NovelToon NovelToon

Kekejaman Suamiku

Part 1

"Ah! Sakit! Lepaskan aku! Aku mohon!" terdengar suara rintihan yang sangat memilukan dari seorang wanita di dalam kamar nya memohon dengan suara terisak.

"Lepaskan? Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Bulan!" ujarnya dengan suara baritonnya yang selalu membuat wanita bercadar itu ketakutan.

Stevan justru semakin brutal. Baginya, menyiksa wanita yang sekarang sudah berstatus menjadi istrinya itu adalah sebuah hiburan yang sangat menyenangkan untuknya.

Setelah puas menyiksa dengan memecut tubuh mulus wanita itu, kini Stevan justru membuatnya semakin tak berdaya. Dia mengungkung tubuh istrinya setelah berhasil melucuti seluruh pakaiannya dan menggoyangkan tubuhnya dengan kasar hingga membuat Bulan merintih kesakitan.

"Ah! Aku mohon hentikan! Sakit!"

Rintihan Bulan justru membuat Stevan semakin menghujam tubuh wanita itu semakin dalam. Sedangkan Bulan hanya bisa mengeluarkan suara rintihan rasa sakit yang dipadukan dengan suara men-ndes-sahh karena perilaku kasar suaminya diatas ranjang. Dan suara itu lah yang membuat Stevan semakin senang menusuk pedangnya semakin kasar.

Bulan Aleena Zahrani, yang biasa di panggil Bulan adalah seorang gadis yang berstatus mahasiswi Fakultas kedokteran harus menjadi korban balas dendam seorang anak dari ketua geng Mafia berdarah dingin di kota Metropolitan.

Stevan Jafer Dirgantara, adalah anak lelaki satu-satunya dari ketua geng Mafia yang bernama Moundy Dirgantara dan ibunya bernama Jayanti Dirgantara.

Dua tahun yang lalu, Ayah dan Ibu Stevan harus meninggal dunia karena kecelakaan yang disebabkan oleh pengguna mobil truk pabrik di Jakarta, kecelakaan terjadi karena truk yang dikendarai Ayah Bulan yang bernama Ezra Demian Wiranata mengalami rem blong.

Kepergian kedua orang tua Stevan membuatnya marah. Dia menyuruh asisten nya yang bernama Boy Andrean untuk menyelidiki kasus kecelakaan tersebut. Perintah Stevan pun di sanggupi oleh Boy, dia terus mencari tahu siapa supir truk yang menabrak mobil ayahnya itu selama dua tahun lamanya. Dan setelah berhasil menemukannya, Stevan segera mendatangi rumah Ayah Bulan yang bernama Ezra itu.

*Flashback On*

Bulan yang baru saja pulang kuliah melihat ada beberapa orang pria berpenampilan seperti pengawal berdiri di dekat mobil mewah di halaman rumahnya. Bulan yang tak tahu siapa mereka segera melangkah cepat masuk ke dalam rumahnya karena dia pikir ada tamu besar yang datang kerumahnya.

Saat akan masuk dan baru sampai di depan pintu, suara pistol terdengar sangat memekikkan telinga di dalam sana.

DOR!!!

Bulan segera melangkahkan kakinya dan dengan cepat berlari setelah mendengar suara tembakan dari dalam rumahnya.

Saat baru saja sampai diruang keluarga, Bulan melihat tukang kebun yang bekerja dirumahnya sudah terkapar tak bernyawa karena ulah dari pria kejam itu.

"Hentikan! Ada apa ini,!"

Bulan berteriak berusaha menghentikan semua yang sudah terjadi. Dia juga terkejut saat melihat Ayah dan Ibunya sudah berantakan penuh lebam karena sudah dipukuli oleh anak buah mereka.

Seorang pria yang sedang duduk di sofa dengan tangan di kanannya memegang pistol langsung menoleh menatap Bulan dengan tatapan dingin.

Stevan, ya Stevan lalu menatap Asistennya itu untuk meminta jawaban siapa gadis bercadar yang sudah berani berteriak padanya.

"Gadis itu anak semata wayang pak Ezra." ucap Boy berbisik pada Stevan.

Stevan yang mendengar itu matanya kembali menatap Bulan dengan senyum smirk seakan permainannya saat ini semakin menarik untuknya.

"Gadis itu sepertinya sangat lugu." gumamnya lirih.

Bulan berlutut dan memeluk ayah ibunya yang saat ini sudah dipenuhi banyak luka di wajah dan tubuhnya karena ulah dari anak buah Stevan. Melihat orang tuanya di siksa seperti itu membuat Bulan tak terima.

"Kau! Siapa kau beraninya memukuli orangtua ku!"

Teriakan Bulan justru membuat suara bariton Stevan menggelegar di seluruh ruangan. Dia tertawa lebar seakan semakin senang melihatnya marah. Ayah Ezra yang melihat itu semakin khawatir, dia takut putrinya akan di pukuli juga seperti dirinya.

"Bulan, sayang. Biarkan saja nak, Ayah dan Ibu tidak apa-apa. Jangan melawan dia, Nak!" Ayah Ezra mencegah Bulan agar tidak berbuat lebih.

"Apa mau mu sebenarnya!"

Ucapan Bulan tak dihiraukan oleh Stevan, karena dia melangkah semakin dekat dihadapan Bulan. Stevan menatap gadis bercadar itu dengan tatapan tajam seakan ingin menerkamnya hidup-hidup.

"Ternyata anda mempunyai seorang anak gadis yang masih sangat muda, Pak Ezra!"

Stevan menatap mata Bulan yang saat ini sedang menatapnya dengan senyum menyeringai.

"Jangan pernah kau menyentuh putriku!" ujar Ayah Ezra dengan nada penuh penekanan.

Meski dirinya kini sudah tak berdaya, tapi seorang Ayah tidak akan rela jika putrinya di sentuh oleh pria kejam seperti Stevan.

"Jangan menyentuhnya?" balas Stevan dengan nada mengejek sembari tertawa lebar.

Bulan yang tidak tahu siapa pria yang berdiri di hadapannya itu kembali menantangnya dengan sekuat mungkin. Karena gadis itu sangat tidak suka ditindas oleh siapapun.

"Siapa kau! Apa sebenarnya mau mu! Hah!" tanya Bulan dengan suara lirih namun menantang.

"Aku? Kau mau tahu siapa aku?" sahut Stevan dengan mata yang masih menatap mata Bulan.

Stevan yang melihat keberanian gadis bercadar itu semakin melangkahkan kakinya maju dan membuat langkah kaki Bulan semakin mundur. Keduanya saling menatap dengan tatapan kebencian.

"Aku Stevan Jafer Dirgantara! Dan kau bertanya apa mau ku?" Bulan yang mendengar itu hanya mengedipkan matanya berkali-kali dengan nafas menderu dihadapan Stevan.

"Aku mau kamu,!" sambung lagi Stevan.

Ayah Ezra yang mendengar Stevan bicara secara terang-terangan menginginkan Bulan membuat nya semakin kalut. Ayah Ezra yang saat ini kakinya di lumpuhkan oleh anak buah Stevan sedikit sulit untuk berdiri melawan Stevan.

Ayah Ezra tidak ingin melihat cadar dan pakaian putrinya itu dibuka di depan semua orang. Karena dia sudah melihat Stevan hampir menyentuh cadar putrinya dan sudah mencengkram kedua lengan Bulan dihadapannya.

"Kurang ajar! Jangan pernah berani menyentuh anakku!" teriak Ayah Ezra seolah menantang Stevan karena dia tidak ingin jika Bulan disentuh oleh pria kejam sepertinya.

"Tenang saja Pak Ezra, aku tidak akan berani menyentuhnya sebelum dia sah menjadi istriku." sahut Stevan sembari menodong pistol di kepala Bulan dan membuat matanya membulat seketika.

Perlakuan Stevan semakin membuat Ayah Ezra panik. Dia berusaha untuk berdiri karena ingin menyelamatkan putrinya. Dia sebagai Ayah tidak akan pernah memaafkan dirinya jika sampai putrinya meninggal hanya karena kesalahan darinya.

"Hentikan Stevan! Jangan sentuh anakku!"

DOR!!

"Aaa..."

Bulan menangkup kedua telinganya saat mendengar suara pistol yang menembak kaki Ayahnya. Bulan yang melihat darah berkucuran menghampiri Ayahnya namun lengannya ditahan oleh Stevan. Dia memerintah anak buahnya untuk menahan Bulan agar tidak bisa lari darinya, hal itu membuat Bulan semakin tak terima.

"Lepaskan aku! Aku harus menolong ayahku! Lepas!" Bulan terus memberontak dengan isak tangisnya berusaha melepaskan diri dari cengkraman anak buah Stevan tapi tidak bisa ia lakukan karena cengkraman itu sangat kuat.

...****************...

*Flashback belum off yaa*

Hay para pembaca setiakuh, apa kabar nya nih ? Kali ini aku hadir lagi dicerita seorang Mafia kejam pada istrinya. Ikuti terus kisah gadis yang bernama Bulan yaa.. Jangan lupa jempol dan follow nya. Selamat membaca semuanya, semoga suka dengan ceritanya. Terimakasih...

See You

🤗🥰😘

Part 2

"Lepaskan aku! Aku harus menolong ayahku! Lepas!" Bulan terus memberontak dengan isak tangisnya berusaha melepaskan diri dari cengkraman anak buah Stevan tapi tidak bisa ia lakukan karena cengkraman itu sangat kuat.

"DIAAAM..."

Dor!

Stevan kembali menembak ke sembarang arah dan membuat Bulan terdiam dengan berlutut karena dirinya sudah sangat takut padanya.

"Dengar pak Ezra! Kau harus menikahkan aku dengan putrimu yang cantik ini! Jika tidak maka aku akan mengirim mu ke neraka!"

Bulan benar-benar tidak tega melihat posisi orang tuanya saat ini. Sedangkan Ayah Ezra juga tidak ingin putrinya mempunyai suami yang sangat berbahaya seperti Stevan.

Stevan kemudian melangkah mendekati Ayah Ezra dan berlutut dihadapannya. Namun mama Almira memeluk suaminya itu dengan air mata yang terus membasahi wajahnya. Stevan menaruh pistol di kepala Ayah Ezra dan hal itu semakin membuat Bulan berontak.

"Jangan! Lepaskan orangtuaku!"

"Kau ingin aku melepaskannya,?" tanya Stevan menoleh menatap Bulan yang masih di tahan oleh anak buahnya.

"Aku mohon lepaskan Ayah dan Ibuku."

Bulan menangkup kedua tangannya memohon karena sudah tak sanggup berdiri, dia berlutut dengan isak tangis kesedihan melihat orangtuanya diperlakukan kejam oleh Stevan. Sedangkan pria muda kejam itu yang melihat Bulan sudah pasrah hanya tersenyum miring.

"Jika kau ingin aku melepaskan orangtuamu, maka kau harus menikah denganku!"

Bulan menganggukkan kepalanya masih dengan tangisanya. Terpaksa ia menyetujui permintaan Stevan dari pada ia harus melihat Ayah dan Ibunya mati ditangan pria kejam seperti Stevan.

"Bagus! Ini yang aku mau!" ujar Stevan lalu berjalan menghampiri Bulan yang sudah duduk dilantai.

Stevan berdiri di depan Bulan dan menatap anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaga Bulan agar tidak menyentuh orangtuanya lagi.

"Bawa dia! Kita akan menikah dirumahku!"

Sesuai perintah, anak buah Stevan menyeret Bulan membawanya masuk ke dalam mobil dan membawanya pergi menuju rumah Stevan. Namun Ayah Ezra hanya bisa berontak tapi tidak bisa berdiri melawan Stevan karena pria itu selalu menggunakan senjatanya untuk membuat musuhnya lumpuh.

"Stevan! Hentikan! Jangan kau bawa putriku! Aku tidak sudi mempunyai menantu sepertimu!"

"Ha..ha..ha..ha.."

Dor!

"Aaa... Ayaaah..."

Stevan tertawa lebar kembali menembak kaki kiri Ayah Ezra jika beliau kembali melayangkan protes padanya. Dia kembali melangkah mendekati Ayah Ezra dan berlutut dihadapan nya dengan senyuman menyeringai.

"Dengar baik-baik pak Ezra, aku tidak akan bicara menggunakan bibirku! Sekali lagi kau melarang aku menikahi putrimu? Sudah dipastikan nyawamu akan hilang setelah ini,!"

Setelah mengucapkan itu, Stevan kembali berdiri dan melangkah meninggalkan kedua orangtua Bulan yang masih tak berdaya dilantai. Tapi baru beberapa langkah, Stevan kembali berbalik dan kembali bicara dengan Ayah Ezra.

"Oh iya, obati dulu luka dikakimu! Besok akan ada anak buahku datang menjemputmu untuk menikahkan aku dengan calon istriku!" sambung Stevan dan kali ini langkahnya benar-benar pergi meninggalkan orangtua Bulan dengan tangisan disana.

"Bulan, maafkan ayah tidak bisa menjagamu nak. Maafkan ayah Bulan. Hiks..hiks..hiks.."

"Ayah... Anak kita Yah..."

Keduanya saling berpelukan melepas kepergian Bulan yang dibawa pergi oleh Stevan dirumahnya. Ayah Ezra dan mama Almira kini hanya bisa pasrah dengan kenyataan ini.

*

*

*

Esok harinya, jam sepuluh pagi tepatnya dirumah Stevan. Sudah banyak orang disana, para penghulu yang sudah di ancam untuk menikahkan Stevan dan Bulan pun juga sudah berada disana.

Ayah Ezra dan mama Almira duduk di kursi sebagai wali nikah dari putrinya. Kepala Ayah Ezra dan mama Almira juga penghulu dan para saksi pun di todong pistol agar tidak berontak bahkan menolak.

*

Kini ijab kabul telah usai, pernikahan antara Stevan dan Bulan sudah terjadi. Dengan bekal mengancam penghulu yang ia bawa kerumahnya, kini Bulan sudah sah menjadi istrinya dan tercatat di negara.

Selesai itu, Stevan menyuruh anak buah nya untuk menyeret kedua orangtua Bulan pergi dari rumahnya. Dia tak mengijinkan orang tua Bulan bertemu lebih dulu setelah pernikahan. Karena baginya, Bulan sudah menjadi miliknya saat ini. Dan tidak akan mengijinkan siapapun untuk menemuinya.

*Flashback Off*

Setelah malam panas membara yang Stevan lakukan untuk menyiksa Bulan diatas ranjang, kini Bulan bangun dari tidurnya. Seperti pagi sebelumnya, dia akan bangun dalam keadaan berantakan dengan rambut yang sudah acak-acakan juga luka lebam di sekujur tubuhnya karena sabetan pecut dari Stevan sebelum menyiksa nya diatas ranjang.

"Ya Allah, kapan semua ini akan berakhir? Aku sudah tidak sanggup lagi ya Allah!" Bulan meneteskan air matanya meratapi nasib yang sangat kejam baginya.

Bulan menutupi tubuhnya dengan selimut, kakinya menuruni kasur dengan perlahan dan berjalan menuju kamar mandi. Dia berjalan meringis kesakitan karena merasakan sakit, perih juga ngilu jika Stevan telah menyiksanya diatas ranjang.

Selesai mandi, Bulan memakai gamis dan cadarnya bersiap untuk keluar dari kamar karena perutnya sudah sangat lapar. Sejak semalam dia belum makan karena Stevan tak mengijinkannya keluar jika sudah ingin bersama nya dikamar.

"Perutku lapar sekali.."

Bertepatan dengan itu, ada yang mengetuk pintu kamarnya dan Bulan segera membukanya dengan cepat.

"Selamat pagi Nona Bulan, ini sarapannya."

Pelayan membawakan nampan berisi makanan untuk Bulan. Sesuai perintah Stevan, para pelayan membuatkan makanan untuk istrinya agar Bulan tidak bisa keluar dari kamarnya.

"Terimakasih, tapi aku bisa turun ke bawah jika ingin makan." sahut Bulan dengan senyuman dibalik cadar.

"Maaf, ini sesuai perintah dari Tuan Stevan."

Mendengar itu Bulan hanya bisa pasrah. Dia membiarkan pelayan itu masuk dan menaruh nampan itu diatas meja.

Di tempat lain, tepatnya di Perusahaan Dirgantara Group. Stevan terus memantau Bulan dari cctv yang ia pasang tanpa sepengetahuan Bulan dikamarnya. Dia tersenyum sinis melihat gerak-gerik Bulan disana.

Namun, Boy tanpa mengetuk pintu lebih dulu masuk ke ruangan Stevan untuk memberitahukan bahwa meeting akan segera dimulai.

"Tuan Stevan, meeting akan dimulai."

Stevan mengangguk dan menutup layar laptopnya kemudian berjalan menuju ruang meeting.

*

Dirumah Stevan, Bulan keluar dari kamarnya dan melangkah menuruni tangga. Pelayan yang melihat Bulan keluar pun berlarian menghampirinya agar Nona mudanya tidak bisa kemana-mana. Bulan yang tahu akan hal itu pun mencoba mengalihkan perhatian para pelayan.

"Em aku masih lapar, bisa tolong buatkan aku makanan,?" tanya Bulan pada ketiga pelayan itu.

"Baik Nona, anda ingin dibuatkan apa,?"

"Apa saja, yang penting bisa membuat perutku kenyang."

Sesuai perintah, para pelayan membuatkan makanan untuk Nona mudanya. Bulan kemudian duduk di sofa ingin menonton tv sambil menunggu makanannya matang. Kedua pelayan pun memasak dan satu pelayan memantau Bulan di sampingnya.

Bulan yang merasa risih mendongakkan kepalanya menatap pelayan itu dan menyuruhnya mengambilkan sesuatu untuknya.

"Bisa aku minta tolong padamu?" tanya Bulan pada pelayan disampingnya.

"Silahkan Nona."

"Tolong ambilkan aku minum, aku ingin orange jus."

Perintah Bulan diangguki oleh pelayan itu. Setelah melihat pelayan itu pergi, Bulan berdiri melangkah menuju pintu. Dia berjalan layaknya pencuri yang akan mengambil sesuatu dirumah itu.

Dia terus berjalan mencari celah pintu yang terbuka. Bulan sudah tidak sanggup berada disana, dia ingin pergi dari kehidupan Stevan. Bulan tidak sabar ingin menemui orangtuanya karena sudah sangat merindukan mereka.

Bulan terus melangkah dengan sedikit menunduk melihat sekitar agar tidak ada yang melihatnya. Setelah berhasil keluar hampir menuju gerbang, dia menegapkan tubuhnya dan akan berlari sekencangnya untuk pergi dari sana.

Baru saja melangkahkan kakinya untuk berlari, Bulan membulatkan matanya. Langkah nya terhenti dan tubuhnya bergetar karena saat ini Stevan ada dihadapannya berdiri di ambang pintu gerbang.

"Mau kemana istriku yang cantik,?"

DEG

Jantung Bulan berdetak lebih cepat, kedua kalinya dia akan kabur dan dua kali juga dia ketahuan suaminya. Setelah ini sudah bisa dipastikan hukuman apa yang akan dia dapat jika sampai ketahuan akan kabur untuk yang kedua kalinya.

...****************...

Part 3

"Mau kemana istriku yang cantik,?"

DEG

Jantung Bulan berdetak lebih cepat, kedua kalinya dia akan kabur dan dua kali juga dia ketahuan suaminya. Setelah ini sudah bisa dipastikan hukuman apa yang akan dia dapat jika sampai ketahuan akan kabur untuk yang kedua kalinya.

Tanpa mengatakan apapun, Bulan sudah melihat tatapan dari Stevan. Tak bisa menjawab, Bulan menunduk dengan tangan yang sudah basah dingin karena ketakutan.

"Kau belum menyerah juga rupanya! Masih berusaha untuk kabur, hukumanku belum membuatmu jera!" Stevan dengan suara baritonnya membuat Bulan semakin gemetar.

"Kemari kau!" sentaknya lagi

Stevan menjambak rambut Bulan dibalik kerudungnya dan menyeret Bulan menuju kamarnya. Bulan tak bisa lagi berontak, dia sudah tahu resiko nya jika berusaha untuk kabur dari rumah itu. Dia terus mengikuti langkah suaminya dengan setengah berlari karena Stevan terus menariknya.

"Ah! Sakit! Lepaskan!"

Bulan berusaha melepaskan cengkraman Stevan di kepalanya namun tak bisa. Karena cengkraman itu sangat kuat. Sebelum masuk ke dalam kamar, Stevan menatap sebentar pada Boy dan dengan nada tegas memberikan perintah.

"Bawa alat cambuk itu padaku!" setelah mengucapkan itu Stevan segera masuk ke dalam kamar nya.

Boy menghela nafas pelan, dia tahu apa yang akan Tuan nya itu lakukan pada Bulan. Agar wanita bercadar itu tidak berusaha lagi untuk kabur dari rumahnya.

*

*

*

Waktu berlalu begitu cepat.

Bulan keluar dari kamarnya, sekarang jam sudah menunjukkan jam delapan pagi. Setelah mendapat hukuman cambuk dua hari yang lalu, kini dia baru bisa berdiri diatas kakinya sendiri setelah memulihkan tubuhnya.

Pagi ini Bulan menggunakan gamis berwarna hijau pastel dengan cadar yang senada, melangkah menuruni tangga dengan perlahan menuju meja makan sesuai perintah dari Stevan.

"Selamat pagi Nona Bulan!" para pelayan yang ditugaskan menjaga dan melayani Bulan menyapa Nona mudanya dengan sopan.

"Selamat pagi." sahut Bulan tersenyum dibalik cadarnya.

Bulan duduk di kursi meja makan dan dia mengambil nasi juga lauk sesuai selera lidahnya. Tanpa melepas cadarnya dan tanpa menatap Stevan, dia makan dengan lahap karena perutnya sudah sangat lapar.

Masih dimeja makan, Bulan membiarkan Stevan melangkah menuju ruang keluarga. Dia yang masih lapar belum ingin beranjak dari sana.

"Bulan kemari,!"

Baru saja akan kembali mengambil nasi, Bulan mendengar suara bariton suaminya itu dengan segera melepaskan sendok nasi dan mengambil air minum untuk membasahi tenggorokannya lebih dulu.

Selesai minum, Bulan segera bangun dari duduk nya dan melangkah cepat menuju ruang keluarga dimana tempat Stevan yang sedang duduk disana. Dia berdiri di samping Stevan namun sedikit ke belakang membuat pria itu tidak bisa melihatnya.

"BULAN!" teriak Stevan hingga suaranya menggema di dalam rumah mewah itu.

"Aku disini, tidak perlu teriak!" sahut Bulan membuat Stevan mendongakkan kepalanya ke tempat dimana istrinya itu berdiri.

"Siapa yang menyuruhmu berdiri disitu? Duduk!"

Bulan duduk di depan suaminya dengan menunduk. Stevan menatap tajam Bulan yang menundukan kepalanya tersenyum sinis.

"Bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik?" tanya Stevan dengan suara yang begitu dingin.

"Sudah." sahut Bulan lirih namun masih didengar olehnya.

"Apa kau akan berusaha untuk pergi lagi dari rumah ini?"

Bulan menggelengkan kepalanya, dia meremas kedua tangannya yang gemetar karena takut.

"Bagus! Aku suka sekali dengan istri yang penurut!" ujar Stevan semakin mempertajam tatapannya.

"Dengar! Aku akan ke kantor hari ini, jangan berani melakukan hal seperti kemarin! Jika kau berani melakukannya lagi, maka aku akan membuat kedua orangtuamu pergi ke neraka dihadapanmu saat itu juga! Kau mengerti!"

Bulan mengangguk, mendengar suaranya dia selalu merasa ketakutan pada sosok Stevan yang sangat kejam dan tidak punya hati itu.

Stevan berdiri dari duduknya melangkah mendekati istrinya yang duduk di seberang sofa. Bulan yang melihat kaki panjang Stevan pun bergidik ngeri. Dia takut Stevan kembali memukul dan menyiksanya sebelum pergi.

"Berdiri!"

Bulan pun berdiri menuruti perintah suaminya itu. Sebelum pria itu marah, Bulan lebih memilih jadi istri penurut untuk seorang Stevan. Bulan yang sudah berdiri dihadapan Stevan dengan menunduk membuat Stevan tidak bisa melihat matanya.

Stevan mencengkram dagu Bulan dan mengangkatnya agar bisa menatap wajahnya sebelum pergi ke kantor. Stevan menatap matanya sesaat dan menarik cadar Bulan dengan kasar membuat para pelayan dan asisten Stevan yang melihat itu berbalik membelakangi mereka berdua.

Stevan kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Bulan dengan sangat brutal hingga membuatnya melenguh kesakitan. Stevan menatap wajah Bulan yang kesakitan pun tersenyum menyeringai.

"Tunggu aku nanti malam! Aku sudah tidak sabar ingin mendengar rintihanmu di telingaku!"

Setelah mengucapkan itu, Stevan menghempaskan Bulan ke sofa dengan kasar kemudian melangkah menuju pintu untuk segera pergi ke perusahaan.

Bulan yang diperlakukan seperti itu hanya bisa meneteskan air matanya. Dia terisak sambil memakai cadarnya kembali dan melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.

Siksaan yang begitu kejam dari Stevan membuatnya selalu ingin menyerah. Tanpa ponsel tanpa telfon dirumah Stevan membuat nya sangat merindukan Ayah dan Ibunya.

Dia ingin mengadukan semuanya pada mereka tapi rasanya sangat sulit karena ulah dari suaminya yang tidak mengijinkannya keluar meski hanya melihat dunia luar.

*

Malam harinya, sesuai perintah suaminya. Bulan menyiapkan dirinya seharum mungkin karena Stevan menginginkan dirinya malam ini. Bulan duduk di depan cermin, menatap dirinya yang terlihat sangat menyedihkan.

Dia menyisir rambutnya yang panjang dan memakai lingeri yang sudah dibelikan oleh Stevan untuk ia pakai malam ini. Lingeri warna merah hati membuat warna kulitnya begitu terlihat bercahaya karena begitu putih dan mulus.

Saat sedang memoles bibirnya dengan lip cream, dia mendengar ada suara pintu terbuka dan langkah kaki yang semakin mendekati posisinya di depan cermin.

Dan benar saja, Stevan menatap Bulan dibalik cermin dan mengusap kedua bahu nya yang mulus itu dengan lembut. Stevan tersenyum menyeringai seakan permainan nya akan segera dimulai. Dan dia akan bahagia mendengar suara rintihan Bulan yang sudah sangat ia rindukan.

"Cantik dan harum. Itu yang membuatku ingin melihatmu merintih karena ulahku! Berdirilah!"

Suara pelan dan lembut itu justru membuat Bulan semakin takut. Jika sudah bersikap seperti itu, maka Stevan tidak akan mengampuninya di atas ranjang sampai dirinya benar-benar menyerah.

"Kau tahu? Mendengar kau merintih kesakitan adalah kebahagiaanku yang luar biasa! Apa kau sudah siap sayang?"

Bulan semakin gemetar mendengar nya, bibirnya sudah tidak bisa lagi menjawab. Stevan melepas sabuk celananya membuat Bulan yang melihatnya semakin ketakutan.

Bulan melangkah dan berlutut di tepi kasur mencengkram selimut tebal dan memejamkan matanya. Dengan tetesan air mata, dia akan kembali merasakan perihnya di caa-m-buk oleh Stevan sebelum dia memuaskan nya di atas ranjang.

"Ya Allah, hilangkan lah rasa sakit di setiap caa-m-buk yang suamiku berikan ditubuhku. Jika Kau menyayangiku, maka kabulkan lah doaku."

Bulan berdoa dalam hati sebelum mendapatkan hukuman dari suaminya. Cengkraman di selimut tebal itu semakin kuat. Bulan sudah bersiap untuk kembali mendapatkan hukuman itu dan.

Cetaaak...

"Ah!"

Para pelayan yang mendengar suara itu dari dalam kamar Tuannya hanya saling pandang. Rasanya tidak tega melihat Nona mudanya diperlakukan seperti itu.

Tapi mereka juga tidak bisa menolongnya. Para pelayan hanya menghembuskan nafasnya pelan sambil menunggu perintah dari Stevan untuk mengobati luka ditubuh Bulan.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!