Bruk!!!
Eleanor merasakan tubuhnya sakit bukan main, dan ia merasakan tulangnya remuk, begitu terbanting ke jalan dengan begitu kuatnya.
Sebuah mobil melaju dengan kencang menabrak tubuhnya, saat ia akan menyeberang jalan mengejar Ricard Marvin, yang pergi meninggalkannya di Altar Pemberkatan pernikahan mereka.
Ia masih mengenakan pakaian pengantin, saat mengejar Ricard. Eleanor tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Matanya tidak berkedip melihat darahnya mengalir membasahi jalan beraspal itu.
"Tolong! tolong! seseorang kena tabrak mobil! cepat panggil ambulance!!"
Eleanor mendengar suara-suara, dan orang-orang mulai mengerumuni dirinya yang terkapar di tengah jalan.
"Cepat! cepat! panggil ambulance!!"
Suara-suara itu semakin ribut dan berisik. Lalu Eleanor mendengar sirene ambulance mendekat. Beberapa orang berpakaian serba putih mendekati tempat ia terbaring di jalan.
Eleanor tidak mampu mengeluarkan suaranya, karena merasakan sakit yang sangat menggigit pada tubuhnya. Sangat sakit sekali!
Tubuhnya di angkat ke atas tandu, dan ia merasakan tubuhnya semakin sakit sekali, sepertinya ia tidak akan bertahan hidup lagi.
"Apakah anda memiliki keluarga?" tanya seorang perawat memegang ponsel Eleanor, yang mereka temukan di sekitar tempat Eleanor terkapar di jalan. Saat ini ia telah berada di dalam ambulance, menuju rumah sakit.
Eleanor menggerakkan tangannya dengan susah payah, "Hu.. hubungi tunangan saya... " ucapnya dengan susah payah.
Perawat itu segera mendekatkan ponsel yang ia pegang kepada Eleanor, "Bagaimana cara membuka kuncinya?" tanya Perawat itu menjadi panik, karena melihat Eleanor jadi kesulitan bernafas.
Eleanor menyentuh ponselnya, dan ponsel pun terbuka, "Tekan nomor satu, tunangan saya" ucapnya lemahnya.
"Baik!" Perawat dengan cepat menekan nomor satu, dan membuka pengeras suara ponsel, lalu ponsel Eleanor terhubung ke ponsel tunangannya, Richard Marvin.
"Halo.. Tuan, tunangan anda mendapat kecelakaan, ia sedang kami bawa ke rumah sakit terdekat!!" sahut si Perawat begitu ponsel yang ia hubungi di angkat tunangan Eleanor.
"Aku tadi sudah katakan padanya untuk bersabar menunggu ku! trik apa lagi yang dia buat, sungguh menyebalkan! kecelakaan?? kecelakaan apa?! sampaikan padanya, jangan membuat trik yang tidak lucu, untuk membuat ku berlari menemuinya! aku tidak akan percaya dengan kebohongan yang dia buat!!"
Klik!
Ricard menutup ponselnya. Eleanor dengan jelas mendengar nada ketus Ricard dalam ponselnya.
Ia merasakan dadanya sakit sekali, mendengar kata-kata Ricard yang begitu ketus padanya.
Ricard menganggap kecelakaan yang ia alami, hanya sebuah sandiwara yang ia buat.
Sesampainya ia di bawa ke rumah sakit, ia segera di pindahkan ke tempat tidur dorong pasien.
Eleanor semakin sulit bernafas, saat ia di bawa ke ruang UGD. Pandangan matanya perlahan mulai redup.
Paru-parunya semakin sulit menghirup udara, mengingat kembali kata-kata ketus Ricard yang tidak perduli padanya.
Otaknya yang sudah melemah untuk berpikir, sekilas ia menyesali apa yang telah ia lakukan selama ini.
Ia tidak mendengarkan Ibunya, untuk menerima perjodohan yang telah di atur Ibunya untuknya.
Ia menolak pria yang di pilih Ibunya untuk menjadi suaminya, dan memilih pria yang ia sukai sejak duduk di bangku kuliah.
Ia tidak menyadari, ternyata pria yang ia sukai memiliki wanita lain, yang lebih di pedulikan Ricard dari pada dirinya.
Mata Eleanor perlahan tertutup, saat ia masuk ke dalam ruang UGD. Seandainya ia di beri kesempatan, untuk kembali ke waktu sebelum ia terkapar di tabrak mobil.
Ia akan mendengarkan Ibunya, dan meninggalkan bajingan, yang tidak layak mendapatkan cintanya.
Saat Eleanor diberi pertolongan, perlahan matanya tertutup, dan ia merasakan semuanya gelap gulita. Tangannya terkulai dengan lemah ke sisi tubuhnya.
"Pasien menghembuskan nafas terakhirnya, karena mengalami kecelakaan mobil, membuat organ bagian dalam tubuhnya remuk, dan tidak dapat di selamatkan!" sahut Dokter yang akan memberi pertolongan pada Eleanor.
Perlahan Dokter itu pun menutup tubuh Eleanor dengan kain putih. Tiga Perawat yang tadi membawa Eleanor, terlihat sedih saat kain itu menutup wajah Eleanor.
"Sungguh malang gadis itu, tunangannya tidak punya hati nurani, bisa-bisanya lelaki itu mengatakan kalau gadis itu berbohong!"
Ketiga Perawat itu menghela nafas dengan berat, lalu mereka meninggalkan tubuh Eleanor yang telah kaku di ruang UGD.
Menunggu keluarga Eleanor, untuk datang mengambil tubuh Eleanor, yang sudah tidak bernyawa lagi.
Bersambung......
****
"Aku hanya melihatnya sebentar saja, kita tunda sampai besok pernikahannya, kamu terlalu berpikiran negatif padanya! jangan terlalu cemburu! aku tidak suka dengan sikap mu ini!!"
Plak!!
Eleanor terkejut tangannya di tepis Ricard, saat tunangannya itu akan pergi meninggalkannya di Altar saat ini juga.
Karena mendengarkan keluhan wanita, teman masa kecil Ricard terluka, terjatuh di kamar mandi, dan tidak ada seorang pun di sana yang menolongnya.
Mata Eleanor berkedip. Ia seketika terpaku di tempatnya, merasakan tangannya begitu sakit di tepis Ricard.
Bukankah aku baru saja tidak merasakan apa-apa lagi, saat tubuhku di bawa masuk ke ruang UGD? kenapa aku bisa di sini?
Eleanor bagaikan orang kebingungan, mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, di mana saat ini ia berdiri masih mengenakan gaun pengantinnya.
Gaun pengantin yang ia kenakan saat ia di tabrak mobil, ketika berlari mengejar Ricard menyeberang jalan.
Apa yang terjadi? kenapa aku berdiri di.. ini pernikahan ku! sebelum aku di tabrak mobil, kan??
Eleanor semakin kebingungan melihat sekelilingnya. Ia berdiri di Altar bersama dengan Ricard. Dan ia melihat Ricard di depannya, memandangnya dengan tatapan marah.
A.. apakah aku kembali ke waktu aku belum di tabrak mobil??
Perlahan wajah kebingungan Eleanor berseri oleh rasa senang, ternyata ia kembali sebelum ia mati di tabrak mobil.
Ini suatu keajaiban, ia kembali lagi! Kali ini ia tidak akan melakukan kesalahan lagi, dan tidak akan menjadi wanita bodoh lagi.
"Kamu malah tersenyum! aku tidak menyangka hati mu begitu kejam, Eleanor!!"
Eleanor mendengar nada dingin Ricard, memandangnya dengan raut wajah yang terlihat begitu kesal padanya.
"Ricard! apakah pantas kamu pergi menemui Melanie, di saat hari pernikahan kita! apa salah aku marah padamu, karena kamu lebih mendengarkan Melanie dari pada aku tunangan mu?!"
Eleanor mengatakan sama persis, sebelum Ricard pergi meninggalkannya di Altar, menemui Melanie Cordelia, teman masa kecil Ricard.
"Kamu terlalu cemburu! Melanie hanya tinggal sendirian di apartemennya, tidak ada seorang pun berada di sana, aku harus pergi melihatnya sebentar, kita tunda dulu pernikahan kita, aku harus membawa Melanie ke rumah sakit!!"
Ricard pun berbalik, dan cincin yang tadi akan ia sematkan ke jari Eleanor, jatuh menggelinding ke atas lantai Altar.
"Ricard!!" teriak Eleanor, ia harus memastikan terakhir sekali perasaan Ricard padanya.
Setelah ia puas mengetahui apa yang akan di katakan Ricard, ia akan pergi diam-diam meninggalkan bajingan itu.
Langkah Ricard seketika berhenti mendengar teriakan Eleanor, tapi ia tidak berbalik untuk memandang Eleanor.
"Apakah kamu benar-benar lebih peduli pada Melanie, dari pada aku? jawab aku!!" teriak Eleanor.
"Maaf Eleanor, aku tentu harus memperhatikan Melanie, karena Ibunya sebelum meninggal sudah berpesan padaku, harus memperhatikan dan melindungi Melanie!" jawab Ricard tanpa berbalik untuk menatap Eleanor.
"Baik! kalau memang itu keputusan mu! semoga kamu dan Melanie bahagia selalu! kamu tidak perlu memperdulikan perasaan ku! aku sudah terbiasa kamu perlakukan seperti ini, meninggalkan ku tanpa berpikir dua kali untuk pergi menemui Melanie!!"
Mendadak Ricard berbalik memandang Eleanor, "Eleanor, aku tidak bermaksud untuk mengecewakan mu! kamu harus mengerti akan keadaan Melanie, dia tidak punya siapa-siapa lagi saat ini!!"
"Pergilah! kamu jangan membuat alasan lagi, untuk meyakinkan aku memahami akan keadaan Melanie, aku tahu kalau kamu itu lebih peduli pada cinta masa kecil mu itu!!"
"Eleanor... ah, sudahlah! kita bicarakan lagi nanti, aku akan menolong Melanie dulu!"
Ricard kemudian berbalik, dan berlari meninggalkan Eleanor sendirian di atas Altar, tanpa menoleh sedikit pun, sama seperti sebelum Eleanor mati di tabrak mobil.
Suara gumaman tamu, dan saksi pernikahan Eleanor, saling bicara satu sama lain. Membicarakan pernikahan yang belum sah, di tinggalkan mempelai pria begitu saja.
Eleanor tersenyum dingin memandang cincin yang teronggok di lantai. Untung saja mereka belum di nyatakan sah sebagai suami istri oleh Pendeta.
Dan mereka belum menandatangani akta pernikahan mereka. Sekarang ia akan membalikkan keadaan. Menunggu dua hari lagi, ia akan pulang menemui Ibunya.
Banyak yang harus ia selesaikan, sebelum ia pulang menemui Ibunya. Ia harus memberikan semua barang-barang yang pernah Ricard berikan padanya, dan mengurus pengunduran dirinya dari tempat ia bekerja.
Bersambung......
Eleanor tidak menghiraukan gumaman para tamu, dan saksi pernikahan yang gagal. Ia melangkah dengan tenang meninggalkan Altar, tanpa rasa sedih sedikit pun.
Ting!
Sebuah pesan masuk ke ponselnya, dan ia melihat pesan dari wanita yang sangat di sayangi Ricard.
Dengan tenang Eleanor membuka pesan tersebut, 'Kamu sudah lihat, kan? Ricard lebih memperdulikan aku dari pada kamu, bahkan dia sampai rela meninggalkan mu di Altar, sungguh kasihan kamu'.
Eleanor tersenyum dingin membaca isi pesan wanita, yang sangat di sayang Ricard tersebut. Sedikit pun ia tidak terbawa emosi lagi, seperti yang ia lakukan sebelum mendapat kecelakaan.
"Semoga kalian berbahagia, ambillah lelaki sampah itu, aku tidak mau lagi" gumam Eleanor menutup ponselnya.
Sesampainya ia di apartemennya, ia mulai mengemasi barang-barang pemberian Ricard. Menurunkan foto-fotonya dengan Ricard, dari tembok apartemen.
Ia memasukkannya ke dalam sebuah kardus. Barang sekecil apa pun, pemberian dari Ricard, ia masukkan semua ke dalam kardus.
Eleanor tersenyum puas melihat apartemennya, telah bersih dari barang pemberian Ricard. Dan, satu pun foto dirinya dengan Ricard, tidak terlihat lagi di sekitar apartemennya.
Ting! tong!
Terdengar suara bel berbunyi. Eleanor membuka pintu apartemen, dan seorang pria, Petugas pengirim barang, tampak berdiri di depan pintu apartemennya.
"Apakah anda, Nona Eleanor Benjamin?" tanya petugas pengiriman barang.
"Ya, benar! itu nama saya!" jawab Eleanor.
"Ini paket atas nama Eleanor, dari Ricard Marvin!" Petugas pengirim barang memberikan sebuah bungkusan pada Eleanor.
Eleanor menerima paket tersebut, dengan tatapan tidak berminat. Sebelum ia kecelakaan, ia selalu senang mendapat kiriman paket dari Ricard.
Ricard selalu memberi sesuatu padanya, kalau Ricard pergi menemui wanita yang sangat disayang Ricard.
Biasanya barang yang di beri Ricard padanya, selalu sama dengan barang yang Ricard beri kepada Melanie.
"Sepertinya paket ini salah alamat, seharusnya barang ini tidak di kirim ke alamat saya!" kata Eleanor, setelah memperhatikan bungkusan paket.
"Oh, begitu ya?" Petugas pengirim barang, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia merasa bingung.
"Saya akan ganti alamat tempat pengirimannya, tunggu sebentar!" Eleanor membawa paket ke dalam, untuk mengubah alamat pengiriman.
Eleanor membawa kembali paket tersebut, kepada Petugas pengirim barang. Ia mengganti alamat pengiriman, ke alamat Melanie Cordelia.
Petugas pengirim barang melihat sebentar alamat, yang telah di ganti Eleanor, "Kalau begitu, saya permisi Nona!" ucap Petugas setelah melihat alamat pengiriman barang tersebut.
"Iya, silahkan Tuan!" jawab Eleanor, lalu menutup pintu apartemennya.
Eleanor kemudian masuk ke kamar, untuk mengemasi pakaiannya ke dalam koper. Dan memisahkan pakaian pemberian Ricard, untuk ia buang bersama dengan barang pemberian Ricard lainnya.
Sementara itu di apartemen Ricard.
Ricard menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia merasa lelah satu harian, karena mengatasi dua masalah.
Ricard meraih ponselnya. Melihat apakah ada pesan dari Eleanor, karena ia telah memberikan tas mewah untuk menenangkan hati Eleanor yang marah.
Kening Ricard berkerut, karena satu pun tidak ada pesan dari Eleanor seperti biasanya. Ia dengan cepat bangkit dari duduknya.
"Ada apa dengannya? bukannya seharusnya dia mengucapkan terimakasih padaku, seperti biasanya ia lakukan setelah ku berikan sesuatu?" gumam Ricard bingung.
Ting!
Satu pesan masuk, dan seketika Ricard tersenyum, "Bagaimana mungkin dia tidak akan mengirim pesan padaku, mungkin dia lupa" gumam Ricard senang, karena dapat melembutkan perasaan amarah Eleanor.
Tapi, seketika raut wajahnya berubah, setelah memeriksa pesan yang masuk. Ternyata pesan dari Melanie.
'Ricard, terimakasih tasnya ya, aku suka sekali, kamu begitu tahu seleraku, aku suka.. suka.. sukaaa sekali'
Kening Ricard semakin berkerut berpikir, kapan dia memberi tas kepada Melanie. Ia jadi kebingungan sendiri
Ting!
Satu pesan masuk lagi, dan ia melihat pesan dari Melanie. Sebuah foto tas yang baru saja di buka.
"Bukankah, tas itu aku kirim untuk Eleanor? kenapa bisa di tangan Melanie?" gumam Ricard kebingungan.
Ricard sontak berdiri dari duduknya, ia merasa tidak salah menuliskan alamat, tapi kenapa bisa paketnya ada pada Melanie?
"Jangan-jangan... !"
Ricard menyambar kunci mobilnya dari atas meja, dan dengan tergesa-gesa keluar dari apartemennya. Ia harus segera ke apartemen Eleanor.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!