukkan. Sambil mengatakan. "Emm... Maaf."
Adriel tersenyum simpul.
Melihat itu Alisya terpukau, dosen dingin dan ketus di kelasnya tadi ternyata pria tampan ketika tersenyum.
"Kamu tunggu disini sebentar." Pinta Adriel.
Alisya hanya mampu mengangguk pelan.
Sedangkan Adriel yang melangkah kearah taxi di belakang mobilnya.
Tok tok tok
Adriel mengetuk kaca taxi.
Tangan pria itu menyodorkan uang pada taxi yang berada di depannya. "Ini uang untuk bayar untuk pesen taxi tadi. Sekarang bapak boleh pergi."
"Lah terus mbak nya?"
"Dia nggak jadi naik taxi, dan uang ini anggap buat ganti rugi karna udah batalin naik taxi bapak."
Dengan senang hati taxi itu pun berlalu pergi.
Alisya terheran. Mengapa Adriel sampai melakukan hal itu, padahal mereka juga baru ketemu. Apalagi melalui pelajaran di kelas.
"Ayok!" Ajak Adriel, sambil menatap kearah pintu mobil yang masih terbuka.
"Ta-tapi saya... "
"Kamu nggak sadar dari tadi kamu di lihatin mahasiswi kampus."
Langsung tersadar, gadis itu menatap ke sekitar. Dan benar saja, kini dirinya telah mendapati semua mahasiswa melihat kearah dirinya dan Adriel.
"Gimana? Masih mau berdiri disini?" Tanya Adriel lagi.
Mata Alisya menelisik kearah sekitar. Seperti tak ada pilihan lain, Alisya pun menatap kearah Adriel dan segera masuk kedalam mobil pria itu.
Senyuman terlihat di kedua sudut bibir Adriel.
Pria itu menutup pintu mobil. Sekaligus ia pun masuk masuk kedalam mobil Lamborghini nya itu.
Mobil melaju meninggal kan pekarangan depan kampus.
Hening.
Serasa sedang mengikuti ujian kelulusan. Alisya teridiam seribu bahasa, seakan tak tahu harus memulai obrolan apa. Sesekali Alisya menelan ludahnya sendiri, sekaligus membenahi rambut yang padahal tak berantakan.
"Kenapa? Gugup?"
Obrolan pertama yang akhirnya diawali Adriel.
Setidaknya ada obrolan yang di awali. Akan tetapi tidak terlalu terang-terangan seperti itu. Alisya dengan sedikit rasa malu akan lontaran kata Adriel, hanya mampu menggigit bibir bawahnya seraya berkata."Ha! Emm.. Ng-nggak pak." Jawab Alisya.
Masih fokus dengan menyetir, Adriel menghancurkan keheningan di mobil. "Kalau nggak gugup, kenapa ngomong nya kayak tertekan gitu?"
"Sa-saya nggak tertekan kok pak."
Suara pelan dan malu. Itulah yang dapat ditangkap oleh Adriel.
Lagi-lagi Adriel tersenyum kembali.
Melihat senyuman Adriel yang kesekian kalinya membuat Alisya terheran. Apa pria yang kini berada di sebelahnya itu, memang sering tersenyum? Pertanyaan yang sejak tadi terbesit dipikiran Alisya.
Meski pandangan Adriel masih terarah ke depan. Tapi ternyata....
"Kamu suka dengan wajah saya?" Ucap Adriel tiba-tiba.
"Ha! Emm.. Bu-bukan."
Seperti ketahuan mencuri. Alisya berfikir keras untuk mencari alasan, sekaligus Menjawab ucapan dosen pengganti yang baru ia temui tadi siang.
"Bukan? Ohh... Nggak suka dengan wajah saya. Kenapa? Wajah saya jelek?" Imbuh Adriel.
Ingin rasanya Alisya hilang saat itu juga. Ucapan Adriel benar-benar membuatnya kehilangan pikiran untuk menjawab.
"Emm....bukan itu maksud saya pak."
Mobil pun berhenti karna ada lampu merah di depan.
Mata Adriel mengarah kearah Alisya, yang ternyata kini sudah bersemu merah pipinya.
"Kamu mau bermalam dengan saya malam ini?"
"Ha! A-apa?"
Kini kedua mata mereka saling adu pandang.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!