KRRINNGG KRRINNGG KRRINNGG (suara alarm berbunyi)
Pelan-pelan Elena membuka matanya. Dia bangun sambil membiarkan alarmnya tetap berbunyi. Jam menunjukkan pukul 5 subuh. Kemudian Elena mematikan alarmnya.
"Jena. Ayo bangun," panggil Elena, hendak membanguni teman sekamarnya itu.
Jena mengernyit menatap Elena, kemudian menggeliat ditempat tidur sambil menggerutu "Hhmmm ... Hoaaammmm. Cepat sekali malam berganti ..."
Elena bangkit duluan dan langsung menuju dapur. Sesampainya di dapur, Elena menghela napas, "Huft ... Kenapa harus hujan sih ... "
Dibelakang Elena sudah tampak Jena juga meratapi pemandangan didepan mereka. Dapur mereka sudah dibanjiri air karena terkena hujan tadi malam saat mereka sudah tertidur. Memang atap rumah di ruang dapur bocor, mereka belum memperbaiki nya karena masih mengesampingkan masalah ini. Rumah yang mereka tinggali memang kecil dan paling murah dari rumah kontrakan lainnya. Harganya murah bukan hanya karena letaknya jauh dari kawasan ramai, juga karena banyak perabotan dan furnitur rumah ini sudah rusak.
Elena dan Jena merupakan teman dekat sejak dikampung halaman. Mereka satu sekolah dari Sekolah Dasar sampai Menengah Atas.
Elena merupakan anak yatim piatu yang pernah tinggal di panti asuhan dan diangkat oleh keluarga kaya saat dirinya di tahun akhir SMP. Namun Elena mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan oleh Ayah angkatnya. Ayah angkatnya selalu saja mencoba untuk menggoda Elena saat ia mulai beranjak dewasa. Apalagi disaat Ibu angkatnya tidak dirumah, ayahnya akan mencoba untuk mendekatinya dan berusaha menyentuh tubuh Elena terutama di bagian alat v*tal. Sudah berkali-kali dada Elena direm*s tiba-tiba dari belakang oleh ayah bejatnya itu. Selalu saja Elena terdiam kaku karena takut melawan. Tapi untungnya ayahnya tidak sampai memakai Elena, dia hanya tukang rem*as
Elena tidak pernah menceritakan kepada ibu angkatnya, karena Ibunya sangat baik dan sangat peduli terhadap Elena. Ibunya sangat sayang kepada Elena dan dianggap seperti anak kandungnya sendiri. Apalagi mereka tidak punya anak perempuan, hanya anak laki-laki yang masih berusia 13 tahun Elena sudah membayangkan betapa hancurnya perasaan ibunya bila tahu suaminya senakal itu.
Ditahun akhir SMA merupakan pukulan terberat bagi Elena karena ibu angkatnya meninggal dunia karena tumor otak ganas yang dialami ibunya. Sejak itulah Elena tinggal dirumah Jena bersama neneknya Jena. Walaupun butuh sekian drama dilalui Elena untuk lepas dari keluarga angkatnya.
Setelah itu Elena dan Jena membersihkan kekacauan yang ada. 20 menit telah berlalu. Mereka segera bersiap untuk menyiapkan sarapan.
Setelah ucapkan doa mereka langsung melahap makanan yang ada.
"Mariii makaann!"
Hari ini masih saja menu mereka nasi putih pakai tahu dan tempe digoreng. Ditambah sambal ulek. Dengan sayur Sawi hasil panen dari tanaman mereka, kadang pun tidak pakai sayur. Sudah sebulan belakangan mereka makan menu ini. Walaupun variasi menu mereka sangat sedikit, tapi mereka selalu menikmati makanan yang ada.
Beruntungnya rumah mereka ini halaman depan dan belakangnya masih ada lahan kosong yang lumayan luas, jadi mereka mempergunakannya dengan menanam tanaman seperti sayur, jahe, serai, cabai dan lainnya. Tidak banyak tapi lumayan untuk menghemat pengeluaran untuk makan.
Setelah sarapan, mereka bergegas untuk pergi bekerja.
"Cepatt Jen, sudah pukul 7!" panggil Elena menunggu diluar rumah
"Iyaa tunggu sebentar," suara Jena dari dalam rumah.
Setelah itu, mereka pergi menaiki motor Jena. Jena memang sudah memiliki motor sejak dia SMA.
Mereka memiliki tempat bekerja yang berbeda. Jena merupakan pegawai di salah satu perusahaan kecil yang tidak jauh dari rumah mereka. Sedangkan Elena bekerja sebagai waitress di salah satu cafe kecil di pinggiran kota, dan juga memiliki kerja sampingan mengajari anak Calistung dengan anak dari beberapa teman Jena dari kantor.
"Oke, aku tinggal disini ya. Hati-hati kamu," kata Jena setelah meminggirkan motornya di depan halte.
"Makasih ya Jen. Kamu juga hati-hati," balas Elena
"Cepat sana, nanti ketinggalan bus," kata Jena dan melenggang pergi
Lokasi tempat kerja mereka memang beda arah, makanya Elena selalu menaiki bus untuk pergi ke cafe tempat kerjanya.
Karena mereka hari ini lebih lambat karena berbenah dapur, bus Elena sudah terparkir di depan halte sedari tadi.
Elena bergegas mengejar bus sambil berlari.
BRUKK!
"Aduh maaf;... saya ..." suara Elena terhenti setelah menoleh bahwa ponsel orang yang ditabraknya jatuh ke trotoar hingga layarnya retak.
.................... (freeze)
Elena masih menatap kebawah meratapi ponsel yang telah retak parah itu, pelan-pelan kepala Elena menoleh ke atas untuk menengok pemilik ponsel itu.
Ternyata pemiliknya merupakan seorang pria berpakaian rapi seperti orang kantoran. Tampak sekali orang berada. Tubuh tinggi ramping dan kulit putih. Bola mata hitam dan tajam dengan bulu mata yang lentik.
"Tampan sekali," batin Elena sambil terpelongo
"Maaf Pak ... Maafkan saya ... Saya ceroboh. Maafkan saya pak." kata Elena sambil menunduk malu dan takut
Pria itu hanya diam dan menatapnya tajam, seperti ingin menahan marah mungkin karena ini di depan umum.
"Kau.." kata pria itu hendak berbicara
TIIIIIINNN....... TIIIIIIIIIIINNNNN.......
Suara klekson bus seperti memanggil penumpang (Elena).
"Nona, Anda mau naik tidak?" teriak seorang kernet bus dari pintu bus
"Aduh, maaf Pak. Saya hampir ketinggalan bus. Lain waktu kita berjumpa di halte ini saja untuk membicarakan ini."
Elena langsung berlari menuju bus. Setelah itu dia naik dan langsung duduk di bangku penumpang. Setelah Elena duduk, tiba-tiba ada yang berdiri di sebelah kursinya.
"Minggir" suara berat yang keluar dari bibir pria yang bertabrakan dengan Elena
Jantung Elena berdegup kencang karena pria itu mengejar Elena demi minta ganti rugi secepatnya. Bergegas Elena bangkit berdiri ingin berpindah ke bangku lain.
Sekejap tangan kekar pria itu memegang kedua lengan Elena, mendorong badan Elena mundur ke bangku kosong disebelahnya.
"Aku tidak menyuruhmu pindah kesana"
"aaahh!!!" teriak Elena pelan saat tahu dirinya disentuh paksa oleh pria itu.
Setelah terduduk, mata Elena membulat dan mendadak sekujur tubuh Elena bergetar dan membeku. Mukanya pucat.
Akibat dari perlakuan ayah angkat Elena semasa lalu, dia menjadi memiliki trauma disentuh oleh pria. Apalagi secara tiba-tiba seperti tadi. Tidak tahu sejak kapan perasaan ini mulai muncul, tapi itulah kenyataan pahit yang dirasakan Elena selama ini.
"Ehem... Kau baik-baik saja?" tanya pria itu
Nampaknya pria itu sadar akan kondisi Elena yang tiba-tiba pucat dan membeku. Nampak jari-jari Elena bergetar, walaupun durasi nya sebentar, tapi pria itu sempat melihatnya.
"Eh.. Ehm.. I..Iyaa saya baik-baik saja pak." jawab Elena kikuk
"Kau... Aku ingin kau bertanggung jawab..."
"Ya?" tanya Elena pura-pura bingung
Pria itu memegangi ponsel nya sambil menatap Elena tajam.
Elena menengok ponsel pintar milik pria itu dan terpelongo. Apaaa?! Itu Ponsel Boba, kelihatannya pun keluaran baru. Ponselku saja belum berganti sudah 5 tahun >.<
"B..Berapa uang yang perlu saya ganti?" tanya Elena pelan.
"Kau mau ganti pakai uang?" tanya pria itu sambil memandangi Elena dari ujung kepala sampai ujung kaki. Seperti tidak yakin bahwa Elena mampu mengganti.
"Ya?" tanya Elena bingung
Tiba-tiba bibir pria itu mendekati telinga Elena "Dua puluh lima juta" katanya
Bulu roma Elena bergidik ngeri. "A...APA?!"
"Kenapa? Jangan bilang kau tidak mampu"
Kalimat itu seakan menampar Elena karena dirinya adalah wanita miskin yang tidak memiliki pekerjaan tetap dengan pendidikan rendah. Tapi itu bukan waktunya untuk sakit hati. Bagaimana caranya untuk mengganti dengan uang sebanyak itu.
Suara Elena serak dan pelan "Saya memang tidak mampu, tapi saya akan berusaha pak.." katanya sambil menunduk
"Haa... Aku tidak yakin. Kau ingin membayarnya pakai apa?"
Elena menoleh menengok pria itu sambil mengernyitkan alisnya. "Ya?"
"Tubuhmu bagus" kata pria itu
*Siapa pria ini sebenarnya*? *Kaya tapi kok*?
< Elena menoleh menengok pria itu sambil mengernyitkan alisnya. "Ya?" "Tubuhmu bagus" kata pria itu "Apa maksud bapak?" tanya Elena marah "Kau cantik dan tubuhmu bagus, kau bisa mendapatkan uang dengan menggunakan itu" kata pria itu sambil tersenyum sinis "Tolong jaga ucapan anda." kata Elena menahan emosi "Kalau kau mau bekerja denganku, upahmu bisa berkali lipat dari harga ponsel ini." "Tidak, terimakasih" jawab Elena sinis "Kau akan menjadi karyawan di perusahaanku, atau kau ingin aku membuatmu menjadi sekretaris ku?" "Tidak pak, saya tidak butuh. Terimakasih banyak" "Kau naif." ucap pria itu sambil tersenyum menggoda. Elena hanya melotot sebentar dan memalingkan wajahnya ke arah jendela bus. "Tolong pinjamkan ponselmu. Aku ingin menelepon supirku untuk menjemput." Elena memberikan ponsel pintarnya, kemudian pria itu memasukkan sim card nya ke ponsel Elena. "Kenapa harus dimasukkan?" tanya Elena protes "Nomor supirku ada di SIM card ini" jawab pria itu Lalu pria itu sibuk berkutat dengan ponsel Elena, dan kemudian menelpon supirnya. "Halo Beni. Tolong jemput aku di Halte XXX. Ponselku rusak, aku tidak akan bisa dihubungi untuk sekarang. Segera" pintah pria itu. kemudian ia menutup teleponnya dan mengambil kembali SIM cardnya dari ponsel Elena. Kemudian kembali memainkan ponsel Elena, pria itu ternyata membuka akun media sosial Elena sambil melihat-lihat postingan Elena. Elena yang melihat itu langsung melotot dan kesal. Tapi Elena masih mencoba untuk menahan emosinya kepada pria ini karena masih tahu diri bahwa dia yang merusak ponselnya. Dia menghela napas panjang dan langsung berbicara secara baik "Tolong kembalikan ponsel saya bila sudah selesai digunakan" kata Elena sambil mengambil ponselnya dari tangan pria itu. "Eiitss. Tunggu dulu. Aku harus memastikan kau mengontakku lewat ini. Dan aku mungkin tidak mengingat wajahmu." pria itu menjelaskan, kemudian menambah pertemanan Elena ke akunnya sendiri dan mengirimi pesan. Elena hanya mendecak kesal lalu memalingkan wajahnya ke arah jendela. "Terimakasih" ucap pria itu setelah memainkan ponsel Elena ±5 menit . Elena hanya mengangguk mengambil ponselnya dan kembali memalingkan wajahnya. Setelah itu mereka hanya diam tak berbicara. Tetapi sesekali pria itu melirik Elena yang masih asik menatap ke arah jendela bus. Sembari menatapi kecantikannya. Elena memang tidak memiliki aura kecantikan yang membuat orang yang melihatnya langsung menganggumi dan terpesona. Elena memiliki wajah yang manis, memiliki kulit putih bersih dan tubuh seperti gitar spanyol. Wajahnya menenangkan dan lembut. Bus berhenti di sebuah halte. "Aku masih memberimu waktu untuk memikirkan tentang pekerjaan tadi. Aku sudah menyimpan nomor pribadiku di ponselmu. Aku bersedia menunggu pertanggungjawabanmu nona" kata pria itu sambil memberikan senyuman manisnya. Pria itu juga memberikan kartu namanya kepada Elena. Tapi Elena tidak menerima pemberian dari pria itu. Melihat tidak ada respon dari Elena, pria itu tersenyum dan meletakkan kartu namanya di bangku bekas dudukannya sendiri sembari bangkit berdiri dan pergi turun dari bus. Elena enggan memandangi kepergian dan keberadaan pria itu dari luar jendela. Lalu Elena melirik kartu nama yang terletak dibangku sebelahnya, kartu nama pria tidak sopan tadi. Setelah berusaha mengacuhkan kartu itu, beberapa menit kemudian tangan Elena gatal ingin mengambil kartu nama itu. *Ian Daniello. CEO PT*.*ADAM METALINDO* "*Pantas saja, kenapa orang kaya selalu berbuat dan berbicara sesuka hati mereka*." batin Elena sambil menyimpan kartu nama itu di tasnya. Sesampainya di cafe, Elena heran karena rekan kerja dan bosnya sudah berbaris. Memang setiap shift pagi di cafe ini harus diawali dengan briefing. Tapi Elena merasa belum terlambat dan masih ada ±2 menit lagi untuk memulai shift kerja. Tibanya Elena disana, sudah terdengar suara bentakan amarah dari Manajer Cafe ini. Elena langsung bergerak cepat untuk menyimpan tasnya diloker dan masuk ke barisan tim. "KALIAN BELUM MENGAKU JUGA!!?" kata Si Bos yakni julukan manajer cafe ini Tampak semua pekerja terdiam dan tidak berani menatap Si Bos. "Sudah sebulan ini stok makanan cepat sekali habisnya dan hari ini ada laporan hasil keuntungan kita minuuss!!!" "Izin bos! Kalau masalah bahan makanan cepat habis, saya sering melihat Elena membawa bahan makanan saat jam pulang pak." ujar Mirna rekan kerja Elena yang bekerja sebagai waitress juga. Elena sangat terkejut mendengar penjelasan Mirna. Memang terlihat jelas Mirna tidak menyukai sosok Elena. Mirna menganggap Elena cari perhatian ke Manajer dan seluruh pekerja disana. Walaupun nyatanya tidak begitu. Memang Elena pernah beberapa kali membawa bahan makanan yang sudah tidak segar lagi, tapi itupun Elena sudah mendapat izin dari Chef di Cafe itu setiap kali dia meminta untuk dibawa. Si Bos melirik ke arah Elena sambil mengernyitkan dahi. "Izin bos, saya yakin bukan Elena pelakunya. Dia selalu mendapatkan izin dari saya kalau meminta dan saya juga tahu betul saya memberikan apa dan sebanyak apa. Elena juga tidak setiap hari membawa pulang. Menurut saya itu tidak akan membuat kita rugi." jelas Arnold selaku Chef di cafe itu. "Kita tidak tahu apakah dia mengambilnya secara diam-diam. Kalian para laki-laki pun setiap jam pulang kerja selalu mengejar ingin pulang cepat. Namanya mencuri pasti saat tidak ada yang melihat." kata Mirna kembali "Tidak bos. Itu tidak benar. Saya tidak pernah melakukan itu." kata Elena menjelaskan "Sudah cukup! Aku sudah muak mendengar alasanmu. Aku sudah sangat sabar denganmu Elena! Jangan kau lagi membawa bahan makanan dari sini jika kau tidak ingin dipecat!" "Baik bos" jawab Elena ketakutan "DAN SATU LAGI! Aku sangat yakin bahwa kau yang mengambil uang dari kasir! Kau pelayan! Ada banyak alasan yang membuatmu menjadi tersangka!" kata bos lagi "Maaf bos, tapi saya yakin Elena tidak melakukan hal seperti itu. Kita tidak tahu siapa yang pulang terakhir tadi malam. Disini juga belum ada CCTV, kita tidak bisa asal menuduh Elena sebagai pencuri." kata Arnold "Jadi kau menyalahkan cafe ini karena tidak punya CCTV?!! Begitu??!!" tanya bos marah Arnold hanya diam menatap bos. Si Bos menarik napasnya panjang sambil memijit pelipisnya. "Aku akan memasang CCTV besok. Dan kau Elena! Aku akan mengawasimu!" kata si Bos kemudian berbalik pergi ke ruangannya. Semua pekerja disana semua melihat ke arah Elena, lalu pergi mengerjakan tugasnya masing-masing. Elena masih menunduk malu. Dia menahan agar air matanya tidak jatuh. "*Ya Tuhan.. Bukan aku. Kenapa jadi aku yang dituduh*" batin Elena Arnold yang masih disitu mendekati Elena sambil memegang salah satu pundaknya dan berkata "Tidak usah diambil hati. Aku percaya kau tidak melakukannya." Elena yang menerima sentuhan dari Arnold tampak terkejut tapi dengan cepat perasaan Elena membaik karena tahu masih ada Arnold yang mempercayai dirinya. "Terimakasih Arnold" kata Elena sambil tersenyum kecil Arnold adalah Chef di Cafe ini. Dia selalu baik kepada Elena dan dari rekan kerja Elena disana, Arnold yang paling sering mengajak Elena berbicara dan bercanda. Dan mereka melanjutkan pekerjaannya masing-masing.
Di Cafe
Kring! Kring! (Bel pintu masuk)
Seorang pria masuk, dia membuat semua mata wanita di dalam cafe terpesona melihatnya. Pria bertubuh tinggi berpakaian rapi, nampak seperti pria kantoran, memiliki paras rupawan. Alis tebal dengan mata coklat yang indah. Parasnya seperti campuran belanda. Dia masuk sambil menelepon seseorang lewat ponselnya, lalu duduk di meja dekat jendela yang langsung menghadap ke arah parkir.
Walaupun di pinggiran kota, cafe ini cukup luas dan bagus. Suasananya nyaman dan pelanggannya cukup ramai.
"Selamat datang Tuan. Silahkan pilih menunya. Anda mau pesan apa?" sambut Mirna dengan senyum terbaiknya
"Hm.. Saya pesan Americano saja."
"Apakah tidak ada yang lain tuan?"
"Tidak."
"Baik tuan. Mohon ditunggu.."
"Hmm." jawab pria itu sambil mengangguk tanpa melihat wajah Mirna sedari tadi
Setelah memberikan pesanan kepada Barista, Mirna disuruh oleh Barista untuk mengelap meja yang kotor.
"Mirna, tolong bersihkan meja kotor itu dong. Pelanggan sudah lama pergi, tapi dari tadi tidak dibersihkan" kata pria paru baya seorang barista di cafe itu
Mata Mirna langsung mencari keberadaan Elena. Biasanya Elena yang disuruh oleh Mirna untuk membersihkan meja bekas pelanggan. Namun sayangnya Elena sedang ke toilet. –Mirna lebih senior dan lebih tua dari Elena–
Kebetulan meja kotor itu tepat di sebelah meja pria tampan tadi. Mirna tidak jadi malas karena hal itu.
"Oke oke." jawab Mirna setelahnya lalu mengambil semprot pembersih dan segera menuju meja kotor itu.
Setelah menu pria tampan tadi siap, Barista memberikan kepada Elena. Elena langsung menerimanya. Mirna yang melihat itu sangat kesal.
Saat Elena berjalan menuju meja pria tampan itu, Mirna yang sengaja menyekang jalan Elena dengan kakinya sehingga Elena terjatuh menumpahkan minuman itu ke arah pria tadi.
BRUUK!!
"Aduh!" sontak Elena kesakitan dan tersungkur di lantai. Sedangkan tumpahannya berserakan di meja pria tadi dan dilantai.
PRAANG!! Sepersekian detik kemudian gelas Americano tadi jatuh menggelinding ke lantai didekat Elena tersungkur. Sontak Elena hanya menutup matanya saat pecahan gelas itu berserakan mengenainya. Lengkap sudah duka Elena saat itu.
"Aaahh!!!" teriak Mirna kencang karena terkejut akibat suara pecahan gelas itu
Pria itu hanya diam, masih memandangi tabletnya yang sedari tadi dia pakai untuk bekerja. Wajahnya datar tapi menyiratkan bahwa dia sedang marah. Tabletnya dibasahi Americano dan juga sempat terkena benturan dari nampan. Percikan dari Americano tadi juga mengenai kemeja putihnya.
Elena mencoba bangkit dari lantai. Tapi pada saat mencoba menumpukan tangannya, ternyata ada beling kaca yang mengenai telapak tangannya.
"Aaackk" lontar Elena tercekit kesakitan, kemudian mencoba melepaskan tancapan beling di telapak tangannya
Barista yang melihat Elena terjatuh datang menghampiri dan membantu.
"Elena! Kau tidak apa-apa?" tanya barista sambil membantu bangkit berdiri
"Tidak kok kak. Terimakasih ya kak" jawab Elena sambil tersenyum
Kemudian Elena melihat hasil dari kekacauan yang dia perbuat. Betapa lemasnya dia setelah melihat tablet pria itu basah dan terkena kemejanya juga.
"Maaf tuan. Saya sungguh minta maaf, saya sangat ceroboh. Mohon maafkan saya tuan." kata Elena sembari memasangkan kedua tangannya sambil membungkuk.
Pada saat itu juga, si Bos keluar dari ruangannya menghampiri mereka
"Ada apa ini? Cepat jelaskan kekacauan yang terjadi disini?!" kata si Bos
Setelah jeda beberapa detik, si Bos langsung mengucapkan permintaan maaf kepada pria tadi.
Pria itu melihat si Bos dengan wajah datar, dia masih enggan angkat bicara.
"Saya akan memarahi dan langsung memecat pegawai saya! Maaf atas ketidaknyamanan ini pak." jelas si Bos kepada pria itu
Elena yang mendengar kata-kata si Bos langsung menoleh dan tercengang. Dia tidak ingin dipecat.
"Kalian? Siapa yang membuat kekacauan ini? Cepat katakan!" kata si Bos sambil melihat Elena, seperti langsung menuduh Elena sebagai pelakunya
Mirna dan si Barista yang secara spontan melirik ke arah Elena. Tapi tidak dengan pria itu, dia melihat ke arah Mirna. Ya, pria itu tahu kaki Mirna yang membuat Elena jatuh. Makanya dia tidak langsung memarahi Elena dan belum ingin menuduh Mirna sebagai sumber masalahnya.
Si Bos yang lebih percaya bahwa Elena pelakunya bukan hanya karena lirikan Mirna dan si Barista, tapi juga baju Elena yang juga kotor terkena tumpahan dan tangan mengucurkan darah sedari tadi.
"Hahaha... Tolonglah Elena, aku sudah tidak bisa lagi berkata apa-apa kepadamu. Kenapa selalu kau yang membuat masalah di tempatku! Tak hanya mencuri, kau juga mengganggu ketenangan pelangganku disini. Aku sudah ingin memecatmu dari sejak lama, tapi aku kasihan kepadamu yang miskin dan hanya hidup sebatang kara!" ucap si Bos kepada Elena
Hati Elena sangat hancur dan terpukul setelah mendengar perkataan dari Si Bos. Kenapa membawa-bawa masalah itu. Pernyataan itu merupakan titik kelemahan Elena sedari dulu. Seketika air mata Elena mengucur deras, hatinya lebih sakit dari sayatan ditangan Elena yang mengeluarkan darah sedari tadi.
"Tidak perlu kau menangis, air matamu air mata buaya. Aku tidak percaya lagi denganmu. Ini akan menjadi hari terakhirmu bekerja disini." kata si Bos kepada Elena
Sekujur tubuh Elena lemas seketika, seperti baru berlari berkilo meter, tenaganya hilang entah kemana. Ingin rasanya dia mengeluarkan kata-kata untuk membela dirinya sendiri, tapi selalu saja bibir Elena tidak bisa mengatakan yang sebenarnya karena takut dirinya dianggap banyak alasan dan omong kosong.
Kemudian si Bos berbalik kembali ke ruang kerjanya, meninggalkan Elena yang masih menunduk rendah.
Pria itu memandangi Elena dengan iba. Hati Elena yang hancur seakan-akan terbagi kepada pria itu.
"Bantu dia untuk mengobati lukanya." pintah pria itu kepada si barista, yang disusul oleh anggukan si barista.
Tidak hanya pengunjung yang datang disana melihat ke arah mereka. Dari arah pintu dapur, nampak pegawai cafe itu berdiri menonton peristiwa tersebut.
Setelah kekacauan tadi dibersihkan, Elena bersikukuh ingin kembali bekerja setelah diobati lukanya, walaupun para teman kerjanya sudah menyuruh Elena untuk beristirahat dan menenangkan diri. Teman kerja Elena pula merasa iba dengan kejadian yang menimpa Elena hari ini.
Pria tadi nampak sedang bercengkrama dengan orang lain yang sama rapi dan formalnya. Sepertinya orang itu merup.akan rekan bisnisnya. Elena masih mengurungkan niatnya untuk meminta maaf sekali lagi kepada pria itu.
POV Pria di Cafe
Rekan bisnis kali ini membuatku kesal karena selalu mengundur janji untuk bertemu. Hari ini aku sudah mendatangi perusahaan mereka untuk bertemu bos perusahaan ini. Tapi aku malah diminta menemui nya di Cafe ini, karena dia sedang ada keperluan mendadak di daerah sini. Perusahaan ini memang salah satu perusahaan besar dan sangat menguntungkan bila menjalin kerja sama. Tetapi sayangnya pemilik perusahaan ini sangat arogan dan sombong. Aku harus merelakan harga diriku dipermainkan oleh si tua bangka itu.
Jam menunjukkan pukul 12 siang, aku sudah sampai di Cafe yang dimaksud. Aku langsung duduk di meja paling pojok dekat jendela yang pemandangannya mengarah ke area parkir untuk memantau kedatangan rekan bisnis kali ini.
Setelah memesan pesanan, sambil menunggu aku membuka tabletku untuk mengerjakan pekerjaan yang bisa dikerjakan.
Setelah menunggu beberapa menit, aku melihat salah satu waitress datang menghampiriku. Bola mataku tetap tertahan kearah waitress yang membawa pesananku. Bukan ke wajahnya, tapi ke arah tangannya yang membawa minumanku. Tak diduga, aku melihat kejadian yang sangat-sangat membuatku tercengang. Aku melihat kaki waitress lainnya menyengkang kaki secara sengaja.
BRUUKK!
Americano ku tumpah ke arahku dan nampan yang dibawa waitress itu terjatuh mengenai tabletku. Tabletku basah dan terbentur nampan. Dan kemeja putih yang kupakai dibalik jasku terkena percikan airnya. Sontak kepalaku memandangi kemejaku yang kotor. Ini adalah pertemuan dengan orang penting dan penampilanku sekarang akan menjadi cibiran. Pikiranku masih terpaku memandangi kotornya diriku sekarang.
Aku mengacuhkan suara waitress yang memohon permintaan maaf dariku.
Terlihat suara menggelegar menghampiri kami. Kulihat kearah suara itu yang kupikir itu pasti pemilik atau manajer dari cafe ini. Bibirku sudah gatal ingin angkat bicara, tapi anehnya aku masih menahan untuk tidak mengeluarkan kata-kata dari bibirku dan terus mengamati drama yang sedang terjadi di depanku. Mungkinkah jiwaku sebenarnya menganggap ini hiburan? Mungkin menyaksikannya sedikit lebih lama akan seru.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!