NovelToon NovelToon

Bertahan Tanpa Nafkah Suami

Bab 1 Hanum Pratiwi

Deburan air menabrak batu karang menjadi instrumen penghantar malam yang semakin kelam. Desiran angin mengalun merdu mengimbangi gulungan ombak yang menyapu daratan. Cahaya rembulan yang penuh terpantul keemasan di permukaan laut yang mulai tenang. Suasana syahdu pun tercipta menusuk raga, membuat jiwa terhanyut dengan indahnya samudera.

Tampak sosok perempuan yang masih betah berdiri di antara deburan ombak, memandang laut lepas yang tanpa batas. Udara dingin tak mempengaruhi tatapan matanya, yang tenggelam dalam lamunan panjang. Entah apa yang sedang merasuki fikirannya, hingga tak mengindahkan sekeliling. Seorang pemuda terlihat turun dari motor, berjalan menghampirinya dengan mantel yang terlampir di lengan kiri.

"Bu, sudah jam 21:00, saatnya kita pulang" ajaknya setelah berdiri di samping sang ibu

"Rasanya disini damai sekali, seolah bisa menenggelamkan semua permasalahan yang dihadapi" ucap sang ibu tanpa merubah posisinya.

"Faras tahu Bu, tapi angin malam juga kurang baik untuk kesehatan Ibu. Faras tidak rela melihat Ibu sakit, karena membiarkan Ibu terus di pantai. Kita pulang dan istirahat ya Bu, agar tetap semangat menyongsong hari esok!" bujuk Faras dengan nada lemah lembut.

"Ibu masih memiliki harapan supaya kamu bisa tetap meneruskan kuliahmu, tapi Ibu tak berdaya, hanya berharap keajaiban dari Allah semata" lanjut Hanum masih tetap memandang lautan yang semakin kelam.

"Tidak apa-apa Bu meskipun Faras harus berhenti kuliah, hanya untuk mendapatkan pekerjaan juga hingga saat ini belum bisa. Kalau saja Faras bisa bekerja, pasti Faras akan menabung untuk meneruskan kuliah lagi" ujar Faras sambil ikut memandang lautan.

"Mari kita pulang Nak, dan melupakan sejenak permasalah kita. Ibu yakin ada hikmah terindah di balik semua ini" akhirnya Hanum luluh juga untuk meninggalkan pantai yang semakin sepi.

Faras pun menurut, kemudian berbalik dan melangkah lebih dulu menuju motornya. Tak lupa Faras memakaikan mantel yang dibawanya ke tubuh sang ibu yang terasa dingin karena angin malam. Dengan hati-hati ia menunggu sang Ibu duduk di jok motor, baru menjalankan nya dengan perlahan. Tak ada percakapan lagi di antara mereka, hanya suara mesin yang mengisi kekosongan. Sepuluh menit perjalanan yang dilalui, akhirnya tiba di rumah kontrakan yang 3 tahun ini menjadi tempat bernaung mereka sekeluarga.

Tanpa berkata-kata lagi Hanum langsung masuk kamar mandi, membersihkan diri dan mengambil peralatan sholatnya. Hanum memang belum menunaikan sholat Isya, karena selesai Sholat magrib tadi langsung berjalan-jalan di Pantai untuk menenangkan hatinya yang sedang galau. Hanum sangat khusyuk dalam setiap gerakan sholatnya, dan terdengar merdu bacaan surahnya sampai menyentuh kalbu. Selesai sholat, masih dilanjutkan dengan bertilawah hingga rasa kantuk menyerang.

Hanum Pratiwi, biasa dipanggil Hanum adalah sosok seorang istri dan ibu yang tangguh untuk keluarganya. Di usianya yang memasuki 49 tahun, harus menghadapi getirnya kehidupan rumah tangga. Memang ini bukan yang pertama kalinya, karena saat awal menikah pun, sang suami masih belum memiliki pekerjaan. Namun itu tidak membuatnya mundur, karena saat itu Hanum bekerja di salah satu perusahaan media massa. Perlu 3 tahun penuh untuk berjuang dan kerja keras hingga akhirnya bisa merasakan manisnya berumah tangga. Mereka sudah bisa membeli rumah sendiri meskipun melalui KPR, punya kendaraan sendiri walaupun masih kendaraan roda dua. Memasuki tahun ke-5, Allah menitipkan janin di rahimnya, yang membuatnya semakin bersyukur dan berbahagia. Kehadiran seorang bayi membawa rejeki dan pekerjaan yang yang lebih baik bagi sang suami, yang tadinya bekerja di tempat orang lain akhirnya bisa merintis sendiri usaha jasa penagihan, seperti yang dikerjakannya.

Namun takdir Allah berkata lain, saat sang anak yang diberi nama Faras Al Ghiffari berusia 9 tahun, badai kembali mengguncang rumah tangganya. Usaha yang dirintis suaminya selama 4 tahun mengalami kebangkrutan dan menyisakan hutang kepada kakak iparnya yang ikut menjadi investor. Kebijakan yang dikeluarkan OJK mengakibatkan pemutusan kerjasama dengan 3 bank. Setelah berfikir cukup lama dengan mempertimbangkan banyak hal, Akhirnya rumah hasil kerja keras selama ini terpaksa dijual untuk membayar hutang kepada Kakak ipar, dan sebagai modal usaha yang baru di kampung halaman suami.

Karena pertimbangan bakti pada keluarga, Hanum memutuskan resign dan menemani suaminya merintis usaha kontraktor di Pulau Sumatera. Saat tahun pertama dan kedua, proyek tersebut berjalan lancar, bahkan ada 3 Proyek yang dikerjakan. Resiko mengerjakan proyek pemerintah adalah saat ada pemeriksaan dari BPKP, yang berimbas pada pengembalian uang karena nilai material yang di atas kelayakan. Itu selalu terjadi setiap tahunnya, sehingga seringnya bukan keuntungan yang didapat, tapi kerugian. Sehingga di tahun kelima, saat pandemi melanda, mereka kembali menghadapi kesulitan finansial, kehabisan modal. Hal ini berimbas pada kelangsungan pengerjaan proyek, sehingga meninggalkan tunggakan ke supplier .Banyak proyek pemerintah yang dialihkan untuk pandemi, dan proyek yang berjalan pun terhenti. Kembali mereka harus kehilangan asset untuk membayar tagihan pihak ketiga, bahkan untuk biaya kuliah Faras juga ikut terpakai. Kehidupan itu ibarat roda, yang berputar tanpa jeda. Kadang kita bisa di atas, kadang juga bisa di bawah. Bagi Hanum yang sudah terbiasa dengan ujian-ujian tersebut, tidak lagi merasa kaget, hanya perlu beradaptasi dengan cepat.

Mereka bertiga kembali pindah ke kota lain, untuk memulai kehidupan yang baru, sekaligus mendekati tempat kuliah sang anak. Menghabiskan uang yang ada, Hanum tetap bersikeras untuk menguliahkan sang anak, karena ingin masa depannya tetap bersinar dengan pendidikan yang didapatkannya. Dari sinilah permasalahan mulai bermunculan. Di usia yang bukan lagi masa produktif, harus mencari pekerjaan lain bersaing dengan anak muda yang lebih gesit. Peluang untuk mendapatkan pekerjaan menjadi hal yang sangat sulit. Dan sang suami yang sudah tidak ada keinginan untuk mencari pekerjaan menambah ekonomi keluarga kian terpuruk. Tanpa bisa dicegah, kuliah sang anakpun harus terhenti di tahun ke-4.

Sungguh miris, di masa tua yang seharusnya tinggal duduk menikmati hasil, namun kini rumah pun tidak punya. Tidak ada ikhtiar dari sang suami untuk berusaha mencari nafkah, hanya tidur dan main hp kegiatannya. Berulangkali Hanum mengingatkan, tapi tak ada perubahan. Hanya sang anak yang selalu menghibur dan membesarkan hatinya.

Hanum hanya berusaha untuk bersabar atas semua ujian yang Allah berikan, tetap berikhtiar untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hidup di perantauan yang jauh dari sanak keluarga, membuat Hanum sering merasa putus asa. Ibu dan adik-adik Hanum sudah memintanya untuk kembali pulang, meninggalkan sang suami, namun Hanum bersikukuh untuk tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang istri, mendampingi suami dalam kondisi terpuruk sekalipun. Hingga keluarga Hanum membenci Faisal karena susah untuk diarahkan.

Bab 2 Faisal Rahmadi

Malam terus bergerak semakin sunyi, hanya desiran angin yang menggerakkan dedaunan dan nyanyian kodok yang bersahutan. Jarum jam di dinding sudah bertengger di angka 12:00, namun Faisal masih terjaga dan matanya masih segar menatap langit-langit kamar. Desahan nafas berat sesekali terdengar pertanda beratnya beban yang difikirkan. Hingga satpam yang berkeliling terdengar memukul tiang listrik dua kali, pertanda waktu sudah jam 02:00 dinihari, namun rasa kantuk itu tidak juga menghampiri.

Faisal menoleh ke sebelahnya, tempat biasa sang istri berbaring. Masih kosong,.. Berarti sang istri belum masuk kamar, dan biasanya akan tertidur di ruang sholat. Faisal tidak tahu Hanum sempat pergi ke pantai, karena dia sedang berkunjung ke rumah temannya dan baru kembali saat adzan isya berkumandang. Dia langsung masuk kamar dan sholat isya, dan merebahkan tubuhnya dan tenggelam dalam dunia maya. Seperti itulah memang kegiatannya setiap hari, sampai abai dengan kewajibannya mencari nafkah. Dia segera bangun dari tempat tidur dan berjalan menghampiri ruang sholat.

"Pasti Hanum tertidur lagi di ruang sholat" ujar Faisal pelan.

sampai di ruang sholat, dia tertegun melihat Hanum masih bermukena lengkap tertidur di atas sajadah. Dengkuran halus terdengar berirama pertanda dia tidur cukup nyenyak. Namun di ujung matanya terlihat berkilau, bekas tetesan air mata yang belum mengering. Faisal menarik nafas panjang perlahan, lalu mendekatinya sambil menepuk tangan Hanum berkali-kali

"Bu, ayo pindah tidurnya ke kamar nanti kedinginan." kata Faisal sambil terus menepuk tangannya.

Namun Hanum tidak memperlihatkan tanda-tanda terbangun. Dia masih asyik bermain di dunia mimpinya. Faisal pun kembali mencoba membangunkan Hanum, hingga tak lama kemudian Hanum terlihat membuka mata perlahan-lahan. Setelah jeda beberapa saat dan kesadarannya berkumpul, dia langsung terbangun dan melipat mukena yang dipakainya lalu membereskan peralatan sholat ke rak. Dia berjalan ke kamar, dan langsung merebahkan tubuh miring ke kanan. Karena dasarnya sudah mengantuk, Hanum langsung tertidur dengan nyenyak, tanpa merespon kehadiran sang suami.

Faisal memilih duduk di ruang tamu sambil menghisap rokok yang belakangan ini mulai kembali dikonsumsi. Perasaannya cukup gamang, antara kebingungan dan putus asa. Perlahan dia memejamkan mata, seolah menyalurkan kegundahannya pada kesunyian malam. Dia cukup tahu kesulitan yang dihadapi sang istri, tapi dia sendiri merasa ragu dan takut untuk melangkah kembali. Dua kali merintis usaha, namun selalu gagal dan berakhir dengan asset yang terjual. Dan kini jangankan untuk kembali merintis usaha baru, untuk makan sehari-hari pun kadang ada, kadang tidak ada.

Faisal sudah tidak memiliki orang tua, hanya ada seorang adik laki-laki dan kakak perempuan yang tinggal di Kota Lampung. Dia sempat menyampaikan keinginannya untuk meminta hak waris yang hingga saat ini belum dibagikan. Niat awalnya dari uang pembagian waris itu dia akan membeli rumah untuk keluarganya. Namun penolakan keras dari kakaknya membuat dia marah dan memutuskan komunikasi dengan semua saudaranya. Keputusannya untuk menguliahkan sang anak di Universitas swasta pun disebut sebagai kesalahan terbesarnya. Karena itulah meski sekarang kondisinya sangat sulit dan terjepit, dia tidak bisa meminta tolong pada kakak ataupun adiknya. Mereka sudah tidak bersedia menolongnya lagi dengan alasan masih memiliki hutang yang cukup besar karena meruginya proyek mereka.

Saat ini Faisal tidak bisa mencari pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik, karena kondisi kesehatannya sudah mulai menurun. Sedangkan untuk yang pekerjaan kantoran juga tidak mungkin mengingat latar belakang pendidikan dan pengalamannya selama ini yang lebih banyak di lapangan. Itulah yang menjadi penghambat bagi Faisal untuk mencari pekerjaan.

Faisal sendiri masih belum mengerti apa yang menyebabkan dirinya bisa berhutang sampai 200 jutaan dari 2 proyek terakhirnya. Karena untuk menghidupi keluarganya setiap hari pun nggak sampai 100 ribu, jadi timbul hutang itu masih terasa janggal. Hutang itu sebetulnya uang saudaranya yang ikut memodali proyek, sedangkan bagi hasilnya sudah mereka terima. Tapi waktu tidak bisa diputar ke masa lalu untuk mencari kesalahan sebelumnya, jadi Faisal sudah pasrah untuk menghadapinya. Sebenarnya tawaran untuk mengerjakan proyek-proyek pemerintah itu masih ada, tetapi rasa trauma akan kerugian dan pemeriksaan BPKP mendominasi dalam fikirannya. kalau perkara modal awal, mungkin saja dia bisa bekerjasama dengan investor, tetapi kalau sudah turun petugas BPKP itulah yang membuat sport jantung, banyak fikiran, rasa cemas dan was-was.

Masih terbayang jelas dalam ingatan Faisal saat pemeriksaan pekerjaan proyek pasar rakyat yang senilai Rp 1,2 Milyar. Ada 5 kontraktor yang mengerjakan proyek pasar rakyat yang sama tapi di daerah yang berbeda. Satu bulan setelah serah terima pekerjaan, turun surat dari BPKP yang ingin memeriksa kelayakan pekerjaan tersebut. Begitu diceritakan kepada Hanum, dia langsung mengaji Surah Al Baqarah setiap malam selama 1 bulan penuh. Guru di pengajian Hanum pernah menyampaikan, kalau kita punya hajat atau ingin menghindari dari fitnah atau orang berniat dzalim serta mencari-cari kesalahan kita, bacalah surah Al Baqarah setiap malam. Dan itu dipraktekkan oleh Hanum, ditambah dengan shalat tahajud memohon perlindungan Allah. Faisal ingat jelas doa sang istri di akhir qiyamullail.

"Ya Allah, suami saya sudah mengerjakan tugas dan kewajibannya sesuai instruksi pemerintah. Tidak ada sedikitpun niat untuk curang ataupun jahat dalam mengerjakannya. Jika memang tujuan dari pemeriksaan BPKP ini hanya untuk mencari-cari kesalahan dan menindas kepada suami hamba, hamba mohon pertolongan-Mu untuk menyelesaikannya dengan cara-Mu. Tetapi jika memang ada kesalahan yang disengaja oleh suami hamba, kami Ridha untuk mengembalikannya. Kami tidak ingin rejeki yang dinikmati keluarga ini tercampur dengan hak orang lain. Engkau yang Maha Tahu atas segala sesuatu dan Engkau juga yang Pemberitahuan Keadilan. Ya Allah lindungilah suami hamba dan keluarga hamba dari orang-orang yang berniat dzalim, yang selalu mencari-cari kesalahan yang tidak jelas. Kami memasrahkan semuanya kepadaMu ya Allah, dan kami percaya dengan ke Maha Besaran-Mu."

Selama 1 bulan penuh Hanum melakukan tilawah surah Al Baqarah dan doa di akhir qiyamullail nya. Dan pada saat keluar surat hasil pemeriksaan dari BPKP, memang hanya proyek Faisal yang tidak memiliki catatan kekurangan apapun, sehingga dinyatakan bersih dan sesuai dengan ketentuan. Qadarullah yang indah, namun Sejak saat itu juga Faisal menjadi bimbang untuk meneruskan kembali pengerjaan proyek pemerintah. Memang semua pekerjaan akan ada konsekunsi yang harus dihadapi, tetapi bukan yang sengaja direkayasa oleh pihak lain, yang berujung pada kerugian.

Secara tidak langsung rasa trauma itu terus membayangi Faisal. Sepupunya menawari untuk kembali mengikuti tender pekerjaan pun sudah tidak dihiraukan lagi. Seakan gairahnya terjun bebas, dan memilih masuk di comport zone, dengan tidak mengerjakan apapun. Inilah keputusan yang fatal dan berakibat pada terpuruknya perekonomian keluarga mereka.

Bab 3 Hidup Dalam Ketidakpastian

Seandainya rejeki itu diukur dari kerja keras seseorang, maka sudah seharusnya para kuli yang paling kaya.

Seandainya rejeki itu diukur dari kepintaran dan pendidikan seseorang, maka pastilah para dosen ataupun ilmuwan yang paling kaya.

Seandainya rejeki itu diukur dari lamanya waktu bekerja, maka yang kaya adalah pemilik toko ataupun warung yang buka 24 jam.

Namun apakah hasilnya seperti itu? Dalam hidup ini, terdapat tiga hal yang hanya diketahui sekaligus merupakan hak prerogatif Allah SWT. Ketiga hal yang misteri tersebut adalah rizki, jodoh, dan ajal.

Hanya Allah lah yang menjamin rejeki setiap hamba-Nya seperti dikatakan dalam firmanNya. QS Al Ankabut ayat 60 mengatakan bahwa

Rezeki ini adalah pemberian Allah yang diberikan kepada semua hamba-Nya tanpa pengecualian.

Baik orang yang berbuat baik maupun yang berbuat maksiat, baik yang muslim maupun yang kafir, semuanya mendapatkan rezeki ini.

Faisal sangat konsisten dengan dalil ini, sehingga dalam fikirannya tidak perlu ngoyo untuk bekerja, karena Allah sudah menjamin dan menentukan rejeki hamba-Nya. Bakal rejeki yang ada di depan mata kita pun tidak bisa diraih kalau memang bukan rejeki kita. Bakal rejeki yang jauh di ujung samudera kalau Allah menetapkan untuk kita, pasti akan datang sendirinya.

Faisal lupa bahwa ada dalil yang lain yang mengharuskan setiap hamba berikhtiar untuk memperoleh rejeki terbaiknya.

Dalam surat At Taubah ayat 105,

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”

Jadi Allah SWT memerintahkan hamba-Nya agar selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan tersebut bertujuan untuk mencukupi kebutuhan hidup serta mendekatkan diri kepada Allah dan bernilai ibadah.

Hanum bukannya tidak pernah mengingatkan Faisal untuk mencari pekerjaan, tapi selalu banyak alasan yang diberikan, sampai-sampai Hanum sendiri merasa enggan untuk mengingatkannya. Akhirnya hanya dia yang masih gencar mencari-cari lowongan kerja dari internet, yang ternyata bukan hal yang mudah untuk ukuran usia Hanum saat ini. Hanum mencoba menghubungi beberapa rekan kerjanya dahulu, namun sebagian besar sudah tidak lagi bekerja, dan ada juga yang bekerja secara mandiri, namun belum menerima karyawan tambahan, mengingat skalanya masih kecil dan bisa dihandel sendiri. Bisa saja Hanum mengambil pekerjaan sebagai ART, tapi kebanyakan minta menginap, dan hanya bisa libur 1 hari setiap bulannya. Setelah difikir lebih dalam lagi, kalau dia ambil pekerjaan ART yang menginap, bagaimana kehidupan suami dan anaknya. Untuk makan setiap harinya saja mengandalkan penjualan kue yang Hanum buat, bisa dibayangkan kalau Hanum harus jadi ART, bagaimana mereka punya uang untuk makan.

Di tengah Ketidakpastian akan pekerjaan Hanum dan Faisal, sedangkan pengeluaran yang sudah pasti sebesar Rp 3 juta setiap bulannya harus tetap dipenuhi. Terbayanglah betapa berat dan pusingnya Hanum harus memikirkan semua itu. Sedangkan Faisal sendiri tampak tidak lagi peduli, tahunya lapar tinggal makan, kenyang langsung nonton youtube. Sesekali Hanum merasa sebal dengan sikap Faisal yang tidak ada rasa tanggungjawabnya untuk memberi makan anak istri. Sering juga Hanum memberitahu Faisal kalau tidak ada beras dan tidak bisa makan untuk hari itu. Faisal tak menjawab apapun, tapi langsung masuk kamar dan mengurung diri.

Seperti pagi ini, Faisal keluar dari kamar langsung mengambil piring danwngajak Hanum makan

"Bu, makan yuk" ajaknya

"Mau makan apa? Kan dari kemarin sore juga sudah dikasih tahu tidak punya beras, tapi pura-pura nggak dengar. Memang beras itu datang sendiri tanpa dibeli. Untuk beli beras uangnya nggak ada, Ibu nggak pegang uang sama sekali. Lagian siapa yang ngasih uang ke Ibu, nggak ada kan?" ujar Hanum tanpa memandang Faisal

Tanpa berkata apapun, Faisal mengembalikan piring yang diambilnya ke rak, lalu masuk kembali ke kamar dan mengurung diri. Selalu seperti itu, bukannya berusaha untuk nyari uang agar bisa beli beras

Faras yang mendengar percakapan kedua orang tuanya segera mendekat.

"Ibu mau beli beras sekarang? Kebetulan Faras punya fasilitas paylater, jadi bisa beli beras dan token listrik di marketplace dengan bayar cicilan." beritahu Faras pelan

"Ya Allah Nak, tidak pernah terlintas dalam fikiran Ibu untuk makan kita harus pakai riba. Paylater itu kan terdapat unsur ribanya, Ibu khawatir keberkahannya hilang" tolak Hanum dengan mata berkaca-kaca

"Tapi ini kan darurat kondisinya, semoga Allah memaafkan perbuatan kita ini. Tidak mungkin juga kita harus meminta-minta, dan kepada siapa kita minta tolong. Orang lain Menolong belum tentu, tapi aib kita bisa tersebar" jelas Faras sambil membujuk ibunya.

"Kalau ibu sendiri lebih memilih berpuasa seperti kemarin, tapi kami dan ayahmu yang ibu fikiran" ujar Hanum masih dalam kebimbangan

"Jadi Faras orderin nggak nih berasnya? Mumpung masih pagi biar dikirim hari ini juga" tanya Faras lagi sambil memegang hp.

"Ya sudah order beras yang 5kg saja!" akhirnya Hanum mengalah karena berfikir anak dan suaminya

"Nih aku sudah order, beras 5Kg harganya Rp 80 ribu, free ongkir. Kalau dicicil 3 kali, perbulan bayarnya Rp29,500. Bagaimana Bu?" terang Faras sambil menunjukkan aplikasi belanja di marketplace.

"Boleh. Insya Allah kalau 30 ribu sih pasti bisa, tapi kalau ada uang kita lunasi langsung" ujar Hanum penuh perhitungan.

Saat menunggu Faras menyelesaikan transaksi di marketplace, tiba-tiba meteran listrik berbunyi.

"Tiit... Tiit.... Tiit..." nyanyian khas meteran minta di top up berbunyi nyaring. Hanum dan Faras hanya saling berpandangan, lalu Faras kembali meneruskan transaksinya.

"Bu, jadinya aku order beras 5kg dan beli token listrik 100 ribu ya. Jadi cicilan tiap bulannya 67 ribu selama 3 bulan, jatuh tempo tiap tanggal 1" Faras menjelaskan secara detil kepada Hanum.

Hanum hanya bisa mengangguk pasrah dengan penjelasan Faras, dan tampak lelehan air mata di pipinya sebagai pelampiasan ketidakberdayaannya. Faras mendekati sang ibu dan memeluknya, membantu menguatkan melalui pelukan. Tiga jam berikutnya kurir yang mengantarkan beras pun tiba, diterima langsung oleh Faras. Sedangkan Hanum mulai menyiapkan tempat beras yang sudah dicucinya pagi tadi. Sambil mempersiapkan beras yang akan dimasak, tak hentinya lisan Hanum melafazkan rasa syukur.

"Ya Allah, terima kasih Engkau masih memberikan kami rejeki hari ini. Jadikan beras ini barokah bagi kami, menyehatkan badan kami dan menjadi tenaga untuk kami bisa berikhtiar lebih giat lagi"

Meskipun sempat berdrama dulu, akhirnya Faisal sekeluarga bisa makan nasi siang ini dengan lauk telor dadar dan sambal. Mereka makan tanpa suara, hanya terdengar suara sendok yang beradu dengan piring. Mereka bertiga seolah tenggelam dalam fikiran masing-masing.

"Alhamdulillah ya Allah.. Engkau penuhi kebutuhan makan kami hari ini, semoga menjadi keberkahan bagi tubuh dan jiwa kami" doa Hanum sambil merapikan peralatan bekas makan barusan.

Hanum masih tidak punya bayangan ke depannya akan seperti apa. Yang sekarang ini dia hanya menjalaninya seperti air yang mengalir saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!