“Sekar... Sekar... Sekar…."
Sekar seperti terbangun dari tidurnya.
Dia kaget dengan keberadaannya sekarang,
“Dimana aku, dan siapa yang manggil manggil namaku."
Sekar datanglah kesini Nak."
Sekar menoleh ke kiri dan ke kanan mencari siapa yang memanggilnya.
“Maaf Anda siapa ya, dan Saya ada dimana?”
“Kesini Nak, Saya Kakek Buyutmu."
Kemudian Sekar melangkahkan kakinya sambil melihat sekelilingnya.
Dia berada disebuah taman yang indah.
Banyak bunga-bunga bermekaran di sana, terasa asri dan udara segar masuk kedalam rongga dadanya.
Dia belum bisa melihat siapa yang memanggilnya.
“Kesini lah Nak, ini Kakek Buyutmu."
Tiba-tiba di depannya sudah berdiri seorang kakek tua berambut panjang, beruban dan berjanggut putih menatapnya dengan penuh kasih sayang,
“Kesini lah Nak." panggil kakek itu.
“Kamu pasti bingung siapa Kakek, Kakek adalah salah satu Kakek Buyutmu."
"Kakek ingin memberikan ini, kalung dan cincin untuk bekal kamu menemukan orang tuamu, dan juga jati dirimu."
“Pakailah Nak, dengan kalung ini kamu akan terlindungi."
"Setelah kamu pakai kalung dan cincin ini, kamu akan langsung mendapat warisan ilmu langka yang akan membantumu, agar tidak ditindas orang."
" Kamu akan bisa ilmu bela diri."
"Jika kamu sentuh cincin itu, kamu bisa mendengar orang yang bercakap-cakap."
"Meskipun itu jaraknya tidak dekat denganmu atau orang itu berbisik-bisik."
"Konsentrasi pada orang yang menjadi obyeknya."
"Kamu juga bisa membaca isi hati orang di sekitarmu."
'Satu lagi, kamu juga bisa menyerap ilmu apapun, pada orang-orang di dekatmu tanpa orang tersebut berkurang ilmunya."
"Terimalah ini sebagai bekal mencari keluargamu, dan gunakan untuk kebaikan."
“ Siap Kakek, tapi orang tua saya yang mana ?”
"Bukankah yang disini adalah orang tua saya?”
“Bukan, orang yang kamu ikuti sekarang itu adalah orang yang disuruh memelihara kamu."
“Ada orang jahat yang telah mencelakakan keluargamu."
“Jadi orang tua kandung saya sekarang ada di mana Kek."
"Sabarlah Nak, nanti kamu akan menemukan keluargamu."
“ Hari ini kamu akan dijemput orang."
"Orang tua angkat mu sudah menjual kamu kepada germo."
"Jangan takut Sekar, Kakek akan selalu mendampingi mu."
"Ikuti saja yang jadi rencana orang jahat itu."
" Disana lah awal perjalanan hidupmu Nak."
“Saya takut Kek."
“Jangan takut."
"Bukankah Kakek sudah memberi bekal kalung dan cicin?"
"Gunakan nanti jika dibutuhkan."
"Ingat ya Nak, hanya untuk membela diri dan membela kebenaran."
“Ya Kek terima kasih."
“Ya Nak, siapkan mental dan hati kamu ya, tetap semangat."
“Siap Kakek, semoga Sekar diberi jalan keluar dan Allah selalu melindungi Sekar, aamiin yra."
Tiba-tiba diluar kamar bu Asih teriak-teriak memanggil Sekar.
“Sekar… Sekar … Sekar …., tok tok tok, bangun!"
"Sarapan paginya mana Sekar, tidur dah kayak kebo!"
"Bangun... bangun Sekar…!"
“Siapa sih, berisik banget, ah ternyata aku bertemu Kakek hanya dalam mimpi."
"Tadi nama kakek siapa ya, saya kok lupa, , eh iya kakek Arya kalau tidak salah,"
"Ternyata hanya mimpi, tapi kenapa ini kalung dan cicin yang kakek Arya berikan kok ada di leher dan jariku."
"Tadi itu ngimpi apa beneran sih, bingung jadinya," batin Sekar."
“Sekar …. Sekar …Sekar..., woi bangun pemalas!”
“Iya Bu sebentar."
Pelan-pelan Sekar keluar dari kamar.
“Ada apa ya Bu?"
“Ada apa, ada apa, sudah jam berapa sekarang?"
"Orang-orang sudah pada ribut mau sarapan, kamu malah baru bangun."
"Dasar pemalas, tukang tidur, cepet masak!”
“ya Bu, maaf."
Dengan lesu Sekar berjalan ke dapur menyiapkan sarapan untuk keluarga ibu angkatnya.
Mereka terdiri dari ayah, ibu dan kedua adik angkatnya.
Sementara Sekar masak bu Asih dan pak Wawan sedang terlibat pembicaraan yang serius.
“Pak, gimana tuan Thomas, jadi mau jemput Sekar?”
“Jadi Bu, nanti siang nona Cyndi yang diperintah ke sini."
"Tolong bilang sama Sekar, suruh siap-siap biar nona Cyndi tidak lama menunggu."
“Bilangnya ke Sekar mau diajak kemana Pak?”
“BIlang saja mau dikasi pekerjaan di kota."
"Daripada dia di rumah menganggur, dan jadi beban kita, mending dia kita suruh kerja biar bisa menghasilkan uang."
“Tapi uang untuk penggantian Sekar sudah ditransfer kan Pak?”
“Sudah, kemaren tuan Thomas mentransfer seratus juta."
"Bilangnya sih mau ditambahi lagi kalau sudah melihat orangnya."
"Kalau orangnya cantik dan sesuai yang diinginkan, akan ditambah lagi."
“Sukur deh, uang seratus juta kan bisa buat beli rumah sederhana, dikampung ini dapat dua rumah."
"Nanti satu bisa untuk Sandi, satu lagi buat Intan."
"Nah kalau ada tambahan, Ibu pengin beli baju."
"Sudah lama lo Ibu tidak beli baju."
“Atur saja, Bapak tidak masalah."
"Sekarang cepat kasih tahu Sekar."
"Oh ya sarapan sudah siap belum?, bapak sudah mau berangkat kerja ni."
“Ya Pak sebentar, Ibu mau lihat ke dapur dulu."
Bu Asih langsung menuju dapur.
“Sekar, sudah selesai belum masaknya?”
“Sudah Bu, Sekar masak nasi goreng, tinggal Sekar bawa ke meja makan."
“Ya sudah, cepet taruh di meja makan."
"Bapak, Sandi sama Intan sudah menunggu."
“Ya Bu."
“Ibu..., sarapannya lama sekali sih, aku sudah lapar dan sudah kesiangan juga," teriak Intan tidak sabaran.
“Iya Bu, Sandi juga nih mau ada ulangan pagi, jadi harus berangkat pagi, cepetan, nanti Sandi terlambat."
“Cepat Sekar, lihat itu, gara-gara kamu tidur tidak tahu aturan, semua jadi kesiangan,"
Sekar hanya diam sambil membawa nasi goreng ke meja makan.
“Kak, kamu itu lelet amat sih jadi orang, saya kesiangan tahu!”
“Iya nih tidak bisa diandalkan, suruh pergi saja Bu bikin beban keluarga kita."
Sekar sangat geram mendengar celotehan adik-adik angkatnya,
Kemudian Sekar pura-pura kepleset, dan nasi goreng yang ada ditangannya lepas jatuh tumpah semuanya."
Karena waktu jatuh tangan sekar sengaja membalikkan tempat nasi gorengnya, sehingga tertumpah semuanya.
“Sekar...! apa-apaan kamu, lihat ulah mu, nasi gorengnya tumpah semua, sekarang kami makan apa!, teriak bu Asih.
“Makan angin," Sekar nyaut dengan cuek.
“Apa katamu?”
Bu Asih sudah siap menampar pipi Sekar, tapi keburu dicekal tangannya oleh pak Wawan.
“Bu ingat ya, jangan ada bekas luka di tubuh Sekar."
"Apalagi ada bekas tamparan di pipi Sekar."
"Apa Ibu mau ditegor nona Cyndi?”
“Ah sialan kamu Sekar."
“Sudahlah, tidak usah diributkan, Bapak makan di warteg saja nanti."
"Sandi dan Intan sarapan di kantin sekolahan."
'Ibu bisa masak mi dulu ya."
"Ayo anak-anak kita berangkat."
“Pak duwit jajannya tambahi buat sarapan."
“Ya sudah ini Bapak tambahi."
Mereka bertiga segera berangkat.
Sandi dan Intan berangkat sekolah.
Sandi kelas 2 SMA, Intan kelas 1 SMA.
Sedangkan pak Wawan jadi supir ojek online motor.
Sandi dan Intan naik motor berboncengan, karena kebetulan sekolahnya sama.
Sedang Sekar tahun ini sudah lulus SMA.
Kepenginnya melanjutkan kuliah, tapi pak Wawan tidak mau membiayainya.
Sepeninggalan mereka bertiga bu Asih mencari Sekar di dapur.
“Sekar!, puas kamu pagi-pagi sudah bikin ulah?"
“Bu, kenapa sih Ibu itu selalu marah-marah sama Sekar?”
“Apa Ibu dan Bapak tidak sayang sama Sekar?”
“Sayang katamu?, untuk apa kami sayang sama kamu."
" Kamu itu ya, sudah beruntung Ibu sama Bapak menyekolahkan kamu sampai SMA."
"Kamu harusnya berterima kasih."
“Lah kan memang sudah jadi tanggung jawab Ibu dan Bapak, menyekolahkan anak-anaknya."
"Termasuk aku, kan anak Bapak Ibu juga."
“Bukan, kamu bukan anak kami."
"Kamu itu anak yang dibuang oleh keluargamu."
" Karena kebaikan kami saja, kamu kami pelihara dan kami sekolahkan hingga sampai SMA."
"Kamu harusnya balas budi pada kami."
“Dengan cara apa?”
"Nanti siang ada yang mau menjemputmu untuk kamu kerja di kota."
“Kerja apa Bu?"
“Kerja apa saja yang penting dapat uang."
“Apa saja Bu?, termasuk jadi pelacur?”
“Kenapa tidak, mukamu tidak jelek, pasti gampang dapat duwit banyak."
“Ibu ngomong begitu, apa Ibu tidak takut dosa?"
"Tobat Bu, tobat, mengapa Ibu jadi menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, dosa Bu, dosa."
“Lo yang jadi pelacur kan kamu, kok Ibu yang dosa."
“Tapi Ibu yang menjual Sekar."
“Ya itu kan bentuk balas budi kamu sudah Ibu besarkan dan sekolahkan."
"Balas budi kan bisa dengan cara lain."
“Ibu, tega sekali Bu sama Sekar."
Sekar terasa diiris -iris hatinya mendengar semua perkataan bu Asih.
Meskipun dia anak angkat, tapi dari kecil kan sudah dia pelihara.
Apa tidak ada rasa sayang dihatinya.
Dengan perasaan kecewa Sekar berniat meninggalkan dapur, tapi bu Asih menahannya.
“Sekar tunggu, sebentar lagi nona Cyndi datang."
"Kamu siap-siap dan berangkat ikut dengannya."
"Bekerjalah biar dapat uang, kemudian kirim ke Ibu, dari pada di sini jadi beban.'
Sekar hanya diam dan langsung pergi masuk kamar untuk siap-siap meninggalkan rumah yang penuh drama dan penyiksaan.
Selama ini bukan hanya omelan dan makian tiap hari yang didapat Sekar.
Tapi pukulan, jambakan dan tendangan yang selalu menemani hari-harinya.
Ada rasa sukur yang dia rasakan bisa pergi meninggalkan rumah ini.
Entah bagaimana takdir dia nanti, yang jelas dia percaya dengan takdir baik yang akan Allah berikan padanya.
Juga ada Kakek Arya yang akan selalu mendampingi dan menjaganya
Di keluarga bu Asih sudah terbiasa Sekar diperlakukan beda dengan kedua adiknya.
Kata-kata pedas dan bentakan sudah jadi makanan sehari-hari.
Bahkan kalau bu Asih atau keluarga lain kurang puas dengan masakannya atau kerjaan yang lain tak segan-segan mereka melakukan KDRT.
Semalam terjawab sudah semua pertanyaan yang selama ini ada di hati Sekar.
Setelah bertemu dengan kakek Arya.
Kenapa dia diperlakukan tidak manusiawi, yah karena dia bukan anak kandungnya pak Wawan dan bu Asih.
Anak yang hanya menjadi beban.
Mengetahui kenyataan ini hati Sekar sangat sakit dan sedih.
Siapa orang yang sudah membuat keluarganya porak poranda begini.
“Ya Allah semoga Engkau cepat memberi petunjuk, siapa orang yang sudah menyakiti keluargaku."
"Pertemukan lah hamba dengan keluarga hamba, ayah bunda hamba Ya Allah."
"Semoga mereka masih selamat dan sehat-sehat selalu, aamiin yra."
“Sekar, kamu sudah selesai belum berkemasnya, sebentar lagi nona Cyndi datang."
“Ibu beneran Sekar harus pergi ke Jakarta?"
“Ya, memang Ibu main-main?”
“Ibu benar-benar menjual Sekar kepada orang kota itu?”
“Bukan menjual Sekar, hanya mencarikan pekerjaan buat kamu."
"Kamu kan sebentar lagi mau meninggalkan rumah Ibu, Ibu doakan mudah-mudahan setelah sampai kota, hidupmu berubah menjadi orang kaya."
"Kamu pasti tidak akan kembali lagi ke rumah ini."
" Jadi anggap saja uang dari nona Cyndi sebagai tanda balas budimu pada keluarga Ibu."
"Dari pada di rumah Kamu nganggur."
"Kalau kamu kerja kan dapat uang."
"Di rumah kamu juga cuma bengong-bengong doang, hanya jadi beban kami saja."
“Ibu tega ngomong begitu sama Sekar Bu."
"Biarpun Sekar bukan anak kandung Ibu, tapi dari kecil kan Sekar sudah ikut Ibu, apa tidak ada sedikitpun rasa sayang Ibu untuk Sekar?"
"Disini Sekar juga bukan hanya diam saja ya Bu, semua kerjaan rumah Sekar yang menyelesaikan."
"Sudah kayak pembantu saja."
“Kamu sudah berani melawan Ibu ya Sekar?"
"Sudah berani hitung-hitungan sama Ibu?"
"Asal kamu tahu saja ya, kamu itu anak pungut, anak yang dibuang orang tuamu."
"Kamu hutang budi sama Ibu dan Bapak."
"Kami sudah membesarkan dan menyekolahkan kamu hingga SMA."
"Harusnya kamu bisa bales budi sama kami."
"Kerja, nanti tiap bulan harus kirim uang buat kami."
“Sekar tidak janji ya Bu."
"Sekar malas memberi uang sama keluarga tosix kayak keluarga di sini."
“Kurang ajar kamu Sekar."
Bu Asih berdiri mau memukul Sekar.
Sekar hanya diam sambil memandang bu Asih dengan sinis.
“Ayo pukul, pilih yang mana, muka, badan atau mau yang mana yang Ibu suka, pukul saja."
"Kalau Sekar luka kan nona Cyndi tidak jadi bawa Sekar."
"Sekar bisa selamat sementara waktu."
"Ibu pikir semua yang Ibu lakukan kepada Sekar tidak akan ada karmanya?”
"Sekar ingatkan sama Ibu ya, karma itu ada Bu."
"Ibu menjual Sekar, tapi nanti bisa saja yang rusak anak Ibu, Ibu tidak ingat punya anak perempuan?"
"Kalau anak perempuan Ibu diperlakukan seperti ini bagaimana perasaan Ibu?”
“Sudah cukup jangan banyak ngomong kamu, cepat kemasi pakaianmu dan mandi."
"Nona Cyndi sudah dalam perjalanan, sebentar lagi sampai."
Dengan langkah malas Sekar masuk ke kamarnya.
Kamar sempit yang pantasnya digunakan untuk gudang.
Tapi dia masih tetap merasa bersukur.
Sampai sekarang masih diberi kesehatan dan panjang umur.
Jadi masih punya kesempatan untuk bertemu keluarganya kembali.
Tepat pukul satu siang Cyndi datang dikawal oleh lima orang laki-laki seram yang semua berpakaian hitam.
"Assalammualaikum Bu Asih."
"Waalaikumsalam siapa ya?"
"Saya Cyndi Bu Asih."
"Eh Non Cyndi sudah datang, ayo Non masuk, kesasar tidak?"
"Nyasar kemana-mana Bu, muter-muter."
"Pakai map juga malah tambah jauh."
"Kebanyakan orang yang baru datang ke desa kami memang selalu muter-muter."
"Pakai map malah diputer jauh."
"Padahal ada jalan tembus yang dekat."
"Ya sudah, ayo istirahat dulu sini di dalam."
"Saya di teras sini saja Bu, adem."
"Ya sudah, Ibu masuk dulu ya mau bikin minum."
" Kalian mau minum apa?"
"Kalau ada es mau Bu, haus dan panas."
"Ya Non ditunggu ya."
Bu Asih langsung menuju dapur, sambil memanggil Sekar.
"Sekar, nona Cyndi sudah datang, cepat bikinkan minum."
"Ya Bu." Jawab Sekar.
"Tidak pakai lama."
Sekar tidak menjawab, dia langsung menuju dapur untuk membuat minum.
"Sekar bikinnya minum tujuh teh es."
"Ya."
Kemudian Sekar membuat minuman es teh tujuh gelas dan di bawa ke ruang tamu.
"Non Cyndi, kenalkan ini Sekar anak angkat saya."
"Ternyata kamu cukup cantik juga."
"Kamu sudah siap Sekar?"
"Sudah," jawab Sekar sinis.
“Sekar jangan tidak sopan kamu," kata Bu Asih mengingatkan.
“Apa masih perlu saya berbasa basi disini?”
"Sudah pinter ngomong kamu Sekar."
"Cepat masuk, beberes apa yang mau kamu bawa."
Sekar langsung pergi dengan acuh tak acuh.
"Memang Sekar orangnya dingin begitu ya Bu?"
"Tadinya anaknya penakut dan penurut Non."
"Tidak ngerti itu anak, kenapa setelah tahu dia mau diajak ke Jakarta kok sifatnya jadi berubah begitu."
"Apa dia tahu kalau Ibu jual?"
"Kayaknya sih iya, oh ya gimana cantik kan?"
"Cantik sih cuman judes."
"Nanti kan Non Cyndi bisa mengaturnya."
"Non Cyndi jadi nambahi uang lagi kan buat Ibu?"
"Ini saya tambahi lima juta."
"Setelah ini Ibu tidak ada lagi hak terhadap Sekar."
"Ya Non, semua terserah Non Cyndi untuk mendidiknya."
"Terima kasih Non, ayo diminum es tehnya."
Cyndi dan para pengawalnya tanpa sungkan langsung meminumnya.
Setelah menaruh minuman di ruang tamu, Sekar pergi menuju kamarnya untuk bersiap-siap pergi ke Jakarta.
Bu Asih melihat punggung Sekar dengan kesal.
“Untung kamu menghasilkan uang, kalau tidak sudah saya getok kepalamu."
Setelah Cyndi selesai istirahat, sekitar pukul tiga sore Sekar dibawa Cyndi ke Jakarta.
Dalam perjalanan Cyndi berusaha mencairkan kecanggungan.
“Hmm cantik juga kamu, siapa namamu tadi?”
“Ga penting siapa namaku, kau bisa merubah namaku sesuka hatimu, bukankah itu yang sering kamu lakukan?, jadi untuk apa namaku kau ketahui."
“Dari nada omonganmu, kamu pasti sudah tahu untuk apa kamu saya bawa ke kota, baguslah."
"Kamu tinggal sedikit belajar, modal sudah ada, kecantikanmu akan dapat menghasilkan uang banyak."
“Masa bodoh, aku tidak peduli."
“Sekar kamu jangan kurang ajar ya sama saya, bersikaplah sopan pada saya."
"Mungkin saya yang akan merubah hidupmu di kota menjadi orang yang sukses."
“Sukses katamu?, yang ada rusak masa depanku."
“Aku tidak mau berdebat denganmu, kamu diam dan terima nasibmu!" bentak Cyndi kesal.
“Kamu yang diam, saya tidak peduli dengan apa yang akan kamu rencanakan, saya mau tidur."
“Sialan kamu Sekar, baru kali ini saya bertemu wanita yang saya beli tidak ada rasa takutnya sama sekali."
"Kamu itu bener-bener perempuan bar-bar."
“Masa bodo dengan penilaian mu, yang jelas saya tidak bisa seenaknya kamu atur."
“Ha ha ha, pede sekali kamu, memang kamu siapa?”
“Kamu itu perempuan yang sudah saya beli, lihat saja.'
"Akan Saya bikin kamu melayani banyak laki-laki hidung belang dalam semalam."
Sekar pura-pura tidak mendengar omongan Cyndi, dia pejamkan matanya dan berusaha tidur.
“Heran, punya ilmu apa dia, berani sekali dia ngelawan saya."
"Awas saja, saya bikin bonyok kamu."
"Kamu bakalan nangis darah dan berlutut minta ampun kepada saya nanti."
"Saya Cyndi, pantang dilawan sama ayam-ayam peliharaan saya sendiri," batin Cyndi.
Kemudian suasana hening.
Sekar benar-benar tidur, dia memanfaatkan waktu untuk istirahat.
Karena dia tidak tahu, di tempat barunya nanti nasib apa yang akan menimpanya.
Dia tetap percaya dengan kebesaran Allah yang akan menolongnya.
Juga ada Kakek Arya yang akan selalu mendampingi serta menuntunnya kemana kaki Sekar harus melangkah.
Sekar memejamkan matanya sambil memikirkan apa yang akan terjadi di kota nanti,
Dia juga belum punya rencana kalau dia bisa lepas dari tangan germo yang menjadi bosnya Cyndi, dia terus mau tinggal di mana.
Masalah uang, Kakek Arya sudah membekali untuk hidup dalam jangka panjang.
Tapi dia belum pernah ke Jakarta, bisakah dia menaklukkan ibukota yang besar ini. tanpa ada pengalaman hidup di luar kampung tempat dia dibesarkan.
“Ah sudahlah, nanti juga akan ketemu jalannya sendiri, saya selesaikan masalahnya satu persatu."
“Sekar kamu tidak usah tegang begitu, apa yang akan terjadi tidaklah seburuk yang kamu pikirkan."
Cyndi berusaha untuk menyambung tali persahabatan kembali dengan Sekar.
Dia berharap dikemudian hari kalau dia bersikap manis, Sekar akan bisa dia kendalikan.
“Jadi menurutmu hidupku akan bahagia begitu?”
“Ooo tentu, semua tergantung bagaimana kamu menyingkapinya,"
"Kalau kamu menikmati apa yang kamu dapat ya hidupmu akan bahagia."
“Bahagia katamu?, dengan menumpuk dosa kamu bilang bahagia?”
“Apa yang terjadi padamu sudah ditakdirkan Sekar."
"Suka atau tidak kamu pasti akan menjalani."
"Tapi terserah kamu saja, kamu mau bagaimana, yang jelas Tuan Thomas itu orangnya baik."
"Kalau anak buahnya nurut, dia akan baik, baik banget malah, tapi jangan sampai kamu bikin dia marah, kamu akan disiksa sampai setengah mati, tidak akan dibiarkan mati sebelum dia puas menyiksanya."
“Aku ga peduli."
“Ok, aku sudah mengingatkan kamu, tapi kalau kamu mau melawan juga bukan urusanku, silahkan saja."
“Cyndi sebaiknya kamu diam, kamu urus saja diri kamu sendiri."
Sambil ngomong Sekar kembali memejamkan matanya lagi.
Tentu saja Cyndi kesal, dia harus menahan hatinya untuk tidak mencelakai Sekar, karena dia asetnya Tuan Thomas yang mahal.
Lecet sedikit saja pasti dia kena hukuman.
“Sialan kamu Sekar, awas kamu ya jika ada kesempatan akan saya bunuh kamu, batin Cyndi."
Perjalanan akhirnya sampai di sebuah bangunan megah, kediaman tempat Thomas tinggal.
Bangunan yang tertutup pagar rapat, tinggi menjulang tingkat tiga, besar dan mewah.
Satpam membukakan pintu gerbang dan mempersilahkan Cyndi masuk, mereka berhenti di depan rumah.
“Sekar bangun, tidur mulu."
“ya, sebentar," jawab Sekar.
Cyndi dan Sekar langsung masuk ke rumah, para pengawal langsung menuju ke posnya masing-masing.
“Bibi Ani tuan Thomas ada?”
“Ada Non, Non sudah ditunggu Tuan."
“Ok Bi saya masuk dulu ya."
“Silahkan Non, tuan ada diruang kerjanya."
Cyndi dan Sekar langsung mencari Thomas.
Sampai di ruang kerja Thomas, Cyndi mengetuk pintu tok tok tok.
“Masuk."
Cyndi dan Sekar masuk.
Dalam ruangan duduk seorang pria tinggi kekar berkulit putih bersih sedang melihat Sekar dengan tatapan tak berkedip.
Dia tidak menyangka gadis desa yang baru datang kecantikannya luar biasa, hatinya langsung berdesir.
“Tak kusangka, gadis yang harus saya lindungi secantik ini, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan dia dari rumah neraka ini."
"Tak akan kubiarkan gadis lugu dan secantik ini akan dinikmati banyak laki-laki hidung belang."
"Kurang ajar Alek, saya harus membuat perhitungan." batin Thomas.
“Siapa namamu?”
“Sekar," jawab Sekar singkat.
“Bisakah kamu tersenyum?”
“Tidak."
“Hah…, kamu berani menjawab tidak sama saya?”
“Sekar ingat kata-kataku tadi, jangan cari masalah dengan tuan Thomas, yang ada siksaan yang akan kamu dapatkan."
Kata Cyndi mengingatkan, Sekar hanya diam cuek.
“Cyndi antar dia ke kamarnya, suruh istirahat, jam tujuh malam nanti saya ingin dia sudah siap, dandan yang cantik untuk menemani saya bertemu klien."
“Siap Tuan."
“Ayo Sekar ikut saya."
Cyndi membawa Sekar ke sebuah kamar yang sangat mewah.
Di dalam kamar sudah tersedia tempat tidur King Bed, lemari pakaian, sofa untuk santai, dan meja rias yang di atasnya sudah komplit dengan perlengkapan dan peralatan make up.
Kamar Sekar ada di lantai dua, kamar mandi didalam, benar-benar mewah.
“Kamu boleh istirahat, jam tujuh nanti kamu harus sudah siap tampil cantik."
“Saya tidak bisa dandan."
“Nanti ada yang membantumu."
Sekar langsung pergi begitu saja masuk ke kamarnya dan juga langsung menuju ke kamar mandi tanpa mengucapkan sepatah katapun, sehingga membuat Cyndi menahan kesal.
“Sial, terima kasih kek sudah dianterin, dasar perempuan kampung tidak punya tata karma dan sopan santun."
Cyndi keluar dengan menutup pintu kencang,
Sekar hanya tersenyum mendengar bantingan pintu.
“Emang enak, saya bikin makan hati kamu."
Tanpa berkata-kata Sekar langsung masuk ke kamar mandi.
Dengan kemampuannya menerawang, dia periksa seluruh CCTV di rumah besar tersebut, dan mulai mengingat-ingat letak kameranya.
“Ternyata banyak juga CCTV di rumah ini, hampir setiap sudut ada, di kamarku pun dipasang juga, bahkan kamar mandi dan balkon pun kalian pasang, kurang ajar."
“Akan saya kasih pelajaran kalian, akan saya rusak semua CCTV di rumah ini."
Kemudian Sekar memejamkan matanya untuk berkonsentrasi, das….ada bunyi seperti kabel putus, tapi hanya pelan, jadi tidak menimbulkan keributan, mungkin mereka tidak menyadari.
Dengan mata batinnya Sekar menelusuri tiap ruangan dan kamar.
Ternyata di rumah ini banyak terdapat kamar-kamar, dan ada beberapa kamar yang ditempati wanita-wanita muda yang cantik.
Mereka masih tampak lugu, ada yang merasa senang menikmati kemewahan yang ada di depan matanya.
Tetapi ada juga yang merasa takut, mereka yang takut sudah punya firasat akan jadi apa mereka di sini.
Mereka hanya bisa berdoa, semoga sebelum terjadi nasib buruk menimpanya ada keajaiban yang menolong keluar dari penjara ini.
Yah, rumah yang dijadikan penyekapan memang bagus dan mewah, tapi mereka terkurung dan terpenjara di dalamnya.
Mata batin Sekar melanjutkan penelusurannya ke kamar-kamar lainnya.
Tampak ada perpustakaan, ruang kerja Thomas dan ada juga ruang gym dan masih banyak ruangan lain.
Ada halaman dan taman yang sangat luas.
Sekar mengakhiri pencariannya.
“Sebaiknya aku segera mandi dan bersiap-siap."
Setelah selesai sholat magrib para juru rias langsung merias Sekar dengan hati-hati.
Sesuai pesanan Thomas untuk merias Sekar secantik mungkin, natural tapi elegan.
Selesai dirias tim perias meninggalkan Sekar sendiri.
Sebelum Sekar turun kelantai dasar dia memeriksa bekal yang harus dibawa dalam kalung ajaibnya.
Di dalam kalung ajaib Sekar ada ruang untuk menyimpan barang-barang.
Di ruangan tersebut banyak barang-barang yang belum sempat Sekar periksa, salah satunya adalah uang, perhiasan dan ada juga banyak jenis senjata.
Senjata andalan Sekar adalah jarum perak dan jarum emas.
Dengan Sekar memakai kalung dan cincin, juga ilmu-ilmu yang sudah Sekar kuasai, sekar merasa aman.
Sekar juga mewarisi ilmu pengobatan dan pengetahuan akupuntur yang bisa untuk mengobati.
Di samping untuk pengobatan ilmu akupuntur Sekar juga bisa untuk melumpuhkan dan membuat orang menjadi cacat dengan tusukan jarumnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!