NovelToon NovelToon

Menanti Cahaya Diujung Kesedihan

Bab.1

Nikahi putriku Ralda di depanku saat ini juga, saya mohon pak dokter."

" Deg," seketika tubuh dokter Abrisam membeku mendengar permohonan pria paruh ini.

" Saya tidak lama lagi dokter, siapa yang akan bersama putriku jika saya ti4da. Hanya dokter yang bisa membantuku." ucapnya lagi.

Abrisam menatap sesaat wanita yang tertunduk dengan wajah bersemu merah. Entah gadis itu menangis, ia tak ingin tahu soal itu, lantaran hatinya begitu galau dengan permintaan pak Jaenab.

" Dok, saya mohon dengan amat sangat pada anda, Ralda adalah harta satu-satunya yang kumiliki di dunia ini.

Abrisam masih mengabaikan permintaan pak Jaenab, ia masih mencoba memeriksa kembali kondisinya dan berusaha menyelam4tkan ny4w4nya.

Dada pak Jaenab terlihat naik turun dan sangat kesulitan mengatur nafas.

" Dokter, ini adalah keinginan terakhirku pada anda, " ucapnya.

Mendengar itu, tanpa berpikir panjang dokter Abrisam mengabulkan permintaan orang tua tersebut dan mengucapkan janji yang membuat pak Jaenab bernafas lega.

" Baiklah pak, saya akan menikahi putri anda Asmaralda saat ini juga jika itu adalah keinginan terakhir anda."

Gadis buta yang sejak tadi tertunduk seketika mengangkat wajah seolah ia mampu melihat. Rasanya tak percaya apa yang didengar dari mulut pria itu. Menikahi pria yang berprofesi sebagai seorang dokter membuat hatinya ragu. Pria yang berasal dari kota, Asmaralda tak tahu asalnya yang pasti, tapi saat ini ia berjanji di depan ayahnya.

Apakah ia harus menolak?"

Di depan ayahnya, Abrisam menjabat tangan pak penghulu mengucapkan janji ikrar suci disaksikan beberapa orang penduduk setempat.

" Sah..sah..," teriak para saksi menggema di ruangan tersebut.

Gadis yang bernama Asmaralda kini terhenyak, mematung di tempatnya. Hanya sekejap saja status kini a berubah menjadi seorang istri dari dokter Abrisam.

" Cium tangan suaminya, Nak." titah pak penghulu memberi arahan.

Wanita yang baru saja berubah status menurut, mer4b4 mencari tangan suaminya kemudian dikecup dengan khidmat. Abrisam membalas dengan mengecup kening istrinya. Mata Asmaralda terpejam sesaat merasakan sensasi yang ada disekujur tubuh mendapatkan sentuhan itu.

Orang-orang yang sempat menyaksikan pernikahan ke-duanya bersorak gembira dan menepuk tangan.

" Terimakasih dokter, Ralda telah menjadi milikmu sekarang dan anda berhak segalanya untuknya." sahutnya kemudian menghembuskan nafas terakhir.

" Pak Jaenab, pak.. bangun! Saya janji akan menjaga putri anda sebisa mungkin." ujarnya sambil mengguncang tubuh pria paruh baya itu.

Asmaralda membeku mendengar orang-orang memanggil sang ayah dan tidak ada sahutan darinya.

" Innalilahi Wainnailaihi Raji'un," ujar Abrisam setelah memeriksa kembali denyut nada Pak Jaenab.

Seketika luruh air mata Asmaralda mendengar kata-kata yang keluar dari mulut suaminya dan diikuti orang lainnya.

" Innalilahi Wainnailaihi Raji'un," ucapnya kemudian tangan mungilnya mencoba meraih sang ayah.

Abrisam menyentuh tangan istrinya dan membantu meletakkan lengan itu di dada pak Jaenab.

" Ayah, " panggilnya, Asmaralda menangisi kepergian pria yang satu-satunya menjadi pelindung selama ibunya tiada.

Abrisam dan yang lainnya ikut menitikkan air mata mendengar tangis pilu gadis buta itu.

" Insyaallah kepergian pak Jaenab akan tenang di alam sana. Bapak Jaenab telah menitipkanmu pada pria yang tepat untukmu." sahut pak Didin tetangganya.

Abrisam menunduk dan sesaat terlintas di benaknya wanita yang dijanjikan akan dinikahinya setelah pulang bertugas di pulau ini.

" Maafkan saya Hana, saat ini pikiranku benar-benar bingung, tak mampu menolak permintaan terakhir pak Jaenab. Saya berkhianat dan menikahi Asmaralda demi rasa kemanusiaan." batinnya.

Ditengah Isak tangis pilu Asmaralda, orang- orang menyiapkan segalanya untuk mengantarkan ke tempat peristirahatan terakhir pak Jaenab.

***

Ralda, seorang gadis buta yang masih muda, kini duduk sendiri di pojok kamarnya yang remang-remang. Malam itu, keheningan hanya sesekali terpecah oleh isak tangisnya yang pilu. Ralda baru saja kehilangan ayahnya, satu-satunya keluarga yang selama ini menjadi penjaga dan pemandunya dalam gelapnya dunia yang tak bisa ia lihat. Kehilangan itu begitu mendadak dan tak terduga, membuat hati Ralda terasa hampa. Ayahnya, yang selama ini menjadi tonggak kekuatan dan keberanian, kini telah pergi untuk selamanya. Ralda meraba-raba benda di sekelilingnya, mencari keberadaan ayah yang tak akan pernah kembali. Dengan mata yang tak mampu melihat, Ralda hanya bisa mengenang setiap detik yang pernah mereka lalui bersama. Setiap langkah yang dipandu oleh ayahnya kini terasa begitu berharga dan tak tergantikan. Keheningan malam itu semakin terasa menyayat, saat Ralda menyadari bahwa ia kini harus belajar untuk hidup dan berjalan sendiri tanpa ayah di sisinya.

Melihat itu Abrisam ikut kasihan, sungguh malang nasib gadis ini.

" Makan dulu! Nanti kamu sakit jika membiarkan perutmu kosong."

Perhatian kecil yang diberikan pada istri yang baru saja dinikahi membuatnya sadar, bahwa pak Jaenab telah menitipkan putrinya padanya.

" Bagaimana jika saya tidak bisa memenuhi tanggung jawab yang diamanatkan oleh pak Jaenab?" Mampu kah saya memenuhinya?" Pertanyaan tiba-tiba datang menghampiri.

Matanya masih menatap wajah cantik gadis berparas itu. Sungguh pria itu terpana melihat wajah putih Asmaralda.

Rambut Asmaralda yang panjang terurai, menyilaukan mata siapa pun yang memandang. Wajahnya, meski tak bisa melihat dunia, bercahaya seperti matahari pagi. Abrisam duduk di sebelahnya, hatinya dipenuhi kekaguman yang tak terperi. Setiap kali Asmaralda tersenyum, ada kilauan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Namun saat ini, gadis itu tengah bersedih karena kepergian seorang ayah yang setiap saat melindungi dari segala hal apa pun.

" Ralda, parasmu membuatku mengagumimu," dokter Abrisam berucap dalam hati sambil menatap lembut wajah Asmaralda, "kesedihanmu membuatku ikut merasakan kepedihanmu . Tapi, maaf, saya tidak berani mengungkapkan dengan jujur, karena ada hati seorang wanita yang harus saya jaga.

Asmaralda memiringkan kepalanya, seolah tahu apa yang sedang dilakukan pria itu.

"Aku mungkin tidak bisa melihat, Dok, tapi aku bisa merasakan kebaikan hati orang. Dan hatimu, adalah salah satu yang paling indah yang pernah kurasakan. Terimakasih Dok, karena telah memenuhi permintaan terakhir ayahku.

Abrisam merasa sebuah kehangatan menyelimuti hatinya, dia memegang tangan Asmaralda, merasakan kelembutan yang diberikan oleh gadis itu. Di sana, di antara kedamaian taman kota tempat mereka duduk, cinta mulai bersemi, ditenun oleh kekaguman dan keindahan yang tidak hanya terlihat oleh mata.

" Saya hanya memenuhi permintaan terakhir seseorang yang tidak berdaya di depanku, namun bukan berarti bahwa saya bertanggung jawab atas semuanya, termasuk dirimu. " ucapnya terdengar dingin.

Tubuh Ralda membeku mendengar pernyataan suaminya." A-apa maksudnya, Dokter? Jangan membuat Ralda bingung."

Sekuat apa pun hati Abrisam menolak kehadiran gadis buta itu dalam kehidupannya, tapi kenyataannya tak mampu diubah, bahwa dia telah resmi menjadi suami gadis itu.

" Istirahatlah dan tenangkan pikiranmu! Saya ingin menelepon di luar.

Bab.2

Dokter Abrisam

Aku dokter Abrisam dari Jakarta ditugaskan disalah satu pulau terpencil selama tiga bulan. Pernikahanku dengan kekasihku bernama Hana Elmira terpaksa tertunda lantaran tugas yang harus ku penuhi di salah satu pulau terpencil. Hana terlihat berat mengizinkanku pergi tapi kami harus bagaimana lagi?"

" Hati-hati mas, Abi!" sahutnya terdengar berat.

Ku hanya mengangguk sambil memandangi wajahnya sekilas.

Walau awalnya kami hanya dijodohkan, tapi lambat laun rasa ini berubah menjadi cinta. Cukup membutuhkan waktu lama untuk mencintainya, hingga ku membuat sebuah persyaratan. Jika bersedia memakai pakaian syar'i, hati ini mencoba mencintainya. Hana setuju dan memulai belajar berhijab saat itu.

Demi mendapatkan cinta pria yang sudah ditunggu sejak lama, ia akan melakukan apa saja.

Tanpa kusadari seorang wanita telah menemukanku di pinggir pantai.

" Ada apa Ralda? Nina memanggilku untuk ke sini," seseorang yang bernama pak Didin menghampiri.

" Ralda seperti menemukan orang tergetak di sini paman," sahutnya sembari mencoba merasakan denyutan nadinya.

" Pria ini seperti sedang pingsan. Ayo, paman bantu antar ke rumah kamu ya Ralda. Tidak usah di rumah paman, kamu tau kan bagaimana mama Nina.

Gadis itu mengangguk setuju, pak Didin pun memanggil nelayan lain untuk ikut membantu mengangkat tubuh kekar itu ke rumah Ralda.

" Pak Jaenab, pak Jaenab," panggil rombongan yang mengangkut tubuh pria yang tidak dikenali.

Seorang pria bernama pak Jaenab pun keluar dengan tubuh lemahnya," ada apa kalian teriak-teriak?"

" Ini pak Jaenab, Ralda menemukan pria ini di pinggir pantai dan sedang pingsan.

" Kok bisa," ucapnya.

" Bawah masuk ke dalam rumah," ucap pak Jaenab kemudian.

Tubuh itu dibaringkan di sebuah kasur tipis dengan kamar yang cukup sempit. Ralda datang membawa air minum, siapa tahu dibutuhkan.

" Kakinya terluka dan darahnya cukup banyak, mungkin dia telah menginjak kerang-kerang saat di pantai," ucap pak Jaenab, yang lain ikut membenarkan.

Pak Jaenab mengobati luka pria itu, sesekali mengompresnya air hangat. Beberapa saat kemudian, pria itu terbangun dan menatap di sekeliling.

" Saya ada di mana?" tanyanya menatap bingung ruangan itu.

" Kami sedang mengobatimu nak, putriku Ralda telah menemukanmu tergeletak di pinggir pantai." terang pak Jaenab.

Mata pria itu memandang sesaat putri Jaenab, Abrisam mengerutkan kening menatapnya heran, seperti ada yang berbeda. Gadis itu menatap ke ruangan lain tanpa ada siapa-siapa di sana.

" Ini adalah putriku, namanya Asmralda. Dia yang menemukan anda. Di balik keterbatasannya, dia memiliki insting yang kuat.

Pria itu terlihat mengangguk dan memahami kondisinya.

" Tinggallah beberapa hari di sini nak, sampai lukamu sembuh," ucap Pak Jaenab.

Sepertinya dia tidak tahu kalau pria itu seorang dokter.

" Baik pak terimakasih, sebenarnya saya seorang dokter yang sedang bertugas di kampung sebelah. Saya sedang keluar mencari suasana baru bersama teman dan tiba-tiba nyasar seorang diri." ujarnya menjelaskan awal kejadian.

Pak Jaenab mengangguk mendengar penuturan pemuda tersebut, ia sudah mengerti kenapa pria asing itu terdampar di tempatnya. Abrisam masih sulit berjalan hingga ia memutuskan menerima tawaran pemilik gubuk tersebut untuk tinggal sampai pulih

" Terimakasih atas tawarannya pak, suatu saat saya akan membalas kebaikan bapak dan keluarga." ungkapnya terdengar tulus.

Mas sudah makan?" tiba-tiba suara Asmaralda membuyarkan lamunan Abrisam.

Pria itu terkesiap dan seketika lamunannya dibuyarkan oleh gadis desa itu.

Dia pun menatap wajah cantik istrinya, ia tak mampu membohongi diri sendiri bahwa pada pandangan pertama ia jatuh hati pada gadis buta ini. Gadis yang baru saja dinikahi dan berubah status hanya dalam sekejap.

" Sebentar, mas masih ingin di sini," sahutnya terdengar datar.

Mendengar itu, Asmaralda kembali dalam gubuk melanjutkan aktivitasnya. Walau dalam kondisi buta, tapi melakukan hal sekecil seperti memasak dan cuci piring sudah di luar kepala.

Ya.. gadis buta itu bernama Asmaralda berasal dari pulau. Gadis buta memiliki paras yang sangat menawan membuat siapa saja melihatnya pasti tertarik. Termasuk dokter Abrisam saat ini. Paras cantik isterinya mampu bersaing dengan gadis-gadis yang ada di kota. Wajah bulat putih mulus berseri dengan dagu lancip, hidup tinggi dengan bibir tipis kemerah-merahan membuatnya semakin cantik. Rambut hitam sedikit bergelombang sungguh sangat memukau. Jujur, setiap pria itu memandangi mata indah yang biasa dipanggil Ralda, tubuh seketika berdesir hebat dengan jantung yang berdetak tak karuan.

Abrisam teringat ucapan pak Jaenab tiga hari yang lalu sebelum meningg4l, ia sempat bercerita tentang putrinya bahwa Ralda buta bukan dari lahir melainkan sebuah kej4dian yang tak terduga. Hari itu Ralda yang baru saja tamat SMA ikut bersama temannya mengambil sebuah formulir pendaftaran kedokteran. Namun skandal lantaran tr4g3di naas yang men1mp4nya. Sekejap cita-citanya hilang seketika. Beasiswa pun tak dapat digunakan lagi karena kondisinya tak memungkinkan dirinya lanjut lagi. Sungguh hatinya begitu sedih, ibu yang setiap saat menyayanginya seketika jatuh sakit melihat putrinya menjadi c4c4t hingga mereggut ny4w4.

" Sangat kasihan nasib gadis itu," ucapnya sembari melirik ke arah gadis yang sudah menjadi istrinya.

" Tegah kah saya pergi begitu saja, meninggalkannya sendirian di gubuk ini? Dia tidak punya siapa-siapa lagi di di sini dan bagaimana gadis itu bisa hidup dengan keterbatasan yang dimiliki?"

Sesaat Abrisam menarik napas dalam-dalam sembari berpikir, ini terlalu rumit baginya. Orang tuanya belum tentu menerima gadis itu jika membawanya ikut ke kota. Pasti sang mama menolak mentah-mentah mengingat kondisi fisik yang dimiliki Ralda saat ini. Apalagi ada wanita yang sangat diharapkan mamanya untuk dijadikan menantu.

" Apa yang harus kulakukan?" tanyanya dalam hati.

Pria itu masuk dan melihat istrinya tengah menyiapkan makanan di meja. Dengan kondisi seperti ini dia masih bisa melakukan hal-hal yang membuatnya kesulitan. Bagaimana pria itu tidak semakin kagum dibuatnya. Pak Jaenab meninggalkan putrinya kemarin dan dia sudah semandiri ini.

" Gadis itu membuatku semakin bingung, otak saya semakin buntu untuk berpikir ? Dengan membawanya ke rumah membuat keadaan semakin runyam.

Pria yang berusia dua puluh lima tahun itu makin bingung harus melakukan apa?"

" Tidak usa repot-repot, saya yang akan melakukannya sendiri," ucapnya.

Ralda tersenyum tipis dan sangat bahagia mendengar suara itu. Meski terdengar datar dan dingin, tapi suara itu membuat hatinya bergetar.

" Tidak apa-apa mas, Ralda ingin membiasakan melayani suamiku, meski Ralda buta." ucapnya penuh harap.

" Jangan berpikir lebih, Ralda! Saya tidak ingin suatu saat nanti, harapan kamu pupus karena tidak kesampaian," ucapnya, hati Ralda terasa nyeri mendengar ucapan Abrisam.

Gadis itu menunduk berusaha menahan kesedihan yang mendalam, inikah pria yang diberi kepercayaan oleh ayahnya dan akan menjaganya setiap saat.

Ralda adalah wanita yang kuat dan tabah. Walaupun hatinya hancur dan pilu, dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kesedihannya di depan Abrisam.

Dengan langkah gontai, Ralda mengambil tongkat dan ingin meninggalkan Abrisam di tengah keheningan. Wajahnya yang biasanya cerah, kini tampak murung dan pucat, namun dia berusaha menyembunyikan kesedihan mendalam yang dirasakannya dengan segenap kekuatan.

" Maaf jika Ralda membebani anda.

Bab.3

Abrisam menatap punggung tanpa ekspresi, entah apa yang ada dibenaknya. Apakah ada rasa kasihan dalam hatinya?" Abrisam tak tahu dan sedikit bingung, kemana hatinya akan berlabuh?"

Menatap langit-langit senja sembari memikirkan seorang wanita yang menjadi tambatan hatinya saat ini. Pria itu mencari tempat yang aman, agar leluasa meluapkan rasa rindu pada sang kekasih. Tangan itu meraih sebuah ponsel yang ada di saku, mencari nomor seseorang dan menekan tombol.

" Assalamualaikum...mas, Abi?" terdengar suara wanita dari seberang yang dirindukan.

" Waalaikumsalam, Sayang. Mas sangat kangen," sahutnya membuat wajah sang kekasih bersemu merah.

" Makasih mas, kapan balik? Tante Rani sedang sakit." sahut Hana.

Abrisam nampak cemas mendengar penuturan kekasihnya bahwa sang mama telah jatuh sakit.

" Mama sakit apa, Sayang? Mama tidak bilang apa-apa pada Abi.

Hana merasa bersalah, ternyata tante Rani tidak mengatakan apa-apa terkait kondisinya saat ini dengan putranya.

" Tante Rani sudah agak mendingan kok mas," sahutnya.

Tapi Abrisam sudah terlanjur mendengar kondisi sang mama sehingga dia memutuskan untuk pulang sebelum waktunya usai.

" Beritahukan pada mama kalau mas akan pulang secepatnya." sahutnya tanpa memikirkan wanita yang baru saja dinikahi.

" Terserah mas deh, Hana akan sampaikan pada tante Rani, pasti beliau sangat senang.

Hana pun tak kalah rindunya pada sang kekasih hingga ia mencari akal agar sang kekasih cepat pulang.

" Sayang, tunggu mas Abi ya!"

***

" Dua hari lagi saya akan kembali ke kota." sahut Abrisam tanpa rasa kasihan pada gadis buta itu.

Asmaralda tersenyum lembut membuat Abrisam tak mampu mengalihkan pandangan.

" Mas membawaku pergi juga kan?" sahutnya. Begitu besar harapan Ralda untuk ikut bersama suaminya. Dia tidak punya sanak saudara di sini, hanya ada tetangga dan itu pun jika mereka kasihan. Entah kenapa orang tuanya mengasingkan diri di pulau ini, hingga tak pernah kembali ke kota. Ia pernah mendengar cerita dari orang tuanya bahwa dia memiliki paman angkat yang baik hati. Hidupnya cukup bergelimang harta dan tinggal di kota. Hanya saja, Ayahnya tidak enak hati selalu meminta bantuan padanya dan ia pun kurang tahu letak kota tersebut.

" Nanti kupikirkan lagi," sahutnya membuyarkan lamunan Ralda.

Desiran hebat menjalar di tubuh Ralda mendengar keraguan suaminya. Sesak, tentu saja. Bukankah Abrisam telah berjanji di hadapan sang bapak untuk menjaganya di setiap saat. Lantas dimana janji itu?" batinnya bergelut.

Abrisam nampak merasa bersalah tapi dia harus apa? Ada hati yang harus dijaga saat ini. Tidak ingin melukai hati perempuan itu meski dirinya melukai hati wanita lain.

"Tidurlah, ini sudah larut malam." ajaknya.

Ralda menurut dan ikut naik ke kasur tipis yang selalu menemani tiap tidurnya. Merebahkan tubuh rampingnya sembari memejamkan mata, terlintas bayangan ayahnya hingga tak terasa keluar air mata membasahi pipinya cantiknya.

Dari samping, Abrisam memperhatikan wajah cantik Ralda, jantungnya selalu berdetak kencang kala melihat pemandangan indah itu. Hatinya bergetar tak karuan, tapi pria itu berusaha menepis.

Malam yang larut, dingin kian mendera menembus dinding kulit. Ada rasa sesuatu yang menjanggal dalam diri Abrisam dan berusaha ditolak. Sesekali menormalkan pikirannya yang saat ini berkelana di mana-mana.

Sesaat pria itu menelisik wajah cantik Ralda yang sudah memejamkan mata. Parasnya sangat menawan. Abrisam menggeleng cepat, seketika dia teringat Hana dan tak ingin menghianati kekasihnya, apakah dia sanggup menahan diri?"

***

Hentikan mas!" sontak Ralda terkejut dari tidurnya kala merasakan benda keny4l seseorang tengah menyentuhnya. B1b1r mungilnya yang baru saja tern0dai oleh suaminya sendiri dengan kasar menghapus jejak itu. Dadanya naik turun mengatur nafas yang kian menderu.

Ralda terbangun mendadak ketika merasakan tekanan berat di atas tubuhnya. Mata yang masih setengah terpejam itu langsung terbuka lebar saat sadar bahwa itu adalah Abrisam, suaminya, yang tengah mendekapnya erat. Wajahnya yang pucat dan nafas yang tersengal-sengal menandakan ketakutan yang ia rasakan. Abrisam, yang biasanya bersikap dingin dan datar padanya, kali ini terlihat berbeda dengan raut muka yang serius dan tatapan yang dalam.

"Jangan lakukan, Mas!" ucap Ralda dengan suara gemetar, berusaha mendorong Abrisam agar melepaskan cengkeramannya. Abrisam, yang tampak seperti terbangun dari trans, perlahan mengendurkan pelvkannya dan memandang Ralda dengan rasa bersalah yang mendalam.

"Maafkan saya, Ralda," kata Abrisam dengan suara serak, matanya tidak berani menatap langsung ke arah Ralda. Dia merasa malu telah membuat istrinya ketakutan, sekalipun itu tidak disengaja dan terjadi dalam keadaan setengah sadar. Ralda, dengan hati yang masih berdebar, mencoba menenangkan diri dan memahami situasi, namun kejadian itu telah meninggalkan kesan yang tidak mudah untuk dihapus dalam benaknya.

"Apa yang mas lakukan pada Ralda?" ujar Ralda dengan nada sedikit meninggi.

Ia tak terima dengan perl4kvan Abrisam tanp4 seizin- nya. Abrisam seketika mengacak rambut tak karuan, apa yang dilakukan pada wanita ini? Sungguh ia tak dapat menahan diri.

" Maaf," ucapnya lagi sembari merebahkan kembali tubuh kekarnya.

Tangan Ralda mer4ba di sekitar mencari seseorang." Cari apa ?" tubuh Ralda membeku dan terdiam sesaat.

Abrisam kembali mendekati istrinya, tubuh itu kembali bergejolak ketika menatap b1b1r kemerah-merahan itu di depannya sendiri.

" Apa saya salah ketika mendekatimu? Saya adalah suamimu dan berhak atas yang kamu miliki." ujarnya mengingatkan.

Ralda tak dapat berkata apa-apa lagi dan berpikir apa yang dikatakan suaminya ada benarnya.

" Ta-tapi, jika mas tidak mencintaiku, Ralda tidak bisa mengabulkan keinginanmu mas. Maaf..!" ucap Ralda memberanikan diri.

" Baiklah," sahut Abrisam nampak kecewa. Sayang sekali istrinya tak mampu melihat raut wajah itu.

Abrisam beringsut dari tempatnya menuju ruangan lain. Menelpon seseorang menghilangkan keresahan hatinya. Ada rasa kekesalan menyelimuti ketika dapat penolakan dari Ralda. Des4han nafas panjang dari pria itu menandakan ada sesuatu yang menggangu pikirannya.

" Mas Abi menelpon malam-malam begini, tumben?" ucap seorang wanita di tempat lain.

Abrisam terdiam dan berpikir alasan yang cocok dikatakan pada sang kekasih. Hana di sebrang sana dengan sabar menunggu suara bariton sang kekasih.

" Abi tidak sabar bertemu denganmu sayang," ucapnya.

" Deg," seorang wanita yang berada di belakang pria itu memegang dada yang terasa sesak. Seketika jantungnya berdenyut nyeri mendengar kata sayang dari mulut suaminya untuk orang lain. Ralda yakin jika saat ini, suaminya tengah berbincang-bincang dengan seorang wanita.

Ya, Ralda mengikuti suara ke mana langkah suaminya, ia pun merasa bersalah atas apa yang dilakukannya tadi.

" Mas Abrisam ngomong sama siapa? Apakah istri ataukah kekasihnya yang ada di kota?

Butiran-butiran cristal berjatuhan membasahi pipi cantiknya, dengan cepat ia meninggalkan tempat itu.

" Ayah menitipkanku pada orang yang salah," ujarnya. Tangan itu dengan k4sar menghapus jejak cairan hangat tersebut, dan tak ingin sang suami melihat. Dia boleh rapuh tapi di depan seseorang yang bernama Abrisam tidak akan ditampakkan.

Hampir satu jam Abrisam menelpon sang kekasih kemudian masuk ke kamar begitu saja. Sesaat melihat wajah cantik istrinya, kekesalan kembali menyeruak kala mengingat penolakan istrinya.

" Mas sedang menelpon siapa?" tiba-tiba Ralda bertanya dengan rasa ingin tahu. Entah kenapa, rasa cemburu menghantui saat ini.

" Mama, saya sedang menelpon wanita yang sedang melahirkanku ke dunia ini." kilahnya.

Ralda tak bersuara lagi, ia lebih memilih memejamkan mata dan tak ingin mendengar alasan yang lain lagi.

" Bagaimana nanti kamu bisa menghabiskan hari-harimu ketika saya tidak ada." ucapnya. Hati Ralda bergemuruh hebat, benar saja suaminya akan pergi dan kembali ke kota tanpa dirinya. Janji yang diucapkan di depan ayahnya hanyalah bualan semata dan tak akan pernah ditepati.

" Anda tidak usah memikirkan itu pak, Dokter, saya akan baik-baik saja di sini tanpa anda. Walaupun tidak dapat melihat tapi saya sudah terbiasa melakukan hal apa pun dalam keadaan kegelapan.

Hati Abrisam seketika terenyuh, sebuah kalimat yang menyayat hati. Bagaimana ia membiarkan gadis berparas ini hidup sendirian sedangkan dirinya sudah berjanji di depan pak Jaenab.

"Aaakh.. semuanya kacau." racaunya, sembari mer3mas rambutnya dengan kas4r.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!