Di dalam kamar mewahnya, Lyra terbaring di ranjang empuknya. Dia menutupi tubuhnya dengan selimut. Di gigitnya bantal disampingnya, agar suara tangisan nya tidak terdengar.
Elyra Celeste Vesellier, Putri bungsu dari Kerajaan Eryndor, dia dilahirkan di tengah keretakan hubungan orang tuanya. Raja dan Ratu adalah pasangan yang telah lama kehilangan kedekatan emosional mereka.
Lyra tak begitu suka saat orang-orang memanggilnya sebagai Elyra. Karena itu adalah nama dari pelayan yang dicintai Raja. Ketika pelayan itu tiada karena sakit keras, Raja segera menamai putrinya yang baru saja lahir dengan nama pelayan tersebut.
Alasan itu yang membuat Ratu membenci Lyra. Putri bungsunya itu selalu mengingatkan Ratu akan luka lama nya.
Lyra, seperti itulah panggilan yang ia harapkan. Panggilan sayang dari sang nenek, satu-satunya orang yang peduli padanya.
Lyra memiliki tiga orang saudara yang lebih tua. Pangeran Alaric, kakak laki-laki Lyra, adalah pewaris tahta Kerajaan Eryndor. Cerdas, bijaksana, dan sangat dihormati. Orang-orang selalu memujinya, dan tak ada yang bisa meragukan kemampuan nya untuk menjadi Raja di masa depan.
Kakak keduanya, Putri Arabella dikenal karena kecantikan nya yang luar biasa dan keanggunan yang mempesona. Dia sangat terampil dalam diplomasi dan sosialiasi. Arabella menjadi sosok yang selalu berhasil memenangkan hati banyak orang.
Begitupun kakak ketiganya, Putri Lariette, juga sangat terlibat dalam urusan kerajaan, dia banyak membantu Ratu. Selain cantik, dia juga sangat cerdas dan berani. Dia memiliki keahlian dalam bidang seni perang dan strategi, bahkan beberapa kali mengikuti pertemuan untuk membahas pertahanan dan keamanan.
Lyra selalu merasa seperti bayangan di antara mereka, tak pernah cukup baik, tak pernah cukup layak. Sedangkan ketiga kakaknya memiliki prestasi yang membanggakan. Lyra hanya terlihat seperti gadis muda yang lebih tertarik pada dunia luar yang penuh kebebasan, dibandingkan menjalani peran sebagai seorang putri kerajaan.
Ibunya, sang Ratu, selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang tugas mereka sebagai bagian dari kerajaan. Dia sangat keras dalam mendidik anak-anaknya. Terutama kepada Lyra, yang tidak pernah benar-benar memenuhi standar yang diharapkan dirinya.
Sementara Raja, ayah Lyra, adalah seseorang yang dikenal tegas dan serius. Lebih memilih untuk berkutat dengan urusan negara daripada berinteraksi dengan anak-anaknya. Selalu sibuk dengan rapat dan perjalanan diplomatik.
Raja jarang sekali menunjukkan perhatian nya kepada anak-anaknya. Meskipun demikian, Lyra sangat mengagumi sosok ayahnya. Meskipun ia tahu bahwa ayahnya hanya melihatnya sebagai bagian dari dinasti kerajaan, bukan sebagai seorang anak yang butuh perhatian dan kasih sayang.
Dalam keluarga yang penuh dengan harapan dan prestasi ini, Lyra merasa seperti orang yang terpinggirkan. Sering kali dia merasa kesepian, terperangkap dalam bayang-bayang kakak-kakaknya yang luar biasa.
Tetapi ada bagian dari dirinya yang terus mencari kebebasan. Di luar istana, Lyra menemukan dunia yang lebih hidup, sebuah tempat di mana dia bisa melarikan diri dari aturan yang mengekangnya, meskipun untuk sesaat.
Namun, ketika kembali ke istana, ia dipaksa untuk mengenakan topeng yang berbeda, sebagai seorang Putri yang patuh, yang harus selalu memenuhi harapan orang tuanya. Tidak ada ruang baginya untuk bermimpi menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar simbol kerajaan.
Lyra membuka selimutnya, dia menatap langit-langit kamarnya. Menatap lurus lukisan-lukisan di atas.
"Apa aku mengajukan untuk belajar di luar negeri saja?", gumam Lyra.
Dia tersenyum, sebelum akhirnya tertidur.
...****************...
Gadis bergaun biru itu berjalan mengendap-endap. Dia sedang melangkah kembali ke dalam istana, dengan hati yang penuh kegembiraan, karena berhasil menghabiskan waktu di luar tembok yang mengekangnya.
Namun, saat ia melangkah masuk, seorang wanita paruh baya berdiri di belakangnya, wajahnya dipenuhi kekecewaan dan amarah.
"Elyra!", panggil wanita itu.
Gadis itu berbalik perlahan. Setelah melihat siapa yang memanggilnya, Lyra membelalakkan matanya. Dia menunduk ketakutan.
"Darimana kamu? Menyelinap keluar istana lagi?", suaranya melengking, penuh dengan rasa marah yang tertahan.
"Ibunda, saya hanya berjalan-jalan di luar istana. Saya... saya hanya mengunjungi perpustakaan kota, dan melihat rakyat yang sedang berpesta di balai kota", jelas Lyra terbata-bata.
"Berbaur dengan rakyat? Apa yang bisa kamu dapatkan dari mereka? Mereka tidak peduli denganmu, Elyra", ucap Ratu dengan dingin dan nada penuh ejekan.
"Saya ingin... sedikit kebebasan, Ibunda. Saya hanya ingin melihat seperti apa kehidupan rakyat kita", Lyra tetap tenang, namun merasa sakit hati.
"Kebebasan? Kamu dilahirkan sebagai Putri dari Kerajaan Eryndor. Tapi perilakumu selalu melanggar aturan, sungguh tidak pantas!", Ratu menatapnya dengan pandangan tajam.
Lyra terdiam, hampir tidak bisa menahan air mata yang mulai menggenang.
"Saya tidak ingin menjalani kehidupan seperti itu, ibunda. Saya... saya ingin belajar banyak hal seperti ketiga kakak saya", ucap Lyra.
"Kamu tidak layak dibandingkan dengan ketiga anakku. Semua yang kamu lakukan selalu salah! Kamu tidak tahu apa artinya menjadi seorang Putri, dan hanya membuang-buang waktu. Betapa kamu membuat kami malu", ucap Ratu.
Lyra semakin menunduk, wajahnya memerah karena rasa sakit yang menyayat hatinya.
"Kamu benar-benar tidak layak menjadi Putri", suara Ratu terdengar dingin.
Ratu melangkah melewati Lyra yang terdiam begitu saja.
...****************...
Malam itu, bintang-bintang bersinar redup di atas Kerajaan Eryndor, menyelimuti istana dengan ketenangan. Di luar tembok tinggi istana, kehidupan rakyat berjalan dengan hiruk pikuk yang biasa.
Namun, di dalam istana, sebuah drama tengah berlangsung, menyelimuti hati seorang Putri muda dengan rasa takut dan gelisah.
Lyra baru saja kembali dari petualangan kecilnya di luar tembok istana. Dengan hati-hati, ia menyelinap masuk melalui pintu kecil di belakang taman istana.
Seluruh tubuhnya masih merasakan kebebasan yang baru saja ia nikmati. Berjalan di pasar malam, bercengkerama dengan teman-teman nya dari kalangan rakyat jelata, dan merasakan angin malam yang sejuk.
Di luar sana, ia bukanlah seorang putri. Ia hanyalah Lyra, seorang gadis muda yang penuh rasa ingin tahu dan semangat hidup.
Namun, kebebasan itu sirna seketika, saat ia melangkah masuk ke dalam koridor istana yang dingin. Langkah kakinya yang lembut hampir tak terdengar, tetapi detak jantungnya berdentam keras di dadanya.
Ia tahu, jika tertangkap, hukuman nya tidak akan ringan. Kali ini, keberuntungan tidak berpihak padanya. Di ujung koridor, bayangan seorang wanita berdiri menunggu. Ratu, dengan mata tajam dan wajah tanpa ekspresi, menatap putrinya dengan dingin.
...****************...
"Elyra", suara Ratu mengalun lembut, tetapi penuh dengan ketegasan, "dari mana kamu?".
Lyra terdiam, mencoba mencari alasan yang masuk akal. Namun, ia tahu bahwa tidak ada gunanya berbohong. Ibunya pasti sudah mengetahui kebenaran nya.
"Saya... saya hanya ingin menghirup udara segar, ibunda", jawab Lyra pelan, suaranya hampir berbisik.
Ratu mendekat, setiap langkahnya menggema di koridor.
"Kamu tahu betul bahwa seorang Tuan Putri tidak boleh berkeliaran di luar istana tanpa izin. Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu ingin mempermalukan keluarga kerajaan?".
Lyra menunduk, merasa kata-kata ibunya seperti duri yang menusuk hatinya.
"Saya tidak bermaksud mempermalukan siapa pun. Saya hanya ingin merasakan kebebasan, meskipun hanya sebentar".
Ratu menghela napas panjang, lalu melangkah berjalan menjauh. Sebelum benar-benar pergi, Ratu berbalik.
"Elyra, kamu adalah seorang Putri. Tanggung jawabmu jauh lebih besar dari sekadar keinginan pribadimu. Buatlah dirimu sedikit berguna".
Air mata mulai menggenang di mata Lyra, tetapi ia menahan nya.
"Selama ini, kalian tidak pernah mempedulikan saya. Tidak ada yang pernah bertanya pada saya. Tidak pernah ada yang berbicara lembut dengan saya. Tidak ada yang pernah perhatian pada saya", akhirnya Lyra menumpahkan semua yang selama ini dia pendam.
Ratu menatap putrinya dengan tatapan keras, "kamu selalu pandai membantah. Seperti wanita itu".
Lyra terdiam, dia hanya menunduk dan menahan tangisnya. Ibunya selalu saja membandingkan Lyra dengan pelayan wanita itu.
Ratu mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan.
"Pernikahanmu telah ditetapkan. Kamu akan menikah dengan Pangeran Cedric dari Kerajaan Eldrath. Ini adalah keputusan yang sudah disepakati oleh ayahmu".
Lyra terkejut. Kata-kata itu bagaikan pukulan keras yang menghantam dirinya.
"Pangeran Cedric? Tapi... saya bahkan belum pernah bertemu dengan nya."
"Kamu tidak perlu bertemu dengan Pangeran Cedric. Ini adalah keputusan terbaik untuk kerajaan kita", jawab Ratu dengan tegas.
Dia melanjutkan, "pernikahan ini akan memperkuat aliansi kita dengan Kerajaan Eldrath".
"Ibunda, saya bisa saja menerima keputusan ini, namun saya ingin bertanya satu hal".
Ratu tetap diam. Dia tidak berminat dengan putrinya.
Karena Ratu hanya diam, akhirnya Lyra membuka suara, "mengapa bukan kedua kakak saya yang menikah? Mereka lebih tua dari saya, bahkan kakak sulung juga belum menikah".
Ratu mengepalkan tangan nya, "jangan berani menyebut ketiga anak ku".
Lyra tidak bisa menahan emosinya lagi.
"Tapi saya tidak mengenal dia! Bagaimana bisa saya menikahi orang yang belum pernah saya lihat?"
"Kali ini, kamu harus berguna, Elyra..", ucap Ratu dengan wajah dingin.
Lyra merasa hatinya hancur. Ia tahu bahwa pernikahan ini bukan hanya tentang dirinya, tetapi tentang politik dan kekuasaan. Ia merasa seperti alat yang digunakan untuk kepentingan orang lain, tanpa ada yang benar-benar peduli pada perasaan nya.
Setelah beberapa saat, Ratu berjalan meninggalkan Lyra sendirian di koridor.
"Tapi saya juga putri anda... bukan hanya ketiga kakak saya", ucap Lyra, Ratu masih bisa mendengarnya namun dia tidak peduli.
Lyra berdiri di sana, merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. Namun, di dalam hatinya, sebuah tekad mulai tumbuh. Ia mungkin tidak bisa menolak pernikahan ini, tetapi ia akan membuktikan bahwa dirinya lebih dari sekadar alat politik.
Ia akan menunjukkan bahwa dia adalah seorang Putri yang pantas dihormati dan disayangi.
Dengan langkah berat, Lyra berjalan menuju kamarnya. Malam itu, meskipun hatinya dipenuhi dengan kesedihan, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menyerah.
Ia akan menemukan cara untuk mengendalikan hidupnya dengan caranya sendiri, meskipun dia harus berjuang sendiri.
...****************...
Sarapan di pagi ini terasa lebih hambar. Seperti biasanya, tidak ada satupun yang berbicara. Hingga, Raja membuka suara.
"Elyra, aku yakin ibumu telah memberitahumu mengenai pernikahanmu", ucapnya.
Lyra hanya diam, tidak mau membuang energi untuk berdebat di pagi hari.
"Setidaknya kamu harus menjawab ayah, Elyra. Beliau sedang berbicara denganmu", Arabella, kakak Lyra, memberi peringatan.
Lyra mengehela nafas, "tidak ada yang bisa saya katakan".
Raja memandang putri bungsunya dingin. Sejak dulu, Raja hanya menganggap Lyra "ada". Raja tidak pernah benar-benar peduli pada Lyra.
"Apa kamu yakin?", tanya Raja kembali.
Lyra memandang Raja dengan tatapan acuh tak acuh.
"Apakah saya memiliki pilihan lain?", tanya Lyra pada akhirnya.
Lyra tidak menolak perjodohan tersebut. Selain karena di masa depan dia akan menjadi Ratu jika menikah dengan Pangeran Cedric, dia juga tahu jika pernikahan ini penting untuk kerajaan nya.
"Tidak. Buat dirimu menjadi lebih berguna kali ini", ucap Raja.
Selesai mengatakan nya, Raja bangun dari tempat duduknya, kemudian melangkah meninggalkan ruang makan. Disusul oleh ketiga kakak Lyra, dan Ratu.
Lyra tak peduli akan hal tersebut. Dia tetap melanjutkan sarapan nya. Meskipun hatinya terasa sangat terluka karena perkataan ayahnya.
...****************...
Sejak kabar pernikahan itu tersebar, Lyra merasa segala sesuatunya berubah. Waktunya setiap hari dia habiskan untuk belajar mengenai bab pernikahan. Dia juga belajar ulang mengenai tata krama dan sopan santun kerajaan.
Satu bulan kemudian, peristiwa yang paling Lyra tunggu-tunggu akhirnya tiba, Pangeran Cedric akan segera berkunjung di Istana Eryndor.
Namun, Lyra tidak pernah membayangkan bahwa pertemuan pertama itu akan terjadi dalam suasana yang sangat berbeda dari yang ia bayangkan.
Tidak ada pesta megah, tidak ada jamuan makan malam mewah, hanya jamuan yang lebih sederhana dan terasa akrab.
Perdana Menteri dari Kerajaan Eldrath, seorang pria paruh baya yang tegas namun bijaksana, datang untuk mengantar Pangeran Cedric.
Di ruang utama istana, di depan keluarga kerajaan, Perdana Menteri dan Pangeran Cedric memberi hormat.
Perdana Menteri, seorang pria tua berpenampilan rapi dengan janggut putih yang panjang. Di sampingnya, Pangeran Cedric, seorang pemuda dengan postur tinggi dan tubuh tegap, mengenakan jubah kerajaan yang elegan.
Wajah Pangeran Cedric yang tampan menyiratkan ketegasan, namun ada sesuatu yang lebih dalam di matanya, sebuah kedalaman yang sulit untuk dijelaskan.
Lyra sesekali mencuri pandang pada sosok Pangeran Cedric yang sedang menyapa Raja dan Ratu dengan penuh hormat.
Pangeran itu terlihat sangat berbeda dari apa yang ia bayangkan. Ia tampak lebih muda dan lebih berani daripada yang ia kira, meskipun wajahnya tetap tertekan.
Lyra merasa tegang, dan hatinya tetap bimbang. Namun, ia tidak bisa mengabaikan rasa penasaran yang mulai tumbuh mengenai Pangeran Cedric.
Raja Alden di depan, wajahnya sama sekali tak berubah, tetap dingin dan tanpa ekspresi. Meskipun ada kerutan di dahinya yang mengungkapkan bahwa ia tidak sepenuhnya puas dengan keadaan.
"Selamat datang di Kerajaan Eryndor, Pangeran Cedric dan Perdana Menteri", kata Raja dengan suara yang tegas, "kami sangat menghargai kedatangan kalian".
Pangeran Cedric membungkuk hormat, suaranya dalam dan penuh ketegasan.
"Terima kasih, Yang Mulia. Kerajaan Eryndor selalu kami hargai. Kami datang dengan niat yang baik untuk mempererat hubungan antara kedua kerajaan".
Lyra memperhatikan dari kejauhan. Meskipun suaranya penuh dengan keyakinan, ia bisa merasakan ketegangan yang tidak terucapkan di antara mereka.
Pangeran Cedric tampaknya tidak begitu senang berada di sana, dan Lyra bisa melihatnya dari wajahnya.
Perdana Menteri berbicara dengan suara lembut namun tegas.
"Kami membawa salam dari Kerajaan Eldrath, dan kami berharap hubungan ini bisa membawa kemajuan bagi kedua kerajaan. Pangeran Cedric dan saya sangat berharap untuk segera bisa membawa Putri Elyra ke kerajaan kami".
Setelah Perdana Menteri mengatakan hal tersebut, mata Pangeran Cedric dan Elyra bertemu selama dua detik. Pangeran Cedric menatap Lyra dengan matanya yang dingin dan tajam, seolah sedang menilai dirinya.
"Kami sama sekali tidak keberatan akan hal tersebut", ucap Raja.
Raja melanjutkan, "pernikahan akan dilakukan minggu depan".
Lyra membelalakkan matanya, dia menatap Raja dengan pandangan terkejut. Lyra pikir Pangeran Cedric akan berada di Kerajaan Eryndor selama beberapa bulan lagi.
Ekspresi terkejut Lyra tidak luput dari pandangan Pangeran Cedric. Entah apa yang sedang dipikirkan Pangeran Cedric sekarang.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!