Suara decitan ranjang terdengar sangat kuat, lampu meja di sebelahnya pun ikut bergerak-gerak. Dua suara nafas saling memburu, mencari titik tertinggi yang memabukan.
"Om, sekarang!" Tania meremas kuat ujung seprai.
Suara erangan, kenikmatan keluar dari dua mahluk yang sedang dimabuk cinta.
"Om ...." Tania memberi kode agar orang yang sedang terlena di atasnya ini segera bergeser.
Laki-laki yang di panggil Om itu menjatuhkan tubuhnya di samping Tania. Tania bernafas lega, karena tubuh besar Omnya membuat Tania kesulitan bernafas.
Tania memiringkan tubuhnya menghadap laki-laki itu, "Om, seneng?" Sambil memaikan jarinya di dada bidang milik Om.
"Seneng!" jawab laki-laki itu dengan mata terpejam. Seperti biasa, laki-laki itu tetap menjawab singkat dan dingin.
Tania tersenyum, "Tania juga seneng, Om."
"Hemm."
Hiii, amit-amit. Kok bisa sih aku dapet Om-Om cuek gini, untung ganteng. Batin Tania. Kesal.
"Ck, Om nggak asik, ah. Tania mau mandi terus kuliah aja, nggak enak disini sama, Om," Tania hendak beranjak dari ranjang, lalu tangannya di tarik oleh laki-laki itu.
"Nggak usah kuliah hari ini."
"Kenapa?" tanya Tania.
"Temani, saya."
"Ck, baiklah, tapi nanti kita jalan-jalan, ya, Om."
Hening tak ada jawaban.
"Om!" sentak Tania.
"Yasudah kalau nggak mau nemeni saya, pergi sana." melepaskan tangan Tania. Kembali berbaring, kedua tangan sebagai bantalan. Dan selimut yang menutupi separuh tubuhnya. Tampan sekali.
"Yaudah," jawab Tania santai. Padahal sedang menahan hasrat, melihat perut kotak putih bersih itu.
"Cih, jangan minta uang jajan padaku bulan ini," laki-laki itu mengancam.
Dengan secepat kilat Tania berbalik dan menjatuhkan tubuhnya di samping laki-laki itu.
"Hehe, baiklah, aku akan menemani Om hari ini. Biar Om makin senang. I love u Om jutek"
Ucapan gadis polos itu mampu membuat garis senyum di bibirnya.
Tania sudah dua setengah tahun ini menjadi 'sugar baby' nya Om jutek, sapaan yang sering di ucapkan Tania. Laki-laki itu sendiri bernama Reyhan, seorang pengusaha sukses yang sudah berIstri, namun hingga kini belum juga di karuniai sang buah hati ditahun kedelapan pernikahannya.
Istriya sendiri seorang wanita karir yang sibuk dengan dunianya hingga jarang sekali memperhatikan suaminya. Pernikahan mereka sendiri terjadi bukan semata-mata kerena cinta, nelainkan karena perjodohan orang tua mereka, yang merupakan rekan bisnis.
Tania tahu segalanya tentang Om juteknya Itu, meskipun laki-laku itu dingin, tapi Ia selalu berbicara apapun mengenai kehidupannya pada Tania. Dan Tania akan selalu menjadi pendengar yang baik bagi Om nya. Ya, meskipun terkadang Tania merasa bosan, dari pada Ia tak dapat uang jajan bulanan lebih baik dengarkan saja.
Tania sendiri terikat dengan Reyhan sejak kelas tiga SMA, sampai kini Tania sudah menjadi mahasiswi di universitas ternama.
Awalnya Tania dikenalkan pada Reyhan, oleh temannya yang seorang Babysugar. Hal itu terjadi lantaran Tania bercerita mengenai keinginannya untuk berkuliah namun melihat orang tuannya yang tak akan mampu untuk membiayai, Tania akhirnya mengurungkan niat tersebut.
Singkat cerita temannya yang bernama Sarah menawarkan pekerjaan pada Tania, awalnya Tania Ragu tapi menimbang keinginannya untuk ke kota dan berkuliah di tambah lagi hasutan-hasutan kemewahan membuat Tania yakin, ingin menjadi baby sugar.
"Kerjanya gampang, Tan. Elu cuman harus ada pas Om Reyhan nyuru dateng. Udah gitu aja. Dan Elu bisa kuliah, di tambah Elu bisa beli rumah dan mobil, kaya Gua." ucap Sarah meyakinkan, waktu itu.
Setelah Tania setuju, Sarah langsung memberikan kontak Tania pada Reyhan, dan hari itu juga Tania di hubungi Reyhan, begitupun sebaliknya.
Sebuah pesan masuk di aplikasi hijau Tania
[Temui aku di hotel XX jam 18:00] atas nama Om Reyhan.
Apaan sih ini orang, nggak ada basa-basinya dikit. To the poin banget. Grutu Tania.
[Iya, Om.] Balas Tania, dan tak ada balasan apapun sampai Tania pergi ke hotel.
Jam lima sore Tania sudah pergi kehotel, karena jarak antara rumahnya dengan hotel agak jauh, belum lagi macet dijalan.
Tania pergi mengunakan ojek online, di sepanjang jalan, dada Tania bergemuruh, membayangkan seperti apa Om-Om yang akan bersamanya.
"Gimana kalau jelek, gendut, item boncel lagi." Tania bergidik sendiri membayangkan yang tidak-tidak.
"Terus, kalau gendut akunya gimana dong. Mana ini yang pertama lagi."
"Entar kalo aku mati ketindihan gimana."
"Aaaaaaa, apa aku batalin aja ya."
"Sudah sampai, Neng!" ucap Bapak ojol.
"Oh, udah nyampek ya, Pak." Tania turun dan memberikan helmnya.
"Ini, Pak," meyerahkan selembar uang biru.
"Kembaliannya, Neng."
"Buat, Bapak aja. Doain saya sukses ya, Pak."
"Wah, makasih, Neng. Iya, semoga sukses."
Sekilas Tania menagkap wajah si Bapak Ojol dengan pandangan yang seakan tahu apa yang akan Tania lakukan. Ya, apa lagi memangnya yang akan di lakukan orang ke hotel jika bukan untuk melakukan itu.
[Aku sudah di depan hotel XX, Om] terkirim.
"Yah, kok terkirin sih, duh gimana ini. Jangan di bales, Om, jangan." Guman Tania. Panik.
Tling ...
Tanda pesan masuk. Gemetar-gemetar Tania membuka pesannya.
[Temui resepsionis. Minta antarkan ke kamar 105.] Isi pesan tersebut.
Berulang kali Tania menarik nafas, menstabilkan dirinya yang sedang gemeteran. Kemudian Tania berjalan mencari meja resepsionis tersebut dan menemukannya.
"Permisi, Mbak. Bisa antar saya ke kanar 105?" Tania bertanya sopan.
"Bisa, Mbak. Mari saya antar," jawab mbak-mbak Resepsionis.
"Maaf, Mbak. Merepotkan." Hanya di balas senyuman.
Tania berjalan persis di belakang orang yang menuntun jalannya menuju kubangan dosa dan neraka. Bukannya merasa panik, Tania justru terpesona dengan mewahnya hiasan dinding di sepanjang perjalanan mereka menuju lembah neraka.
"Menuju neraka kok seindah ini, ya," guman Tania.
Mereka menuju lantai tiga menaiki lift, yang sangat mewah. Tak pernah Tania meliha lift seindah ini. Biasanya dia hanya di besi petak sesak yang berada di mall-mall. Tapi ini, bahkan lebih besar dari kamar tidurnya.
Setelah keluar dari Lift, mereka berdua berjalan lurus.
"Ini kamarnya, Mbak. Silahkan."
"Ma-makasih, Mbak."
Mbak-mbak itu sudah pergi, tinggal aku disini. Habislah aku. Batin Tania yang kini sudah berdiri persis di depan pintu kamar.
Tangannya sudah ingin mengetuk, namun urung di lakukan. Berulang kali Tania menelan Salivanya yang kering. Berdiri seperti orang bodoh, tak kunjung memencet bel atau mengetuk pintu.
"Apa aku pulang aja, ya. Eh, eh kok kebuka pintunya."
Tania kaget melihat pintu yang tiba-tiba saja terbuka.
"Masuk," suara mengebas, membuat Tania tersentak kaget.
Sedikit-sedikit Tania mengedarkan pandangannya pada sosok di hadapannya. Dan beringsut mundur.
"Yatuhan, tuhkan jelek, item, gendut. Aaahh, aku mau kabur saja." Tania memaki dalan hati.
"Masuk!" Suara itu kembali memanggil lagi, "Tuan sudah menunggumu."
Eh, Tuan? Jadi Omnya bukan dia, syukurlah. Tania bernafas lega.
Perlahan Tania masuk kedalam kamar, baru sampai di ruang pertama saja Tania sudah membuatnya bedecak kagum, sehingga menghilangkan sedikit rasa takutnya. Hingga sampailah Tania diruangan, diamana ada seseorang yang tengah duduk membelakanginya.
"O-Om Reyhan?" Panggil Tania pelan.
Laki-laki itu berdiri lalu membalikan badannya, menhadap Tania.
"Yatuhan, apa ini manusia? Apa dia malaikat? Tampan sekali. Apa pantas jika ku panggil Om. Apa boleh aku panggil sayang aja," guman-guman Tania dalam hati.
"Cepat bersihkan tubuhmu, aku tak punya banyak waktu." perintah laki-laki tersebut.
Tania langsung tersentak dengan pesonannya, "ah, apa? Mandi, ba- baiklah. Dimana kamar mandinya?"
Sebelum kesini tadikan aku sudah mandi, memangnya aku kotor sekali, ya?. Grutu Tania.
Reyhan hanya menunjuk dimana letak kamar mandinya dan Tania langsung kesana.
Tania masuk kedalam kamar mandi, lalu menguncinya. Berdiri, memandang pantulan dirinya di dalam cermin. Sedang apa dia sebenarnya, apa harus sampai sejauh ini karena ingin kuliah dan hidup enak. Apa tak ada cara lain.
Sambil terus berfikir Tania tanpa sadar sudah melucuti pakaiannya, dan hanya tinggal pakaian dalamnya saja.
"Aaaahhhh," Tania berteriak kencang. Berusaha menutupi tubuh polosnya dari pandangan Reyhan.
"Hey, tutup mulutmu."
"Ta-tapi gimana Om bisa masuk. Ta-tadi kan udah aku kunci."
Tidak menjawab, laki-laki itu melewati tubuh Tania yang gemetar dan masuk kedalam bathub tanpa sehelai benangpun. Membuat Tania makin merinding dan gemetar.
Dasar gila, bagaimana dia bisa sesantai itu jalan tanpa sehelai benangpun di hadapanku. Batin Tania.
"Tunggu apa? Cepat mandi disana," Reyhan menunjuk ruangan full kaca yang ada showernya untuk Tania mandi yang tepat di hadapannya.
Sudah gila kali, ya. Bagaimana bisa aku mandi sedangkan dia menghadap kesana. Grutu Tania.
"Jangan buat aku mengulangi kata-kataku."
"Ba-baik. Gelagapan Tania dan langsung berjalan cepat masuk kedalam ruangan itu.
Dan tara .... ajaib sekali, setelah pintu trrtutup dan di kunci dari dalam. Kaca yang semulannya tembus pandang kini menjadi buram tak terlihat. Hati Tania tenang sekarang.
Tania mulai menghidupkan Shower, menuangkan sabun cair kespons dan meremasnya, membuat banyak buih, Tania kegirangan.
Tania mengusapkannya secara perlahan merasakan lembutnya buih yang di hasilkan sabun, sangat berbeda dengan sabun dirumanya. Dan harumnya, ahh... wangi sekali.
Tania sedang duduk di pingir ranjang, menunggu Reyhan yang masih di kamar mandi. Pintu kamar mandi terbuka, Tania memandang kesana.
Reyhan keluar masih mengunakan handuk baju yang sama dengan Tania. Dan mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah.
"Yatuhan ... tampan sekali," Tania memandang penuh kagum pada Reyhan.
"Tubuhnya, aaahh ... aku ingin mencubit dan mengigitnya."
Reyhan berjalan mendekat ke Tania, gadis itu tersipu dan takut.
Reyhan membaringkan tubuhnya, "cepat kemari, jangan buang-buang waktuku."
Seperti terpaku, Tania tak kunjung bankit dari duduknya.
"Tania ...!" Sebuah panggilan yang pelan namun tegas, membuat Tania refleks bangkit dan kini persis di samping Reyhan.
"Om, a-aku takut...."
Bruk.
Belum sempat Tania menyelesaikan ucapannya, Reyhan sudah menjatuhkan tubuh Tania, dan kini gadis itu sudah di bawah Reyhan yang duduk bertumpu lutut di atas Tania. Tania gemetar, takut
"Om! Pelan-pelan, aku takut."
"Hem."
Apa itu, apa maksudnya hem. Tania panik.
Perlahan Reyhan membuka ikatan talu di baju Tania, membuat gadis itu mengeliat, geli dan takut. Ini kali pertamanya tubuh polosnya di lihat lak
"Om. Pelan-pelan," kembali Tania mengigatkan Reyhan yang tampak tak sabar.
Reyhan membuka baju Tania, lalu melemparnya kesembarang tempat. Begitupun dengan pakaiannya.
Tania, menutup wajahnya yang memanas serta air mata yang keluar dari matanya.
Hari ini aku merusak diriku sendiri. Batin Tania menangis.
"Aaagggrrrhhh, sakit, Om. Pelan-pelan," Tania terisak menahan perih di bawah sana.
"Tahan sebentar, nanti juga akan enak," dengan santai Reyhan menanggapi Tania yang seperti sudah di ubun-ubun nyawanya.
"Jangan di tahan, lemaskan saja," Reyhan memberi arahan.
Tania hanya bisa pasrah, sambil terus mengigit selimut menahan rasa sakit itu.
"Tan, Om hitung sampai tiga, ya."
"Satu. Dua ... aaahh"
"Aaaaaaa," Tania berteriak histeris sedangkan Reyhan berteriak nikmat.
"Tadi kata, Om sampai tiga, aaaa. Aku benci Om Reyhan, aku ...." mulut Tania berhenti bicara tat kala di bekap dengan mulut Reyhan.
Perlahan namun pasti, Tania mulai mengikuti geraka bibir Reyhan yang melumat habis bibir Tania, seiring dengan gerakan di bawah sana. Sudah tak ada lagi rasa sakit, yang ada hanyalah kenikmatan yang hanya menunggu puncaknya.
______________
"Ngapain senyum-senyum?"
"Nggak papa, lagi kepikiran waktu pertama kita ... Om jahat," senyum Tania menghilang kala mengingat hitungan yang di kurang satu itu.
"Ck, kenapa setiap hari kau selalu teringat itu," Reyhan bertanya, pasalnya tiada hari bagi Tania tanpa teringat hari itu.
"Iiihhh, Om gimana, sih. Itukan yang pertama dalam hidup Tania, ya pastilah Tania selalu ingat. Emangnya Om udah lupa, ya," bertanya dengan kesal.
"Tentu," jeda sebentar, "saya, lupa."
Tentu saja Reyhan berbohong, bagaimana Reyhan bisa lupa dengan wajah pucat dengan badan yang gemetar itu.
Meskipun sebelumnya Reyhan selalu berhubungan dengan perawan, tapi bagi Reyhan Tania berbeda. Ada alasan tersendiri baginya hingga sampai selama ini masih menjalin kontrak dengan Tania. Karena biasanya Reyhan hanya bertahan paling lama tiga bulan, setelah itu Reyhan mencari gadis lainnya.
"Om selalu gitu," Tania mendengkus kesal, dan menekuk wajahnya.
Lihatlah, mengemaskan sekali dia saat cemberut begitu. Guman Reyhan, tersenyum.
"Eh. Om jail 'kan," wajah Tania merona saat kecupan mendarat di keningnya.
"Mandi, Katanya mau jalan-jalan," kata-kata Reyhan membuat Tania tersenyum senang dan langsung kekamar mandi, dengan riang.
"Cih, dasar, bocah." Kata Reyhan sambil menggulung baju kemejanya.
Selesai mandi, Tania langsung berdandan ala gadis-gadis gemes, sangat kontras bila di bandingkan dengan Reyhan yang berwibawa dan dewasa.
"Om. Nggak cocok dong, ganti, ih." Tania mendorong tubuh Reyhan ke kamar ganti, tapi Reyhan bergeming. Ternyata Tania masih kalah tenaga.
"Ngapain ganti?" tanya Reyhan.
"Nggak cocok sama dandanan aku, ntar dikira aku, anaknya Om lagi. Cepetan, ayok." dengan sekuat tenaga Tania menarik tangan Reyhan, akhirnya laki-laki itu menyerah juga, dan menurutinya.
Tania mengambil baju di tas belanjaannya, sebenarnya Tania sudah membelinya jauh-jauh hari untuk Reyhan, tapi baru ini ia berikan pada Reyhan untuk di kenakan.
"Nah, gini kan ganteng." Tania memandang kagum melihat Reyhan yang tampak menjadi 10 tahun lebih muda, karena mengenakan baju kaus ala-ala remaja di padukan dengan celana ponggol dan sneckers. Sempurna.
"Nggak cocok, Nia." Reyhan memandang pantulan dirinya di cermin, tampan juga, batin Reyhan.
"Ih, cocok, Om. Udah ayok."
Tania langsung mengandeng tangan Reyhan untuk keluar dari apartemennya, menuju parkiran.
"Nia, ini beneran nggak cocok."
"Is, ssttt udah diem aja. Om ganteng banget, tau nggak."
Tentu saja Reyhan tau kalau dia itu tampan, tapi bukan itu masalahnya. Yang jadi masalah adalah tujuan mereka pergi.
Reyhan melajukan mobil mereka kesuatu tempat, tempat dimana Reyhan menghabiskan waktu dimasa kecil hingga saat sudah sebesar ini.
Mobil yang mereka tumpangi melaju dan pergi meninggalkan kota menuju sebuah daerah yang masih ramah lingkungan sejuk dan asri.
Tania mengedarkan pandangannya ke luar jendela, menikmati pepohonan yang menemaninya di sepanjang jalan. Hingga mereka sampai di depan gerbang yang bertuliskan, PANTI PEMERHATI ANAK DAN BAYI.
Tania menyerngitkan dahinya, "Om, kita kok kesini?" Tania bertanya, binggung.
"Ya memang mau kemana lagi?"
"Tapi bajunya nggak cocok, Om." Tania mendengkus kesal.
"Kan sudah saya bilang tadi, baju saya nggak cocok," Reyhan ikutan kesal.
"Iss, kalau om sih cocok-cocok aja. Aku ini baru nggak cocok. Tania kira, Om jutek mau ajak kepantai."
"Sudahlah, pakai jaket aja kamu." Mengambil jaket di kursi belakang. Dan langsung di kenakan Tania.
"Nia, nanti panggil saya, Mas. Jangan Om. Ngerti."
Tania menyerngitkan dahinya, tapi tetap mengangguk.
Mereka berdua turun dari mobil dan langsung di sambut hangat dari para penghuni panti, mulai dari pengurusnya sampai anak-anak. Mereka terlihat sangat dekat dan akrab. Reyhan yang dingin dan cuek seketika menjadi Reyhan yang ceria, dan hangat.
Tania memandang antara senang dan binggung, melihat perubahan yang 180 derjat ini.
"Pak Reyhan, itu siapa." tunjuk salah seorang perempuan muda yang cantik, sangat anggun dengan setelan gamis dan jilbabnya.
Tania yang sedang senyum-senyum dengan pemandangan di depannya menjadi gelagapan, binggung harus menjawab apa, kan nggak mungkin dia jawab simpanan.
"Eh, saya, ...."
"Dia istri saya, " jawab Reyhan menolong Tania. Tapi.
What. Apa? Istri? Kenapa nggak jawab adik saja sih. Guman Tania.
"Oh .... istri, kenalin nama saya Rina," ada guratan kecewa dalam wajah gadis centik itu, tapi kenapa dia kecewa.
"Tania," ucap Tania.
Masa, sih tipe, Mas Reyhan seperti ini. Muda banget, memang sih dia cantik, tapikan dia nggak berhijab. Eh, bentar. Apa Mas Reyhan ngga suka sama cewe berhijab ya. Aahh, sia-sia aja dong aku berhijab kalo gitu. Batin Rina.
Mereka dipersilahkan masuk oleh pengurus panti, di ikuti anak-anak kecil yang masih mengerubungi Reyhan.
Tania dipersilahkan duduk, gadis itu duduk di kursi sedangkan Reyhan memilih duduk lesehan sambil bermain dengan anak-anak, dia terlihat sangat bahagia. Tanpa Tania sadari ada tatapan tak suka yang memandangnya dari ujung sana.
"Nia, sini," Reyhan memanggil Tania untuk ikut bermain bersama. Tanpa ragu Tania langsung ikut nimbrung bareng mereka.
Tania sangat suka terhadap anak-anak, saat bersama mereka entah mengapa perasaan Tania menjadi bahagia apa lagi saat mendengar celotehan dari batita yang baru belajar bicara. Tania tak henti-hentinya tertawa gemas.
Melihat keakraban Tania, Reyhan merasa senang, meskipun usiannya sangat muda, tapi jiwa keibuannya sangat terlihat dari cara Tania memperlakukan anak-anak. Sangat berbeda dengan istrinya, jika di singgung soal anak, pastilah dia langsung merubah topik pembicaraan atau pergi mencari alasan.
Waktunya makan siang, anak-anak sudah berada di meja makan yang sangat besar, dan para orang tua duduk di meja lainnya.
Reyhan duduk di antara Tania dan Rina. Awalnya Tania biasa saja melihat Rina, tapi lama-kelamaan jengah juga dengan capernya Rina pada Reyhan padahal hanya di balas senyuman dan jawaban singkat, tapi tetap saja mencari perhatiannya.
"Ikan ini Rina yang masak lo, Mas," ucap Rina sambil meletakan sepotong ikan nila di piring Reyhan. Tania melirik sekilas.
"Oh, ya pasti enak dong." Senyum Rina mengembang saat di puji, "Ini, Sayang. Coba masakannya Rina," Reyhan meletakan ikan yang diberikan Rina di piring Tania. Seketika senyum itu menghilang.
"Eng, bi-biar saya ambil sendri O, eh, Mas." Hampir saja Tani keceplosan menyebut Om.
Bersambung
Setelah acara makan siang selesai, Tania di ajak Reyhan untuk menikmati danau kecil di belakang panti. Pemandangannya sangat indah, sejuk, dan memanjakan mata. Mereka duduk di kursi taman yang menghadap danau.
"Waktu saya kecil, saya sangat senang berenang disana," Reyhan membuka pembicaraan.
Mata Tania membulat, "Wa-waktu kecil? Jadi, Om. Eh, Mas ..."
"Hahaha, tidak-tidak, bukan saya bukan anak panti," Reyhan memotong perkataan Tania. Gadis itu mengangguk.
"Hanya saja sewaktu kecil saya sangat senang main kesini," lanjut Reyhan.
"Kenapa, Mas jutek suka kesini?" tanya Tania dengan polosnya.
"Ayah, dan Ibuku selalu sibuk bekerja, sedangkan aku selalu sendirian dirumah hanya di temani bibi. Dan suatu hari Ibu mengajakku kesini untuk acara amal. Aku bertemu banyak teman, jadi aku meminta ijin Ibu untuk selalu kesini setiap pulang sekolah."
Tania kembali menjadi pendengar yang baik untuk Reyhan, tapi kali ini terlihat sekali ada guratan sedih dan kecewa di wajah laki-laki bermata tajam itu.
"Ck, jika di fikir-fikir aku tak ada bedanya dengan anak-anak disini," lanjut Reyhan, kali ini dengan tertawa getir.
"Kenapa bicara seperti itu? Tentu berbeda dong, Mas. Mereka 'kan di tidak punya orang tua. Dan Mas, punya," gadis polos itu belum mengerti.
"Lalu? Itu sama saja, Nia. Orang tuaku tak pernah ada waktu untuku meskipun hanya sekedar mendengarku bicara. Bukankah sama saja seperti tak punya orang tua. Cih, bahkan yang maju saat wisuda sekolahku pun Bibi."
Tania baru mengerti arah pembicaraan Reyhan, ternyata hidup laki-laki dihadapannya ini sangat berat, ya. Meskipun Reyhan kaya ternyata tak ada kasih sayang dari orang tuannya karena sibuk bekerja.
"Hidup itu nggak adil ya, Mas."
"Kenapa?"
"Orang tua kita sama-sama bekerja keras, tapi tetap saja kami miskin."
Reyhan memandang kearah gadis yang menemaninya selama duatahun ini dengan tatapan yang, entahlah. Seketika saja hatinya gemetar dan degup jantungnya berpacu cepat. Secepat kilat Reyhan memalingkan wajah agar saat Tania balas memandangnya.
"Mas, gadis berhijab itu siapanya Mas?" Akhirnya pertanyaan itu keluar juga.
"Teman, kalau dia anak panti sini, lalu di adopsi oleh orang luar kota."
"Luar kota? Terus ngapain dia kesini?"
"Nggak tau, kata Bu Mirah pengawas panti sini, Rani selalu datang dua atay sehari sebelum aku datang, dan dia akan pulang setelah aku pulang."
Tania menyergitkan dahinya, dia seperti tau maksud dari wanita itu. Memang sepertinya Tania pernah bertemu dengn Rina, tapi hanya sekilas dan wanita yang ditemuinya itu tak memakai hijab.
"Apa Rina punya kembaran, Mas?"
"Kembaran apa? Nggak lah." Jawaban Reyhan meyakinkan Tania bahwa yang dilihat itu memang Rina yang sama.
"Dasar, wanita bermuka dua." lirih Tania hampir tak terdengar.
Tania bertekad untuk menjaga Reyhan dari Rina.
Hari sudah semakin sore, Reyhan dan Tania pun ijin pulang oleh pengurus panti. Tak lupa Reyhan menyelipkan amplop coklat dan di terima dengan senyum mengembang oleh mereka. Semua berbahagia saat itu kecuali, Rina.
Tania masuk terebih dahulu kedalam mobil menunggu Reyhan, yang ada urusan sedikit dengan pengurus panti. Dari dalam mobil Tania melihat gelagat yang mencurigakan dari Rina.
Gadis itu berdiri di balik pohon, sesekali mengintip kearah Reyhan.
"Tu orang ngapain, sih." Tania mendengkus kesal sambil terus mengamati.
Selesai bicara, Reyhan hendak kembali kemobil, dan saat sampai di sebelah pohon tiba-tiba saja Rina muncul membuat keduanya bertabrakan bahu, barang-barang yang Rina bawa jatuh ke tanah.
Dari dalam mobil ingin sekali Tania berteriak MODUS. namun, diurungkan demi menjaga gengsinya.
Alih-alih membantu Rina yang tengah memunguti barangnya di tanah, Reyhan memilih pergi dan tak membantu, hanya berucap, maaf saja.
Melihat itu, Tania merasa senang untuk pertama kalinya dengan sikap dingin Reyhan menghadapi wanita modus seperti Rina.
Sesaat Reyhan masuk kedalam mobil, Tania langsung memegang pipinya dan mencium kening Reyhan, Laki-laki itu menyergit heran.
"Kenapa kamu? Kesambet."
"Nggak pa-pa. Seneng aja," jawab Tania.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan pemandangan indah dan suasana sejuk disana dan kembali ke hirup pikupnya ibukota.
Di sepanjang jalan, Tania tertidur. Saat sudah dikota Reyhan berhenti sejenak kerestoran membeli makan malam untuk Tania, saat kembali ternyata Tania masih juga tidur. Mungkin hari ini sangat melelahkan baginya.
Sampai di parkiran, Tania pun masih saja tidur, tak ingin mambangunkan gadis itu, Reyhan mengendongnya menuju kamar apartemen mewah pemberian Reyhan.
Diletakannya gadis itu perlahan di ranjang yang masih berantakan bekas mereka bercinta.
Saat hendak memsukan makanan yang Reyhan beli tadi ke microwave, suara nyaring dari gawai Tania berbunyi bertubi-tubi. Segera Reyhan melihat siapa yang menghubungi kekasih gelapnya malam-malam begini.
Saat di buka, Lima pesan masuk, tertera atas nama Toni.
"Sial, di password."
"Nia, bangun, Nia!" Di goyang perlahan bahu gadis itu, tak juga kunjung bangun.
"Tania, bangun!" Satu hentakan kuat berhasil membuat Tani bangun, gelagapan.
"Apa, Mas?"
"Apa password pesanmu?"
"Kenapa?"
"Tania ... apa password pesanmu," palan namun tegas, sudah seperti mantra buat Tania. Gadis itu langsung memberitahunya.
"E, bulan dan tahun pertama kita ketemu," jawab Tania. Dan Reyhan langsung menekan delapan angka di gawai Tania.
Eh, eh bentar. Emangnya dia inget tanggalnya. Ah bodo amat, tidur lagi ah. Guman Tania.
Reyhan membuka pesan dari Toni.
[Lu kok nggak masuk sih, Tan.]
[Tega lu sama gua]
[Buku gua kan sama elu]
[Dimarah pak rasyd kan gua]
Tak ada yang mencurigakan, ternyata Toni teman sekelasnya. Reyhan hendak menutup kembali ponsel Tania tapi sekilas ada pesan yang cukup membuat Reyhan geram.
[Hey ayam kampus. Jangan caper lu ya sama Toni. Mentang-mentang lu cakep seenaknya deketi gebetan gue. Emang lu nggak puas sama om-om bangkotan elu itu. Jangan sampe kedok lu sebagai ayam kampus gua bongkar, ya.] Atas nama Tia.
Reyhan mengepalkan tangan, tak terima gadis itu dihina seenaknya. Ya meskipun benar Tania bersama Om-Om, tapi Tania bukan ayam kampus yang tidur dengan sembarang orang. Bahkan hingga saat ini Tania tak perna bersama orang lain, kecuali Reyhan.
Ting.
Microwave sudah berbunyi. Reyhan langsung mengambil makanan didalamnya.
"Tania, Mas Mau pulang dulu. Makananmu di meja."
Seketika Tania langsung melotot. Antara percaya dan tidak percaya, Reyhan menyebut dirinya 'Mas' karena selama ini Reyhan hanya menyebutnya dirinya dengan aku atau saya.
"Eh, iya, Mas. Jadi nggak panggil Om lagi ini ceritanya," tanya Tania dengan binar di matanya.
"Hemm," jawab Reyhan sambil menganti baju dan memakai sepatu klimisnya.
"Mas pergi dulu, Nia. Jangan bawa masuk laki-laki lain, dan kamu jangan mau di ajak laki-laki lain." Sang pemilik kuasa sudah bertitah, tak mungkin Tania berani melanggarnya.
"Siap, komandan." ucap Tania dengan hormat seperti tentara.
"Mas Reyhan ..."
"Hemm."
"Uang jajan jangan lupa."
"Hem ...."
Ah sudahlah. Dasar jutek tetep aja jutek. Awas aja kalau curhat lagi, aku cuekin juga. Lirih Tania.
Reyhan sudah berdiri di depan pintu, berhenti lalu memanggil Tania, gadis itu menghampiri Reyhan dengan cemberut dan melipat tangan di dada.
Tersentak mundur, kaget dengan hal yang baru saja Tania alami. Kecupan lembut mendarat di keningnya.
Ini Om-Om kenapa, sih. Eh Mas-Mas maksudnya, aneh banget hari ini. Tania.
"Jaga diri baik-baik. Dan terimakasih seharian ini sudah menemi, Mas."
Satu kecupan mendarat di pipi dan kecupan mesra di bibir. Beserta kata-kata Reyhan akan membawa Tania jatuh kedalam neraka yang baru lagi, yakni jatuh cinta.
Bersambung …
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!