NovelToon NovelToon

DISAYANGI TUAN VAMPIRE

PERTEMUAN TAK TERDUGA

Cedric Elmar terhuyung-huyung melewati hutan lebat. Tubuhnya yang biasanya anggun kini berlumuran darah dan penuh luka. Dia baru saja lolos dari pertempuran brutal dengan sekelompok pemburu yang telah mengintainya selama berabad-abad. Namun, kali ini, ia tidak sepenuhnya menang. Pedang perak yang menghunjam bahunya membuatnya kehilangan kekuatan untuk menyembuhkan diri secepat biasanya.

Di sudut lain hutan itu, seorang gadis bernama Claire tengah berjalan dengan langkah penuh kemarahan. Pipinya memerah, matanya memerah karena air mata, tetapi lebih karena amarah yang membara di dalam hatinya. Baru saja ia berdebat hebat dengan kedua orang tuanya. Mereka, yang seharusnya menjadi pelindung dan pendukungnya, malah memperlakukannya seperti orang asing. Semua ini dimulai sejak orang tuanya mengetahui bahwa dirinya ternyata anak kandung mereka. Claire adalah korban dari kesalahan di rumah sakit bertahun-tahun lalu. Gadis yang selama ini dianggap sebagai putri kandung mereka ternyata adalah bayi yang telah tertukar.

Ketika ibunya menemukannya dan membawanya pulang, Claire sempat berpikir bahwa itu adalah awal dari kisah indah. Namun, kenyataan jauh dari harapannya. Bianca, gadis yang telah diasuh keluarganya selama ini berkali-kali memfitnahnya. Fitnah-fitnah itu membuat orang tua Claire percaya bahwa dia adalah anak yang tak tahu diri. Setiap kesalahan kecil yang dia buat menjadi bukti baru bahwa ia tidak pantas mendapatkan kasih sayang mereka. Sementara itu, Bianca terus diperlakukan seperti ratu.

Langkah Claire terhenti saat ia melihat sosok Cedric Elmar di tanah, berlumuran darah. Awalnya, ia ingin pergi, namun nalurinya berkata lain. Meski hatinya dipenuhi rasa kecewa terhadap manusia, dia tidak bisa membiarkan seseorang mati begitu saja, bahkan jika sosok itu bukan manusia. Dengan susah payah, ia menyeret tubuh Cedric Elmar ke pondok tua kecil yang dia temukan tak jauh dari situ.

Cedric Elmar terbangun beberapa jam kemudian. Luka-lukanya masih terasa perih, tetapi dia menyadari bahwa ada perban di tubuhnya. Matanya yang merah menyala menatap gadis itu, yang tengah duduk di sudut ruangan. Claire tidak terlihat takut, hanya lelah dan marah, mungkin bukan padanya, tetapi pada dunia.

“Kau tidak takut padaku?” tanya Cedric Elmar, suaranya serak.

Claire menoleh, lalu mengangkat bahu. “Kau terlihat lebih menderita daripada aku. Tidak ada alasan untuk takut pada seseorang yang hampir mati.”

Cedric Elmar tersenyum tipis. Jarang sekali ia bertemu manusia yang tidak langsung lari ketakutan begitu melihatnya. “Kenapa kau menolongku?”

Claire terdiam sejenak sebelum menjawab. “Mungkin karena aku tahu bagaimana rasanya diabaikan. Jika aku membiarkanmu mati di sini, aku tidak akan berbeda dari mereka yang telah mengabaikanku.”

Ada keheningan sejenak. Cedric Elmar mempelajari gadis itu lebih saksama. Ada kegelapan dalam matanya, tapi juga keberanian yang luar biasa. Ia tahu bahwa ia berhutang nyawa pada gadis ini, dan meskipun ia tidak terbiasa dengan konsep rasa terima kasih, dia merasa bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk membalas kebaikannya.

“Apa yang membuatmu begitu marah?” Cedric Elmar akhirnya bertanya.

Claire tertawa pahit. “Itu cerita panjang. Tapi, singkatnya, keluargaku lebih memilih orang lain daripada aku. Ironis, bukan? Aku yang seharusnya menjadi bagian dari mereka malah dianggap sebagai orang asing.”

Cedric Elmar mengangguk perlahan. “Dunia ini penuh dengan ironi. Tapi kau terlihat memiliki kekuatan yang tidak dimiliki banyak orang. Kau tidak menyerah, meskipun dunia memperlakukanmu dengan buruk.”

Malam itu menjadi awal dari pertemanan yang aneh. Claire menemukan keheningan dan pengertian yang tidak pernah ia dapatkan dari keluarganya. “Aku akan tinggal di sini untuk sementara, jika kau mau pergi, silakan!” imbuh gadis itu dengan nada datar kepada Cedric.

Pria itu tidak menjawab, dia hanya memperhatikan sekeliling, Di luar terasa hening, tidak terdengar suara gerakan dari musuh. Lalu dia pun menjawab, “Aku juga akan tinggal di sini, aku masih terluka. Kemana aku bisa pergi!”

Claire memandangi pria yang baru saja di tolong, “Apa kau juga lari dari keluargamu, dan lukamu itu, apa ada yang sedang mencoba membunuhmu?”

Cedric terdiam, dia merasa bingung bagaimana menjelaskannya. Dia pun asal menjawab, “Mereka bilang aku berhutang dan aku harus membayarnya!”

“Rentenir?” tanya Claire menyelidik.

Cedric mengernyitkan alisnya lalu dengan natural menganggukan kepalanya. Claire sedikit mentertawai lalu berkata, “Aku lihat-lihat kau ini masih sehat untuk mencari uang, mengapa malah memilih rentenir untuk mendapatkan uang!”

Tahu apa yang sedang dipikirkan oleh gadis belia di depannya dia pun langsung berkata, “Bukan aku yang berhutang!”

Claire memicingkan matanya sambil berpkiri. “Apa dia sama sepertiku, korban dari seseorang seperti Bianca!”

Claire pun duduk di sisi Cedric, “Eum… aku tahu rasanya!” imbuh pelan gadis itu.

“I-itu lukamu.,. harus kita apakan?” tanya Claire lagi.

Cedric terdiam sesaat, biasanya luka yang dia derita langsung bisa sembuh dengan seketika tapi kali ini sedikit membutuhkan waktu lebih lama. Entah dia baru terkena pedang jenis apa. Karena ini pertama kalinya dia seperti ini.

Beberapa hari berlalu, dan Cedric Elmar perlahan pulih dari luka-lukanya. Claire tetap tinggal di pondok itu, meskipun ia tahu orang tuanya mungkin akan marah besar karena kepergiannya yang lama. Cedric, yang biasanya menghindari keterikatan dengan manusia, mulai merasa nyaman dengan kehadiran Claire. Gadis itu memiliki cara pandang yang unik, menggabungkan kegetiran dengan harapan yang samar.

“Jadi, apa rencanamu?” tanya Cedric suatu malam ketika mereka duduk di depan api kecil.

Claire menghela napas. “Aku tidak tahu. Aku hanya tahu bahwa aku tidak ingin kembali ke rumah itu. Aku lelah diperlakukan seperti barang usang.”

Cedric memandangnya dengan penuh pemikiran. “Kau bisa tinggal di sini.”

Claire tersenyum kecil. “Tapi, aku tidak ingin hidup dalam pelarian. Jika aku harus melawan dunia, aku akan melakukannya dengan caraku sendiri.”

Kata-kata itu membuat Cedric kagum. Di balik kerapuhan gadis itu, ada kekuatan yang tak terduga. Ia merasa bahwa Claire bukan hanya manusia biasa. Ada sesuatu dalam dirinya yang istimewa, sesuatu yang bahkan Claire sendiri mungkin belum sadari.

“Jika kau membutuhkan bantuan,” kata Cedric, “jangan sungkan!”

Claire menatapnya dengan mata penuh rasa terima kasih. “Aku tahu.”

Dan dengan itu, sebuah persekutuan yang tak biasa terbentuk. Mereka adalah dua jiwa yang tersesat, masing-masing mencari tempat di dunia yang penuh dengan ketidakadilan. Perjalanan mereka mungkin belum selesai, tetapi untuk pertama kalinya, mereka memiliki alasan untuk berharap lalu mereka pun berpisah meninggalkan pondok tua di hutan.

Saat ini, hujan deras menghantam tanah seperti ribuan peluru kecil, disertai kilatan petir yang membelah langit malam. Claire baru saja tiba di rumah, namun tangannya malah sudah ditarik ke belakang punggungnya, “Dari mana saja kau!?”

TAMENG

Tuan Sanders benar-benar tidak bisa bersikap manis terhadap putri kandungnya itu. “Apa kau sedang mencari pria liar di luar sana!”

“Pria liar… tidak, aku tidak!” jawab Claire dengan sedikit terbata sambil memandang ke arah Bianca.

“Ayah… jangan terlalu keras kepada Claire, bagaimanapun dia masih sangat muda!” imbuh Bianca,

Melihat Bianca berbicara seperti itu, Tuan Sanders pun melembut. “Jika tidak ada darah Sanders yang mengalir di tubuhnya, maka putriku satu-satunya adalah kau!”

“Sebenranya ada apa ini?” tanya Claire sambl menghempaskan tangan Tuan sanders yang baru saja mengendur.

“Kau ini bicara seperti orang yang tidak pernah melakukan salah!” jawab Tuan Sanders.

“Memangnya aku melakukan apa!” imbuh Claire lagi.

Tuan sanders melemparkan sebuah berkas kepada putrinya itu, “Memalukan bagaimana seorang gadis memiliki kemampuan untuk menggugurkan bayinya!”

Claire melihat sebah foto yang memperlihatkan dia sedang memasuki klinik persalinan, “i-ini… aku tidak!” imbuhnya terhenti sambil melihat ke arah Bianca.

Waktu itu dia menerima telepon darinya, dia dipinta untuk datang ke klinik persalinan tersebut, siapa sangka orang yang memintanya datang malah tidak ada di sana. Sekarang dia tahu tujuan Bianca waktu itu.

Claire tertawa sarkas lalu berkata, “Kalau aku katakan aku dijebak apakah kalian percaya?”

Sementara itu, Di tengah gelapnya hutan yang seolah tak berujung, terdengar suara langkah kaki yang berat namun cepat. Sosok itu, seorang pria dengan rambut hitam yang basah oleh hujan, berlari dengan mata yang bersinar merah samar. Dia adalah Lucian Devereux, seorang vampir yang telah hidup selama lebih dari lima abad.

“Kau pikir bisa memburuku dengan cara ini?” gumam Lucian, suaranya rendah dan menggema di tengah badai.

“Lucian Devereux!” Teriak Cedric

Cedric berhenti di tengah jalan berlumpur, membiarkan petir menyinari wajahnya yang pucat dan tampan. Dia tidak lagi menghindari Lucian. Sebaliknya, dia berdiri tegak, seperti seorang raja yang menghadapi rakyatnya.

“Kau ini seperti mainan usang yang terus-terusan melawan pemiliknya,” imbuh Cedric, dingin.

Lucian sedikit merasa heran, ketika dia berhasil membuat Cedric terluka mengapa dia malah tidak bisa menemukan jejaknya. Keberadaan Cedric waktu itu seperti tertutup oleh sebuah tameng yang tidak bisa dia tembus.

Hal yang sama juga terbesit di pikiran Cedric, waktu itu mengapa satupun dari mereka tidak menyerang ke pondok tua kecil tempat dia memulihkan diri. Dan, ketika dia keluar dari pondok tua itu malah sudah bertemu dengan Lucian.

Malam itu, bulan darah menggantung rendah di langit, menyinari medan yang sunyi dengan cahayanya yang memerah. Di tengah reruntuhan kastil kuno, dua sosok berdiri berhadapan, mata mereka menyala dengan kebencian yang membara. Lucian, seorang vampir purba dengan jubah hitam berlapis perak, berdiri angkuh dengan tangan melingkari gagang pedang

berkarat yang telah ia gunakan dalam ribuan pertempuran. Lawannya, Cedric, seorang vampir muda namun mematikan, mengenakan armor selubung logam berwarna gelap yang memantulkan sinar bulan seperti cermin yang pecah.

"Kau terlalu tua untuk ini, Lucian," seru Cedric dengan suara yang tajam seperti pisau. "Dunia baru ini membutuhkan penguasa yang lebih kuat, bukan peninggalan dari masa lalu."

Lucian menyeringai, memperlihatkan taring panjangnya yang memutih. "Kekuasaan itu bukan untuk diperebutkan oleh anak kecil yang belum memahami arti abadi. Kau akan belajar malam ini, Cedric."

Tanpa peringatan, Lucian melesat seperti bayangan gelap, cakarnya berkilat tajam. Gerakannya begitu cepat hingga tampak seperti ilusi, namun Cedric, dengan pengalaman yang masih ratusan tahun, mengayunkan pedangnya dan memblokir serangan itu dengan suara dentang logam yang menggema.

Pertarungan pun dimulai. Keduanya bertarung dengan kecepatan dan kekuatan yang melampaui batas manusia. Setiap pukulan yang dilepaskan mengguncang tanah, dan setiap serangan yang meleset menghancurkan reruntuhan di sekitar mereka. Lucian mengayunkan pedangnya dengan presisi mematikan, sementara Cedric mengandalkan kelincahan dan kekuatan mentahnya untuk mengimbangi pengalaman lawannya.

Lucian melompat ke udara, memutar tubuhnya, dan melepaskan serangan dengan cakarnya yang tajam. Cedric berlutut, membiarkan serangan itu melewati kepalanya, lalu menebas ke atas dengan pedangnya. Cedric nyaris berhasil mengenai Lucian, luka tipis terbentuk di lengann lawan dan membuatnya mendesis marah, matanya bersinar merah terang.

"Aku takkan menyerah pada peninggalan masa lalu sepertimu!" teriak Cedric, melepaskan gelombang energi gelap dari kedua tangannya. Energi itu melesat seperti badai ke arah Lucian, menghancurkan segala yang dilaluinya.

Namun Lucian tetap tak saja tergoyahkan. Dengan kekuatan magis kuno yang telah lama dia pelajari, dia pun mengangkat tangan kirinya, menciptakan perisai energi yang menyerap serangan itu. "Kau terlalu muda untuk memahami kekuatan sejati," katanya dingin.

Pertarungan pun semakin sengit. Kedua vampir bergerak seperti kilat yang saling bersahutan, bentrokan mereka menimbulkan ledakan yang menerangi malam. Tapi pada akhirnya, salah satu dari mereka harus jatuh. Serangan terakhir Cedric—sebuah tebasan maut yang diarahkan ke jantung Lucian—melenceng hanya sejengkal karena kesalahan kecil.

Cedric terdiam, tubuhnya perlahan melemah. Ia menatap Lucian dengan mata penuh kemarahan dan kepahitan sebelum akhirnya jatuh ke tanah. Napasnya berat terdengar namun matanya tetap dingin. Vampir ratusan tahun melawan Vampir ribuan tahun, sungguh terasa berat sebelah.

Malam itu, medan perang kembali sunyi. Hanya hembusan angin yang menyapu debu dan darah, membawa cerita tentang dua makhluk abadi yang bertarung untuk takdir mereka sendiri.

Cedric menatap langit, tubuhnya dipenuhi dengan rasa lelah yang mendalam. Tetapi dia tahu perjalanannya belum selesai. Angin membawa bisikan suara dari kejauhan, mengisyaratkan ancaman baru yang mulai mengumpulkan kekuatan di balik bayangan malam.

Cedric pun segera membungkuk dan menghilang. Lucianya juga sama lelahnya dengan vampir muda itu, vampir yang baru dia temui di saat ini, vampir yang bisa menyaingin kekuatan tempurnya.

Cedric terjatuh di tanah, dia melihat sesuatu yang berikalauan di tanah. Dia pun mengambil liontin kecil yang tergeletak di tanah. “Apakah ini milik gadis itu!” pikirnya yang mungkin saja tidak sengaja membawa liontin gadis itu.

Langkah kaki Cedric yang berat membawanya menuju ke kastilnya. Di balik pepohonan, seekor gagak hitam bertengger di dahan, matanya memancarkan kecerdasan supernatural. Gagak itu mengeluarkan suara serak dan terbang ke arah yang tak diketahui. Cedric mengikutinya, menyadari bahwa petunjuk baru mungkin saja sedang menantinya.

Perjalanan itu menuntunnya ke sebuah gua tersembunyi, tempat di mana rahasia masa lalunya terpendam. Di dalam gua, bayangan-bayangan menari di dinding, memancarkan aura gelap yang tidak wajar. Cedric berhenti sejenak, mencengkeram pedangnya lebih erat. "Kalau ini adalah ujian lain, aku siap," katanya dengan nada tegas.

“Tapi, ujian macam apa yang akan terjadi di kastil milik sendiri?” pikir Cedric.

RAHASIA PERTUKARAN JIWA

Dari kegelapan, suara perempuan yang dalam dan serak terdengar. Sosok itu perlahan muncul dari kegelapan, seorang vampir perempuan dengan rambut putih panjang dan mata yang bersinar seperti berlian merah. "Aku adalah Selene," katanya, menyeringai dengan taring yang tajam.

“Apa yang kau inginkan?” tanya Cedric tanpa basa basi.

“Tenanglah anak muda!” jawab Selene singkat namun tegas.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Selene menyelidik.

“K-kau…!” imbuh Cedric sedikit mengheran. “Bagaimana dia bisa tahu aku tidak baik-baik saja!” pikirnya.

Dengan tiba-tiba Selene mengambil salah satu tangan Cedric lalu mengamati dengan seksama. “Kau sedang apa?” tanya Cedric seraya menarik tangannya.

Selene memicingkan matanya seraya berkata dengan maksud tersamarkan. “Tidak ada tanda-tandanya!” imbuh pelannya.

“Apa kau ini penyihir?” sangka Cedric kepada Selene.

“Jika kau mau anggap aku begitu, silakan!” jawab wanita dengan rambut putih itu,

“Jika tidak ada hal lain, maka lebih baik aku pergi. Aku tidak memiliki waktu untuk menemanimu bermain!” imbuh Cedric seraya melangkah pergi.

Selene pun tertawa samar seraya berkata dengan suara pelan, “Andai saja kau tahu!”

Wanita itu adalah penjaga "Simpul Jiwa," sebuah kekuatan kuno yang mampu menukar jiwa antar manusia yang telah ditakdirkan bersama. Selama berabad-abad, Selene menjaga rahasia ini dengan ketat, hanya menggunakan kekuatan tersebut dalam keadaan yang benar-benar diperlukan. Namun, semuanya berubah ketika dia tidak bisa merasakan keberadaan Cedric di dalam beberapa hari kemarin. Karena itu, malam ini dia memutuskan untuk bertemu dengan Cedric.

Dalam ramalan para penyihir dikatakan bahwa akan lahir pasangan yang ditakdirkan menurut legenda kuno vampir. Jiwa mereka memiliki koneksi khusus yang, Jika tidak dipersatukan, dapat mengganggu keseimbangan energi di Simpul Jiwa.

Cedric menghentikan langkahnya sejenak. Dia merasakan sesuatu yang aneh. Entah kenapa, suara tawa samar Selene menggema di benaknya, seperti ada makna tersembunyi di balik kata-katanya. Dia berbalik perlahan, menatap Selene yang masih berdiri di tengah kegelapan, tubuhnya seperti memancarkan aura misterius.

“Apa maksudmu dengan ‘andai saja kau tahu’?” tanya Cedric tajam.

Selene menyeringai, matanya yang merah berkilauan menatap Cedric seolah mencoba menembus pikirannya. “Kau tak ingin tahu rahasia tentang dirimu sendiri?” katanya. “Atau mungkin tentang seseorang yang begitu penting dalam hidupmu, namun kini terpisah darimu?”

Cedric tertegun. Kata-kata Selene seperti anak panah yang menembus dinding pertahanannya. Dia mencoba menguasai diri, namun bayangan masa lalu mulai menghantuinya—bayangan wajah seorang wanita dengan senyuman lembut yang kini hanya menjadi kenangan.

“Kau berbicara omong kosong,” katanya dengan nada dingin, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.

Selene tertawa kecil, mendekat dengan langkah anggun. “Oh, Cedric,” katanya, menyebut namanya dengan nada lembut namun menusuk, “kau tahu bahwa apa yang kukatakan bukan sekadar omong kosong. Aku tahu kau kehilangan seseorang yang sangat berharga. Dan aku tahu... dia adalah bagian dari rahasia besar yang kau coba hindari.”

Cedric terdiam. Pikirannya dipenuhi pertanyaan. Bagaimana Selene tahu tentang Bibi Liora? Bagaimana mungkin wanita asing ini mengetahui apa yang bahkan dia sendiri enggan akui?

“Apa yang kau ketahui?” desak Cedric, kali ini dengan nada yang lebih rendah, hampir seperti bisikan.

Selene tersenyum, lalu mengangkat satu tangan. Sebuah cahaya lembut keluar dari telapak tangannya, membentuk simbol kuno yang berputar perlahan di udara. “Simbol ini adalah alasan mengapa kau selalu merasa... kehilangan.”

Cedric melangkah mundur, wajahnya penuh keterkejutan. “Apa maksudmu? Apa hubungannya Bibi Liora dengan semua ini?”

Selene mendekat, kini berdiri hanya beberapa langkah darinya. “Belum saatnya!”

Cedric menatap Selene dengan sorot mata penuh amarah dan kebingungan. “Apa yang kau maksud?!” teriaknya, suaranya bergema di ruangan gelap itu.

Selene menghela napas, lalu berbisik, “Orang yang paling kau percaya. Orang yang selama ini berdiri di sisimu. Dia juga yang memutuskan ikatan yang bahkan belum kau mulai”

“Sungguh kasihan sekali!” imbuh Selene seraya menghilang dibalik kegelapan hutan lebat. Meninggalkan Cedric yang masih berdiri di tempat, pikirannya penuh dengan pertanyaan tanpa jawaban

Cedric tertegun. Kata-kata itu seperti petir yang menyambar. Siapa yang dimaksud Selene? Dan mengapa orang itu ingin memutuskan ikatan yang bahkan belum dia mulai?

Cedric berdiri di tengah hutan, merasakan keheningan yang mencekam setelah Selene menghilang. Pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan wanita misterius itu. Siapa orang yang dimaksud? Dan apa maksud dari “ikatan” yang belum dia mulai?

Langit malam semakin gelap, hanya diterangi oleh kilau bintang yang redup di sela-sela dahan pohon. Angin dingin menusuk kulitnya, namun Cedric hampir tidak menyadarinya. Pikirannya terfokus pada satu hal—rahasia yang baru saja diungkapkan Selene.

Dia menoleh ke arah jalan setapak yang gelap, namun tidak melangkah. Sebuah suara dalam hatinya memintanya untuk tidak kembali begitu saja. Ada sesuatu di sini, di hutan ini, yang harus dia temukan. Tapi apa?

Cedric menarik napas panjang, lalu memejamkan matanya. “Tenang,” gumamnya pada dirinya sendiri. “Pikirkan kembali apa yang dia katakan.”

Namun, saat dia mencoba mengatur pikirannya, bayangan Bibi Liora muncul lagi di benaknya. Wanita itu telah merawatnya sejak dia kecil, setelah kedua orang tuanya terbunuh. Dia selalu mempercayai Bibi Liora, lebih dari siapa pun. Tapi... apakah mungkin Selene berbicara tentang dia?

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Cedric membuka matanya, waspada. Dia mengarahkan pandangannya ke arah suara itu. Dalam remang-remang cahaya bulan, muncul sesosok bayangan.

“Cedric?” Sebuah suara lembut memanggil namanya.

Cedric mengenali suara itu. “Aria?” Dia berbalik dengan cepat. Sesosok perempuan muda dengan rambut hitam panjang dan mata biru cerah muncul dari balik pepohonan. Aria adalah sahabat masa kecilnya—dan satu-satunya orang yang tetap berada di sisinya setelah semua tragedi yang menimpa keluarganya.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Cedric, suaranya terdengar bingung.

“Aku yang seharusnya bertanya,” jawab Aria, mendekat. “Kau tidak kembali ke Kastil. Semua orang mencarimu.”

Cedric menggeleng pelan. “Aku butuh waktu sendiri,” katanya, namun dia tahu itu bukan jawaban yang sebenarnya. Ada sesuatu yang dia cari, bahkan jika dia tidak tahu apa itu.

Aria menatap Cedric dengan ekspresi cemas. “Kau terlihat berbeda. Ada apa?”

Cedric terdiam. Haruskah dia menceritakan pertemuannya dengan Selene? Haruskah dia mengungkapkan semua kebingungannya? Namun, sebelum dia sempat menjawab, mata Aria membesar, seperti melihat sesuatu di belakang Cedric.

“Cedric… awas!” teriak Aria.

Cedric berbalik dengan cepat. Dari kegelapan, sepasang mata merah menyala muncul. Seekor makhluk menyerupai serigala raksasa, dengan bulu hitam dan taring tajam, muncul dari balik pepohonan. Makhluk itu menggeram, memperlihatkan gigi-giginya yang meneteskan cairan berwarna hitam.

“Lari, Aria!” teriak Cedric, menarik pedang yang selalu dia bawa.

Namun, sebelum dia sempat bergerak, makhluk itu melompat ke arahnya dengan kecepatan yang mengerikan. Cedric mengangkat pedangnya untuk menangkis, keduanya saling berbenturan dan pada akhirnya pun terlempar ke tanah. Pedangnya terlepas dari genggaman.

“Cedric!” Aria berlari mendekat, mencoba membantu, tapi makhluk itu mengalihkan perhatiannya padanya.

“Tidak!” teriak Cedric, berusaha bangkit. Tapi saat itu, sesuatu yang aneh terjadi. Simbol kuno yang ditunjukkan Selene sebelumnya muncul di udara, bersinar dengan cahaya keemasan.

Makhluk itu berhenti sejenak, menggeram, lalu mundur, seolah takut pada cahaya tersebut. Aria juga tertegun, menatap simbol itu dengan ekspresi bingung.

Cedric menatap cahaya itu dengan tatapan tak percaya. “Apa ini…?”

Namun, sebelum ada yang bisa menjawab, simbol itu menghilang, dan makhluk itu melarikan diri ke dalam kegelapan. Aria berlari ke sisi Cedric, membantunya berdiri.

“Apa yang baru saja terjadi?” tanya Aria dengan napas terengah-engah.

Cedric menatapnya, masih bingung. “Aku juga tidak tahu,” jawabnya pelan. Tapi dalam hatinya, dia tahu. Semua ini ada hubungannya dengan Selene... dan rahasia tentang dirinya yang belum terungkap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!