NovelToon NovelToon

My Lovely Pilot Forever

Dua Berita

Bernadette Clarissa Christabel adalah seorang gadis sederhana dengan sifat pemalu, namun selalu bersikap baik kepada siapa saja. Dia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan pekerja keras, meskipun sering dianggap kurang pergaulan oleh teman-temannya sejak sekolah. Wajah cantiknya yang alami kerap menarik perhatian banyak pria.

Sejak kecil, Clarissa telah menjadi yatim piatu dan tinggal di panti asuhan yang dikelola oleh biara. Salah satu suster di biara itu adalah sahabat dekat orang tuanya semasa hidup. Namanya Suster Maria.

Hari ini, Clarissa sangat senang karena berhasil melewati sidang kelulusan dengan sangat baik. Dia berhasil lulus dan mendapat nilai terbaik setelah kuliah tiga setengah tahun. Tidak ada yang mengetahui kabar bahagia ini Selain sahabat satu-satunya yaitu Mirabella. Seorang gadis misterius yang sejak awal berkenalan dengan Clarissa terlihat begitu dominan dan selalu mengikuti kemana Clarissa pergi. Awalnya dia risih, tetapi karena melihat Mirabella begitu tulus beda dari orang lain, Clarissa pun menerima dia sebagai teman. Hingga pertemanan itu terjalin erat sampai sekarang.

"Selamat ya darling. Akhirnya kamu lulus juga. Ini buat kamu" Mirabella menyambut bahagia Clarissa yang baru keluar dari ruang ujian. Setelah berpelukan beberapa saat, Mirabella menyerahkan sebuket bunga dan kado untuk sahabatnya itu. Dia bahkan sejak tadi menunggu di luar ruangan demi bisa menjadi orang pertama yang memberi ucapan selamat.

"Terima kasih Mira, selamat juga untuk kamu ya. Maaf kemarin saya tidak sempat datang saat kamu ujian. Dan ini untuk kamu" jawab Clarissa sedikit sesal. Memang benar, dua hari lalu, Mirabella juga ujian, sayangnya, Clarissa tidak bisa datang karena sedang menemui dosen untuk mendapatkan tanda tangan.

Tetapi, dia telah menyediakan hadiah untuk gadis Itu. Makannya hari ini mereka terlihat seperti bertukar kado dan bunga. Lucu sekali.

"Terima kasih kembali. Oh yeah. Apakah kamu akan langsung pulang ke panti hari ini juga?" Respon Mirabella bertanya.

Clarissa mengangguk antusias "Iya, saya sudah tidak sabar memberi kabar ini kepada suster Maria dan adik-adik di sana. Saya juga rindu mereka. Seminggu terakhir kalau saya telepon selalu tidak di jawab. Mereka malah membalas dalam pesan singkat kalau kabar mereka baik-baik saja"

Clarissa sedikit kepikiran dengan kondisi di panti asuhan. Makanya dia memilih langsung pulang begitu sidang Selesai. Karena jarak tempat dia kuliah dan panti cukup jauh atau beda daerah. Dia masih butuh ke stasiun untuk membeli tiket kereta.

"Baiklah Darling. Saya harap kamu hati-hati di jalan. Labari kalau butuh sesuatu "

Mirabella menyetujui keinginan sahabatnya tetapi dia selalu mengingatkan gadis itu agar menelepon saat butuh sesuatu. Bukan tanpa alasan, Mirabella selalu merasa khawatir kalau Clarissa berjalan sendiri. Mengingat gadis itu begitu pemalu dan tidak terbiasa jalan sendiri kemana-mana. Meski sudah beberapa kali bolak-balik panti dan asrama kampus, tetap saja, siapa yang tahu di jalan dia akan ketemu orang jahat.

"Oke. Sekarang kita makan dulu ya. Tenagaku sudah terkuras habis saat ujian tadi"

"Oke, let's go darling" Suara Mirabella begitu kencang hingga berhasil mengalihkan perhatian orang sekitar kepada mereka.

Clarissa sedikit tersenyum geli, Sejak awal Mirabella selalu memanggilnya darling sampai sekarang dan entah masih berlanjut sampai kapan. Dia tidak marah atau risih hanya saja, ada beberapa orang yang sering menganggap mereka pasangan sejenis. Sungguh menggelikan bagi keduanya karena masih sama-sama normal. Ya sudahlah. Biarkan orang berpikir sesuka hati mereka. Asal tidak ada yang benar.

"Lihatlah mereka melihat kita" bisik Clarissa begitu menyadari tatapan orang di sekitarnya.

"Ck, biarkan saja. Mereka saja yang kurang kerjaan, tidak suka liat orang lain bahagia" Mirabella tipe orang tidak peduli kalau bukan urusan penting. Apalagi meladeni orang yang suka julid. Tapi, dia adalah tipe gadis yang penuh kasih kepada orang terdekatnya.

Akhirnya mereka memilih makan di sebuah restoran kecil di dekat kampus. Kali ini, Clarissa yang traktir. Selain karena sebagai ucapan syukur dia lulus kuliah juga tidak ingin Mirabella selalu membayar saat mereka makan di luar.

Sebenarnya, saat makan di luar pun dia selalu ingin membayar, tetapi Mirabella mengatakan dirinya saja yang membayar. Dia kasihan melihat Clarissa yang kerja sambil kuliah. Meskipun dia juga ikutan kerja untuk menutupi identitas aslinya. Karena, kalau sampai Clarissa tahu latar belakang Mirabella, gadis itu yakin, Clarissa tidak mau lagi berteman dengannya.

Mereka pun memesan menu kesukaan lalu makan dengan suasana hati yang senang. Setelah selesai makan, Mirabella langsung mengantar Clarissa ke stasiun setelah mampir sebentar ke asrama untuk mengambil tas pakaian.

"Berapa lama kamu di sana? Jangan lama ya. Saya sendirian di sini" Mirabella seperti tidak rela melepas sahabatnya pergi. padahal juga bukan pertama kali mereka berpisah.

"Mungkin cuma seminggu. Karena saya cuma izin kerja seminggu sama bos"

Mirabella kaget mendengar jawaban sahabatnya.

"Jadi kamu belum resign?"

"Belum, saya masih terus bekerja sampai wisuda nanti. Setelah itu, baru berencana mencari pekerjaan lain dengan ijazah yang sekarang "

Mirabella mengangguk paham. "Baiklah. Tu, segera naik. Sudah dipanggil. Jangan lupa telepon kalau ada apa-apa"

Gadis itu mendorong pelan pundak Clarissa agar segera masuk kereta. Keduanya sempat berpelukan sebentar kemudian saling berpisah setelah kereta meninggalkan stasiun.

Setelah menempuh perjalanan hampir empat jam, Clarissa tiba di kampung halaman tempat dia dibesarkan. Dia turun dari kereta, keluar stasiun untuk segera mencari taksi.

Tidak berselang lama, taksi datang dan mengantar Clarissa ke sebuah rumah panti asuhan di pinggir desa. Lokasinya tidak berdekatan dengan pemukiman, Karena memang dibangun di tanah milik biara kesusteran.

Setelah membayar, Clarissa segera turun. Tetapi pandangannya sedikit kaget mendapati orang-orang mulai memasang tandu di depan panti. Dia tergesa-gesa mendekati orang-orang tersebut

"Permisi pak, ada apa ini?" Tanya Clarissa pada seorang bapak yang merupakan warga kampung.

"Kebetulan nona Clarissa sudah tiba, tadi kita coba hubungi tapi nomor kamu tidak aktif "

Mendengar itu, dia langsung mengecek ternyata ponselnya mati kehabisan arus.

"Memangnya ada apa ya pak. Kok di sini dipasang tenda?" lanjutnya bertanya karena penasaran.

"Itu non jangan kaget ya, saya harap kamu kuat. Kita baru saja menerima kabar kalau Suster Maria meninggal di rumah sakit"

Deg..

Jantung Clarissa seperti berhenti berdecak. Tidak, dia pasti salah dengar. kabar ini pasti salah.

"Apa maksud bapak? Itu tidak mungkin. Bukannya suster baik-baik saja dan sudah sehat..Hiks..hiks ?" walau mencoba tidak percaya tapi hati Clarissa meragu. Air matanya mulai bercucuran. Demi Tuhan dia tidak percaya dengan berita tersebut.

Di saat yang sama, seorang anak panti asuhan yang juga seumur Clarissa turun dari taksi dan berlari mendekati gadis itu. dia memeluk Clarissa dan menangis bersama.

"Clarissa yang sabar ya. Suster Maria sudah tidak ada. Dia sudah bahagia di surga. Saya baru saja dari rumah sakit mengurus jenazah suster. Sebentar lagi akan tiba di sini"

Saat inilah Clarissa langsung menangis histeris.

"Hiks...hiks.. tidak mungkin. Ini semua pasti cuma bohongan..hikss"

Tidak pernah terlintas dalam benak Clarissa bahwa dia akan kehilangan sosok yang paling dia sayang dan kagumi semasa hidupnya. Suster Maria nyatanya menghembuskan nafas terakhir setelah berjuang melawan kanker darah selama beberapa tahun terakhir. Sempat berobat beberapa kali melakukan kemoterapi dan segala jenis pengobatan lainnya. Kondisinya bolak-balik sehat lalu drop. Mungkin karena faktor usia juga. Puncaknya, seminggu lalu tiba-tiba drop dan dibawa ke rumah sakit. Tidak ada yang memberi tahu Clarissa.

Pantas saja saat dia menelepon tidak ada yang menjawab. Padahal semua atas dasar perintah suster Maria agar tidak membuat Clarissa kepikiran dan beban.

Kepulangan dia ke panti hari ini tentu saja ingin membawa kejutan karena dia berhasil lulus kuliah tiga setengah tahun. Tetapi, dia justru terkejut mendengar kabar bahwa suster Maria, yang sudah seperti ibu kandung baginya, baru saja meninggal di rumah sakit.

Ada dua kabar berbeda dalam satu hari. Kabar gembira atas kelulusan dan juga kabar duka yang menyayat hatinya.

Clarissa sangat terpukul juga sedih. Padahal sebentar lagi dia akan wisuda. Dia pulang bukan hanya menyampaikan kabar gembira itu, tetapi juga mengajak Suster Maria untuk mendampingi saat proses wisuda nanti. Apalagi dia terpilih sebagai lulusan terbaik dan akan menyampaikan pidato. Dia sudah berencana akan menyelipkan nama sang suster dalam pidato nanti sebagai bentuk ucapan terima kasih. Tetapi takdir berkata lain.

Ke esokan harinya, Jenazah suster Maria dimakamkan di lahan khusus susteran. Clarissa masih saja memandang gundukan tanah dimana suster dikuburkan. Matanya merah dan bengkak. Tidak bertenaga seperti semua semangat ikut pergi bersama suster Maria.

Semua masih terasa seperti mimpi baginya. Dia kehilangan semangat dan bahkan sejak kemarin dia hanya menangis dan berdoa untuk keselamatan jiwa suster Maria. Sapaan para pelayat dia jawab seadanya saja.

"Clarissa, sebaiknya kita pulang. Hari semakin sore nak" Seorang suster yang juga dia kenal sebagai pengurus panti mengajaknya pulang.

Clarissa mengangguk lemah, tetapi sebelum berdiri dia menyampaikan pesan diiringi linangan air mata.

"Suster Maria. Entah bagaimana caranya saya mengikhlas kepergianmu yang begitu cepat. Tetapi saya berdoa semoga Tuhan menempatkan engkau di tempat terindah di surga. Tolong jaga kami semua dari jauh. Doa kan kami. Kami pun akan selalu mendoakan suster. Salam rindu selalu. Sampaikan salam apabila bertemu papa dan mama Clarissa di sana ya. Selamat beristirahat dalam kedamaian suster Maria. Terima kasih untuk segalanya. Aku menyayangimu "

Ayo Ke Kota

Seminggu paska kepergian Suster Maria. Panti asuhan masih di liputi duka. Terlebih Clarissa yang begitu dekat Dengan sang Suster. Wanita itulah yang merawat dia sampai sebesar sekarang. Memberi cinta dan kasih sayang. Selalu mendorong dengan banyak motivasi, termasuk mengajarkan beberapa keterampilan dasar pada Clarissa, seperti menjahit, memasak, bahkan bermain alat musik.

"Sudah nak, jangan terlalu larut bersedih. Yang perlu kita lakukan sekarang, mendoakan Suster Maria agar bahagia di surga" ucap Suster Marta yang juga teman dekat Suster Maria.

"Iya Suster, saya sedang berusaha. Cuma mungkin butuh waktu" Jawabnya sendu.

"Oh iya, gimana perkuliahan kamu, sudah seminggu di sini, apakah dosen tidak mencari?"

Selena menggeleng justru dia kembali menangis.

"Sebenarnya, saya pulang ke sini minggu lalu karena ingin menyampaikan sebuah kabar gembira untuk Suster Maria dan keluarga di panti. Saya sudah lulus. Sebentar lagi wisuda. Tetapi justru saya terkejut dengan kabar duka saat itu, hikss"

Mendengar itu Suster Marta langsung memeluk Clarissa, dia bangga dan terharu tetapi juga sedih karena Suster Maria tidak bisa melihat dan merasakan secara langsung keberhasilan Clarissa.

Setelah beberapa saat dia melepaskan pelukan itu dan membersihkan wajah Clarissa dari sisa air mata.

"Saya ucapkan selamat untuk kamu, nak. Kita semua bangga kamu bisa jadi panutan untuk adik-adik di sini. Suster Maria pasti jauh lebih bangga. Kapan wisuda?"

"Bulan depan Suster"

"Baiklah. Nanti biar Suster dan beberapa utusan anak panti yang mendampingi kamu saat wisuda, gimana?"

"Boleh Suster" jawab Clarissa sedikit tersenyum cerah.

"Ngomong-ngomong, kerjaan kamu bagaimana?"

Ah, hampir saja dia lupa. Hari ini adalah batas akhir dia minta cuti.

"Saya akan meminta waktu cuti tambahan, Suster"

Mendengar itu Suster Marta melarang. "Tidak perlu. Esok segera kembali ke sana. Saya tahu pekerjaan ini penting untuk kamu. Suster Maria juga pasti tidak setuju, kamu menyiakan kesempatan karena larut bersedih. Kamu bisa mendoakan suster Maria dimana pun kami berada"

Nasehat Suster Marta membuat Clarissa sedikit terhenyak. Betul dia tidak boleh larut bersedih.

"Baiklah Suster, esok saya akan kembali"

Setelah obrolan selesai barulah mereka kembali ke kamar masing-masing. Clarissa akan segera berberes untuk kembali esok siang. Dia juga mengingat kalau seminggu ini dia tidak mengaktifkan ponsel.

Bisa di tebak, begitu ponselnya aktif ratusan panggil tidak terjawab bahkan pesan muncul tanpa bisa di hitung. Semua berasal dari satu orang, yaitu Mirabella.

Gadis itu sangat khawatir karena Clarissa tidak berkabar. Tetapi, beberapa hari lalu, setelah menghubungi telepon rumah panti asuhan di situlah Mirabella mengetahui segala situasi yang diceritakan oleh salah satu anak panti karena kebetulan dia yang menjawab panggilan tersebut.

Mirabella yang tadinya khawatir dan cemas jadi ikutan sedih mengingat betapa dekatnya Suster Maria dengan Clarissa. Pasti gadis itu sangat berduka.

Setelah membaca semua pesan yang dikirim Mirabella, Clarissa akhirnya membalas dengan satu pesan yang berbunyi, kalau esok dirinya akan kembali ke asrama.

Clarissa turun dari kereta dan berjalan keluar stasiun. Di luar dia disambut suara teriakan Mirabella yang sudah menunggu sejak tadi.

"Darling!" Gadis itu berlari mendekati Clarissa dan memeluknya erat.

"Saya turut berduka cita. Kamu yang kuat dan sabar. Suster Maria sudah sembuh dan dia bahagia di surga"

Clarissa kembali menitikkan air mata.

"Iya, terima kasih Mira"

Mirabella mengangguk dan segera mengambil alih tas sahabatnya. "Ayo, sebaiknya kita langsung ke asrama. Lihat, sekarang sedang mendung. Mungkin sebentar lagi turun hujan"

Clarissa menurut dan menaiki motor butut kesayangan Mirabella. Hanya membutuhkan waktu tiga lima belas menit mereka tiba di asrama.

Keduanya segera mandi dan beristirahat. Esok, Clarissa akan segera kembali bekerja sementara Mirabella mengatakan dia memutuskan resign beberapa hari lalu. Belum diketahui alasan gadis itu. Tapi, Clarissa merasa mungkin Mirabella ingin beristirahat sebentar.

Hari-hari berlalu. Kini, tiba waktu dimana Clarissa wisuda. Keluarga dari panti asuhan telah tiba kemarin sore dan menempati dua kamar penginapan di dekat kampus. Clarissa ikutan tidur di sana, supaya mereka dapat berangkat bersama ke tempat wisuda.

Tetapi, pagi-pagi sekali Mirabella datang dengan membuat kehebohan. Entah darimana dia bertemu dengan dua orang laki-laki gemulai menjelma seperti wanita yang memperkenalkan diri sebagi MUA.

Dia meminta dua orang wanita jadi-jadian tersebut untuk mendandani Clarissa dan keluarganya secantik mungkin. Sementara dia sudah beres dan berpakaian lengkap.

"Wah, teman you very beautiful, Mirabella" ucap seorang laki-laki gemulai menatap takjub Clarissa yang sudah dipersolek cantik.

Mirabella tersenyum puas."Tentu saja. Memang dasarnya sudah cantik"

"Cantik sekali kamu nak" Suster Marta ikutan berkomentar.

Clarissa jadi sedikit malu hingga dua pria gemulai tadi tertawa gemas.

"Terima kasih. Kalian semua juga cantik" Clarissa menatap satu persatu mereka di sana yang juga sudah rapi.

"Ayo berangkat. Fransisca, bayaran kamu sudah saya transfer "

laki-laki gemulai yang bernama Fransisca, segera mengecek saldo mobile bangking, ternyata dia mendapatkan bayaran yang wow. Matanya saja sampai melotot.

"Terima kasih Mirabella yang manis" ucapnya senang sambil menunjuk isi saldo pada temannya.

Mereka pun segera berangkat menuju gedung wisuda, ternyata saat keluar dari penginapan, sudah ada mobil berukuran cukup besar dengan jumlah kursi yang muat untuk mereka semua. Clarissa kembali di buat kaget, darimana lagi Mirabella mendapatkan uang untuk menyewa mobil tersebut. Dia hanya menampung semua pertanyaan itu di dalam benaknya. Nanti saja dia bertanya.

Proses wisuda berjalan cukup lama dan juga penuh haru. Apalagi di saat Clarissa menyampaikan pidato yang penuh haru. Menceritakan sedikit perjuangan dan kehilangan akan sosok Suster Maria yang begitu berarti baginya. Jadi dia mendedikasikan kelulusan tersebut untuk sang suster.

"Selamat ya untuk kalian berdua. Ini untuk kalian" Setelah acara selesai, Suster dan beberapa anak panti menyerahkan masing-masing buket bunga dan kado pada Clarissa dan Selena

"Terima kasih Suster, adik-adik" Jawab keduanya bergantian

Setelah itu mereka lanjut dengan sesi foto bersama.

Malam tiba, mereka sudah berada di penginapan. Rencananya, esok keluarga akan kembali ke panti. Saat ini Clarissa sedang duduk berdua dengan Suster Marta dengan dalam obrolan cukup serius.

"Gimana rencana kamu selanjutnya, apakah masih lanjut kerja di restoran atau mau mencari kerjaan lain?"

"Saya berencana resign Suster, cuma belum tahu melamar kemana" jawab Clarissa ragu

Mereka sempat diam sebentar tetapi langsung beralih pada suara yang tiba-tiba terdengar di sana.

"Ayo Ke kota" Mirabella tiba-tiba masuk tanpa di duga.

"Ke Kota mana?" jawab Clarissa bingung

"Ke kota kelahiran ku. Ibu Kota Negara. Maaf ya, mungkin saya belum sempat bercerita banyak, tetapi, tadi papa menelepon katanya dia punya lowongan kerja bagus di sebuah perusahaan yang dia kenal. Kebetulan juga sesuai dengan basic kita, Digital marketing, gimana?"

Clarissa bingung mau menjawab seperti apa. Memang selama bersahabat keduanya tidak begitu banyak bercerita tentang kehidupan keluarga. Mirabella seperti sengaja menutupi tentang keluarganya.

"Itu tawaran yang bagus. Coba saja dulu nak" celetuk Suster Marta mengagetkan Clarissa yang sedang melamun.

"Tapi...?" Clarissa bingung

"Apa yang kamu ragukan Darling. Kamu tidak percaya sama saya?"

Clarissa tentu menggeleng. Bukan begitu maksudnya. Dia justru sedang berpikir kalau dia menerima tawaran Mirabella itu tandanya dia akan semakin jauh dari panti asuhan. Dia takut, karena belum berpengalaman ke kota besar. Lokasi kampus mereka saja berada di kota kecil yang tidak begitu maju. Kalau harus ke Ibu kota negara, itu tandanya dia akan masuk dalam lingkungan hidup perkotaan yang pesat.

"Saya hanya merasa ragu. Saya belum pernah berpengalaman ke kota besar seperti itu"

"Jangan khawatir, percaya sama saya. Semua akan baik-baik saja" ucap Mirabella menenangkan.

Lama Clarissa berpikir tetapi setelah melihat dan mendengar dukungan Suster Marta akhirnya dia setuju ke kota bersama Mirabella.

Alexander Dominic Wilson

Seorang pria tampan berbadan tegap nan atletis sedang melangkah ke keluar dari pintu kedatangan internasional. Setiap derap langkahnya seakan menarik perhatian semua orang di sana apalagi sedang berpakaian Pilot lengkap. Dia adalah Alexander Dominic Wilson, atau sering dipanggil Pilot Xander atau Kapten Xander.

Dia tidak sendiri, di sampingnya juga ada seorang wanita cantik lengkap berseragam pramugari. Bernama Olivia Grace atau kerap di sapa Olivia.

Tentu pemandangan itu semakin menghipnotis banyak orang. Mereka seperti pasangan yang sempurna dari segi fisik. Tampan dan cantik. Kedekatan keduanya tidak asing lagi bagi teman-teman seprofesi. Tetapi banyak juga yang tidak suka karena merasa kalah bersaing.

"Menang benar kabar itu kalau sekarang mereka berpacaran?" tanya seorang pramugari kepada teman pramugari lainnya, namun dengan tatap julid ke depan. Mereka juga sedang berjalan menuju pintu keluar.

"Mana saya tahu. Tanya saja sendiri " jawab pramugari lain karena merasa kesal juga melihat kedekatan Xander dan Olivia.

Dalam hati pramugari pertama tadi mendumel kesal. Dia kesal lantaran Xander seolah lupa malam panas yang mereka lewati beberapa malam lalu di sebuah hotel.

Bukan, menjadi asing lagi, Xander seorang pria playboy. Dia sering menghabiskan malam panas dengan wanita untuk melepas hasrat. Hanya hubungan simbolis mutualisme. Tidak ada paksaan. Termasuk pramugari tadi yang secara suka rela membuang diri ke ranjang xander.

Padahal pria itu sudah menegaskan hubungan mereka hanya sebatas malam itu saja. Ke depannya tidak usah diingat lagi.

Walau terdengar agak kasar tetapi, bukan dia yang meminta, para wanita yang datang menawarkan diri untuk merasakan betapa nikmat berada di bawa kukungan pria tiga puluh dua tahun tersebut.

Hidup di negara dengan menganut budaya bebas menjadikan hubungan seks tanpa status pernikahan adalah hal yang legal.

"Kamu ada rencana malam ini?" Olivia terlihat mulai membuka obrolan begitu sampai di tempat penjemputan

"Tidak ada" jawab Xander datar dan berbohong. Sebenarnya dia sudah ada janji dengan para sahabatnya untuk berkumpul di Club langganan mereka. Maklum karena jam terbang yang cukup padat apa lagi ada rute internasional, Xander jarang sekali kumpul dengan teman-temannya.

"Kalau dinner bareng saya gimana?" Olivia tidak kehabisan akal semakin Xander datar semakin dia tertantang.

"Saya lelah. Sepertinya malam ini, istirahat saja" Xander langsung memasuki mobil jemputan untuk segera ke apartemen miliknya.

"Baiklah. Kalau begitu sampai jumpa"

Tanpa menjawab, Xander langsung pergi.

Olivia sedikit kecewa tapi dia tidak boleh menunjukkan itu. Dia harus bersikap menjadi wanita yang anggun agar terkesan berbeda dari rekan lainnya. Dia sudah banyak mendengar tentang pramugari yang melakukan hubungan ranjang semalam dengan Xander, walau kesal, dia ingin mendekati pria tampan ini dengan cara yang berbeda.

'Lihat saja nanti. Saya pasti akan menjadi satu-satunya wanita yang berada di ranjang mu xander' batinya percaya diri.

Tiba di Apartemen, Xander langsung membersihkan diri. lalu segera melempar diri ke kasur. Jujur dia sangat lelah dan butuh beristirahat agar sebentar malam bisa lebih segar saat bertemu dengan para sahabatnya.

Tetapi sebelum itu dia mengirim pesan kepada mama nya yang mungkin sedang menunggu di rumah.

'*Mom, saya sudah sampai. Malam ini tidur di apartemen. Esok baru saya ke rumah*'

Sementara itu, Mom Emily yang memang sedang menunggu putranya langsung mengomel kesal setelah membaca pesan yang di kirim Xander.

"Ck, benar-benar anak ini. Kebiasaan banget. Mentang-mentang sudah besar bukannya pulang ke rumah malah ke apartemen "

Padahal dia sudah menyediakan hidangan spesial untuk Xander.

"Ada apa honey?" Tanya dad Viktor yang ternyata mendengar dumelan istrinya.

"Anak kamu itu, makin besar, makin menjauh. Suruh nikah saja. Biar kita punya cucu dan tidak sepi di rumah. Punya satu anak kerjaannya bikin sakit kepala" lanjutnya mendumel sambil memijit kepala yang mulai pening.

Viktor terkekeh, Istrinya memang selalu cerewet kalau soal putra mereka.

"Kamu jangan marah-marah. Nanti darah tinggi kamu kumat. Lagian kamu tahu kan, Xander paling tidak suka kalau kamu membahas pernikahan. Mungkin dia tidak ke sini karena tidak mau dengar kamu menjodohkan dia lagi"

Memang benar. Satu lagi, saking kesalnya Emily dengan kebiasaan Xander yang playboy membuat dia mengambil keputusan untuk menjodohkan putranya dengan anak rekan arisan sosialitanya. Tetapi Xander selalu saja punya alasan menolak.

Emily pun jadi makin kesal mendengar perkataan suaminya yang seolah membela putra mereka.

"Kamu juga, sama saja keras kepalanya dengan Xander. Hahh, sudahlah lebih baik pergi ke salon saja, dari pada makin keriput mikirin sifat kamu dan dia. Bapak dan anak kok kelakuan bikin darah tinggi"

Emily langsung beranjak meninggalkan rumah menuju salon langganan dengan hati yang masih kesal.

Sementara di belakang sana, Viktor sudah terbahak-bahak melihat tingkah sang istri yang selalu gemas di matanya.

Tidak masalah baginya, kalau sang istri pergi ke salon tiap hari. Toh perusahaan penerbangan yang dia rintis belasan tahun terakhir terus berkembang pesat di Berlin, Jerman. Dan kini, menjadi salah satu perusahaan penerbangan terbaik di sana.

Di Kota kecil lainnya. Mirabella baru saja kembali dari luar dan menemui Clarissa yang sedang merapikan baju.

"Kamu sudah menyerahkan surat pengunduran diri?" tanyanya begitu duduk di tepi kasur

"Iya, tadi sempat di kasih bonus sama bos. Karena kata bos saya satu-satunya karyawan yang bertahan lama di sana" jawab Clarissa mulai bercerita. Dia ingat, tadi si bos bahkan sempat menahan dia untuk tidak resign. Rasanya rugi juga kehilangan karyawan serajin Clarissa.

"Syukurlah. Oh yeah. Saya sudah beli tiket pesawat untuk keberangkatan kita lusa siang"

Perkataan Mirabella sontak membuat Clarissa melotot dan kaku. Terpancar rasa takut dari matanya.

"Hei, kamu kenapa?" Tanya Mirabella merasa aneh dengan reaksi sang sahabat.

"Mira, apakah kita harus naik pesawat, tidak bisa kereta atau bus saja?" Bukannya menjawab dia malah bertanya dengan nada bergetar

"Hehehe.."Mirabella tertawa mendengar pertanyaan Clarissa.

"Darling, kalau kita naik kereta, kapan sampainya. Apalagi bus. Bisa berhari-hari di jalan. Kamu tahu kan dimana kita berada saat ini, sementara Ibu kota negara sangat jauh" lanjutnya menjelaskan tapi dengan mimik yang lucu.

Clarissa menunduk tetapi tangannya saling meremas tidak tenang.

"Hei, darling kamu kenapa?" Mirabella seketika menyadari kepanikan Clarissa.

"Aku takut naik pesawat. Kata suster Maria, orang tua ku meninggal karena kecelakaan pesawat " Ucapnya jujur dan kini berlinang air mata.

Seketika Mirabella terenyuh dan memeluk sahabatnya itu.

"Aku paham kecemasan kamu. Tetapi, percayalah perjalanan kita akan aman"

Mirabella berusaha menenangkan Clarissa yang menangis mengingat orang tuanya.

Setelah tenang, barulah mereka saling melepas pelukan.

"Gimana, mau coba dulu? Biar kamu tahu darling naik pesawat sangat seru dan menyenangkan " Mirabella nampak antusias membuat Clarissa tidak kuasa menolak. Gadis di depannya sudah banyak membantu, jadi mungkin tidak ada salahnya menerima ajakan tersebut.

"Baiklah. Tapi nanti kamu jangan jauh-jauh ya?"

"Siap darling" Mirabella mencubit gemas pipi chubby Clarissa. Dia merasa lucu saja saat melihat ekspresi gadis itu takut-takut seperti anak kecil.

Halo readers... terus dukung saya ya. Like, komen dan vote yang banyak supaya saya makin semangat menulis kelanjutan cerita ini. terima kasih💕💕💕💕

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!