Dor! Dor! Dor!!!!
Terdengar suara tembakan dari lantai bawah sehingga baby sitter yang mengasuh kedua anak pemilik Vila mewah itu pun berlari untuk mengecek apa yang terjadi. Namun, betapa terkejutnya dia saat mendapati tuan majikannya yang telah bersimbah darah dengan luka tembakan di kening dan dada.
"Kay, cepat lari dan selamatkan anak-anakku!" teriak seorang wanita yang tak lain istri dari laki-laki yang tergeletak di lantai dalam keadaan sudah tak bernyawa.
Wanita itu menoleh kearah nyonya majikannya yang sudah dalam keadaan sekarat, lantas dengan cepat dia memutar arah, berbalik, dan hendak berlari menaiki anak tangga tapi tiba-tiba...
Dor!
Sebuah tembakan tepat mengenai kepala belakangnya sehingga baby sitter itu pun langsung tergeletak, dan dapat dipastikan jika dia sudah meninggal dunia.
Seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun juga tiba-tiba muncul dari arah tangga. Dia menatap nanar kepada kedua orangtuanya.
"Bawa anak itu ke hadapanku!" titah seorang pria bertubuh kekar kepada para pengawalnya. Lantas dengan cepat pengawalnya menyeret anak laki-laki itu kehadapan tuannya.
"Mommy," ucap lirih anak itu saat melihat ibunya terluka parah. Dia pun menoleh kepada ayahnya. "Daddy..." Tangisnya pun pecah saat mendapati ayahnya tergeletak tak bernyawa.
"Uhuk-uhuk." Dalam keadaan sudah tidak berdaya wanita itu terus mengiba dan memohon agar orang-orang ber jas hitam itu mau melepaskan kedua anaknya dan membiarkan mereka untuk tetap hidup. "Tolong kasihanilah anak-anak_" Tiba-tiba wanita itu pun tergeletak dan menghembuskan nafas terakhirnya akibat tak kuat menahan penyiksaan yang dilakukan anak buah pria berpakaian serba putih itu.
"Bagaimana, Tuan? Apa yang akan kita lakukan terhadap anak ini?" tanya pria itu kepada tuanya.
"Lenyapkan anak ini juga!" perintahnya, "karena dia keturunan Leo Tan, yang jika ku biarkan untuk tetap hidup, ketika sudah dewasa dia pasti akan balas dendam atas kematian kedua orangtuanya."
Dor!
Sebuah Vila mewah yang terletak di desa terpencil nan jauh dari keramaian pun menjadi saksi bisu betapa beringas dan sadisnya seorang Chan Ryder. Hanya karena kalah tender dia tega menghabisi seluruh keluarga Leo Tan dengan cara yang keji pada saat Leo Tan beserta istri dan anak-anaknya sedang berlibur di sebuah vila.
"Telusuri semua ruangan! Jangan biarkan satu nyawa pun tersisa di Vila ini!"
Tak tinggal diam, Chan pun ikut menyusuri setiap ruangan yang ada di lantai dua. Tiba-tiba matanya terkunci pada sebuah gorden gold yang mengarah keluar balkon, lantas dia pun mendekatinya.
"Baa...!" seru seorang anak perempuan yang masih berumur sekitar tiga tahunan itu dengan memakai alat pendengar musik yang ada di telinganya. Grace menohok saat melihat kehadiran pria asing di depannya, "Uncle siapa?" tanyanya heran, tapi kemudian gadis kecil itu tersenyum lalu menarik tangan Chan Ryder dan memintanya untuk bersembunyi. "Kita harus bersembunyi supaya kakak tidak menemukan kita," pinta Grace, gadis kecil yang masih polos itu bahkan bicaranya yang belum begitu lancar.
Chan Ryder hanya melongo menatap Grace yang mengajaknya bersembunyi di bawah kolong meja tersebut, tanpa sedikitpun merasa takut terhadapnya meskipun mereka baru pertama kali bertemu.
Beberapa anak buah Chan datang dan langsung mengarahkan senjata api kepada gadis kecil itu.
"Mainan Uncle bagus!" serunya. "Aku juga punya." Gadis kecil itu berlari masuk kedalam kamar.
Seraya mengamati pergerakan Grace, pria itu perlahan menggerakkan tangannya menunggu sasaran yang tepat untuk menembaknya.
"Tahan!" Chan Ryder menghentikan anak buahnya ketika dia ingin melepaskan tembakan kepada gadis kecil itu.
Gadis itu berlari mendekati Chan Ryder. "Uncle ini mainan ku," Grace memberikan pistol mainannya kepada Chan Ryder. Dengan gerak tangan yang pelan Chan Ryder pun menerimanya.
Gadis itu menoleh kearah senjata yang dipegang anak buah Chan Ryder. "Mainan Uncle lebih bagus. Apa aku boleh meminjamnya?" tanya gadis kecil itu yang terlihat begitu sangat menggemaskan, sehingga niat Chan untuk menghabisi semua keturunan Leo Tan pun urung, saat melihat gadis kecil periang yang ada di hadapannya.
Gadis itu kembali menghampiri Chan Ryder dan merengek ingin di pinjamkan senjata api yang ada di tangan anak buahnya. "Uncle, aku juga mau mainan yang seperti itu," rengeknya seraya memegangi tangan Chan Ryder dengan manja nya.
Chan Ryder membungkukkan badan menyeimbangi ketinggian anak kecil yang masih berusia tiga tahun itu. "Apa kau mau ku belikan mainan seperti itu?" tanyanya, dan dibalas anggukan oleh gadis kecil itu. "Kalau begitu kau harus ikut denganku," ajaknya.
"Tapi..." Grace tampak enggan untuk ikut dengan Chan Ryder.
"Kenapa? Bukankah tadi kau bilang kalau kau ingin mainan seperti itu juga." Chan Ryder menunjuk kearah senjata api yang ada di tangan anak buahnya.
"Aku harus meminta ijin kepada mommy dan daddy dulu."
"Tidak perlu. Karena daddy, mommy dan kakakmu sudah pulang lebih dulu." Chan Ryder membohongi anak kecil itu, karena dia yakin anak-anak buahnya sudah berhasil mengurus jasad Leo Tan beserta anak, istri dan baby sitter beserta sopir pribadi Leo Tan yang sudah di habisi lebih dulu sebelum Leo Tan.
"Mommy..." Gadis kecil itu tiba-tiba menangis saat Chan Ryder mengatakan jika orangtuanya sudah meninggalkannya sendirian di Vila itu.
"Jadi apa kau mau ikut denganku?" tanya Chan Ryder sekali lagi, sehingga gadis kecil itu pun mengangguk karena tidak ada pilihan.
Chan Ryder menuruni anak tangga seraya menuntun anak itu. Gadis kecil itu menatap sekeliling ruang tengah yang berantakan serta banyak darah yang berceceran disana.
"Kenapa banyak darah?" Gadis kecil yang masih polos itu menatap heran ke sekeliling.
"Itu bukan darah, tapi pewarna pakaian." Lagi-lagi Chan Ryder membohongi gadis polos itu.
Saat Chan ingin membawa Grace masuk kedalam mobil, tiba-tiba anak itu kembali enggan untuk ikut bersamanya.
"Ada apa? Apa kau takut denganku?"
Grace menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu cepatlah masuk. Akan ku perkenalkan kau dengan putraku supaya kau tidak kesepian." Chan membawanya masuk kedalam mobil.
***
Setibanya di mansion megah miliknya, Chan Ryder memperkenalkan gadis kecil itu kepada istri dan putra tunggalnya. Namun putra tunggal Chan tampaknya tidak menyukai kehadiran Grace yang usianya tujuh tahun lebih muda darinya karena takut tersisihkan.
"Siapa dia? Kenapa Daddy membawanya kemari?" tanya seorang anak laki-laki yang sudah berusia sepuluh tahun.
Grace menghampiri anak laki-laki itu dan mengulurkan tangannya. "Namaku Grace," ucapnya mengajak berkenalan.
Namun bukannya menerima uluran tangan dari gadis kecil itu, anak laki-laki itu malah menepisnya. "Anak Daddy hanya aku! Tidak boleh ada anak kecil lain yang boleh tinggal dirumah ini!" teriaknya, kemudian dia pun berlari masuk kedalam kamar.
"Delard!" panggil Azura yang tak lain adalah ibunya. Tak ingin Adelardo salah paham dengan kehadiran Grace, cepat-cepat Azura mengejarnya untuk memberikan pengertian.
"Kenapa Uncle membawaku kemari? Bukankah Uncle bilang ingin membelikan aku mainan baru, setelah itu akan mengantarkan aku pulang?" tanya gadis kecil itu menatap lekat wajah Chan Ryder.
Chan Ryder membasuh wajahnya secara kasar. "Jangan memanggilku Uncle, mulai sekarang panggil aku Daddy," titahnya kepada gadis kecil itu.
"Tidak mau! Uncle bukan daddy ku," tolaknya seraya perlahan berjalan mundur.
"Kau sudah tidak punya siapa-siapa lagi, karena kedua orangtuamu sudah pergi meninggalkanmu," ujar Chan seraya memegangi kedua bahu gadis kecil itu.
"Uncle jahat! Uncle sudah pisahkan aku dengan mommy," tangis gadis kecil itu pun pecah saat Chan Ryder tidak mau mengantarkannya untuk pulang kerumah orangtuanya.
"Daddy, kita perlu bicara," Azura tiba-tiba muncul untuk meminta penjelasan dari suaminya soal siapa sebenarnya Grace.
Chan Ryder meminta pelayan nya untuk membawa Grace ke kamar yang sudah Chan siapkan untuk anak itu. Dia pun mengikuti Azura keatas balkon rumahnya.
"Sebenarnya siapa anak itu? Kenapa Daddy membawanya kemari?" Azura menelisik berharap Chan Ryder mau berbicara jujur kepadanya.
Chan Ryder tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya jika dia telah menghabisi semua anggota keluarga gadis kecil yang malang itu. "Dia anak dari teman bisnis Daddy yang mengalami kecelakaan, oleh karena itu Daddy membawanya kemari. Selain itu Daddy juga berencana untuk mengadopsinya."
"Daddy serius ingin mengadopsi anak kecil itu? Lalu bagaimana dengan Delard?" tanya Azura, "Daddy membawa anak itu kemari saja Delard sudah semarah itu, bagaimana kalau Delard tahu jika Daddy berniat untuk mengadopsinya. Apa Daddy tidak memikirkan bagaimana perasaan Delard?"
Chan Ryder tertegun mendengar ucapan istrinya, namun dia juga tidak mungkin menelantarkan Grace begitu saja. "Daddy akan membujuk Delard agar dia mau menerima Grace sebagai adik angkatnya." Chan pun meminta asisten pribadinya untuk mengurus surat pengadopsian Grace, setelah itu dia pergi ke kamar Delard untuk bicara dari hati-kehati dengan putranya.
Tok tok tok...
Pintu kamar Delard di ketuknya berkali-kali. "Delard ini Daddy, tolong buka pintunya, jika tidak, Daddy tidak akan memberi mu uang jajan selama sebulan penuh," ancamnya agar Delard mau membuka pintu kamar, dan tak lama kemudian pintu itu perlahan terbuka.
"Apa Daddy sudah tidak sayang sama Delard?"
Mendengar pertanyaan itu sontak membuat Chan Ryder langsung memeluk putra semata wayangnya. "Jangan pernah berkata seperti itu. Kau itu satu-satunya putra kesayangan Daddy." Chan mengusap lembut kepala putranya.
"Lalu kenapa Daddy membawa anak kecil itu kemari? Delard tidak suka! Pokoknya Daddy harus usir anak itu!" Delard merajuk.
"Delard lihat dan tatap mata Daddy," pinta Chan kepada Adelardo sehingga anak itu pun menatap lekat kedua bola matanya.
"Grace itu tidak punya ayah, dan dia juga tidak punya ibu. Dia anak yang sebatang kara. Apa Delard tega membiarkannya hidup sendirian di jalanan?"
"Daddy titipkan saja anak itu di panti asuhan. Kenapa Daddy harus repot-repot membawanya kesini?" Delard belum mau mengerti dan tetap pada pendiriannya agar Chan Ryder membawa anak perempuan itu untuk pergi dari rumahnya.
"Daddy berjanji meskipun anak itu tinggal disini, tapi itu sama sekali tidak akan pernah mempengaruhi kasih sayang Daddy dan mommy kepadamu, Daddy janji Delard," kata Chan Ryder bersungguh-sungguh.
"Baik, Delard mengijinkan Daddy untuk mengajaknya tinggal disini, tapi anak itu tidak boleh mengganggu Delard," tekannya.
"Daddy pastikan kalau anak itu tidak akan pernah berani macam-macam kepadamu."
Satu bulan kemudian, Grace sudah mulai bisa melupakan anggota keluarganya yang tak lain ialah, daddy dan mommy kandungnya serta kakak laki-laki yang sangat menyayanginya.
Meskipun Adelardo selalu menolak setiap Grace mengajaknya untuk bermain, namun Grace tidak pernah menyerah dan terus berusaha agar Adelardo mau menerimanya sebagai adik.
"Mommy!!!" teriak Adelardo saat Grace terus menggangunya.
"Delard, adikmu hanya ingin bermain bersama mu, tolong berikan kesempatan untuk dia agar bisa lebih dekat denganmu." Azura tak bosan-bosan memberikannya pengertian jika Grace itu sekarang adalah adiknya.
Grace lagi-lagi tersenyum, tingkahnya yang lucu dan menggemaskan membuat kebahagiaan keluarga Chan Ryder bertambah dengan hadirnya sosok Grace yang periang.
"Kak Delard ayo main..." Grace menarik tangan Adelardo sehingga membuat anak laki-laki itu marah lalu mendorongnya. Seketika Grace pun menangis akibat sikap kasar dari sang kakak.
"Delard, kau tidak perlu kasar seperti itu kepada adikmu," Azura menegurnya.
"Sudah aku katakan dia itu bukan adikku!" bentaknya kemudian berlari masuk kedalam kamar.
Lagi-lagi Azura harus membujuknya ketika Adelardo merasa kalau kedua orangtuanya lebih menyayangi Grace ketimbang dirinya. Dan itu tidak hanya terjadi selama seminggu atau dua minggu, bahkan berbulan-bulan.
Satu tahun kemudian tepatnya disaat Grace merayakan ulang tahun pertamanya bersama dengan orangtua angkatnya, saat itu dia memberikan potongan kue ulang tahun pertama kepada Adelardo, namun bukannya menerima dengan senang hati Adelardo malah menepis kue itu hingga mendarat tepat di wajah Grace. Tak dapat dihindari Grace pun menjadi bulan-bulanan lelucon semua teman-temannya yang terus menertawakannya.
"Haha... Grace kayak badut," ledek seorang anak yang turut hadir di acara ulang tahun Grace.
"Badut-badut, badut-badut..." Ledek anak-anak yang lainnya.
Azura membersihkan potongan kue itu dari wajah Grace dan meminta anak-anak yang hadir di acara Grace untuk berhenti mengejeknya.
Setelah acara ulang tahun Grace selesai dia pun masuk kedalam kamarnya dan menangis saat membayangkan kembali kejadian tadi. Acara ulang tahun itu seharusnya menjadi acara yang menyenangkan untuknya, tapi gara-gara Adelardo acaranya jadi berantakan.
Keesokan harinya.
Suhu badan Grace begitu panas sehingga Azura membawanya kerumah sakit hingga dia harus dirawat selama beberapa hari disana, dan semenjak itulah Adelardo merasakan ada sesuatu yang berbeda.
"Bagaimana keadaan Grace? Apa dia baik-baik saja?" tanya seorang anak laki-laki yang sudah berusia sebelas tahun itu kepada asisten pribadi Chan Ryder.
"Nona Grace baik-baik saja, Tuan muda. Anda tidak perlu mencemaskannya."
"Siapa bilang aku mencemaskannya?!" bentaknya yang tidak terima dengan dugaan asisten daddy nya itu.
"Maaf Tuan muda, jika saya salah dalam berbicara," ucap laki-laki yang sudah berusia sekitar empat puluh tahunan itu.
Entah merasa bersalah karena dia turut andil sehingga menyebabkan Grace harus dirawat dirumah sakit, atau Adelardo merasakan kehilangan karena sudah beberapa hari ini tidak ada lagi yang mengganggu dan memaksa mengajaknya untuk bermain. Adelardo merasakan Kesepian dan rindu akan sosok Grace yang bawel dan periang dan bahkan hampir setiap detik Grace selalu mengganggunya.
"Aku ingin kerumah sakit," ucap Adelardo kepada asisten daddy nya.
"Apa Tuan muda ingin menjenguk Nona Grace?"
"Tentu saja tidak!" bentaknya, "mommy ada disana dan aku sangat merindukannya," Adelardo sengaja beralasan.
"Kalau Tuan muda ingin menemui nyonya, aku siap untuk mengantarkan Tuan."
Mendengar itu Adelardo langsung antusias ingin segera pergi kerumah sakit untuk menemui Grace dan mommy nya.
"Mommy..." Adelardo langsung saja memeluk Azura saat melihatnya. Dia pun menoleh kearah Grace yang sedang terbaring lemah di hospital bed. "Bagai mana keadaan mu?" tanyanya berusaha menahan ego.
"Kepala ku masih sedikit pusing, Kak. Terima kasih karena Kakak sudah mau datang kesini untuk menjenguk ku." Grace berusaha untuk tersenyum walaupun ia sedang sakit.
"Aku kemari bukan untuk mu!" decaknya, "aku kemari karena aku sangat merindukan mommy." anak itu pun memeluk hangat Azura yang ada disampingnya.
"Delard, Grace itu sedang sakit, jadi Mommy harap kau bisa bersikap lebih baik padanya," pinta Azura seraya mengusap-usap pucuk kepala putranya. "Mommy akan mengurus biaya administrasi Grace, kau tunggulah disini." Azura sengaja membuat alasan untuk mendekatkan putranya dengan Grace. Azura yakin dengan keadaan Grace yang seperti itu Adelardo tidak akan menyakitinya.
"Kak, aku haus. Apa kau bisa membantuku mengambilkan air minum?" Grace mengedipkan matanya dengan genit sehingga dia terlihat sangat menggemaskan.
"Jangan manja!" bentak Adelardo. "Ambil saja sendiri!" sinisnya.
Akhirnya dengan tubuh yang masih sangat lemah Grace berusaha untuk bangkit dari tempat tidurnya. "Aw!" pekik Grace. Kini dia terjatuh kebawah lantai dan membuat lututnya sedikit memar hingga kini Gadis kecil itu pun menangis. "Sakit, Kak. hiks... hiks..."
Adelardo yang merasa iba pun akhirnya membantu,, namun karena Grace tidak mampu untuk berdiri akhirnya Adelardo menggendongnya ke hospital bed.
"Terima kasih, Kak."
Cup.
Grace langsung mencium pipi Adelardo saat anak itu membaringkan tubuhnya.
"Grace!" bentak Adelardo yang tidak terima karena gadis kecil berusia empat tahun itu telah berani menciumnya. Adelardo mengusap-usap pipinya dengan tangan agar bekas ciuman itu hilang.
Tanpa rasa bersalah Grace mendekati anak laki-laki berusia 11 tahun itu untuk membantu mengusap bekas ciuman tadi di pipinya.
"Sudah, aku bisa sendiri!" Adelardo menepis tangannya. Dia pun menoleh kearah pintu. "Kenapa mommy begitu lama?" gumamnya karena sudah hampir satu jam lamanya tak kunjung kembali padahal bilangnya hanya mau mengurus biaya administrasi.
Asisten pribadi Chan kembali keruang VVIP tempat dimana Grace dirawat. "Tuan muda, kita harus segera pulang," ajak pria itu.
Grace mendekati Adelardo dan memeluk tangannya. "Kak aku takut, tolong jangan biarkan aku disini sendiri," rengeknya.
"Kau itu padahal sudah berumur empat tahun, kenapa kau belum bisa mengatakan huruf R juga." Decak Derald.
"Aku memang belum bisa, apa Kak Delald mau mengajaliku?" Lagi-lagi Grace mengedipkan matanya dengan genit sehingga terlihat begitu sangat menggemaskan.
"Nama ku Derald bukan Delald," protesnya.
"Kak, tolong ajalkan aku huluf L," rengek Grace memohon kepada kakak angkatnya.
"L L L, R!" Adelardo meneriakinya.
"L," ujar Grace mengikutinya.
"R! Bukan L!" teriak Adelardo lagi.
Grace terus mengulanginya sehingga akhirnya dia berhasil, dan bisa mengatakan huruf R. "R!" ucap Grace secara spontan.
"Akhirnya kau bisa!" refleks Adelardo pun langsung memeluk Grace saking senang.
"Yee!!! Akhirnya Kak Delard mau memeluk ku, itu berarti Kak Delard memang sayang sama aku," ucap gadis kecil yang baru berusia empat tahun itu begitu antusias.
Sontak Adelardo langsung melepaskan pelukannya. Dia pun menghampiri Asisten daddy nya. "Ayo pulang!"
"Kak, ikut..." Rengek Grace saat melihat Adelardo berjalan hendak keluar dari ruangannya.
"Kau belum sembuh, jadi belum bisa pulang," sahut Adelardo' seraya menoleh kearahnya.
Grace turun dari hospital bed dan berjingkrak-jingkrak lalu lompat-lompat. "Kakak lihat ini, aku sudah sembuh."
"Grace, apa yang kau lakukan?" desisnya.
"Aku mau ikut pulang sama Kakak," ujar Grace dengan kedua bola matanya yang berkaca-kaca. "Aku bosan berada disini. Tolong ijinkan aku untuk pulang sama Kakak." Dia pun meneteskan air matanya.
"Jangan cengeng! Atau aku akan memukulmu!" gertak Adelardo.
Bentakan Adelardo membuat Grace semakin mengencangkan volume tangisannya. Tak ingin ketahuan mommy nya, dengan cepat Adelardo menenangkan gadis kecil itu. "Baik, aku akan meminta mommy untuk segera membawamu pulang."
Grace langsung menyeka air matanya. "Kakak bersungguh-sungguh? Kakak tidak berbohong?"
"Iya," Adelardo membelalakkan matanya dengan malas.
Hari demi hari sikap Adelardo terhadap Grace perlahan sedikit berubah. Dia pun sudah mulai mau menerima Grace sebagai adik angkatnya, dan mengurangi sikap kerasnya terhadap Grace, meskipun Grace selalu membuatnya kesal karena dia selalu mengganggu dan menggodanya.
_
_
_
Beberapa tahun kemudian Grace tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan periang. Kini dia bersekolah di SMK go internasional dan hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk dan diterima di sekolahan itu.
Seperti biasa, setelah pulang sekolah teman-temannya mengajak Grace untuk pergi hangout, namun kali ini tidak seperti biasanya karena Grace menolak ajakan teman-teman, padahal biasanya Grace yang paling bersemangat untuk pergi.
"Tidak mungkin seorang Grace menolak ketika diajak hangout," tutur sahabat Grace.
Grace memberitahu semua teman dan sahabat-sahabatnya alasan mengapa dia tidak bisa ikut hangout bareng dengan mereka, karena hari ini Adelardo akan pulang dari luar negeri setelah beberapa tahun menempuh pendidikan tinggi disana.
"Apa Kakak mu itu tampan?" tanya sahabatnya.
"Tentu saja! Dia adalah laki-laki paling tampan yang pernah aku temui! Andai saja dia itu bukan kakakku, mungkin aku sudah jatuh hati kepadanya," sahut Grace seraya membayangkan wajah Adelardo, karena yang dia tahu kalau Adelardo itu adalah kakak kandungnya.
"Sudah berapa lama kalian tidak bertemu?"
"Sudah lima tahun lebih," jawab Grace.
"What?" Teman Grace terkejut mendengar jawabannya.
"Apa kau pikir kakak mu itu akan mengenalimu, jika dia melihatmu?" tanya temannya yang lain. "Kurasa tidak! Karena lima tahun yang lalu kau itu masih kecil dan ingusan," lanjutnya menggoda Grace.
"Ah sialan! Meskipun dulu aku masih kecil tapi aku tidak ingusan," gerutu Grace kepada temannya.
"Jadi kau serius tidak mau hangout dengan kita?"
"Mungkin lain kali." Grace masuk kedalam mobil sport keluaran terbaru yang hanya dimiliki beberapa orang saja di kota itu.
***
Grace menyusuri koridor bandara dengan membawa sebuah banner bertuliskan 'MENJEMPUT KAKAK KU YANG PALING TAMPAN, DELARD'
Lima tahun tidak bertemu bahkan tidak pernah saling bertukar kabar, tentu membuat keduanya saling asing dan tidak mengenal satu sama lain, terlebih saat itu usia Grace yang masih berusia tiga belas tahun dan tentunya akan banyak sekali perubahan pada dirinya.
Seorang pria tampan melewati Grace dan membaca isi dari tulisannya. "Kampungan!" desisnya dalam hati. Dia segera keluar bandara karena beberapa pengawal yang akan menjemputnya sudah menunggu diluar.
Hingga pilot pesawat itu kembali melakukan penerbangan, tak ada satu orang pun yang menghampirinya dan mengaku sebagai Delard. "Apa kak Delard tidak jadi pulang?" batinnya.
Grace menoleh kearah jarum jam di tangannya yang berwarna gold. Dia pun mengambil ponsel untuk menghubungi mommy Azura, tapi apes karena ponselnya ternyata mati. "Sial, ponselku mati! Aku lupa dari semalam aku memang tidak men charger nya," gerutunya. Akhirnya Grace memutuskan untuk pulang walaupun tanpa Kakaknya yang dia yakini jika Adelardo memang tidak jadi pulang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!