Tahun 1992
Ruangan Kelas III A Sekolah Menengah Atas Swasta 'Haiden Group School.'
Pukul 09.00 pagi waktu setempat.
Seorang remaja berusia sekitar 18 tahun tampak sangat kesal dan menggerutu. Meski begitu, ketampanan pada wajahnya tak berkurang sedikitpun. Baju seragamnya modis dengan jam tangan mahal di pergelangan tangannya. Ia dikelilingi oleh beberapa remaja laki-laki seusianya. Mereka menunduk ketakutan.
"Kenapa masih ada satu bucket bunga di sini?! Harusnya kalian sudah memberikannya pada mereka, kan?!" tanyanya.
"Maaf Tuan Muda, salah satu dari 8 orang kandidat yang lulus dan diterima di sekolah ini menolak menerima bunga. Dia mengatakan bunganya terlalu cantik dan mahal. Jadi dia merasa tidak pantas menerimanya."
"Tadinya saya mau membuang bunganya Tuan, tapi karena bunga ini sangat mahal dan disiapkan oleh Haiden Group School, saya berniat untuk meminta izin dulu pada Tuan Muda."
"Berani sekali bocah itu menolak bunga ini! Tidak sopan! Sejak aku pindah ke sekolah ini aku tidak pernah mendengar ada yang menolak bunga! Memangnya dia pikir dia siapa!" teriaknya.
"Awasi bocah itu! Sepintar dan sehebat apa dia hingga bisa diterima di sini?! Lalu laporkan padaku! Cihh, di hari pertama sekolah saja dia sudah berulah! Bisa-bisanya dia diterima di sekolahku!" tandasnya sambil membuang bucket bunga tersebut ke tempah sampah.
Lalu salah satu temannya mencoba berbicara lagi.
"Mohon izin memberikan informasi Tuan Muda, bocah itu adalah yang paling pintar, nilainya paling tinggi dan memecahkan rekor. Bocah itu juga sangat manis dan cantik Tuan," katanya sambil tetap menundukkan kepalanya.
"Apa kau bilang dia manis dan cantik?! Dari mana kau tahu info itu?! Bukahkah kau baru bertemu dia tadi pagi?! Kamu sudah mengenal dia sebelumnya?!" tanyanya. Beteriak.
"Ke-kebetulan ibu saya adalah salah satu dewan juri, ja-jadi saya mendengar info itu dari ibu saya, Tuan." Menjawab dengan terbata-bata.
"Baiklah, kalau katamu dia manis dan cantik, kau pacari saja bocah lancang itu! Goda dia agar jatuh cinta padamu dan tidak konsentrasi belajar. Setelah dia menerimamu, laporkan padaku! Lalu kau campakkan bocah itu supaya dia prustasi dan nilainya semakin jelek!" tegasnya.
"Ta-tapi Tuan, dia masih sangat kecil dan polos." Remaja itu berusaha menolak.
"Itu bukan urusanku! Kau laksanakan saja perintahku!" tandasnya. Lalu pergi begitu saja dengan wajah yang datar dan dingin.
...***...
Sebelumnya ....
Di sebuah rumah kawasan padat penduduk. Pukul 06.00 waktu setempat.
Seorang anak bernama Nara yang berparas cantik dan imut tengah bersiap untuk pergi ke Sekolah Menengah Pertama. Ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Sekolah favorit dan paling terkenal pada saat itu.
Nara lahir dari keluarga yang sangat sederhana. Bahkan bisa dikatakan sangat miskin. Ia anak tunggal, ibu dan bapaknya berkerja di perkebunan buah naga milik tuan tanah di daerah tersebut.
Nara tinggal di rumah sangat sederhana di kawasan padat penduduk. Rumahnya berada di antara gang yang sempit dan tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Bahkan dengan roda duapun perlu perjuangan ekstra jika ingin ke rumahnya.
Saat lulus sekolah dasar, karena kecerdasannya, Nara direkomendasikan oleh pihak sekolah untuk menjadi kandidat dalam seleksi masuk ke sekolah swasta yang sangat bonafit milik keluarga paling kaya raya di negara tersebut.
Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Nara, ia belajar sangat keras bahkan bisa dibilang mati-matian. Tekad gadis kecil itu sangat kuat.
Ia bercita-cita ingin merubah nasibnya menjadi lebih baik dan tentu saja ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Sungguh cita-cita mulia yang mungkin saja belum terpikirkan oleh anak-anak lain yang seusia dengannya.
Perjuangan Nara tidak sia-sia, ia lulus. Kini, ia bisa sekolah secara gratis sampai sekolah tingkat atas bahkan sampai perguruan tinggi dengan syarat harus bisa mempertahankan prestasinya dan membanggakan sekolah tersebut di ajang kompetensi antar sekolah.
Hari itu, Nara diantar ke sekolah oleh kedua orang tuanya. Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata bagaimana kedua orang tua Nara sangat bangga dengan putri semata wayangnya. Mereka juga sedih karena harus berpisah dengan gadis kecil itu.
***
Peraturan di sekolah 'Haiden Group School' mengharuskan semua siswa yang masuk dari jalur beasiswa prestasi untuk tetap tinggal di asrama yang ada di lingkungan sekolah dan mematuhi berbagai peraturan yang sangat ketat.
Sekolah itu juga menyediakan asrama untuk siswa kelas reguler yang memang orang tuanya menginginkan anaknya untuk tinggal di asrama, namun sifatnya tidak mengikat. Mereka bisa memilih mau tinggal di asrama atau pulang ke rumah.
Delapan puluh persen dari siswa/siswi sekolah itu adalah anak-anak dari kalangan darah biru yang terdiri dari anak-anak para pejabat dan konglomerat.
Jejaring bisnis yang luas dan kekuasaan pemiliknya, menjadikan HGS sangat terkenal bahkan sampai mancanegara. Tidak aneh jika siswa/siswi di HGS tidak hanya berasal dari dalam negeri saja, namun dari berbagai negara.
Dua puluh persen dari siswa/siswi HGS adalah anak-anak yang cerdas dan berprestasi. Mereka berasal dari berbagai kota, tdak memandang status, kedudukan, maupun kewarganegaraan. Syaratnya hanya satu. Mereka harus pintar dan lulus seleksi.
***
"Jaga dirimu baik-baik ya, Nak. Jaga kesehatan. Jangan sampai karena belajar terus-menerus kamu sampai lupa makan dan jatuh sakit," kata ibunya Nara, sambil membelai lembut rambut putrinya.
"Aku hari Minggu kalau tidak ada kegiatan kan libur, Bu. Nanti kita bisa bertemu. Atau kalau ada uang, Ibu atau Bapak bisa ke wartel untuk menelponku."
Merekapun berpelukan, sang ibu tidak bisa menahan tangisnya.
Tiba-tiba speaker raksasa yang ada di halaman sekolah megah tersebut memberi pengumuman agar semua siswa/siswi baru dari jalur khusus beasiswa prestasi untuk segera berkumpul dan menerima bucket bunga sebagai ucapan selamat datang. Setelah itu, maka orang tua yang mengantar tidak bisa bertemu mereka lagi sampai dengan hari Sabtu.
Akhirnya, Narapun berpisah dengan kedua orang tuanya.
Hari ini, perjuangan Nara untuk mengejar mimpinya akan segera dimulai. Perjuangan yang akan menentukan nasibnya di masa depan, bahkan bisa jadi akan menentukan nasib anak dan cucunya di masa mendatang.
***
Kediaman Mewah Keluarga Haiden
Tuan Haiden adalah pria kaya-raya dan termasuk ke dalam jajaran orang yang berpengaruh di negara tersebut. Ia sedang berbincang dengan seorang pria yang merupakan anak-buahnya.
"Bagaimana perkembangan anak itu?" tanyanya.
"Dalam satu tahun terahir ini, Tuan Muda sangat hebat. Nilai akademik dan nilai ilmu bela dirinya terus meningkat jika dibandingkan denga dua tahun sebelumya," jelas pria itu.
"Tapi ada sesuatu Tuan, saya juga bingung apa saya perlu lapor atau tidak untuk masalah ini," tambahnya.
"Katakan saja!" kata Tuan Haiden.
"Baru-baru ini, Tuan Muda menyuruh temannya yang merupakan anak dari salah satu guru di 'Haiden Group School' untuk berpacaran dengan siswi baru yang mendapatkan beasiswa prestasi, dan siswi itu adalah kandidat dengan nilai yang paling tinggi," jelasnya.
"Hahaha, lucu sekali. Tetap awasi putraku, termasuk awasi juga siswi itu! Oiya, cari tahu juga latar belakang siswi tersebut!"
"Baik Tuan," katanya.
♡♡ Bersambung ....
Haiden Group School merupakan sekolah mewah yang berada di kawasan elit di kota tersebut. Untuk siswa/siswi yang mendapat beasiswa telah disediakan uang jajan dan berbagai keperluan sehari-hari, intinya mereka hanya tinggal belajar dan berprestasi saja.
Minggu pertama, Nara merasa lingkungan mewah di sekolah tersebut membuatnya tidak nyaman. Namun tekad yang kuat mengalahkan semuanya. Kini ia sudah terbiasa dan merasa nyaman.
Ia juga segera melaporkan ke wali kelas saat ia sering mendapatkan surat kaleng dan diajak bertemu oleh seseorang. Nara tidak mau menyembunyikannya karena ia tahu bertemu dengan siapapun tanpa izin dari pihak sekolah adalah hal yang dilarang. Nara tidak ingin pengganggu itu merusak cita-citanya.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Kini Nara sudah duduk di bangku kelas II A sekolah swasta Haiden Group School semester 2, dan gadis itu mampu mempertahankan prestasinya.
***
Haiden Group University
"Hei kemari kau!" teriaknya.
"Ya Tuan Muda," sahutnya.
"Kau sudah berhasil mendepak bocah itu dari sekolah kan?! Dalam satu tahun terakhir ini banyak sekali tugas yang harus aku pelajari aku jadi lupa menanyakan perkembangan bocah itu. Kebetulan sekali kamu juga kuliah di sini."
"Ma-maksudnya, Tuan?" tanya pria muda itu, ia terlihat sangat gugup.
"Kamu jangan pura-pura lupa! Aku sedang membahas bocah yang aku suruh kamu pacari satu setengah tahun yang lalu."
"Oh ... hahahaha," tertawa lalu bersimpuh.
"Mohon maaf Tuan, saya tidak berhasil, dia sangat sulit ditaklukan, gara-gara perintah Tuan Muda, malah saya yang hampir dikeluarkan dari sekolah."
"Pernah dia menyetujui untuk bertemu denganku tapi ternyata itu jebakan, gadis itu datang bersama wali kelasnya. Wali kelasnya juga mengatakan bahwa surat-surat yang saya kirim sudah dilaporkan ke dewan sekolah."
"Apaaa?! Dia seberani itu?"
Bertolak pinggang dengan mata yang membulat.
"Benar, Tuan Muda. Mungkin hanya Anda yang bisa menaklukan gadis itu."
"Apa kau bilang?!"
"Maaf jika saya lancang, Tuan."
"Sudah-sudah, lanjutkan aktivitasmu! Aku juga sedang sibuk!"
Aku jadi penasaran sama bocah itu, awas kau ya! Sebentar lagi kau akan terusir dari sekolah ini.
Saat Nara kelas 1 Sekolah Menengah Pertama, Tuan Muda itu duduk di kelas 3 Sekolah Menengah Atas. Mereka memang satu sekolah, namun tidak pernah bertemu.
***
Haiden Group School
Para guru, wali kelas, kepala sekolah dan perwakilan dewan sekolah nampak berjejer menyambut kedatangan seseorang, hari itu mereka diberitahu bahwa Tuan Muda sekaligus pewaris tunggal Haiden Grup akan datang untuk melakukan wawancara ekslusif dengan siswi penerima beasiswa dengan rekor nilai tertinggi di sekolah tersebut.
"Selamat datang Tuan Muda! Kami sangat senang bisa bertemu Anda lagi."
Mereka berbicara serempak seraya membungkukkan badan.
"Terima kasih, tidak usah berlebihan, aku ingin segera menyelesaikan tugas kuliahku dan mewawancarai siswi itu. Di mana tempatnya?" tanyanya sambil berlalu.
"Oiya satu hal lagi," ia membalikkan badan.
"Ini wawancara ekslusif, aku hanya ingin berdua dengan siswa itu."
"Baik Tuan."
Seorang wali kelas wanita, mengarahkan Tuan Muda itu ke sebuah ruangan.
"Silahkan, Tuan Muda, ini ruangannya." Mempersilahkan.
"Terimakasih Bu wali kelas."
.
.
Terlihat seorang gadis kecil, sedang serius dengan pulpen dan buku catatan.
Bibir mungilnya terlihat komat-kamit, seperti sedang mencoba menghafalkan sesuatu. Sesekali ia menarik napas panjang dan mengusap-usap dadanya.
Ya, gadis kecil itu adalah Nara.
Nara tidak menyadari jika tingkahnya sedang di perhatikan.
"Hallo, boleh aku duduk?"
Nara menoleh sebentar, lalu kembali pada aktivitas sebelumnya komat-kamit.
"Silahkan, Kak." Jawabnya ramah.
"Uhuk, uhuk." Tuan Muda itu batuk dengan suara lumayan keras.
Sontak saja Nara menghampiri dan segera memberinya air minum yang sedari tadi sudah tersedia.
"Tidak usah panik, Kak! Tenang saja. Kita pasti bisa menyelesaikan wawancara ini dengan baik."
Gadis kecil itu mengelus bahu Tuan Muda tersebut, lalu duduk lagi dan komat-kamit lagi.
Gadis ini berpikir aku peserta wawancara juga, hahaha, dia polos sekali.
"Kak, sepertinya Kakak lebih pengalaman. Kakak tidak membawa apapun untuk persiapan?" tanya Nara.
"Tidak! Aku hanya membawa walkman," mengeluarkan benda kecil berbentuk kotak.
"Apa itu, Kak? Apa aku boleh melihatnya?" Mendekat ke arah Tuan Muda.
Tuan Muda itu bisa memandang wajah gadis kecil itu dari jarak yang lebih dekat.
Dia wangi, matanya sangat tulus dan hatiku berdebar-debar saat dia dekat denganku, ada apa ini? Benar! Dia manis dan cantik.
"Alat ini adalah alat perekam suara."
Tuan muda itu menjawab lalu menekan tombol record.
"Bagaimana kamu bisa diterima di sekolah ini?" tanyanya.
"Aku tidak mau menjawab Kak, bisa saja kan nanti pertanyaan Tuan Muda akan sama seperti itu. Aku tidak mau Kakak mencontek, hehehe." Gadis itu menjawab sambil tertawa lepas.
"Hei beraninya kau membantahku ya?!" menatap tajam Nara.
Nara hanya menatap aneh.
"Apa kau tahu seperti apa Tuan Muda yang akan mewawancaraimu?!"
Nara menggelengkan kepala.
"Apa kau pernah melihatnya?!"
Nara menggelengkan kepala.
"Apa kau pernah merasa tertarik dan ingin bertemu dengan Tuan Muda itu?!"
Nara menggelengkan kepala.
"Apa kau tahu siapa aku?!"
Nara menggelengkan kepala.
"Dengarkan baik-baik! Akulah Tuan Muda yang akan mewawancaraimu, dan aku sudah mendapatkan hasilnya. Nilaimu untuk wawancara ini sangat buruk. Aku kecewa, dan akan segera melaporkan ini pada dewan sekolah."
Nara mematung, dia menggigit bibir bawahnya, tangan yang sedang memegang catatan terlihat bergetar.
"Ma-maafkan aku, Tuan. Aku tidak tahu karena Anda juga tidak memperkenalkan diri. Tapi ini tidak adil Tuan. Kalau boleh, saya meminta agar wawancaranya diulangi lagi, dan silahkan Tuan nilai saya secara obyektif dan profesional." Gadis itu melakukan protes, sambil menundukan wajahnya.
"Tidak! Keputusanku sudah final, kecuali jika kau mau melakukan sesuatu untukku, aku akan memberimu nilai terbaik," tandasnya.
"Apa yang harus kulakukan, Tuan?" tanya Nara.
"Jadilah kekasihku mulai hari juga, apa kau mau?"
"Ta-tapi Tuan, aku masih 14 tahun," berbicara lirih, air mata Nara mulai menetes membasahi buku catatannya.
"Kau tinggal jawab ya atau tidak. Jika kau bersedia aku akan menunggumu sampai kau lulus Sekolah Menengah Atas. Jawab sekarang! Aku tidak bisa menunggu!"
Tuan Muda itu mendekati Nara, Nara sangat gugup.
"Ya aku mau, Tuan Muda."
Nara kaget dengan kata-katanya sendiri, ia berniat untuk meralatnya, namun tak ada lagi kesempatan.
"Greepp." Tuan Muda itu memegang tangan Nara.
"Aku akan menunggumu cantik, mulai hari ini kau harus belajar untuk setia, sampai tiba saatnya nanti aku melamarmu, atau kau akan keluar dari sekolah ini."
Tuan Muda itu berlalu, meninggalkan Nara yang kebingungan.
.
.
"Bu wali kelas aku minta data profil dan latar belakang siswi yang aku wawancarai, jika sudah selesai kirim ke alamat kampusku."
"Baik Tuan Muda," jawab wali kelas.
***
Sejak pertemuan pada hari itu, Tuan Muda menjadi sering berkunjung ke Haiden Group School dengan berbagai alasan cerdas sehingga tidak ada satupun dari pihak sekolah yang curiga.
Padahal dibalik agenda-agenda itu, ia hanya ingin memastikan perasaannya pada Nara. Semakin sering ia melihat Nara, ia semakin yakin bahwa ia mencintainya.
Hingga suatu ketika seseorang menemukan wokmen di kamarnya dan melaporkan penemuan tersebut pada Tuan Haiden.
.
.
"Biarkan mereka, sampai gadis miskin itu lulus Sekolah Menengah Atas. Sejauh ini gadis itu bisa mempertahankan prestasinya, akan mencurigakan bagi dewan sekolah jika aku tiba-tiba mengeluarkan gadis itu."
"Baik Tuan."
♡♡ Bersambung ....
Acara Kelulusan Sekolah Swasta Haiden Group School Angkatan X Tahun 1998
Pada hari itu semua orang yang hadir tampak berbahagia. Golongan keluarga darah biru tentu saja menjadikan acara kelulusan tersebut sebagai ajang untuk memamerkan prestasi putra-putrinya, pamer kekayaan dan jaringan bisnis, sekaligus mencari rekanan bisnis baru yang bisa diajak kerjasama.
Untuk kalangan biasa saja, momen tersebut merupakan peristiwa paling istimewa. Orang tua mana yang tidak bangga melihat anaknya lulus di sekolah terbaik karena beasiswa prestasi?
Hal itu pula yang kini tengah dirasakan oleh orang tua Nara. Terlebih kini putrinya dipanggil ke atas podium sebagai siswi jalur beasiswa dengan predikat lulusan terbaik.
Orang tua Nara pun kini dipanggil ke atas podium oleh pembawa acara, saat mata kalangan darah biru melihat penampilan orang tuanya, sontak mereka terkejut mereka menyadari jika siswi yang telah mengalahkan anak-anak mereka ternyata berasal dari kalangan bawah, bahkan mungkin lebih miskin dari yang mereka bayangkan.
Di atas podium Nara memeluk kedua orang tuanya dengan uraian air mata.
Di kursi jajaran paling depan seorang pemuda tampan tampak mengelap pelupuk matanya dengan tissue. Pemuda itu merasa bangga karena gadis yang ia cintai ternyata adalah bintang di acara tersebut. Ingin rasanya ia juga naik ke atas podium dan memeluknya.
Sementara itu Tuan Haiden yang duduk di sampingnya melirik putranya dengan sinis, ia ingin sekali menyadarkan putra tunggalnya bahwa gadis yang ia kagumi tidak pantas dicintainya karena berasal dari darah yang berbeda dengan keluarganya.
Nara diberikan kehormatan untuk menyampaikan sepatah dua patah kata. Gadis itu menyampaikannya dengan sangat baik, andai saja ia berasal dari kalangan darah biru, mungkin saat itu juga akan ada banyak orang yang mendatanginya dan memberi selamat.
.
.
Acara inti telah selesai, dilanjutkan dengan acara hiburan berupa penampilan spesial dari para siswa/siswi Haiden Group School dilanjutkan dengan penampilan artis nasional.
.
.
Nara terkejut saat seseorang menariknya dari kerumunan dan membawanya ke ruangan khusus keluarga Haiden. Tidak ada siapapun di ruangan tersebut, karena keluarga Haiden tengah sibuk bertemu dengan para tamu undangan.
"Kak, apa aku boleh ke ruangan ini?"
"Sssttt ...." Tuan Muda itu menempelkan telunjuknya di bibir Nara, membuat wajah gadis itu memerah.
"Cantik, selamat ya ... kau sangat hebat, kau membuatku bangga." Tuan Muda itu segera memeluk Nara dengan erat dan mencium kepala Nara.
"Tuan Muda Bahir, hentikan!" Nara mendorongnya.
"Sekarang kau sudah tahu namaku?"
Nara mengangguk.
Tiba-tiba Tuan Muda itu mencengkram pipi Nara, mendekatkan wajah Nara ke wajahnya.
"Plak!" Nara menamparknya. Tuan Bahir mengusap pipinya.
"Maaf Tuan, aku hanya rela disentuh oleh suamiku," tegasnya.
"Baiklah, oiya cantik, aku akan segera memperkenalkanmu pada keluargaku," memegang tangan Nara.
"Nanti jangan panggil aku Kakak atau Tuan! Aku ingin dipanggil Abang." Tuan muda itu tersenyum lalu mengelus rambut Nara.
"Kak, sepertinya kita tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Beberapa hari yang lalu, ada orang yang menemuiku, jika hubungan kita berlanjut orang itu mengatakan ayah Kakak akan membunuh Kakak, selain itu Kakak juga akan segera dijodohkan.
"Satu hal lagi Kak, akibat aku pacaran sama Kakak, beasiswaku untuk melanjutkan kuliah di Haiden Group University telah dicabut."
Pria tampan itu terkejut, Nara segera melepaskan genggaman tangannya dan berlari meninggalkan pemuda itu.
"Naraa ...!Cantiik, tunggu! Jangan pergi!"
***
22 Tahun Kemudian
Tahun 2020
Kawasan Pesisir Pantai
Seorang gadis berparas cantik bernama Aiza Bahira berusia sekitar 17 tahun sedang memegang tampah berisi ikan asin yang dia simpan di atas kepalanya.
Gadis itu masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Aiza artinya perkasa dan dihormati, sedangkan Bahira berarti pintar.
Entah dari mana asal mula nama tersebut, Aiza pernah bertanya tentang siapa yang memberi nama cantik tersebut pada ibunya, namun ibunya selalu tidak senang jika Aiza bertanya tentang nama atau masa kecilnya.
Wajah gadis itu cantik, imut dan mimiknya selalu ceria.Pipinya chaby dan menggemaskan.
"Eh Aiza, rajin banget gadis cantik seperti kamu jualan ikan asin," sambil menepuk-nepuk bahu Aiza.
Ibu-ibu tersebut sudah mengenal Aiza karena memang bukan hanya kali ini saja Aiza menjual ikan asin ke kampungnya. Aiza membatu ibunya mengantar dan menjual ikan asin selepas pulang sekolah, dan jika sekolah sedang libur, Aiza akan ikut ibunya berjualan ikan asin di Pasar Subuh.
"Heem ... saatnya aku pulang," gumamnya.
"Lumayan tinggal ada lima bungkus lagi yang belum terjual."
Aiza membalikkan badan dan menyusuri kembali jalan yang telah ia lewati sebelumnya. Jalan tersebut melewati perkebunan, dan pesawahan.
Langkah kakinya semakin cepat saat ia merasakan ada hembusan angin dingin dan cahaya mentari semakin meredup, cuaca tiba-tiba mendung, sepertinya akan turun hujan.
Akhirnya hujanpun turun semakin lama semakin deras. Gadis itu berlari ke arah sungai, tangannya yang nampak pucat mencoba meraih tiang jembatan. Jembatan itu adalah jembatan penghubung antara kampungnya dengan kampung sebelah.
Tangan kiri gadis tersebut memegang tiang jembatan, dan tangan kanannya memegang erat tampah yang berisi ikan asin, kakinya melangkah perlahan lalu tiba-tiba kakinya begetar untuk menahan beban tubuhnya yang semakin berat, karena hujan semakin deras, dan seluruh bajunya basah kuyup.
Gelombang angin semakin kencang, menjadikan tubuh gadis itu hampir kehilangan keseimbangan. Dalam hatinya ia terus berdoa agar ia baik-baik saja, dan ibunya tidak khawatir.
Jembatan tua yang dipijaknya terus bergoyang. Belum lagi rasa ketakutannya hilang, Aiza menyadari jika air sungai semakin meluap, ia merasakan air sungai itu menyapu kakinya.
'Preeek' papan jembatan yang diinjak Aiza patah.
Aiza kaget tangan kirinya mencoba meraih kembali tiang jembatan, dan berusaha untuk melangkah, Aiza panik antara harus kembali ke belakang, atau tetap melanjutkan langkahnya untuk pulang, saat Aiza menoleh ke belakang ia menyadari bahwa posisinya kini ada di tengah-tengah jembatan.
Gadis itu tidak bisa bergerak lagi. Kondisi cuaca saat itu semakin mencekam.
"Ibuu, ibuuu! Tolong aku bu, atau siapa saja tolong akuuu!"
"Hikkksss" Aiza menangis.
"Toloooong!"
"Toloooong!"
Namun usahanya sia-sia, tidak ada satu orangpun yang melihatnya apalagi mendegar suaranya. Teriakannya semakin keras berbaur dengan derasnya hujan, dan kencangnya suara petir.
"Prak byuuuuur!"
Tiba-tiba gelombang air sungai yang sangat deras dari hulu menghantam jembatan dan menyeret tubuh Aiza dengan sangat keras.
Tubuh Aiza terhempas ke dalam sungai, gadis itu masih sadar ia berusaha untuk memeluk tiang jembatan, tangan kanannya memegang tampah yang sudah kosong.
Dalam tangis dan diam ia berkata.
"Ibu maafkan aku bu, jika hari ini aku pulang terlambat, ibu makan duluan saja ya ... maafkan aku bu ... jika kehadiranku selalu menyusahkanmu, maafkan aku ibu, karena aku belum bisa membahagiakanmu, maafkan sikapku yang terkadang membuat ibu kesal, ibu ... aku sangat mencintaimu bu ...."
Tangan gadis itu mulai melemah, satu persatu jari tangannya terlepas dari tiang jembatan, matanya mulai
terpejam, air sungai kini sudah menutupi puncak kepalanya, dan akhirnya kepala gadis cantik dan imut itu semakin menghilang dan menjauh dari tiang jembatan yang telah porak poranda.
♡♡ Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!