Kampung Sugatra sore itu sangat tenang, langit senja dari arah barat begitu menguning, angin semilir membawa burung-burung terbang untuk kembali ke sangkarnya. Orang tua mulai sibuk mencari-cari anaknya yang entah main kemana untuk pulang karena hari semakin surup (menjelang magrib). Sementara digardu pos para anak bujang sedang sibuk main gaple, mereka belum mandi dan pulang kerumahnya masing-masing. Orang tua yang lewat bersiap ke masjid memberi tahu yg baik pun tidak dihiraukannya.
Semua sibuk saling maki, saling ngumpat dan yg kalah main dikasih tepung wajahnya sampe putih. Disaat itu juga bujang tanggung itu mulai jenuh dan menghentikan permainan gaple. Salah satu dari anak bujang bernama Suryo berkata "Besok aku pamit ya, aku ikut kerja pamanku dikota."
"Wahhh buru-buru amat kau pergi Yo." Saut Jul. Tangannya masih sibuk membereskan gaple.
"Ia nggak enak nganggur lama disini, aku juga pengen bahagiakan Mamakku." Jawab Suryo.
"Aku juga Minggu depan pergi" Ucap temen lainnya, begitupun seterusnya sampai ke empat anak muda akan meninggalkan kampung ini.
Sementara Suryo menanyakan pada temen yang sedari tadi diam, namanya Rohman. "Kamu gimana Rohman, tetep disini apa gimana?" Tatap mata Suryo dengan serius, menunggu jawabannya.
Para bujang lainnya juga menatap Rohman lekat-lekat menunggu jawaban teman paling pendiam ditongkrongan ini.
"Nggak tau aku. Tapi lagi cari-cari informasi kerja dikota juga." Jawab Rohman. Lalu ia Berdiri dari duduknya.
"Aku izin balik duluan ya, ada urusan penting sekarang." Ucap pamit Rohman pada temannya. Lalu ia melangkah cepat pergi meninggalkan tempat gardu itu.
Sepanjang perjalanannya, Rohman merasa sedih ditinggal para teman tongkrongan untuk ke kota. Ia mempercepat lagi laju langkahnya untuk sampai dirumah. Sampai dirumah ia masih terdiam, bersih-bersih badan dan masuk ke kamarnya.
Rohman duduk dipinggir ranjang tidurnya, menatap ke arah jendela luar, ia merasa juga pengen merantau kekota cari pengalaman kerja. Detik itu tekatnya sudah bulat Ingin merantau ke kota.
Kumandang adzan magrib terdengar dikuping Rohman, Ibunya mengetuk pintu dan menyuruh Rohman untuk solat ke masjid, namun. Jawaban Rohman "ia Buk." Tapi tidak dijalankan solat dimasjid. (Solat dimasjid sangat diwajibkan bagi laki-laki).
Rohman memutuskan solat dirumah. Masih malas untuk ibadah walau berkali-kali disuruh orang tua solat dimasjid. Setelah solat ia menuju ke meja makan untuk makan malam. Dimeja makan ada Ibu, Bapak dan adiknya Juliar yang masih sekolah SMP. Rohman duduk dimeja dan mulai berdoa bersama. Selama makan bersama tidak ada kata-kata apapun, hingga Rohman memberanikan diri untuk membuka obrolan yang cukup akan membuat gaduh malam ini.
"Bapak, maaf saya mau ngomong hal yang penting." Ungkap Rohman, wajahnya sedikit tegang kalo berhadapan dengan Bapaknya yang galak.
"Ngomong apa Le." Tanya penasaran Bapak nya. Matanya tajam menatap Rohman.
"Saya ingin merantau ke kota Pak, semua anak-anak seusia saya pergi ke kota." Ucap Rohman dengan suara nada yang mulai goyah dan terpaksa harus diungkapkan biar tidak terpendam.
Sontak Bapaknya kaget dan pupil matanya melebar, tanda sesuatu ucapan Rohman tidak akan disetujui.
"Man, kamu bukan orang susah, Bapak dikampung ini ada sawah, ladang, rumah besar, kurang apa lagi Nak. Kamu kekota mau ngapain. Temenmu kekota itu karena masalah ekonomi, kamu jangan ikut-ikut sama mereka. Kamu berkecukupan disini. Bapak nggak izinkan kamu merantau, buang-buang waktu. Kamu mau Bapak jadikan mandor gantiin Bapak." Ucap panjang lebar, lalu Bapak lekas menenangkan diri, tangannya megambil air gelas teh hangat dan meminumnya.
Ibu hanya diam, melihat Bapak dan Rohman sedang diskusi. Ibu membawa pergi Juliar ke kamarnya.
"Tapi Pak, saya belum siap jadi yang Bapak inginkan. Biarkan saya merantau lebih dulu cari pengalaman." Kekeh Rohman dengan tujuannya yang menambah murka Bapaknya.
Bapaknya berdiri dengan begitu murka dan kesal dengan kengeyelan Rohman. "KALO BAPAK NDAK SETUJU YA NDAK SETUJU. KAMU TETEP DISINI." Ucap Bapak dengan nada tinggi, matanya sambil melotot tajam ke Rohman.
Rohman takut, lalu terdiam peluh, matanya menatap ke bawah. Tidak ada kata yang ingin ia ucapkan lagi.
"Jadi bocah ngeyel." Ungkap Bapak kesal. Lalu Bapak pergi meninggalkan Rohman sendirian diruang makan.
Rohman lalu hanya diam, berfikir bahwa tekatnya sudah bulat. Lalu Rohman yang kecewa melangkah pergi ke kamarnya.
Sepanjang malam dikamarnya, ia belum bisa tidur, tubuhnya terlentang menatap atap kamarnya, memikirkan untuk cara lain pergi ke kota. Ia punya ide untuk kabur besok malam ke kota. Tekat sudah bulat.
-
Malam berikutnya, ia sedang menyiapkan baju seadanya untuk dimasukan ke dalam tas ransel. Tiba-tiba ibu mengetuk pintu dan masuk begitu saja. Sontak Rohman menghentikan aktivitasnya dan menyembunyikan tas ransel ditempat yang tak terlihat.
"Man. Kamu lagi apa?" Tanya Ibu, lalu Ibu duduk ditepi ranjangnya.
Sebelum menjawab Rohman duduk disamping Ibunya. Lalu berkata "Lagi cari kaos tipis Buk, gerah malam ini." Rohman berusaha bersikap biasa saja tanpa ada rasa curiga.
"Maafkan Ibu ya Le, nggak bisa bela kamu. Ibu setuju aja dengan keputusanmu, tapi kembali lagi sama persetujuan Bapakmu." Ucap Ibu, tatapannya begitu tulus pada Rohman. Lalu memeluk Rohman.
"Terima kasih ya Buk. Rohman sayang sama Ibu." Ungkap Rohman yang memeluk erat Ibunya.
"Ya sudah, sudah malam, Ibu mau tidur ya." Ucap Ibu. Ibu melepas pelukannya dan beranjak berdiri untuk keluar dari kamar Rohman.
Rohman tersenyum tipis sebelum Ibu keluar kamarnya dan hilang dari pandangan.
Dijam tengah malam. Rohman sudah siap untuk kabur meninggilan rumah. Ia sudah siap dengan tas ransel. Ia membuka pintu jendelanya untuk keluar. Setelah diluar kamarnya, ia mengendap jalan lirih untuk meninggalkan rumahnya. Namun Rohman kaget melihat dijendela kamar adiknya, adiknya berdiri menatap lekat wajah Kakaknya Rohman. Anehnya Jaya tidak teriak atau apapun, ia hanya diam dan menganggukan kepalanya tanda mendukung keputusan Rohman.
Rohman merasa terharu. Ia tersenyum pada adiknya dan berjanji dalam hatinya kelak ia akan pulang kerumah ini lagi. Rohman mempercepat langkah kakinya meninggalkan Halaman rumah.
Dijalan raya ia berusaha cari ojek yang jarak dari rumahnya dua kilo tak kunjung juga menemukannya. Hingga saat jalan dipinggiran trotoar aspal, mobil tiba-tiba terlihat begitu cepat melaju, sepertinya dibelakang ada komplotan begal motor yang mencoba menghadangnya. Rohman panik. Ia berusaha menghindar arah laju mobil itu namun saat mobil menghempas didekatnya, anginnya membuat bulu kuduk Rohman berdiri untung nggak ketabrak. Sialnya tubuh Rohman terserempet motor begal yang ugal-ugalan. Motor begal dengan dua orang itu spionnya menyangkut kemeja Rohman hingga tubuhnya terpental kesemak belukar, ia tak sadarkan diri. Sementara motor begal jatuh entah kemana.
Lalu cahaya senter Handphone terlihat Dimata Rohman. Rohman bangun sempoyongan dengan dibawa seseorang kedalam mobil. Malam itulah awal dari semua cerita dimulai.
*
Komplek perkotaan yang padat penduduk itu sudah berpuluh-puluh tahun didiami oleh warga pendatang, bukan pula punya pemerintah, mereka semua sudah ada surat tanah yang resmi. Jadi semua pengusaha tidak berkutik dan tidak tembus untuk membeli tanah mereka. Mereka warga yang kompak dan tidak mudah terpedaya oleh uang.
Terlihat kumuh dan berdempet rumahnya satu sama lain. Namun salah satu pengusaha terkaya dinegeri ini tidak menyerah begitu saja, ia tetap dengan segala usaha dilakukan untuk melakukan lobi-lobi setiap bulannya dengan ketua RT di komplek ini, walau hasilnya nihil.
Hingga pada akhirnya, penguasa utama memutuskan turun gunung untuk melobi ketua komplek Muara Air, sebut namanya Handoko Triwijoyo Sudarman, umur sudah 65 tahun tapi masih bugar dan daya ingat masih kuat. Jika sudah turun lapangan siapapun akan tunduk padanya walau penuh dengan drama.
Handoko didalam mobil menatap lekat dibalik jendela mobil komplek padat penduduk itu, dipikirannya ini adalah aset berharga jangka panjang, dimana jika ia mendapatkan tanah ini akan dibangun sebuah tempat hiburan yang sangat strategis dan menguntungkan. Otak liciknya akan menghalalkan segala cara walau dengan cara kotor.
Sesampainya didepan gapura, mobil berhenti dan Handoko keluar dari mobil dengan didampingi asistennya. Asistennya yang sudah membukakan payung agar tidak kepanasan karena terik matahari, Handoko menyuruh melipatnya kembali. Ia tidak mau pakai payung demi terlihat tidak arogan didepan warna sekitar.
Lalu langkahnya berjalan santai menuju ke rumah RT setempat. Sepanjang perjalanannya mata warga melihat Handoko dengan tajam, begitupun dengan para anak muda yang nongkrong dipinggir jalan, warkop. Handoko terus berjalan hingga sampai di depan rumah RT. Lalu asisten mencoba memanggil Pak RT dan keluarlah RT nya.
Pak RT bernama Ramdan itu membuka pintu gerbang kecilnya dan menyuruh Handoko masuk ke tempat duduk didepan teras. Ketika Handoko duduk menyuruh asistenya untuk meninggalkannya berdua dengan Pak RT.
Asisten itu meninggalkan rumah Pak RT.
Handoko dan Ramdan kini duduk berhadapan.
Ramdan tidak ada basi-basi lagi untuk menanyakan minum apa? Karena sudah tahu bakal ditolak. Lalu Ramdan minta ke inti poinnya tujuan kesini untuk apa lagi.
"Saya sudah kesini dua kali, saya kesini lagi untuk menawarkan warga disini untuk menjual tanahnya. Saya akan bayar dengan harga tinggi dari harga kemarin yang saya dan anak buah saya tawarkan ke Bapak. Bagaiman?" Ungkap dengan pertanyaan oleh Handoko.
Hamdan mendengar hal itu makin terheran-heran. Sudah ditolak puluhan kali masih saja kekeh.
"Saya sudah katakan puluhan kali tanah disini tidak dijual. Harus gimana lagi saya menolak. Saya disini sangat terganggu dengan kedatangan anak buah anda dan anda sendiri." Ungkap Ramdan, wajahnya menunjukan rasa kesal dan murka.
"Baik, jika masih sama jawabannya. Saya akan melakukan hal yang akan membuat kalian semua menyesal. Saya tidak main-main." Jawab Handoko yang berusaha dengan nada tenang dan mematikan.
"Saya menolak anda juga tidak main-main. Jika kau melakukan kejahatan pada komplek ini, maka kau akan berurusan denganku dan warga sini." Ungkap Hamdan dengan kata-kata mematikan kembali.
Setelah Handoko mendengar kata-kata dari Hamdan. Ia lekas berdiri dan pamit untuk meninggalkan rumah Hamdan. Hamdan dengan senang hati membukakan pintu gerbang keluar.
Handoko sudah disambut asistennya dan berjalan pergi menuju ke mobilnya kembali. Didalam mobil, Handoko menghubungi seseorang dari perusahaan pembantu pemulus jual beli tanah. Saat terhubung dengan nomor kantor, Handoko berkata? "Witan dimana? Saya butuh bicara dengannya."
Kala itu mobil sudah berjalan meninggalkan komplek itu.
Lalu Customer Service dibalik suara telepon itu berkata "Maaf Pak, untuk Pak Witan sudah meninggal dunia akibat tabrak lari, untuk data pembantu terbaru diganti dengan Bapak Tanto. Saya akan kirim nomor handphonenya melalu pesan ya Pak."
"Ok." Wajah Handoko kaget mendengar bahwa Witan seorang yang diandalkan dalam pembelian tanah proyeknya sudah meninggal tragis. Handoko hanya menghela nafas dan berusaha cari solusi untuk dapat komplek Muara Air itu.
Mobil kini melaju kencang menuju ke rumah Handoko.
-
Rumah yang harga ratusan milyar itu terpampang megah, desain eropa membuatnya seperti kerajaan yang paling kuat di negeri ini. Pintu saat ini terbuka lebar karena sebuah acara pertemuan keluarga sedang berlangsung, semua berdiri saling berbincang mengenai bisnis masing-masing yang maju. Semua nampak sedang menunggu seorang pemimpin dari keluarga ini yaitu Handoko.
Mobil yang ditumpangi Handoko sudah masuk ke area rumahnya, kini berhenti tepat didepan pintu masuk. Disambut oleh penjaga pintu dan dibukakan pintu mobilnya, istrinya lekas berjalan cepat menuju ke Handoko dan menuntunnya masuk kedalam rumah.
Setelah menunggu, semua mata tertuju pada Handoko, dalam hati mereka akhirnya orang yang ditunggu sudah datang untuk memulai acara penting ini. Acarapun dimulai dengan berbagai nyanyian musik, dansa dan makan-makan. Handoko mencoba menyapa semua rekan-rekan saudaranya, memberikan senyuman manis bahwa semua baik-baik saja. Setelah itu ia meninggalkan pesat itu untuk keruangan pribadinya, ada masalah yang harus diselesaikan, istrinya yang bernama Tarmini menuntunnya dan menjaga menuju ke ruang pribadinya.
Diruang pribadinya yang Susana tetap mewah dan megah, ia duduk dikursi singasanah. Lalu meminta istrinya untuk keluar dan memanggil anak pertamanya Jose Handoko. Segera istrinya sigap pergi untuk menemukan Jose.
Jose sedang sibuk berbincang dengan para sepupunya didekat kolam renang sambil tangannya meminum jus, ia seorang vegetarian. Saat sedang asyik tiba-tiba Mamanya menepuk pundak hingga kaget.
"Mama bikin kaget deh." Ungkap Jose yang kepalanya menoleh ke arah Mamanya.
Mamanya menjawab "Kau dipanggil Papamu, temuin dulu nanti kena oceh kalo kelamaan. Buruan." Muka Mamanya menatap tajam kearah anaknya itu.
"Ia." Jawab Jose dengan sedikit ketus, karena bakal ada pekerjaan rumit yang akan dikerjakan Jose.
Jose lekas berjalan cepat menuju keruang pribadi Ayahnya.
Jose sudah sampai didepan pintu ruangan, lalu membukanya dengan penuh kesabaran. Ia lalu berjalan santai menuju ke depan Ayahnya. Jose duduk dikursi tamu.
"Bapak ada masalah genting? Witan meninggal dan kita tidak punya backingan yang kuat. Kau tidak mau kan komplek Muara Air yang strategis itu sia-sia menghilang begitu saja. Bantu Ayah sekarang." Ungkap Ayah, wajahnya mulai bingung, Karena penganti Witan bakal beda tritmen kerjanya.
"Aku tahu Pa, aku mau kasih solusi lebih baik cari tempat lain Pa." Jawab Jose dengan memberikan solusi.
"Tidak." Ungkap Handoko dengan nada mulai meninggi, solusi yang diberikan anaknya diluar dari prinsipnya yang menghalalkan segala cara. Lalu Handoko melanjutkan perkataannya "Kau gila Jose, Papa tidak akan melepasnya begitu saja. Papa mau kamu yang turun gunung ke komplek itu. Kamu mungkin yang punya tritmen negosiasi lembut yang bisa meluluhkan hati warga sana."
Jose mendengar itu sudah diketahuinya sejak menebak tadi. Jose hanya mengangguk tanda setuju.
"Lakukan yang terbaik Jose. Jangan kecewakan Papa." Ungkap Papa menaruh harapan lebih pada Jose.
Jose lalu beranjak berdiri dari duduknya, melangkah pamit keluar meninggalkan ruangan Ayahnya.
-
Ibu Jose yang berada dikerumunan pesta, melihat Jose turun tangga, lekas berjalan cepat menghentikan langkah Jose. Lalu berkata "Gimana Jose, kau sudah disuruh apa?" Tanya Ibunya yang penuh penasaran. Ibunya menunggu jawaban dari Jose.
"Jose disuruh mengantikan Ayah untuk negosiasi calon proyek di Muara Air. Kata Ayah gagal setiap ia negosiasi disana." Jawab Jose.
"Bagus dong, kamu harus buktikan kalo kamu bisa Nak. Kau calon pewaris keluarga ini. Semoga kau berhasil Nak." Ucap Mamanya dengan antusias dan memberikan senyuman manis tanda untuk membuat Jose semangat.
Jose hanya bisa menghela nafas dan lekas pergi menuju ke kumpulan saudaranya. Jose kembali mengobrol dan menikmati suasana pesta.
*
Setelah kejadian kedatangan Handoko dikomplek Muara Air, semua orang berbondong-bondong datang kerumah Pak RT untuk mengetahui tentang perampasan tanah milik warga sekitar. Hal seperti ini sudah terjadi berulang kali sebelum Pak RT memberitahu didepan rumahnya, maka pihaknya dan orang penting di komplek ini diskusi terlebih dahulu. Dimeja ruang tamu Pak RT dengan sejumlah tetua dikomplek ini mulai berunding dan saling mengungkapkan pandangannya mengenai masalah ini. Rundingan itu serasa kurang dengan adanya orang penting satu yang belum datang ke rumah Pak RT.
Dijalan depan rumah Pak RT seorang Pria umur 30an berjalan santai masuk ke halaman rumah RT yang banyak dikerumuni warga. Para warga yang melihat langsung membuka jalan untuk dilaluinya. Pria itu lekas masuk kerumah Pak RT. Sesampainya diruang tamu ia disambut begitu hangat dan duduk nimbrung bersama Pak RT dan yang lainnya.
"Jaya, kau sudah kami tunggu disini. Sekarang giliran kamu memberikan solusi atas masalah ini." Ucap Pak RT pada Jaya.
Jaya seorang pemuda dewasa yang punya jiwa sosial yang tinggi, seorang yang tegas dalam membela kebenaran. Apapun yang berhubungan dengan keadilan bagi seluruh masyakarat ia perjuangankan mati-matian selagi dijalan yang benar. .
"Handoko dan para anak buahnya masih datang kesini." Ungkap Salah satu teman Pak RT.
"Saya punya pandangan mengenai Handoko, saya sudah mencari mengenai karakternya seperti apa, dia punya pegangan yang sewaktu-waktu bisa membuat tempat ini hancur. Jika Handoko sudah kesini, maka itulah Raja terakhir.
Manusia serakah seperti itu pasti menghalalkan segala cara dengan perjanjian setan.
Saya punya strategi untuk menghentikannya. Pak RT tolong kasih tahu ke warga untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa." Ungkap Jaya panjang lebar. Matanya menatap lekat Pak RT.
"Baik. Saya akan kasih tau seluruh Warga." Jawab Pak RT. Pak RT lalu beranjak pergi keluar rumah dan mengumumkan perihal hasil diskusi hari ini.
Terlihat semua warga mulai tidak panik dan bubar kerumah masing-masing.
Sementara Pak RT kembali keruang tamu. Jaya, Pak RT dan rekan lainnya mulai menikmati minuman teh hangat dan mengobrol diluar dari masalah utama.
Setelah Jaya selesai dari rumah Pak RT, ia berjalan menuju ke sebuah rumah paling ujung milik sahabatnya yang bekerja sebagai sopir pribadi. Sebut sahabatnya bernama Ucok. Sesampainya didepan rumah Ucok, Jaya memanggilnga beberapa kali dan si Ucok menyahut untuk masuk saja ke dalam rumah. Jaya membuka gerbang dan masuk dalam rumah.
Ucok sedang duduk santai ngopi dan buka sosmed dihandponenya. Lalu berkata disela kesibukannya "Ada apa kesini, Jaya." Tanya Ucok.
"Aku tahu kau sekarang tidak kerja?" Tanya balik Jaya pada Ucok.
Ucok yang mendengar pertanyaan Jaya membuat tangannya berhenti memainkan Handphone, lalu menoleh ke arah Jaya. "Ya lagi nganggur aku, emang kenapa?" Jawab Ucok sambil menatap lekat wajah Jaya.
Lalu Jaya menceritakan masalah yang dihadapi komplek ini. Lalu Jaya menawarkan pekerjaan sesuai bidangnya.
"Ketika saya pulang kerja, saya makan ketoprak dipinggir jalan, terdengar ada seseorang supir yang berkata bahwa ada lowongan kerja yang baru dipasang di internet, lowongan itu dari perusahaan PT H milik Pak Handoko. Ini kesempatan kita untuk mencari tahu semua mengenai keluarganya. Kau bisa dapat gaji besar untuk keluargamu, aku dapat informasi mengenai kondisi dalam rumah Handoko. Kau satu-satunya harapan kami Ucok." Ungkap Jaya yang mencoba mendoktrin Ucok.
Ucok yang kaget dan terdiam sejenak, lalu menjawab "Aku tahu Jaya, ini resikonya besar. Tapi aku juga bagian dari komplek ini, jadi aku setuju. Kita saling menguntungkan." Jawab Ucok dengan perasaan antusias, lalu tersenyum tipis.
"Bagus. Besok aku antar kau untuk interview keprusahaan punya Handoko. Kau harus bagus dan lolos." Ungkap Jaya.
"Aku handal dalam interview. Akan ku usahakan lolos." Ucap Ucok menyakinkan Jaya.
Lalu keduanya berjabat tangan untuk deal kerjasama.
-
Keesokan Pagi_
Jaya dan Ucok sudah bersiap untuk berangkat ke PT H. Ucok berpakaian Rapi, membawa amplop berisi berkas CV lengkap. Mereka menaiki motor untuk menuju ke PT H yang jaraknya lumayan jauh lima kilo.
Dalam perjalanan Jaya mencoba mengarahkan Ucok untuk fokus melihat sedetail mungkin didalam perusahaan itu, cari tahu kapan Handoko datang ke perusahaan itu atau aktivitas lainnya. Ucok mendengar perkataan itu dan menganggukkan kepalanya tanda mengerti..
Setelah Jaya melihat plang PT H dihadapannya, lekas membelokan motonya kearah parkiran. Saat sudah parkir, Jaya memberitahukan jangan sampai terlihat mencurigakan, bersifat selayaknya orang biasa untuk mencari kerja.
Saat Ucok masuk ke PT H, Jaya mencari tempat nongkrong warkop dekat dengan PT H, untuk melihat area sekitar.
Jam interview mulai dilakukan pukul sembilan Pagi, sudah dimulai dan satu ruangan itu ada 10 orang untuk psikotes lebih dulu. Setelah psikotes lalu interview dengan HRD. Setelah interview selesai dan dirasa Ucok sudah puas dan menunggu hasil proses selanjutnya. Ia menunggu diruang tunggu.
Sementara diwarkop Jaya sedang ngopi dan makan gorengan, matanya sesekali melihat kearah jalanan masuk PT H. Namun belum ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
Ucok yang sudah menunggu hampir satu jam lebih, akhirnya HRD memberi kabar pengumuman ada tiga kandidat yang akan lolos ketahap berikutnya untuk interview user. Ketiga itu yang disebutkan ada nama Ucok. Sontak Ucok senang dan bahagia, infonya interview user dilaksanakan pada pukul dua siang nanti. Harus menunggu lagi, Ucok memutuskan untuk menemui Jaya diwarkop sesuai isi pesan dihandponenya..
Ucok berjalan cepat keluar dari PT H dan melangkah menuju ke Warkop. Sesampainya diwarkop Ucok ikut pesan kopi dan makan gorengan karena merasa lapar belum sarapan.
"Gimana Interview nya?" Tanya Jaya yang penasaran dengan hasilnya.
"Lolos interview user. Tapi belum tahu usernya atas nama siapa." Jawab Ucok yang melihat-lihat isi pesan handphonenya
Ketika Jaya akan berkata lagi, tiba-tiba Ucok memotong pembicaraannya. "Ada pesan masuk dari HRD, nanti interview dengan user atas nama Jose Handoko." Ucap Ucok.
Jaya kaget, ia lekas mengambil paksa handphone Ucok untuk mencari tahu ada hubungan apa Jose dengan Handoko. Ketika sudah ketemu ternyata Jose Handoko adalah anak pertama dari Pak Handoko, calon pewaris utama keluarganya dan dididik sangat keras untuk menjadi pemimpin semua usaha Bapaknya.
Setelah membaca informasi mengenai Jose Handoko, Jaya memberikan. Kembali Handphone ke Ucok dan berkata "Ucok, kau harus hati-hati, jaga gerak gerikmu, kau berhadapan dengan anak pertama Handoko, dia lulusan Psikologi." Tatap lekat wajah Jaya pada Ucok.
"Ya, siap." Jawab Ucok.
Setelah berjam-jam lamanya menunggu, akhirnya setengah dua siang datang, Jaya melihat mobil mewah masuk ke area depan PT H, ia yakin itu Jose Handoko. Jaya mencoba mengintip disela pagar dan benar itu Jose Handoko. Jaya lekas suruh Ucok untuk kembali ke PT itu untuk siap-siap interview user.
Ucok lekas kembali ke dalam kantor PT H.
Dentingan jam sudah berdetak berulang kali, sudah tiba pukul dua siang, Ucok duduk dibangku tunggu ruang interview, ia menjadi orang terkahir untuk diinterview. Saat kedua orang sudah selesai interview, kini giliran Ucok. HRD menyuruhmya untuk masuk kedalam ruangan.
Setelah masuk keruangan, ia disuruh Jose duduk dikursi depannya. Ucok duduk dengan tenang, selama interview berjalan bisa menjawab dengan tenang dan yakin akan kemampuan dirinya. Hingga interview selesai keduanya berjabat tangan. Untuk hasil katanya menunggu sampai dua hari kedepan. Ucok lekas keluar ruangan untuk pulang.
Saat Ucok keluar kantor, lekas menghampiri Jaya yang sudah berada diatas motor. Lekas keduanya naik motor untuk pulang kerumah.
Dalam perjalanan belum ada pembahasan karena lebih fokus untuk berkendara.
-
Jose diruang Interview tidak langsung pergi, ia menyuruh HRD datang menemui nya dan membahas para kandidat calon sopir, namun ketiga itu yang membuat paling tertarik adalah Ucok. Jose sudah menetapkan keputusannya kala itu Ucok lolos jadi supir pribadi Ayahnya.
Jose tidak merasa ada yang janggal dari Ucok.
-
Dua hari kemudian, Ucok sedang santai ngopi dan main handphone dapat kabar pesan bahwa dirinya lolos jadi sopir pribadi di PT H. Lekas Ucok memberitahu kabar itu pada Jaya lewat pesan.
Jaya sedang didalam kamar kontrakannya, membaca pesan itu membuatnya bahagia, kini Tuhan berpihak padanya. Ini adalah awal perjalannya untuk menggali informasi mengenai seluk beluk Handoko, perjalanan untuk menolong warga komplek ini.
Jaya menatap kearah kaca, menatap lekat wajahnya sendiri, ia tersenyum kecil dan matanya begitu tajam dengan pandangan penuh harapan.
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!