Flashback 4 bulan yang lalu
Dimalam yang sepi seorang gadis cantik terduduk disebuah halte, dirinya sedang menunggu sebuah bus yang sedari tadi belum juga datang. Tubuh mungilnya itu merasakan hembusan angin malam yang sesekali berhembus kearahnya.
Ia bingung, hari sudah semakin malam, ia tidak tau harus menelpon siapa untuk saat ini. Gadis itu baru dua hari dikota jakarta untuk bekerja sebagai pembantu menggantikan kedua orangtuanya yang sudah meninggal.
Dan setelah sampai dikota jakarta gadis itu menyewa kontrakan untuk tempat tinggalnya sementara waktu. Di Jakarta gadis tersebut tidak punya siapa pun satu orang.
Gadis itu celingak-celinguk menoleh ke kanan dan kiri, jalan sekitar sini benar-benar sangat sepi hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang melewatinya.
Sejak tadi gadis ini sudah berusaha untuk memesan raxi namun entahlah apa yang terjadi, pesanannya selalu ditolak dari aplikasinya, ini benar-benar hari yang menyebalkan.
Gadis itu bernama Clara Lauren. Gadis yang memakai cardigan berwarna pink jambu dengan rambut terurai yang terkena hembusan angin malam, ia berharap agar bis malam bisa sampai di halte yang ia duduki sekarang.
Beberapa saat kemudian tiba-tiba ada sebuah mobil hitam berhenti didepan halte tersebut dan keluar seorang laki-laki berpakaian serba hitam berjalan kearahnya, Clara terkejut. Mau apa lelaki itu?
Saat Clara akan berdiri ingin pergi meninggalkan halte tersebut, tiba-tiba saja dari belakang mulut dan hidungnya dibungkam dengan sebuah kain dan tidak sengaja terhirup olehnya.
"Mptt....Ngapai--"
Kesadarannya menghilang ia tidak bisa memberontak bahkan berteriak, pandangan Clara mulai memudar ia akan kehilangan kesadarannya.
Namun disaat itu Clara masih bisa merasakan, bahwa tubuhnya mulai melayang seakan ada seseorang yang menggendongnya.
Beberapa menit kemudian......
Dua lelaki yang memakai serba hitam itu langsung membawa tubuh Clara ke sebuah kamar hotel dan mereka langsung menidurkan tubuh Clara diatas kasur.
"Wih mantap kan sekarang kita dapat jalang lagi," ucapnya tersenyum miring.
"Yoi, kita langsung aja. Gua udah gak tahan," ucap orang satunya.
Saat mereka akan memulai aksinya tiba-tiba pintu kamar hotel yang dipesan mereka ada yang seperti membuka.
"Gawat ada orang, gimana ni?" Tanyanya.
"Kabur aja deh yok, gua takut itu polisi yang bakal nangkap kita lagi."
"Yaudah cepetan." Saat pintu terbuka dua orang yang tadi langsung bersembunyi.
Ternyata yang membuka pintu kamar adalah seorang lelaki tampan, memakai jas hitam, dan lelaki tersebut ternyata sedang mabuk.
Saat lelaki tersebut berjalan menuju ranjang, dua orang laki-laki tadi langsung keluar cepat dari kamar tersebut dan langsung mengunci kamar.
Lelaki itu merangkak ke atas kasur. Melihat penampilan Clara yang terbilang mengundang hasrat lelaki, membuat naluri Lelaki tersebut terpancing.
Apalagi dalam kondisi mabuk, ia tak bisa membedakan mana yang buruk, dan mana yang baik. Merasa ada yang aneh di sekitar tubuhnya, Clara perlahan membuka kedua matanya spontan melotot lebar saat melihat ada seorang lelaki yang memakai topeng.
"Siapa kamu?!" Tanya Clara berteriak ketakutan.
Clara berusaha bangun dari tempat tidur tapi langsung di tindih oleh lelaki itu yang sudah bertelanjang dada hingga perut sixpack nya terlihat oleh Clara.
"Saya mohon jangan lepakan saya," pinta Clara dengan suara bergetar dan ketakutan.
Malam itu sudah menjadi bukti penderitaan seumur hidup yang akan dirasakan Clara.
Flashback off
***
Seorang pria dengan jas berwarna hitam dan kacamata hitam mengendarai mobil Rolls-Royce Boat Tail nya dengan kecepatan diatas rata-rata, pria itu sepertinya tengah terburu-buru.
"Arghhh sial!" umpat pria itu mengerem mobilnya secara mendadak saat melihat ada mobil yang menyebrang secara mendadak. Pria tersebut mengerem mobilnya dengan kuat hingga dia mendengar suara meletus dari ban mobilnya. Sepertinya mobilnya mengalami pecah ban tapi untung saja ia bisa mengerem mobilnya hingga berhenti.
"Hufft... Syukurlah aku tidak mati hari ini," ucapnya saat berhasil mengerem mobilnya.
"Sial! Belum bisa berkendara saja sudah so-soan mengendarai mobil di jalan raya," ucapnya kesal, pria itu keluar dari mobil mahalnya.
"Tuan, tuan tidak apa-apa, kan?" Tanya seorang warga yang sangat kenal dengan pria itu.
Pria itu hanya membalas dengan anggukan saja.
"Dimana pengendara mobil itu? Saya ingin melihat orangnya?" Tanya pria itu kepada warga yang menanyainya tadi.
"Mobilnya nubruk pohon tuan," jawabnya.
"Saya tidak menanyakan keadaan mobilnya, saya tanya dimana orangnya?!" Tanya pria itu dengan nada dingin.
"Emm.... Itu tuan masih di dalam mobil," jawabnya sambil menunjuk arah mobil putih yang menabrak pohon.
Pria itu tanpa berkata-kata apa-apa langsung berlari menuju arah mobil itu, dia bukan ingin meminta pertanggung jawaban dia hanya ingin rasanya memakai orang yang membawa mobil tadi.
Pria itu menendang seseorang berkemeja putih dan bertopi hitam yang tengah memperhatikan mobilnya yang menabrak pohon.
"Sialan! Beraninya kau--" pria yang ditendang itu langsung melongo saat melihat orang yang menendangnya.
"Bos ngapain disini?" Tanya pria yang mobilnya menabrak pohon itu sambil berdiri dari duduknya, dia lalu membersihkan tubuhnya yang kotor karena ditendang hingga tersungkur oleh bosnya ke tanah.
"Sepertinya kamu lebih cocok bermain mobil-mobilan dirumah daripada mengendarai mobil sungguhan!" Ucap yang dipanggil bos itu dengan nada dingin.
"Bos maafin saya bos, jadi bos yang saya tabrak ya? Maafin saya ya bos, ini semua juga salah bos sih yang menyuruh saya buat cepat-cepat jadi saya tidak mengindahkan rambu-rambu lalu lintas," ucap pria itu berusaha membela dirinya.
"Sepertinya ini hari terakhirmu bekerja!" ucap bosnya.
"Hah apa! Ampuni saya lah bos, saya mohon jangan pecat saya. Bagaimana saya bisa makan nanti bos," ucapnya dengan nada penuh permohonan.
"Ya sudah cepat kau cari taksi sana sampai dapat, saya tunggu di halte bus depan sana," ucap bosnya.
"Sini topimu, saya tidak ingin ada orang yang mengenali saya karna mereka pasti nanti bakalan histeris jika bertemu saya," lanjutnya yang terdengar begitu percaya, ya walaupun memang sangat tampan dan terkenal.
Sekretarisnya itu lalu dengan ogah-ogahan memberikan topinya kepada bosnya, padahal dengan topinya itu dia merasa menjadi begitu tampan tapi demi pekerjaan semuanya akan ia lakukan.
"Makanya bos janga tampan terus, bagi-bagi dikit lah bos."
"Cepat sana cari taksinya sampai dapat," usirnya kemudian berjalan menuju halte bus meninggalkan sekretarisnya.
***
Clara tengah berjalan melewati trotoar jalan dengan cuaca yang sedang panas-panasnya, dia sungguh bingung sekarang tujuannya akan kemana.
Setelah kejadian empat bulan yang lalu, dua hari dari kejadian itu. Clara sekarang sedang mengandung anak dari pria yang memakai topeng. Perutnya sudah kelihatan membuncit, dan saat perutnya keliatan membuncit karna hamil. Clara langsung diusir oleh ibu kontrakan yang dulu, setelah diusir gadis itu selalu tidur dimana saja. Kadang dipos ronda atau dimana saja yang terpenting bisa berteduh dari hujan.
Clara diusir karna dikatain sebagai wanita jalang yang hamil gak tau siapa ayah dari anak itu. Tapi kan Clara juga tidak mau seperti ini.
Setiap Clara akan menyewa kontrakan selalu ditolak, mungkin karna melihat kondisinya sekarang.
"Cuacanya panas sekali, lebih baik aku duduk di halte bus itu. Mungkin aku bisa naik bus untuk mengantarkanku ke sebuah kontrakan, aku mending cari kerjaan lain aja. Sepertinya aku gak bakal diterima bekerja dirumah yang dulu bapak sama ibu kerja dirumah itu," gumam Clara.
Clara berjalan dengan membawa tas di tangan kanannya yang berisi baju-bajunya, sedangkan tas kecilnya diselempangkan berisi dompet dan sebuah ponsel yang dulu diberikan oleh bapaknya, bukan ponsel canggih seperti sekarang ini hanya ponsel biasa yang biasanya digunakan untuk menelepon dan mengirim pesan saja.
Clara duduk di halte bus tersebut disampingnya ada seorang ibu-ibu dan juga seorang pria bertopi yang terus saja menunduk, mungkin cuaca yang panas jadi pria itu menunduk terus.
Clara memilih meminum air putihnya, karna ia merasa haus. Tubuhnya merasa begitu panas dan pegal-pegal semasa hamil dan ditambah lagi dengan cuaca yang panas ini. Tapi untung saja dirinya menggunakan dress yang pendeknya dibawah lutut bukan pakaian panjang.
Clara melihat ada bus dari arah kanan, mungkin ini busnta, bus itu kemudian berhenti di depan halte bus.
"Lapor bos, saya tidak menemukan taksi," ucap seorang pria yang berbicara pada pria bertopi di sampingnya.
Clara mengerutkan keningnya heran, mungkin pria disampingnya ini adalah orang kaya sampai-sampai di panggil bos segala oleh pria itu.
"Bodoh!" Maki pria bertopi tersebut.
"Maafkan saya bos. Bos bagaimana jika kita naik bus ini saja, lagipula sebentar lagi nyampe tujuan bos. Bos juga belum pernah ngerasain naik angkutan umum kan, ayo bos cobain enak rau," sarannya.
Pria bertopi itu tampak mengangguk lalu berjalan menuju bos itu dan masuk ke dalam di ikuti oleh laki-laki tadi.
"Ayo mbak masuk, busnya sudah mau jalan," ajak ibu-ibu yang duduk di samping Clara tadi, Clara mengangguk dan tersenyum ramah, dia lalu berdiri dan masuk ke dalam bus itu.
Clara melihat tidak ada bangku lagi yang kosong, ia pun berdiri sembari berpegangan saat bus mulai berjalan. Untung saja disini ada AC jadi ia tidak merasa kegerahan walaupun harus berdiri terus sampai ke tujuan.
Pria yang tadi dipanggil bos itu namanya Devan Wijaya, pria itu menatap wanita yang berdiri di depannya, wanita itu hanya tersenyum kepadanya saat tak sengaja pandangan mereka bertemu.
"Rio berdiri kamu," perintah Devan kepada sekretarisnya yang duduk disampingnya.
"Memangnya ada apa bos?" Tanya Rio.
"Kamu tidak melihat di depanmu ada apa," balas Devan dingin.
Rio menatap kedepan dan hanya ada seorang wanita mail, lalu apa masalahnya pikir Rio.
"Kamu berdiri dan biarkan wanita hamil itu duduk di sini, kamu tidak kasian melihatnya?" Tanya Devan.
"Kesambet setan apa nih si bos, seumur-umur gua baru denger dan melihat si bos baik sama orang," batin Rio kaget.
"Tapi bos, saya juga lelah bos. Kenapa tidak bos sendiri aja yang berdiri dan membiarkan wanita itu duduk di bangku bos," ucap Rio santai dengan nada malas.
"Apa kamu bilang?! Kamu menyuruh saya Rio, sialan! Cepat gak berdiri!" Titah Devan dengan tegas dan dingin.
"Hufft, baiklah. Tapi saya dikasih bonus kan bos?" Tanyanya.
Devan membalas dengan anggukan.
Rio tersenyum lebar saat bos nya menyetujui permintaannya, Rio pun berdiri supaya wanita hamil itu bisa duduk disana.
"Nona silahkan duduk disini," ucap Devan kepada wanita hamil itu.
Clara, wanita itu yang merasa terpanggil menatap laki-laki yang tengah duduk didepannya.
"Terimakasih tuan," ucap Clara kemudian duduk disamping pria itu.
"Kamu mau kemana?" Tanya Devan pada Clara.
"Tidak tau tuan, saya di sini mau mencari pekerjaan dan kontrakan," jawab Clara.
Devan mengangguk mengerti lalu ia tersenyum tipis.
"Bagaimana jika kamu bekerja dirumah saya?" Tawar Devan.
"Beneran tuan? Tapi saya bekerja apa di rumah tuan?" Tanya Clara yang sangat bahagia sudah mendapatkan pekerjaan, dengan begitu ia tidak perlu mencari kontrakan.
"Jadi asisten rumah tangga, kamu bisa melakukan kegiatan rumah tangga kan?" Tanya Devan.
"Bisa tuan, saya sangat bisa," ucap Clara dengan senyum terpatri di wajah cantiknya, Devan tertegun beberapa saat menatap senyuman Clara.
"Jadi kamu mau kan?" Tanya Devan dengan tersenyum canggung saat Clara juga sama-sama menatapnya.
"Saya mau ko tuan, terimakasih banyak sudah memberikan saya pekerjaan," ucap Clara bahagia.
"Awhh." Clara mengaduh saat merasakan perutnya sakit, mungkin perutnya mengalami kram lagi.
"Kamu kenapa?" Tanya Devan panik dan refleks tangannya bergerak mengelus perut buncit milik Clara.
Clara dan Devan saling menatap. Kenapa pria ini begitu tampan bahkan melebihi dari kata sempurna menurut Clara. Hidung yang mancung dan juga alis yang tebal, bibir itu... Astaga rasanya jantungnya berdetak sangat kencang sekarang, bibir itu seakan memintanya untuk menciumnya seperti di film-film.
Sedangkan Devan juga merasa begitu terharu saat memegang perut Clara. Devan bahkan rasanya tidak mau melepaskan tangannya dari perut Clara.
"Baby kamu jangan nakal di dalam sana ya, kasian ibumu nanti kesakitan," ucap Devan yang berbicara dengan bayi yang masih didalam perut Clara. Wanita itu merasa begitu nyaman dengan elusan Devan pada perutnya. Mungkin anaknya merasa senang jika di elus oleh pria.
Rio yang melihatnya merasa aneh, bosnya apa-apaan menyentuh perut wanita hamil itu. Padahal mereka kan tidak saling mengenal, atau mungkin bos nya itu sedang mengingat akan istrinya yang sudah meninggal dunia saat kondisi hamil, entahlah Rio memilih membiarkannya saja.
"Boleh saya mengelus perutmu?" Tanya Devan menatap wajah Clara yang tengah memerah, sungguh Devan merasa sangat gemas saat melihat pipi chubby Clara yang memerah seperti kepiting rebus.
Clara hanya mengangguk sebagai jawaban.
Dan disepanjang perjalanan tangan Devan terus mengelus perut Clara, bahkan kadang-kadang bayi Clara melakukan gerakan begitu kecil dan itu membuat Devan semakin suka, hingga tanpa sadar Clara memejamkan matanya. Ia begitu menikmati elusan pria disampingnya membuat dirinya lama-kelamaan menjadi ngantuk dan akhirnya tertidur.
Devan Wijaya adalah seorang CEO tampan, kaya raya. Dai mempunyai perusahaan bernama Wijaya Company, dan dia juga mempunyai seperti restoran, cafe, hotel, mall yang bukan hanya di Indonesia tapi di luar negeri pun ada.
Dengan wajah tampan dan kaya raya membuat Devan menjadi incaran wanita-wanita cantik di luaran sana. Tapi menurut Devan semua wanita-wanita yang mendekatinya tidak ada satupun yang masuk ke dalam kriterianya.
Devan adalah sosok laki-laki yang sangat dingin jika dengan orang lain selain keluarganya sendiri. Dia juga mempunyai tatapan mata yang begitu tajam, bibir seksi dan tubuh yang atletis.
Devan sudah berusia 30 tahun, ia memang sudah pernah menikah sebelumya tapi hubungannya berakhir dengan cerai mati.
Devan berpisah dengan calon sekaligus istrinya. Istri Devan meninggal dunia sejak 5 tahun silam saat tengah hamil anak pertama mereka, yang pada saat itu usia kehamilan istrinya sudah menginjak 5 bulan, karena mengalami pendarahan. Jadi Devan sudah menduda selama 5 tahun dan sampai saat ini.
Dan semenjak istri meninggal Devan tak pernah lagi memikirkan wanita, dia sudah membangun tembok es di hatinya. Menurutnya cintanya hanya untuk mendiang istrinya dan juga anaknya yang belum pernah dia lihat. Sadar sudah jatuh cinta pada istrinya saat istrinya dalam keadaan sekarat dan akhirnya meninggal dunia itu merupakan penyesalan yang luar biasa bagi Devan, dan membuatnya terus di hantui penyesalan itu.
Devan memang menikah karna perjodohan, tapi saat istrinya sudah meninggal satu bulan, rasa cintanya mulai tumbuh.
***
Devan terbangun dari tidurnya. Setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan dengan angkutan umum itu, Devan langsung tertidur di kamar karena badannya terasa pegal-pegal ia bahkan tidak jadi menghadiri pertemuan penting itu. Ia melirik jam dindingnya sudah menunjukkan pukul 4 sore.
"Bagaimana kabar wanita itu apa dia sudah bangun, "gumam Devan, ia memilih beranjak dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sebelum ia menemui wanita itu.
Sepuluh menit kemudian Devan keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk sebatas pinggang dan juga handuk kecil yang digunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Dreett... dreett...
Ponsel Devan berbunyi di atas nakas, segera pria itu menghampiri ponselnya dan mengangkatnya.
"Ada apa?"tanya Devan.
"Halo bos, saya mau memberitahu jika pertemuan penting dengan perusahaan Leon group yang batal hari ini di ganti hari lain bos, "jawab sekertaris Devan, yaitu Rio.
"Baiklah. Kamu beritahu saja kapan waktunya, "ucap Devan lalu memutuskan sambungan teleponnya dan meletakkan ponselnya kembali di meja nakas.
"Pergi! Jangan dekati saya!" teriakan seseorang dari kamar sebelahnya membuat Devan kaget.
"Astagah ada apa itu?" gumam Devan sembari berjalan keluar dari kamar tanpa mengenakan pakaiannya terlebih dahulu.
"Ada apa ini?"tanya Devan saat sudah memasuki kamar yang berada di samping kamarnya.
"Maaf tuan, wanita hamil ini tiba-tiba berteriak saat saya datang, padahal saya hanya ingin mengatarakan tas miliknya, "ucap pengawal Devan yang badannya sangat kekar dan banyak tato di lengannya.
Sepertinya ini ada kesalahan pahaman, fikir Devan.
"Ya sudah kau boleh keluar, "ucapanya.
"Baik tuan." Pengawal Devanpun keluar dari kamar itu.
Devan mengalihkan pandangannya menatap wanita hamil yang masih terduduk di pojokan kamar.
Devan memilih mendekati wanita itu yang masih menutup wajahnya sambil menangis. Dia kemudian bersimpuh di depannya.
"kamu kenapa?" Tanya Devan sambil mengusap rambut hitam legam milik wanita hamil itu.
Clara yang merasa ada yang mengusap rambutnya lantas membuka tanganya yang tadi ia gunakan untuk menutupi wajahnya.
Clara menatap Devan dengan air mata yang masih mengalir deras.
"Tuan! Orang itu pasti orang jahat kan? Dimana orang itu tuan?" tanya Clara dengan wajah ketakutan dan panik.
Devan hanya mengulum senyum tipis melihatnya. Memang pengawalnya tadi terlihat menyeramkan layaknya seorang preman dan Clara pasti mengiranya dia orang jahat.
"Dia tidak jahat Clara, dia ada pengawal saya. Dia kesini hanya untuk mengantarkan tas mu, " ucap Devan memberi pengertian.
"Dia tidak jahat tuan?" Tanya Clara agi untuk memastikan.
"Tidak," jawab Devandengan singkat.
Clara lalu menatap sekelilingnya, dirinya sekarang berada di sebuah kamar bernuansa coklat muda, kamar ini begitu besar layaknya kamar tuan putri pasti yang punya kamar ini adalah orang kaya. Tapi dimana dia sekarang?
"Tuan saya ada dimana?" tanya Clara.
"Kamu ada di mansion saya, tadi di bus kamu ketiduran dan saya membawamu ke sini," jawab Devan.
Clara mengangguk mengerti, kenapa dirinya bisa tidak sadar di bawah ke mansion besar ini, ia bingung tadi ia tidur atau pingsan.
Clara menatap Devan yang bersimpuh di depannya. Saat ini Devan tidak mengenakan apapun kecuali selembar handuk yang menutupi bagian bawahnya. Pipi Clara memerah saat melihat perut sixpack milik Devan.
Kruyuk... kryuk...
Clara tersenyum malu kepada Devan yang tengah mengulum senyum geli.
"Kamu lapar hem?" tanyanya.
Clara hanya mengangguk malu.
"Baiklah ayo kita ke dapur, mungkin bibi sudah memasak untuk makan malam. Mari kita makan bersama." ajak Devan.
"Tidak tuan, saya disini mau bekerja rasanya tidak pantas saya makan bersama tuan." tolak Clara.
"Tidak apa-apa, kamu kan belum mulai bekerja, jadi kamu masih saya anggap sebagai tamu disini."
"Em baiklah tuan, kalau tuan memaksa." Clara hanya pasrah karena dia juga merasakan begitu lapar saat ini.
Devan kemudian membantu Clara untuk berdiri dari duduknya di lantai.
"Kamu hamil berapa bulan?" Tanya Devan sembari berjalan keluar bersama Clara.
"jalan 5 bulan tuan, " jawab Clara.
"Sudah terlihat besar ya seperti 6 bulan."
Clara hanya tersenyum dia juga merasakan hal itu.
***
"Kamu tidak mau menambah lagi?"tanya Devan menatap wanita yang duduk di depannya sedang mengelus perut buncitnya.
"Tidak tuan. Rasanya saya sudah begitu kenyang hingga perut saya terasa begah, " ucap Clara sambil terus mengelus perutnya.
Devan hanya tersenyum tipis, bagaimana tidak kenyang, jika wanita ini makan sampai menambah dua kali, ia saja tadi sampai heran melihatnya karena Devan belum pernah melihat seorang wanita makan begitu banyaknya. Tapi Devan merasa senang melihatnya karena wanita itu begitu lahap menyantap makanannya.
"Oh ya sepertinya kita belum saling mengenal ya, siap nama mu?" tanya Devan.
"Clara Caroline tuan, panggil saja Clara," jawab Dira sambil tersenyum.
"Nama yang indah. Dan perkenalkan nama saya Devan Wijaya," ucap Devan.
"Saya panggil tuan Devan saja ya?" tanya Clara.
"Silahkan."
"Oh ya ada yang ingin saya tanyakan padamu, dimana suamimu? Kenapa dia membiarkanmu bekerja dalam kondisi hamil seperti ini?" tanya Devan. Devan melihat perubahan raut wajah Clara, raut wajah wanita itu berubah menjadi murung.
"Saya tidak memiliki suami tuan...."ucapnya dengan nada lirih dan tidak melanjutkan ucapannya karena jujur ia malu.
"Jadi kamu-"Aldan sengaja tidak melanjutkan ucapannya saat melihat Clara sudah mengangguk seakan mengetahui apa yang ingin di tanyakan.
"Em.. baiklah kamu bisa istirahat lagi di kamar yang tadi, mungkin kamu masih lelah dan harus banyak istirahat," ucap Devan, ia merasa bersalah saat melihat wajah Clara yang terlihat murung dan sedih, tidak seperti tadi yang tampak ceria saat makan.
"Saya akan membereskan meja makan ini dulu tuan," ucap Clara.
"Tidak perlu Clara, ada bibi disini yang akan membereskannya. Lebih baik kamu pergi ke kamar sekarang," ucap Devan dengan nada yang seperti tidak ingin ditolak.
Clara hanya mengangguk pasrah lalu dia berjalan menuju kamarnya.
"Jadi bagaimana apa kamu sudah siap untuk bekerja?" tanya Devan yang sedang duduk di sofa ruang keluarga, Devan menatap wanita berperut buncit yang tengah berdiri di hadapannya.
"Sudah tuan. Saya sudah bisa bekerja hari ini, kan tuan?" tanya Clara dengan wajah berseri-seri.
Devan hanya menganggukkan-anggukan kepalanya dengan santai.
"Benarkah! Terima kasih tuan, " ucap Clara dengan semangat.
"Kalau begitu saya permisi tuan," pamit Clara sembari melangkahkan kakinya ingin meninggalkan ruang keluarga dan mulai bekerja.
"Tunggu! Kamu mau kemana?" pertanyaan Devan membuat langkah Clara terhenti dan wanita itu lalu berjalan menghampiri Devan kembali.
"Ada apa tuan?" tanya Clara bingung.
"Saya belum bilang kan apa pekerjaanmu disini?" tanya Devan.
Clara hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kamu ingin tau kan pekerjaanmu apa?
"Mau tuan," jawab Clara.
Clara berdoa semoga saja pekerjaannya tidak terlalu berat dan tuannya mau memperkerjakan dirinya sesuai porsi dia sekarang yang tengah berbadan dua.
"Baiklah, kamu ada 7 pekerjaan di rumah ini," kata Devan.
Clara melongo kaget mendengarnya. Tujuh pekerjaan! Yang benar saja kenapa banyak sekali, jangan-jangan mencuci mobil juga ada dalam list pekerjaan itu.
Devan hanya tersenyum tipis melihat wajah Clara yang terlihat shock.
"Pekerjaan yang pertama,kamu harus memasak hanya untuk saya dan juga untukmu hanya berdua saja oke. Jadi jangan terlalu banyak jika memasak dan jika kamu sedang tidak enak badan kamu bisa meninggalkan pekerjaan ini."
"Yang kedua, kamu datang ke kamar saya dan bersihkan tempat tidur saya setiap pagi hari."
"Yang ketiga, persiapkan semua kebutuhan saya saat saya akan pergi ke kantor, seperti baju, jas dan lain sebagainya."
"Lalu yang ke empat pijat saya jika saya terlihat lelah setelah pulang kerja."
"Yang ke lima, kamu harus mau jika saya ajak kamu kemanapun itu."
"Yang ke enam, siapakan air hangat jika saya akan mandi pagi hari.
"Dan untuk yang terakhir, saya tidak bisa mengatakannya sekarang, mungkin suatu hari nanti, " ucap Devan lalu menghentikan ucapannya.
Clara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja sendari tadi dan mendengar dengan pokus apa diucapkan oleh tuannya.
Semua pekerjaan itu adalah pekerjaan yang begitu ringan menurut Clara bahkan sangat ringan.
Dia kira tugasnya seperti menyapu rumah yang besar ini, mengepel, dan juga membersihkan mobil, tapi ternyata hanya seperti itu. Astagah begitu beruntungnya dia memiliki majikan yang begitu baik.
"Jadi bagaimana kamu setuju dengan itu semua? apa kamu ingin protes mungkin karena merasa keberatan," tanya Devan.
"Saya sangat setuju tuan, "jawab Dira dengan cepat.
"Baiklah jadi sekarang kamu bisa mulai berkerja, persiapkan baju kantor saya dan lain-lainnya di kamar saya. Nanti jam 8 saya akan pergi ke kantor," perintah Devan.
"Baik tuan, " ucap Clara sambil mengangguk, lalu dia berjalan menuju kamar tuannya yang berada di lantai tiga dan masuk ke dalam lift.
Devan menatap Clara dengan susah diartikan yang sudah masuk kedalam lift.
"BIBI!" panggil Devan kepada pembantu rumah tangga yang sedang membereskan meja makan bekas di gunakan untuk sarapan tadi.
Bibi tanpa berlama-lama langsung menghampiri tuanya.
"Iya ada apa tuan?" tanya wanita paruh baya yang bernama Bi Yuyun dengan membungkuk hormat.
"Saya minta bibik bersihkan kamar lantai satu. Kamar yang bersebelahan di samping tangga itu, bibi bersihkan kamar itu untuk saya dan satu kamar lagi untuk wanita hamil itu, mengertikan bi?"
"Mengerti tuan, kalau begitu saya permisi." bi Yuyun pun berlenggang pergi meninggalkan Devan untuk melaksanakan perintah tuannya.
Devan memilih berjalan menuju kamarnya dimana wanita hamil itu saat ini tengah mempersiapkan pakaian kantornya.
***
Clara tengah duduk di ranjang milik tuannya, ini adalah perintah dari Devan.
Devan meminta dirinya untuk duduk sebentar setelah selesai mempersiapkan perlengkapan kantor, dan saat ini Devan sedang berganti pakaian di walk in closet.
Clara duduk sambil berpikir setelah pekerjaan ini, pekerjaan apa lagi yang harus ia kerjakan. Memasak untuk sarapan sudah, membersihkan tempat tidur tuannya dan persiapan kantor sudah, lalu apa lagi? Jika pijat itu pekerjaan nanti setelah tuannya pulang dari kantor. Masa iya setelah ini ia sudah free tidak ada kegiatan lainnya.
"Apakah kamu bisa pasangkan dasi saya?" tanya Devan yang sudah keluar dari ruang ganti. Clara yang sedang duduk di ranjang kaget tidak mengetahui sejak kapan tuannya ini keluar dari ruang ganti.
"Bisa tuan," jawab Clara lalu berdiri dari duduknya menghampiri Devan.
"Kamu ini berdiri atau jongkok?" tanya Devan sambil mengulum senyum mengejek melihat Clara yang begitu pendek di depannya, entahlah memang Clara yang pendek atau dirinya yang ketinggian yang pasti Clara saat ini hanya sebatas dadanya saja.
Clara yang ditanya seperti itu tiba-tiba bibirnya mengerucut, ia bukan pendek tapi tuannya saja yang ketinggian, tinggi badannya adalah 160 cm itu sudah tinggi yang ideal menurutnya. Sedangkan Devan tinggi badannya 190 cm.
Clara mulai memegang dasi yang sudah di kalungkan di kerah kemeja Aldan.
"Sepertinya kamu tidak akan sampai, bagaimana jika kamu naik ke atas sofa itu," saran Devan yang kasihan melihat Clara sampai berjinjit-jinjit untuk memakaikan dasinya. Sebenarnya dia memang bisa memasang dasi sendiri tapi tidak bisa rapi, dan dia lebih sering tidak menggunakan dasi jika berangkat ke kantor atau jika ada pertemuan penting dengan kliennya karena menurutnya akan sangat memalukan jika ada pertemuan penting menggunakan dasi yang tidak rapi.
Clara menurut, lalu naik ke atas sofa dengan di bantu oleh Devan dan dia kemudian mulai memasangkan dasinya dengan begitu pokus.
Clara menghirup wangi yang di keluarkan dari badan Devan.
Sepertinya dia pernah mencium wangi ini, tapi lagi-lagi Clara menampiknya mana mungkin tuannya ini adalah dia, parfum seperti ini mungkin banyak yang memilikinya tidak hanya laki-laki bejat itu.
"Kamu sudah cek up kandunganmu?" tanya Devan sambil mengelus perut Clara.
"Belum pernah lagi tuan, hanya sekali saja waktu kehamilan saya usia 1 bulan," jawab Dira.
"Apa! kamu belum pernah memeriksanya?! Astaga, pemeriksaan kandungan itu sangat penting untuk mengetahui keadaan sang bayi. Kenapa kamu begitu ceroboh tidak memeriksa kandunganmu hingga 3 bulan lamanya!" ucap Devan terdengar frustasi.
"Tempat saya ke puskesmas jauh tuan" ucap Clara yang sudah selesai memasang dasi milik Devan.
"Itu bukan alasan! Kamu pasti malas kan untuk pergi mengunjungi dokter?" tanya Devan.
Clara hanya menunduk, dia bukan malas hanya saja ia harus hemat, lagipula saat itu juga tak ada waktu untuk memeriksa kandunganya karena Clara harus bekerja setiap hari sebagai penjual jajanan yang dijalan kepada orang-orang yang membawa kendaraan untuk agar ia bisa makan.
"Bagaimana jika bayimu kenapa-kenapa hem? Karena kamu ceroboh tidak memeriksanya." tanya Devan lagi.
Clara hanya menunduk dengan memainkan jarinya takut.
Devan melihat ada tetesan bening jatuh dari mata cantik wanita didepannya, ia yakin Clara saat ini tengah menangis.
"Kenapa kamu menangis?" tanya Devan.
Clara hanya menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, sekarang kamu siap-siap kita berangkat ke dokter untuk memeriksa kandunganmu, " ucap Devan dengan suara yang lebih di perlembut.
Clara hanya mengangguk dan berusaha turun dari sofa dengan di bantu oleh Devan lalu ia berjalan keluar dari kamar Aldan.
"Semoga saja bayi dan ibunya tetap sehat walaupun dia begitu ceroboh tidak memeriksa kandunganya selama tiga bulan," gumam Devan, dia kemudian mengambil kunci mobilnya dan keluar dari kamarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!