NovelToon NovelToon

CANDUNYA SANG CASANOVA, MALIKAKU

bab 1

"Apa? Menikah?"

"Iya, menikah."

"Hahaha, buat apa?"

"Kenapa kamu masih bertanya buat apa? April, Noah, semua sudah berkeluarga. Hanya kamu satu-satunya yang belum," ujar mama Gea pada anak sulungnya, Sean.

"Tidak! Aku suka kebebasan. Aku tidak berminat untuk menikah, ribet."

"Sean...." Mama Gea mendessah pelan mendengar ucapan Sean.

Sean, adalah seorang Casanova. Sejak muda memang suka menikmati tubuh wanita. Dari yang muda, sampai yang lebih tua, sudah pernah jatuh dalam pelukannya. Pesona pria berbadan kekar dan berparas rupawan ini mampu menyihir setiap mata yang melihat.

"Sudah."

Daddy Resda menahan istrinya. Ia memajukan tubuh menatap anak sambungnya dengan serius.

"April sudah memiliki pasangan, saat ini juga telah mengandung anak sebagai pewaris. Lalu Noah juga sudah memiliki anak yang siap menerima pembagian."

Sean hanya mengangkat alisnya dan posisi duduk santai.

Lalu Daddy Resda kembali bersuara,"Kami sudah mulai menua. Kami bermaksud membagi warisan kami pada kalian."

"Bagus!" Sean tersenyum cukup lebar.

"Tapi, ada syarat yang harus dipenuhi untuk itu. Kami tidak ingin harta kami lepas begitu saja dan mungkin hanya habis untuk berfoya-foya dengan para wanita."

Sean terkekeh. "Apa Daddy pernah melihatku menghabiskan harta berlebih?" ejeknya.

Daddy Resda hanya menatap anak sambungnya.

"Apa Daddy lupa bagaimana Daddy dulu sebelum bertemu mama? Kita sama, Dad."

Daddy Resda menghela napasnya, dan duduk bersandar sambil menumpu paha pada kaki yang lainnya. "Tentu saja aku sangat ingat. Karena itu aku tak ingin kamu terjebak seperti aku dulu. Kau akan dapatkan jatah warisanmu setelah kau menikah."

Sean terkekeh lagi.

"Mama punya beberapa teman yang anak gadisnya cantik dan berbakat. Mama akan mengatur pertemuan kalian." Mama Gea kembali bersuara.

"Terserah mama saja. Mama bisa mengaturnya," ujar Sean masih sangat santai, dan Daddy Resda jelas tak suka itu.

"Dalam satu bulan, kamu harus sudah menikah, dan tidak boleh ada perceraian. Jika tidak semua jatah warisanmu, akan Daddy alihkan ke panti asuhan."

Seketika, wajah Sean berubah. "Bujukan yang bagus Daddy," sindirnya sarkas.

"Aku tidak membujuk. aku mengancam. Jika tidak ada pernikahan satu bulan setelah hari ini, semua jatah warisanmu, akan Daddy alihkan ke yayasan milik mama. Semuanya!" tegas Daddy Resda yang membuat mata Sean berubah tajam. Ia tau daddy-nya tidak main-main saat ini.

Sean merasa darahnya mendidih. Dia tahu dalam keluarga Rahardian, hanya dia yang belum menikah. Adiknya, April, dan saudara kembarnya, Noah, sudah menikah dan punya anak. Tapi Sean masih menyukai kebebasan. Ia benci dikekang. Dengan marah, dia keluar dari rumah dan masuk ke mobil kuningnya.

"SHITT! SHIITT!"

Sepanjang jalan, Sean hanya mengumpat kesal. Kesal karena Daddy serius dengan ini. Jika mama Gea, ia masih bisa membujuk dan bermulut manis. Tapi, Daddy Resda? Pada dasarnya mereka sama. Dulunya, Daddy Resda juga seorang Casanova. Namun lantas berubah ketika bertemu mama Gea. Sean bahkan masih ingat bagaimana dulu, Daddy Resda yang gigih menunggu hati mamanya terbuka dan menerima lamaran.

Sean mengusap wajahnya, menyugar rambut ke belakang dan terus memacu kendaraan, sampai ia berbelok di persimpangan. Namun, laju pengguna jalan lain benar-benar menguji kesabarannya.

TIN! TIN!

Beberapa kali Sean menekan klaksonnya karena terlalu banyak pengguna jalan yang ngawur ditengah padatnya lalu lintas. Namun, tiba-tiba saja, Sean merasakan sesuatu menabrak bemper belakang mobilnya.

"SHIITT! Siapa lagi yang sudah merusak hariku?" umpatnya menghentikan mobil dan keluar.

Di belakang, seorang gadis berjilbab dengan kulit hitam eksotis yang tampak masih diatas motornya dengan tampang bersalah dan bingung.

"Hei, apa kau yang lakukan?!" seru Sean marah.

Gadis itu, menatap Sean dengan terkejut, menunduk lalu baru berani bersuara. "Maaf, aku tidak sengaja. Sungguh! Maaf, tuan."

Sean memperhatikan kendaraan kuning kesayangannya. "Penyok parah lagi," gumamnya setengah mengumpat.

"Aku benar-benar tidak sengaja, tadi ada yang menabrak ku dari belakang, dan aku menabrak mobilmu. Orang itu sudah kabur..." Si gadis menjelaskan.

"Hahaha, pintar sekali kamu mengarang."

"Aku tidak mengarang, aku sungguh-sungguh," ucap gadis itu lagi dengan tampang memelas.

Sean memandang kendaraannya lagi dan menyisir rambut ke belakang dengan jarinya.

"Aku... aku akan bertanggung jawab."

"Oh, ya?"

gadis itu mengangguk yakin. "Aku sedang sangat terburu. Ada pesanan yang harus aku antar ke pembeli."

"Pintar sekali, jangan berakting untuk kabur."

Gadis itu menyerahkan KTP dan nomor teleponnya, juga alamat dirinya tinggal. "Ini, sebagai jaminan."

****

Sean memperhatikan kartu ID milik gadis hitam manis yang telah pergi itu. Ia juga memperhatikan nomor dalam secarik kertas yang gadis itu serahkan.

Saat ini, Sean sudah berpindah di rumahnya sendiri.

"Nanda Ayunda....." gumamnya membaca nama pada ID itu. "Dia seusia April."

Sean lantas membuka perangkatnya, dengan kemampuan IT yang ia miliki, Sean mampu mengakses dan menelusuri siapa Nanda Ayunda.

Sudut bibir Sean terangkat ke atas. Ia jadi punya pikiran licik untuk memanfaatkan si gadis.

bab 2

"Apa? Lima juta?"

Mata Nanda membelalak lebar saat mendengar ganti rugi yang harus ia bayar atas kerusakan mobil Sean.

"Iya, mobil sangat mahal, aku hanya meminta sedikit. Ini sudah korting."

"Kau tidak sedang memeras ku, kan, tuan?"

"Astaga, buat apa aku memeras mu!? Aku masih punya cukup uang. Aku hanya menginginkan etikat baikmu saja! lima juta! setelah ini semua selesai."

Nanda menghela napasnya,"Aku tak punya uang sebanyak itu sekarang," keluhnya dengan wajah sedih.

"Kalau begitu, bayar dengan tubuh."

"Apa?" Nanda tercengang. "Dengan tubuhku?" Reflek dia menyilangkan tangan di dadanya, seolah tengah melindungi diri. "Tuan, itu tidak boleh! dosa! Aku tak ingin mengunakan tubuhku untuk maksiat!"

"A... Apa yang kamu pikirkan sih!?" Sekarang, justru Sean yang terkejut. "Apa kamu berpikir aku menginginkan tubuhmu untuk bercinta? Hei! aku juga pilih-pilih! nggak sembarang wanita bisa bercinta denganku!"

"Lalu apa maksudnya dibayar dengan tubuh?"

Sean seolah kehilangan kesabaran. "Dengar nona, aku butuh wanita untuk menjadi pasanganku."

"maksudmu, pacar?"

"ya, semacam itu. tapi hanya pura-pura saja."

"Untuk?"

"Untuk membuat orang tuaku diam," jawab Sean. "Jadi begini, aku suka kebebasan. Aku tidak ingin menikah, tapi, mereka trus memaksaku untuk itu. Bukannya aku tidak laku. Kau lihat? Aku tampan, " sambung Sean membanggakan diri."Tidak ada wanita yang bisa lepas dari pesonaku."

Nanda tersenyum kaku, dia tidak menampiknya, memang benar pria bertubuh kekar di depannya ini memiliki pesona itu. Tampan, berbadan atletis, berkulit bersih dan jelas terlihat kaya. paket komplit yang tak bisa di tolak oleh wanita manapun.

"Masalahnya, mamaku tidak akan suka dengan para wanita itu."

"Memangnya, mamamu akan suka denganku?"

"Tepat!" Sean memperhatikan Nanda dari atas ke bawah, membuat Nanda merasa risih. "Melihat penampilanmu. Dia pasti suka."

"Wanita ada berjilbab banyak. Apa dari sekian banyak wanita yang dekat denganmu tak ada yang pakai jilbab?"

"Maksudku adalah auranya. Mau dipaksa seperti apapun, tetap terlihat auranya berbeda. Lagipula kamu ..." Sean menggantung kalimatnya.

Nanda masih sabar menunggu.

"Lupakan saja. Kita kembali ke topik. Kau dan aku menikah. Setelah dua tahun, kita berpisah. Tinggal satu rumah, tapi tidak mencampuri urusan masing-masing. Anggap saja kita sebagai tetangga kamar. Bagaimana?"

"Ah, tidak saja. Aku takut kalau menyangkut orang tua. Nanti bisa kualat. Lagipula nikah kontrak tidak dibenarkan dalam agama," keluh Nanda menolak. "Begini saja, lima juta, aku cicil selama lima bulan, bagaimana?"

"Tidak bisa!"

"Ah, ya Allah, bagaimana aku bisa dapat lima juta dalam sekejap?"

"Itu urusanmu! Lima juga dalam minggu ini!"

"lima juta bukan uang yang sedikit!" keluh Nanda.

"Aku sudah menawari mu jalan terbaik, tapi kamu malah menolak."

"Lima juta untuk dua tahun, itu sangat tidak sebanding!" protes Nanda.

"Selama dua tahun aku akan menggaji mu."

Mata Nanda berbinar. "Benarkah? Berapa?" tanyanya antusias.

"Karna kamu hanya berpura-pura jadi istriku, dan tidak melakukan apapun, satu bulan aku bayar 3 juta."

Nanda menimbang-nimbang, Sean tersenyum tipis. "Lihatlah gadis mata duitan ini. Dia sudah masuk perangkap," batinnya.

"Tapi resikonya terlalu tinggi. Aku akan mencari uang 5 juta dalam Minggu ini saja. Terima kasih," ucap Nanda masih menolak. Ia lantas berdiri.

"Ah, dia mau bernegosiasi ternyata. Baiklah kalau begitu."

"Panti Harapan Bunda, sedang dalam sengketa, kan?"

Nanda terhenti, urung untuk melangkah. wajahnya berubah saat mendengar Sean menyebut nama panti asuhan harapan Bunda. tempat itu adalah tempat di mana Nanda dibesarkan. Ia menghadap ke pria berbadan besar yang masih duduk di sana.

"Aku tahu panti asuhan harapan Bunda sedang dalam sengketa. Kalian pasti sedang butuh banyak dana. aku bisa berikan tapi dengan syarat. "

Sean mengeluarkan beberapa lembar berkas dari dalam tasnya di samping ia duduk. "Duduklah dulu! Baca, pelajari, dan tanda tangani. Dengan begitu kita sepakat, aku keluarkan uang dan kamu gunakan tubuhmu sebagai mestinya."

Nanda meneguk ludahnya ia mulai tergoda mungkin ini satu-satunya jalan untuk membebaskan lahan sengketa panti asuhan harapan Bunda.

"Duduklah! Ayo duduklah, "kata Sean sambil melambaikan tangannya memanggil.

Nanda menggeret kursi dan duduk. Ia coba dengarkan Sean, ia mempelajari berkas-berkas yang Sean berikan. Ia cermati setiap poin-poinnya. Ia pikir memang tidak ada yang salah, ia tidak sepenuhnya dirugikan, hanya terikat dalam kontrak pernikahan dengan orang yang baru saja ia temui ini. tapi sudut hatinya seperti tidak mengizinkan. Pernikahan kontrak jelas melanggar tatanan masyarakat dan agama.

"Bagaimana jika nanti ketahuan? "tanya Nanda setelah ia selesai membaca.

"Aku yang akan menanggungnya. Kamu tidak perlu memikirkannya semua aku yang ngurus. "

"Bagaimana dengan sengketa panti? "

"Aku akan mengurusnya, setelah kamu setuju dan menandatangani perjanjian kita. "

"Aku tidak percaya bisa saja kamu menipuku. Aku ingin pembebasan lahan panti dulu. "

"Tanda tangani dulu, baru pembebasan. Setelah itu kita langsungkan pernikahan. aku yang buat aturan di sini, setuju tanda tangani. Jika tidak, aku juga tidak dirugikan. Aku hanya menawari mu solusi "

Nanda masih terdiam berfikir. Ia jelas banget bingung harus bagaimana? Satu sisi panti memang membutuhkan dana untuk pembebasan lahan yang disengketakan . Di sisi lain, Ia juga takut. Pernikahan kontrak , jelas melanggar aturan agama dan masyarakat. Ia juga takut bila nanti ketahuan. Bagaimana jika ia dipenjarakan oleh ibu Sean yang merasa tertipu. Ia sadar, melakukan penipuan. Ia tidak tahu apakah ucapan Sean masih bisa dipegang. meskipun ada surat perjanjian di antara mereka.

Sean berdiri, "Aku akan memberimu waktu untuk berpikir. Jika setuju, hubungi aku! Ada nomorku di lembar terakhir."

Nanda hanya duduk diam terpaku ditinggalkan oleh Sean yang pergi lebih dulu. Hampir 2 jam lamanya Nanda hanya diam di sana, menatap pada lembaran berkas perjanjian pernikahan kontrak yang dia letakkan di atas meja.

Nanda menghela nafas berat. Nanda lalu berdiri, menyimpan berkas itu di dalam tasnya. Ia berjalan menuju kasir untuk membayar minuman yang sudah ia pesan.

" Mbak, mau bayar minuman di meja 40. "

"oh meja itu sudah dibayar. "

"benarkah? "

Iya mbak "

" Oke makasih. "

Nanda berjalan keluar tepat saat itu, gawainya terdengar menjerit. Nanda merogoh gawainya di dalam tas. Rupanya bunda Zahra, ibu pemilik panti yang nelpon. Lekas Nanda menggeser tombol hijau ke atas, lalu menempelkan benda pipih itu di telinganya.

"Assalamualaikum, Ada apa Bu Zahra? "

"Wa'alaikum salam, gawat Nanda! para preman itu datang lagi mereka meminta kita untuk segera meninggalkan panti karena akan segera dirobohkan. " Terdengar suara bunda Zahra yang terdengar panik di ujung sana.

"apa? benarkah Kenapa mereka mau asal main merobohkan saja? Sengketa lahan ini kan ini kan masih belum berakhir, belum ada diputuskan oleh hakim siapa yang berhak."

"Aku juga tidak mengerti Nanda. "sahut Zahra dari sana.

"Bu Zahra tenang saja. aku rasa aku dapatkan caranya. ada seseorang yang berniat untuk membantu membebaskan lahan. "

"benarkah Nanda? Alhamdulillah, ini pertanda yang bagus. sepertinya doa-doa Bunda telah dijawab. "

setelah berbincang cukup lama, Nanda akhirnya membuat keputusan ia akan terima tawaran Sean untuk menikah kontrak dengan benefit.

Nanda lantas mencari nomor Sean lalu menghubunginya

"Halo?" dari seberang sana terdengar suara Sean menyahuti.

"aku terima tawaranmu."

bab 3

Nanda menarik napas panjang. "Aku setuju," ujarnya pelan, suaranya terdengar seperti keputusan yang berat. Dia memandang Sean, yang duduk di depannya dengan senyum puas yang mengembang di wajahnya.

"Bagus! Harusnya memang kamu katakan ini lebih cepat. Jadi, kita tidak membuang banyak waktu," jawab Sean dengan suara lembut, meskipun matanya penuh keyakinan. "Ini akan menjadi keputusan yang saling menguntungkan bagi kita berdua."

Nanda mengangguk, meskipun hatinya masih penuh keraguan. Dia tahu bahwa pernikahan kontrak ini adalah solusi sementara untuk masalah panti asuhan yang telah lama ia jaga. Namun, ia tidak bisa menghindari perasaan bahwa dirinya sedang terjebak dalam permainan yang lebih besar.

"Aku sudah menyiapkan semuanya. Hari ini juga kamu akan menandatangani surat perjanjian, dan segera setelah itu aku akan langsung mengurus sengketa tanah itu," kata Sean, matanya berbinar. "Tidak akan ada masalah lagi dengan tanah panti asuhanmu, Nanda."

Dengan hati yang berdebar, Nanda hanya mengangguk. Ia sudah tidak punya pilihan lain. Panti asuhan itu adalah hidupnya, dan Sean tampaknya memiliki kekuatan untuk menyelesaikan masalah tanah tersebut.

Hari itu, Sean dan Nanda membahas detail kesepakatan mereka. Di meja yang tertata rapi, terdapat dokumen perjanjian yang siap untuk ditandatangani.

"Nanda, aku ingin kamu membaca dengan teliti kontrak ini," ujar Sean, menyerahkan dokumen dengan wajah yang penuh ketenangan.

Nanda membuka lembaran pertama, membaca setiap kalimat dengan hati-hati. "Jadi, jika aku menandatangani ini, kamu akan bertanggung jawab atas sengketa lahan panti asuhan?" tanyanya, memastikan semuanya jelas.

"Betul," jawab Sean tanpa ragu.

"aku hanya perlu menjadi istrimu paling lama dua tahun, dan paling cepat setelah kamu dapat warisan?"

"Yuppp!"

"Pernikahan ini hanya status, dan tidak mencampuri urusan masing-masing."

"Iya, aku dengan duniaku, dan kamu dengan duniamu." Sean memperjelas lagi status hubungan mereka. "Tidak ada pembagian harta Gono gini setelah berpisah. Karena kita hanya menikah kontrak. Kau butuh dana untuk pembebasan lahan sengketa, dan aku butuh wanita untuk dinikahi."

"Kau benar-benar akan menyelesaikan masalah sengketa kan?" tanya Nanda lagi, masih merasa perlu memastikan segala sesuatu.

"Jangan khawatir. Aku sudah mengatur semuanya agar panti asuhan tetap aman," jawab Sean sambil tersenyum. "Pernikahan kita hanya untuk sementara, untuk tujuan ini saja."

Nanda terdiam, menatap dokumen itu sejenak. Meskipun hatinya masih ragu, dia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan panti asuhan. Dengan keputusan itu, ia menandatangani surat perjanjian itu.

"Senang bekerjasama dengan mu, nona Nanda." Sean mengulurkan tangan untuk berjabat.

Nanda menarik napas dalam, lalu menyambut tangan itu. "Aku juga "

####

Proses sengketa lahan berjalan lebih cepat dari yang Nanda kira. Hanya dalam waktu satu bulan, semua masalah terkait tanah panti asuhan berhasil diselesaikan oleh Sean. Tanah itu akhirnya menjadi hak milik panti asuhan, dan masalah yang selama ini mengganggu akhirnya selesai.

Di tengah kesibukannya mengurus sengketa tanah, Sean juga mulai mempersiapkan pernikahan mereka. Dia mengundang Nanda untuk bertemu dengan orang tuanya, Daddy Resda dan Mama Gea, di sebuah restoran mewah.

"Mama, Daddy, ini Nanda," kata Sean dengan senyum lebar saat mereka duduk bersama di meja makan.

Mama Gea tersenyum hangat dan segera menyapa Nanda. "Oh, Nanda, kamu sangat cantik! Aku suka sekali dengan jilbabmu. Kamu terlihat begitu anggun."

Nanda tersenyum, merasa sedikit canggung di hadapan orang tua Sean yang tampaknya begitu ramah. "Terima kasih, Tante," jawabnya dengan suara lembut.

"Jangan panggil Tante. Panggil mama. kamu harus membiasakan hal ini, Nanda."

"baik, ma."

Namun, Daddy Resda yang duduk di sebelahnya terlihat tidak begitu antusias. Dia memandang Nanda dengan seksama, seolah-olah sedang menilai sesuatu. sangat jelas Nanda bukan tipe Sean. hitam, berjibab dan bentuk tubuhnya sama sekali tak terlihat karna Nanda memakai gamis. Sangat berbanding terbalik dengan wanita cantik dan seksi yang Sean pilih untuk dikencani.

"kenapa dia sangat berbeda dengan yang Daddy bayangkan, Sean."

"memangnya apa yang Daddy bayangkan, huumm?"

"dia jelas bukan tipemu"

"sayang!" tegur mama Gea merasa tak enak dengan Nanda yang jelas dan pasti dengar.

Sean senang karena sang mama ada di pihaknya.

"aku mencari wanita yang layak menjadi ibu dari anak-anakku nanti. bukan sebagai penghibur. Dan aku merasa dia sangat cocok," kata Sean sambil memeluk Nanda dari belakang. namun gadis itu cepat menepis. "Lihat? Aku bahkan tak boleh menyentuhnya sebelum menikah. Dia sangat cocok."

"iya, mama bisa melihatnya," sahut mama Gea yang semakin suka dengan Nanda. "mama suka dengan Nanda, dia punya value . mama suka dengan Nanda yang sederhana ini."

Nanda tersenyum ragu, merasa sedikit tertekan dengan perhatian yang berlebihan dari Mama Gea, sementara Daddy Resda masih terlihat tak percaya.

Satu bulan berlalu, dan hari pernikahan pun tiba. Acara itu sederhana, hanya dihadiri oleh keluarga dekat dan beberapa teman terdekat. Nanda bahkan baru tau jika Sean adalah kakak dari teman semasa SMA nya dulu. Tidak ada kemewahan, hanya keheningan yang terasa begitu kental di antara mereka berdua.

Setelah akad nikah selesai, Sean dan Nanda pulang ke rumah Sean. Begitu sampai di dalam rumah, Sean menunjuk dua kamar yang terletak cukup jauh tapi masih bisa terlihat. Kamar Nanda di dekat dapur, sedangkan dia di bagian depan, kamar utama.

"Aku akan tidur di kamar ini," kata Sean sambil menunjuk kamar utama. "Dan kamu di sana," sambungnya menunjukkan kamar yang terletak di ujung koridor.

Nanda menatapnya dengan tatapan kosong. "Jadi, kita benar-benar tidak akan saling mengganggu?" tanya Nanda memastikan.

"Betul," jawab Sean dengan tegas. "Hanya tetangga kamar, tidak saling mencampuri urusan masing-masing."

Nanda mengangguk mengerti. Tepat saat itu telpon Sean berdering.

"Halo, cantik! oh, iya, tentu saja. Berdandanlah yang cantik, oke! Aku meluncur." Sean pergi sambil bertelepon ria. Meninggalkan Nanda yang mematung di depan pintu. Ia memang harus membiasakan hal begini.

Sean dengan dunianya. Dan dia dengan hidupnya sendiri. "ingat, Nanda. tidak mencampuri urusan masing-masing dan hanya tetangga kamar."

Esok paginya, Nanda bangun lebih pagi dari biasanya. Sebelum matahari terbit, dia sudah siap dengan seragam kerjanya, dan segera keluar dari rumah dengan langkah cepat. Dia harus naik angkot menuju tempat kerjanya, sebuah gedung perkantoran yang cukup besar yang tempatnya bekerja sebagai pegawai kebersihan.

Sesampainya di kantor, Nanda langsung mulai bekerja dengan giat. Setiap sudut ruangan dia bersihkan dengan hati-hati, memastikan semuanya rapi dan bersih. Meskipun lelah, dia merasa puas melihat tempat itu menjadi lebih nyaman.

saat dia sedang mengepel lantai, Nanda melihat sosok yang cukup dia kenal...

"diaa..."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!