Seorang laki-laki berparas tampan, dingin, cuek memiliki tinggi 185 cm. Sudah siap dengan setelan kemeja berwarna biru muda berpaduan dengan celana jeans hitam yang menambah kesan ketampanannya. Kemudian ia mengambil jas yang menjadi ke banggannya selama ini.
Agung Firmanda Ashari Kurniawan adalah seorang dokter kandungan. Yang memiliki segudang prestasi yang sangat membanggakan. Agung adalah seorang pewaris rumah sakit dimana ia mengabdi di rumah sakit Sultan Adam Kurniawan. Rumah sakit yang di kelola sang ayah. Suatu saat nanti akan di wariskan kepada Agung.
Selesai berpakaian Agung turun kebawah untuk menuju ke meja makan. Agung bisa melihat disana sudah ada kedua orangtua-nya dan juga sang kakak sedang menyuapi keponakan nya yang berumur 5 tahun.
"Selamat pagi, Ayah, Bunda, Kakak" sapa Agung.
"Pagi" sahut mereka serempak.
Agung mengambil roti lalu mengolesi dengan selai kacang coklat yang menjadi selai favorit nya. Belum sempat Agung mengigit roti sang Ayah memanggil Agung.
"Kapan kamu mau menikah?" tanya Pak Doni tiba-tiba.
"Agung masih belum mau menikah, Yah." jawab Agung mulai mengigit rotinya.
"Mau sampai kapan kamu melajang?" tanya Bu Diana.
"Agung ingin bersenang-senang dulu. Urusan menikah bisa nanti-nanti" jawab Agung.
"Tapi umur kamu sudah tidak muda lagi. Dan Ayah mau mengedong cucu dari kamu" ujar Pak Doni.
"Ada saat-nya nanti Ayah akan mengendong cucu dari ku" kata Agung dengan santai.
"Kapan? Kapan kamu akan menikah, Dek?" tanya Siska, Kakak Agung.
"Agung masih belum tau, Mbk." jawab Agung.
"Baiklah kami akan memutuskan menjodohkan mu." putus Bu Diana.
"Bunda, tidak bisa gitu! Agung tidak mau di jodohkan. Ini bukan jaman Siti Nurbayah lagi" protes Agung.
"Kalau kamu tidak cepat menikah. Bunda akan menjodohkan mu dengan anak sahabat, Bunda" kata Bu Diana.
Agung hanya menghela nafas pasrah. Percuma saja melawan sang Bunda. Agung akan selalu kalah melawan sang Bunda. Karena Agung sangat menyayangi Bunda-nya.
"Terserah, Bunda. Agung pamit dulu. Assalamualaikum" salam Agung mencium tangan kedua orang tua nya dan juga Kakak-nya.
Agung menuju garasi mobil. Agung melajukan mobil-nya menuju rumah sakit. Di dalam perjalanan Agung masih memikirkan perkataan sang bunda yang ingin menjodohkan--nya. Sebenarnya Agung masih belum ingin menikah. Karena masih banyak impian yang ingin dia capai.
Mobil yang di tumpangi Agung sudah memasuki pekarangan rumah sakit. Agung memakirkan mobilnya di jajaran mobil lain--nya. Saat keluar dari mobil banyak tatapan yang ditujukan kepada Agung. Selain pintar, Agung juga memiliki wajah yang sangat tampan. Tidak heran jika banyak yang menyukai Agung.
Agung menyusuri lorong rumah sakit dengan senyum yang terus berkembang. Agung melakukan hal ini untuk para pengunjung rumah sakit.
Di sinilah Agung jika beristirahat. Diruangan yang cukup luas untuk-nya. Agung duduk sambil memijit pelipisnya yang pusing karena masih memikikan perkataan bunda-nya yang akan menjodohkan--nya.
"Bagaimana ini?" gumam Agung.
Pintu terbuka menampilkan seorang wanita yang bersama sang suami sedang memasuki ruangan. Seperti biasa Agung melakukan tugas nya sebagai seorang dokter kandungan.
"Apa di usia kandungan menginjak 7 bulan ini ada keluhan? Mual? Atau gejala lain-nya?" Agung bertanya kepada pasien-nya.
"Tidak ada, Dok. Mual sudah sedikit berkurang" jawab Pasien.
"Kalau begitu akan saya beri vitamin" ucap Agung mencatat obat yang akan di tebus oleh pasien-nya.
"Ini resepnya" Agung menyodorkan kertas kepada pasien.
"Terima kasih, Dok. Kalau begitu saya permisi" pamit sepasang suami istri itu.
"Sama-sama" jawab Agung.
Ketika pasien sudah menghilang di balik pintu. Agung memijit pelipis nya yang sedikit terasa pusing.
Agung bangkit dari kursinya. Berniat untuk pergi mencari udara segar. Seperti biasa ketika berjalan seperti ini Agung tidak luput dari padangan pasien, anak koas, dokter, suster dan lain-nya. Memang aura ketampanan Agung sangat terpancar hingga membuat semua orang tidak bisa mengalihkan pandangan dari Agung.
Agung berniat untuk pergi ke kafe seberang jalan yang tidak jauh dari rumah sakit dimana ia berkerja. Tapi saat ingin menyeberang jalan tiba-tiba tubuh Agung di tabrak oleh seseorang.
"WOY!!! JANGAN LARI LO!! BALIKIN TAS GUE!!!" Teriak seorang gadis yang menabrak Agung.
Saat gadis itu ingin berlari lagi. Agung lebih dulu mencekal tangan-nya.
"Aduh Om! Tolong lepasin tangan ku!" ucap gadis itu mencoba melepaskan tangan Agung dari lengan-nya.
"Ish!! Om lepasin itu tas saya di jambret!!" kesal gadis itu. Karena orang yang mengambil tasnya mulai berlari jauh.
Gadis itu menyentak tangan Agung dari lengan-nya dan menatap tajam Agung.
"Lihat sekarang. Tas dan barang-barang berharga saya sudah lenyap di ambil jambret. Semua karena, Om" tuduh gadis itu.
"Jadi kamu menyalahkan saya karena kejadian ini?" tanya Agung.
"Iya. Coba aja kalau Om gak menghalangi saya. Munkin tas saya masih selamat" cerca gadis itu.
"Kamu sendiri lari tidak lihat-lihat. Pakai alasan nyalahin saya lagi" Agung tidak terima dengan tuduhan gadis itu.
"Coba aja Om gak berdiri disini gak munkin saya nabrak, Om!"
"Terserah kamu saja." Agung meninggalkan gadis itu.
Tapi baru tiga langkah lengan Agung ditarik.
"Enak aja main kabur gitu aja. Om harus tanggung jawab," ucap gadis itu.
"Saya tanggung jawab? Kenapa saya harus tanggung jawab? Saya tidak menghamili kamu atau mencelakai kamu kenapa saya harus bertanggung jawab?" gelegar Agung.
"Ya, harus bertanggung jawab dong, Om. Karena Om sekarang saya tidak mempunyai uang sepeserpun. Semua ludes di ambil jambret" ujar gadis itu.
Agung menghela nafas. Agung harus sabar menghadapi makhluk satu ini. Agung membuka dompet dan mengeluarkan 5 lembar uang seratus ribu dan menyerahkan kepada gadis itu.
"Apa ini?" tanya gadis itu.
"Itu uang ganti rugi" jawab Agung.
"Halo Om!! Uang segini tidak sebanding dengan apa yang sudah jambret itu ambil!" ujar gadis itu.
"Sebutkan berapa yang harus saja ganti." Agung ingin mengeluarkan uang tapi di cegah oleh gadis itu.
"Tidak perlu. Uang Om tidak sebanding dengan uang yang saya miliki"
"Sebutkan saja. Saya mampu menganti uang kamu yang di ambil sama jambret itu." Agung mengambil uang lalu menyerahkan kepada gadis itu.
Gadis itu tersenyum sinis.
"Memang ya orang kaya selalu bersikap semuanya. Tidak tau bagaimana susahnya mencari uang. Saya tidak menerima uang anda." gadis itu mengembalikan uang yang di beri oleh Agung.
Gadis itu berlalu meninggalkan Agung yang terpaku dengan ucapan gadis itu.
Saat Agung sadar. Agung mengejar gadis itu yang sudah lumayan jauh darinya. Agung mengapai lengan gadis itu.
"Tunggu sebentar" cegah Agung.
"Kenapa? Saya sudah bilang. Saya tidak memerlukan uang yang anda kasih kepada saya" ucap gadis itu to the point.
"Tidak. Tapi saya mohon sama kamu. Besok datang kerumah sakit itu. Kita bicara masalah ini. Ini kartu nama saya" Agung menyerahkan kartu nama nya.
"Jadi dia seorang Dokter" batin gadis itu ketika melihat kartu nama yang Agung beri.
"Besok saya tunggu," ucap Agung.
"Baiklah besok saya akan datang kerumah sakit" jawab gadis itu.
"Oke. Besok saya tunggu. Jika kamu datang. Kamu langsung saja naik ke lantai dua. Kamu cari poli kandungan. Di depan pintu ada nama saya. Kamu langsung masuk saja" jelas Agung.
Gadis itu mengangguk mengerti.
"Siapa nama mu?" tanya Agung.
"Zahra Anggraini Prastica Vitara" ucap gadis yang menyebutkan nama-nya.
"Oke Zahra. Besok saya tunggu" Agung berlalu pergi dari hadapan gadis yang bernama Zahra.
💊💊💊
Saat di ruangan Agung memijit pelipis. Karena kepala nya terasa sangat pening. Akibat berdebat dengan gadis yang ia temui tadi.
Jika Agung ingat-ingat gadis bar-baran itu lumayan cantik. Agung menggelengakan kepala-nya. Kenapa ia bisa memikirkan gadis yang baru ia temui tadi.
Ketika sedang bersantai ponsel Agung yang berada di meja kerja nya berbunyi. Menandakan bahwa ada yang menelfon–nya.
Bunda calling
Agung mengeser ke kanan untuk menjawab panggilan dari sang bunda.
"Assalamualaikum, bun" salam Agung.
"Waalaikumsalam, nak. Agung kamu bisa ke kafe mayora?" tanya bu Diana di seberang sana.
"Bisa, bun. Sebentar lagi Agung akan kesana" jawab Agung.
"Baiklah, nak. Bunda tunggu" ucap bu Diana menutup sambungan telfon.
Agung melepas jas kedokteran-nya. Lalu mengambil kunci mobil untuk segera menuju tempat dimana bunda-nya menyuruh ia kesana.
Tidak membutuhkan waktu yang lama Agung sudah sampai ditempat tujuan-nya. Agung memarkirkan mobilnya di jajaran mobil.
Agung berjalan ke dalam kafe mayora untuk mencari sang bunda.
"Agung!!" Teriak Bu Diana.
Agung berjalan menuju sang Bunda. Disana sang Bunda tidak sendiri. Bunda-nya ditemani dengan wanita paruh baya dan seorang gadis yang terlihat seumuran dengan-nya. Agung bisa menebak jika ia akan di jodohkan.
Agung mencium punggung tangan sang Bunda. Lalu duduk di sebelah sang Bunda.
"Jadi ini Jeng Monica anak saya yang saya ceritakan" ucap Bu Diana.
"Ganteng sekali, ya" puji Bu Monica.
"Terima kasih, Tante" balas Agung.
"Kenapa Bunda nyuruh Agung kesini?" tanya Agung.
"Jadi gini. Bunda tadi pagi bilang sama kamu kalau Bunda akan menjodohkan kamu dengan temen Bunda. Ini Alexa anak Tante Monica. Dia seumuran dengan kamu. Dia seorang model. Kamu mau ya Bunda jodohkan sama Alexa?" tanya Bu Diana meminta persetujuan dengan Agung.
"Jika itu buat Bunda bahagia. Agung menerima perjodohan ini" jawab Agung.
Bu Diana memekik senang karena Agung menerima perjodohan ini tanpa membantah sedikit pun.
"Tapi Agung tidak ingin buru-buru menikah dulu. Agung ingin pendekatan dengan Alexa. Supaya Agung bisa mengenal calon istri Agung" ucap Agung.
"Baik, Nak. Bunda setuju. Bagaimana dengan kamu, Alexa?" tanya Bu Diana.
"Alexa setuju sama Agung. Munkin dengan cara ini kami bisa lebih dekat" jawab Alexa setuju.
"Selamat menjalankan pendekatan. Semoga kalian cocok. Dan langsung menikah" doa Bu Monica.
Agung hanya tersenyum tipis. Entah kenapa Agung merasa sedikit ragu dengan Alexa. Tapi munkin ini sudah takdirnya. Jadi Agung akan menerima dengan lapang dada.
Pagi ini seorang gadis melangkah dengan riang menyusuri lorong panti asuhan.
Gadis berparas cantik, berkulit putih, rambut panjang, mempunyai lesung pipit yang menambah kesan manis ketika tersenyum.
Zahra Anggraini Prastica Vitara. Seorang gadis yatim piatu yang besar di panti asuhan Indah Wilmar. Zahra gadis yang akrab di panggil Arra. Arra berada di panti asuhan sejak ia berumur 5 tahun. Arra dulunya adalah seorang gadis yang berada. Hidup nya selalu tercukupi hingga takdir berkata lain. Kedua orangtua Arra harus pergi untuk selama-lama nya akibat kecelakaan pesawat yang mereka tumpangi.
Kenapa Arra tinggal di panti asuhan? Karena keserakahan paman dan bibi nya. Arra harus tinggal di panti asuhan. Mereka tidak ingin mengurus Arra. Paman dan bibi Arra hanya mengurus Arra ketika hak waris sudah berada di tangan mereka. Selepas hak waris jatuh ketangan mereka Arra di titipkan kepada panti asuhan yang menjadi saksi tumbuh kembang seorang Arra yang sudah menjadi gadis remaja yang sangat cantik.
Bu Brata, wanita yang berumur 60 tahun yang sudah Arra anggap ibu kandung-nya sendiri. Dimana bu Brata merawat Arra hingga menjadi gadis remaja.
Arra melangkah–kan kaki menuju ruangan makan. Senyum Arra merekah ketika melihat wanita paruh baya sedang menyiapkan sarapan untuk anak panti asuhan. Arra mengendap-endap melankah ke arah Bu Brata.
"Selamat pagi, Mama," sapa Arra memeluk Bu Brata.
Bu Brata mengelus tangan Arra yang berada di pinggang-nya.
"Selamat pagi, Sayang." sahut Bu Brata.
"Arra berangkat ke kampus dulu ya, Ma." pamit Arra.
"Kamu tidak sarapan dulu, Nak?" tanya Bu Brata.
"Engak, Ma. Arra langsung ke kampus saja." jawab Arra.
"Kalau gitu Mama siapkan bekal untuk kamu, ya?" tawar Bu Brata.
"Engak usah, Ma." tolak Arra.
"Kalau kamu tidak sarapan. Kamu gak akan konsentrasi saat pelajaran nanti. Mama buatkan roti isi buat kamu, ya."
"Baiklah jika Mama memaksa." ucap Arra.
Bu Brata mengelus pipi Arra, lalu membuatkan roti isi untuk Arra bawa ke kampus. Setelah selesai membuat roti isi Bu Brata menyerahkan bekal makanan kepada Arra.
"Ini, Nak." Bu Brata menyerahkan bekal makanan kepada Arra.
"Terima kasih, Mama. Kalau begitu Arra pamit. Assalamualaikum" pamit Arra.
"Waalaikumsalam, Nak. Hati-hati di jalan." nasehat Bu Brata.
Arra menyusuri jalan menuju halte bus dimana biasanya ia ke kampus menggunakan bus. Tidak berselang lama bus datang. Arra paling suka duduk di tengah berdekatan dengan jendela. Kenapa Arra suka dengan posisi ini. Karena Arra bisa melihat pemandangan kota jakarta yang cukup padat.
Tidak berselang lama bus berhenti di halte bus yang dekat dengan area kampus Arra.
Arra berjalan menyusuri lorong kampus menuju ke kelasnya. Arra tersenyum ketika melihat sahabatnya dari sekolah menengah pertama sedang duduk sambil membaca buku dengan serius.
Brakkkkk
Gadis berkacamata terperanjat kaget akibat gebrakan meja yang Arra lakukan. Gadis itu menatap tajam ke arah Arra. Arra hanya menyengir tanpa dosa sambil mengancung dua jari membentuk 'V'.
"Untung ya nih jantung ciptaan yang maha kuasa. Coba kalau bukan ciptaan yang maha kuasa udah copot!" pekik gadis itu.
"Hehehe ... Maaf, ya." Arra meminta maaf kepada sang sahabat.
"Oke kali ini Mia maafkan." ucap gadis yang bernama Mia.
Mia Ameliya Dita. Gadis berkacamata, yang memiliki kulit kuning langsat. Mia adalah sahabat Arra sejak mereka menempuh pendidikan dari sekolah menengah pertama hingga sekarang mereka menjadi Mahasiswi. Mia seorang kolongmerat. Tapi dengan status sosialnya tidak menjadikan Mia sombong seperti kebanyakan orang di luar sana. Mia memilih teman yang tidak memandang harta yang Mia miliki. Hingga Mia bertemu dengan Arra. Sebenarnya Arra tidak tau jika Mia adalah anak kaya raya. Karena Mia memang berpenampilan seperti gadis biasa. Dan hingga sekarang persahabatan mereka terjalin.
"Nah gitu dong baru sahabat gue paling cantik" ucap Arra mencubit pipi Mia.
"Arra sakit!!" pekik Mia.
Arra melepaskan tangan-nya dari pipi Mia. Mia mengelus pipi-nya yang terkena cubitan Arra.
"Nanti ada acara di rumah gue. Lo harus datang, ya" ucap Mia.
"Acara apa?" tanya Arra sambil mengeluarkan buku-nya dari tasnya.
"Acara kecil-kecilan aja sih. Merayakan papa menang tander" jawab Mia.
"Lo bilang acara kecil-kecilan? Gak percaya gue" ucap Arra.
Mia hanya menyengir tanpa dosa.
Arra sudah tau kebiasan keluarga Mia. Mereka pasti mengadakan pesta besar-besaran untuk merayakan keberhasilan yang keluarga Mia raih.
"Arra mau ya datang ke acara yang mama Mia adain. Lagian mama mau ketemu sama, Arra?" Mia menatap Arra dengan tatapan memohon.
"Kayaknya kali ini gak bisa deh" tolak Arra.
"Kenapa? Tumben nolak makanan gratis?" heran Mia.
"Karena gue nanti mau bertemu sama orang yang gue cerita itu." ujar Arra.
"Oh, yang om-om dokter itu, ya?"
"Iya. Salamin aja buat mama." ucap Arra.
"Oke nanti gue sampaikan sama, mama."
Mahasiswi-Mahasiswa mulai berdatangan menempati tempat duduk mereka masing-masing. Tidak berselang lama kelas di mulai dan dosen mulai masuk untuk memulai kelas.
💉💉💉
Agung memandang jengeh kearah wanita yang sedari tadi tidak berhenti berbicara. Telinga Agung mulai panas mendengar ocehan wanita yang berstatus calon istri ini. Kenapa tidak panas. Sedari tadi Alexa tidak berhenti berbicara ada saja pembicaraan yang aja ia bahas. Hingga membuat Agung terpaksa mendengar celotehan Alexa.
Agung mengira Alexa adalah gadis pendiam seperti yang Agung ketahui ketika pertama bertemu. Tapi semua yang Agung lihat itu lenyap ketika mereka pergi untuk menjalani pendekatan.
Ya, mereka hari ini resmi berstatus tunangan dan pada hari ini Agung dan Alexa menjalankan pendekatan agar mereka lebih dekat lagi.
"Agung habis ini kamu temanin aku belanja, ya" ajak Alexa.
"Maaf seperti-nya aku tidak bisa. Karena hari ini aku ada jadwal operasi" tolak Agung secara halus.
"Oh, jadi kamu hari ini ada operasi, ya. Baiklah tidak apa" ucap Alexa dengan raut wajah sedikit kecewa.
Setelah selesai. Agung kembali menuju rumah sakit dengan tergesa-gesa. Karena Agung takut orang itu menunggu-nya lama. Saat membuka pintu tidak ada gadis yang berjanjian dengan-nya.
Agung melihat jam di pergelangan tangan-nya yang menuju-kan pukul 12.45 siang.
"Kenapa gadis itu tidak datang? Apa dia lupa?" gumam Agung.
Sambil menunggu gadis itu Agung memilih memeriksa laporan yang berada dimeja-nya. Mengecek satu-satu laporan. Saat sedang mengencek laporan tiba-tiba ada suara ketukan pintu.
"Masuk!" ucap Agung.
Cklek
Pintu terbuka menampilkan gadis yang sudah Agung tunggu-tunggu sejak tadi. Agung mantap tajam ke arah gadis itu. Bagaimana tidak wajah gadis itu tidak merasa bersalah atau menyesal karena membuat Agung menunggu selama ini.
"Maaf saya terlambat" ucap Arra.
"Kamua tau berapa lama saya menunggu kamu?" tanya Agung berdiri menghampiri Arra yang berada di dekat pintu.
"Saya–kan tadi harus ke kampus dulu. Jadi maklum jika saya telat." jawab Arra.
"Jadi kamu seorang Mahasiswi?" tanya Agung lagi.
Arra menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Baikalah kali ini kamu saya maklumi hal itu." ucap Agung.
"Silahkan duduk." tambah Agung.
Arra duduk di seberang Agung. Rasa canggung mulai terasa diruangan ini. Karena tidak ada yang membuka pembicaraan.
"Baiklah Zahra. Saya ingin memberikan kamu ganti rugi." ucap Agung.
"Panggil Arra saja." kata Arra.
"Baiklah Arra. Kamu sebutkan berapa uang yang harus saya ganti?" tanya Agung.
"Kan sudah saya bilang. Kalau saya tidak terima uang ganti rugi. Saya sudah mengikhlaskan uang saya dan semua barang-barang yang di jambret kemarin. Jadi anda tidak usah menganti rugi." jawab Arra.
"Tapi saya sebagai laki-laki ingin bertanggung jawab."
"Terserah anda tapi saya tidak akan menerima uang anda sepersen pun." tolak Arra.
"Saya tidak akan memberi kamu uang." ucap Agung.
"Terus anda ingin memberi saya apa? Emas? Rumah? Mobil? Maaf saya bukan wanita matre. Sep–"
"Menikahlah dengan ku." potong Agung.
Arra yang pendengaran–nya masih berfungsi terkejut dengan ucapan Agung.
"What!!!???? Menikah? Apa saya tidak salah dengar? Anda mengajak saya menikah?" Arra tidak percaya dengan ucapan Agung yang mengajak-nya menikah.
"Tidak kamu tidak salah dengar. Menikahlah dengan ku."
"Munkin anda salah makan tadi. Jadi berbicara aneh seperti ini" kata Arra.
"Saya tidak salah makan, saya tidak berbicara yang aneh-aneh. Saya serius mengajak kamu menikah" ucap Agung serius.
"Atas dasar apa anda mengajak saya menikah? Apa karena anda ingin mendapatkan anak lalu mendapatkan warisan. Setelah mendapatkan warisan anda menceraikan saya. Seperti film-filem di indosiar?" kata Arra.
"Tidak. Saya tidak seperti yang kamu bicarakan itu" bantah Agung.
"Lalu apa yang membuat anda mengajak saya menikah? Padahal kita baru berkenalan kemarin. Lantas anda mengajak saya menikah. Aneh sekali anda" ujar Arra.
"Saya mengajak kamu menikah karena saya tidak mau di jodohkan" ucap Agung.
Arra tersenyum sinis.
"Saya mohon sama kamu. Menikah dengan saya" ajak Agung.
Arra bangkit lalu menatap ke arah Agung.
"Maaf saya menolak lamaran anda. Karena saya ingin menikah dengan seseorang yang benar-benar mencintai saya dan saya mencintai dia. Saya tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mencintai saya. Pernikahan seperti itu tidak akan bertahan lama. Saya tidak mau harus menjadi janda. Saya menginginkan pernikahan sekali seumur hidup hingga maut memisahkan kami berdua. Kalau begitu saya permisi" ucap Arra pergi meninggalkan ruangan Agung.
Agung menatap Arra yang menghilang di balik pintu. Baru kali ini ada yang menolak Agung.
Lima hari setelah kejadian itu dimana Agung melamarnya menjadikan Arra istri. Arra mencoba melupakan kejadian itu tapi tetap saja Arra tidak bisa melupakannya entah kenapa ia seperti ini. Sudah lima hari juga Arra tidak pergi ke kampus karena ia tidak mau terus–menerus memikirkan kejadian tempo hari lalu yang membuat ia tidak konsentrasi kuliah. Kejadian di mana Arra tidak masuk ke kampus membuat sang sahabat bertanya-tanya kenapa Arra tidak masuk. Tapi Arra selalu berkata kalau dia sedang tidak enak badan.
Tidak munkin jika Arra bilang ia tidak masuk karena si om-om itu. Jadi Arra memilih diam saja terlebih dahulu. Jika waktu nya sudah tepat munkin Arra akan bercerita dengan Mia.
Sekarang Arra sedang berada di balkon kamarnya yang berada di lantai dua. Sedang melihat anak panti asuhan yang sedang berlalu lalang entah melakukan apa. Memang jika ia tengah bersedih atau tengah memikirkan hal lain. Arra lebih baik duduk sendiri seperti sekarang.
Arra bangkit dari duduknya menuju ke dalam kamar untuk merebahkan badannya di tempat tidur yang hanya muat untuk satu orang saja. Tapi meskipun seperti ini Arra selalu bersyukur. Karena apa? Karena ia masih bisa tinggal di tempat yang nyaman dan terhidar dari hujan.
Mata Arra tiba-tiba mulai berat. Itu bertanda tubuh Arra sedang membutuhkan istirahat sejenak. Tidak berselang lama mata cantik Arra tertutup.
💊💊💊
“Jadi kemunkinan Anda akan melahirkan bulan april.” ucap dokter berparas tampan.
Siapa lagi kalau bukan Agung Firmanda Ashari Kurniawan.
Agung sedang menjalankan pekerjaannya sebagai Dokter Kandungan. Agung sedang memeriksa Ibu yang akan melahirkan bulan depan.
“Munkin sebelum menjelang melahirkan saya sarankan Anda datang kemari. Karena kemunkinan Anda melahirkan bisa maju bisa juga mundur. Maka dari itu untuk lebih baiknya Anda datang kemari seperti yang saya saran, kan.” jelas Agung.
“Baik, Dok. Terima kasih. Kalau begitu saya permisi,” pamit Pasien itu.
“Sama-sama. Silahkan, Bu.” sahut Agung.
Setelah pasien pergi Agung memeriksa jadwal operasi yang akan ia lakukan. Saat sedang memeriksa laporan pintu ruang kerja Agung terbuka.
“Sel–” Agung tidak jadi meneruskan perkataannya setelah melihat siapa yang datang.
“Selamat siang calon suamiku.” ucap Alexa.
Agung menghela nafas saat Alexa datang ke kantornya. Munkin sebentar lagi akan ada gosip mengenai dirinya. Karena memang Agung tidak pernah bilang atau berkata jika ia akan menikah. Semua kejadian ini memang Agung simpan rapat-rapat.
Alex berjalan ke arah meja Agung sambil menenteng plastik yang Agung ketahuan adalah makanan. Terlihat dari bungkusnya.
“Ini aku bawakan kamu makan siang. Kita makan siang bersama, ya.” ajak Alexa.
“Aku masih kenyang. Aku baru saja makan.” tolak Agung kembali memeriksa laporan.
“Tapi aku sudah membawakanmu makan siang.” Alexa menaruh bungkus makanan ke meja Agung.
“Mau bagaimana lagi aku sudah kenyang. Aku pun tidak menyuruhmu untuk membawakan ku makan siang.” Agung mencoba untuk bersabar menghadapi sikap manja Alexa yang menurut Agung sedikit menjijikan.
“Kamu hargai aku dong yang udah jauh-jauh datang kemari untuk membawakan kamu makanan. Aku ini calon istri kamu. Jadi aku mohon hargai aku sedikit saja!” Teriak Alexa yang mulai berkaca-kaca.
Agung mendengus kesal saat ia di paksa seperti ini. Memang Agung tidak bisa melihat seorang wanita menangis. Jika Agung membuat wanita menangis itu sama saja ia membuat sang ibu menangis. Agung bangkit dari kursi menghampiri Alexa yang sudah meneteskan air mata.
Dengan terpaksa Agung merangkuh tubuh Alexa untuk menenangkannya. Agung mengelus punggung Alexa. Saat Agung sedang menenangkan Alexa tiba-tiba pintu terbuka menampilkan seseorang gadis dengan tampang terkejut melihat Agung sedang berpelukan dengan seorang wanita. Dengan segera gadis itu berlari meninggalkan ruangan Agung. Begitu melihat gadis itu pergi Agung melepaskan pelukannya dari Alexa untuk mengejar gadis itu.
Agung berlari untuk menyusul gadis itu untuk menjelaskan kejadian di ruangannya tadi. Agung mencoba meneriaki gadis itu tapi gadis itu tetap saja berlari untuk menghindari Agung. Sebelum Agung menangkapnya gadis itu terlebih dahulu mencegah taksi lalu berlalu meninggalkan rumah sakit.
Agung mencoba mengejar tapi Agung tidak berhasil karena ia kalah cepat.
“Aarrggggg!!!!” Teriak Agung.
Agung menendang-nendang tong sampah yang ada di dekatnya untuk melampisakan ke kesalnya.
Di dalam taksi seorang gadis bernafas lega saat berhasil kabur dari kejaran Agung.
Arra mengatur nafas untuk menetralkan sesak di dadanya.
Ya, gadis yang di kejar oleh Agung adalah Arra. Dan Arra jugalah yang melihat Agung berpelukan dengan gadis di dalam ruangan.
Arra berniat untuk berbicara masalah Agung mengajaknya menikah. Tapi di urungkan karena melihat kejadian tadi.
Flack back on
*Seorang gadis masih tertidur dengan damai di tempat tidur tanpa mau membuka mata cantiknya. Padahal jam menujukan jam 13.00 itu artinya hari semakin siang. Tapi gadis itu sama sekali tidak mau bangun dari tidur cantiknya.
Hingga ketukan pintu kamar membuat sang gadis terusik dalam tidurnya.
“Arra!!”
“Arra! Bangun, Nak. Ayo kita makan siang dulu!” Teriak Bu Brata dari luar kamar Arra.
Arrra mengusap-usap matanya lalu duduk terlebih dahulu untuk mengumpulkan nyawanya.
“Arra!” panggil Bu Brata.
“Iya, Ma. Arra sebentar lagi ke bawah kok!” sahut Arra.
“Alhamdulilah kalau kamu sudah bangun. Mama tunggu di bawah, ya!” ucap Bu Brata.
“Iya, Ma.” jawab Arra masih dengan nada lemasnya.
Arra menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya terlebih dahulu agar lebih segar.
Ketika sedang membasuh wajahnya tiba-tiba wajah Agung muncul dalam otak Arra. Arra menatap cermin.
“Kenapa aku tiba-tiba mikirin tuh om-om?” gumam Arra.
“Stop! Arra jangan mikirin dia lagi.” ujar Arra berbicara pada dirinya sendiri.
Setelah membasuh muka Arra turun kebawah untuk makan bersama-sama. Di meja makan sudah ada banyak anak-anak panti asuhan yang menapati kursi mereka masing-masing.
Arra menghampiri Bu Brata untuk membantu menyiapkan makan siang.
“Sini Arra bantu, Ma.” ucap Arra.
“Terima kasih, Nak.” ujar Bu Brata.
Arra membalas dengan mengecup pipi wanita 60 tahun ini dengan sayang.
Arra menyusun makanan yang di buat oleh Bu Brata di meja makan. Setelah menyusun semua makanan sekarang Arra yang mengambil alih.
“Baiklah anak-anak semua. Sebelum memulai makan alangkah baiknya kita membaca doa menurut kepercayaan kita masing-masing. Berdoa mulai.” Arra mulai berdoa dalam hati .
“Selesai. Silahkan makan. Makan yang banyak, ya. Supaya lekas besar.” ujar Arra.
Selepas memimpin doa Arra mengambil nasi untuk mulai makan siang bersama. Tapi untuk orang dewasa mereka makan terpisah dengan anak-anak.
Makan siang bersama telah selesai. Sekarang Arra membantu lagi membereskan piring kotor untuk di basuh. Ini sudah menjadi ke biasaan Arra setiap harinya.
Saat sedang berdua dengan Bu Brata. Arra memberanikan diri untuk bercerita tentang Agung.
“Mama. Arra mau curhat boleh gak?” tanya Arra ragu-ragu.
“Kenapa mau curhat kok pakai tanya dulu sih, Nak? Biasanya juga langsung curhat.” jawab Bu Brata.
“Tapi kali ini Arra mau curhat serius. Jadi Arra tanya dulu sama, Mama.” ucap Arra.
“Arra mau curhat apa?” tanya Bu Brata sambil membasuh piring bersama Arra.
“Jadi gini, Ma. Waktu Arra ke jambretan. Arra ketemu sama seorang Dokter yang sebelnya minta ampun deh. Dan disana Dokter itu mau ganti rugi. Tapi dia nyuruh Arra ke rumah sakit dimana dia berkerja. Setelah pulang dari kampus Arra pergi kerumah sakit untuk bertemu dengan Dokter itu. Pas sudah sampai disana. Mama tau apa yang dia bilang? Dia melamar Arra, Ma.” ucap Arra dengan dramatis.
Piring yang di pegang Bu Brata terjatuh setelah mendengar ucapan Arra.
“Mama kenapa?! Ada yang luka gak?!” Arra seketika panik.
“Tidak. Mama hanya kaget aja. Jadi kamu dilamar sama dokter itu?” Bu Brata bertanya.
Arra menganggukan kepalanya.
“Terus Arra jawab apa?” tanya Bu Brata lagi.
“Arra menolak lamaran dia, Ma.” jawab Arra.
Bu Brata tersenyum. Lalu membasuh tangannya. Bu Brata menuntun Arra untuk duduk di kursi.
“Mama mau tanya. Kenapa Arra menolak lamaran Dokter itu?”
“Karena Arra gak cinta sama dia dan dia munkin gak cinta sama Arra. Lagian dia melamar Arra karena ada maksud lain kok,” ujar Arra.
“Apa maksud Dokter itu melamar kamu?”
“Dia melamar Arra karena dia mau membatalkan perjodohan yang di lakukan kedua orangtuanya. Arra tidak mau menikah karena hal itu. Arra mau menikah dengan laki-laki yang mencintai Arra dan Arra mencintainya. Arra gak mau mencintai tapi gak di cintai, Ma. Itu sangat menyakitkan.” jelas Arra.
“Dengarkan, Mama. Munkin ini takdir yang sudah Allah tentukan untuk Arra. Kita jodoh tidak tau datangnya dari mana. Munkin sekarang Arra tidak mencintai dokter itu. Tapi suatu hari nanti kalian akan saling mencintai. Mama jamin itu,” ujar Bu Brata.
“Tapi tidak seperti itu juga, Ma. Arra tetep gak mau,” kekeh Arra.
“Masa ada yang mengajak beribadah gak mau sih? Munkin ini sudah jalan tadir Arra. Jadi Mama sarankan Arra mau menerima Dokter itu. Mama jamin hidup kamu akan jauh lebih enak dari ini,”
“Jika takdir Arra seperti ini. Insya Allah Arra menerimanya,” yakin Arra.
“Kalau begitu. Kamu bilang sama dokter itu kalau kamu bersedia menerima pinangannya,” ucap Bu Brata.
“Baiklah. Arra akan pergi kerumah sakit buat nemuin dia,” ujar Arra.
“Hati-hati di jalan, Nak.” nasehat Bu Brata.
“Iya, Ma.” Arra melesat naik ke lantai dua untuk menuju kamarnya.
Arra membuka lemari untuk memilih baju yang akan ia kenakan untuk berjumpa dengan Dokter Agung. Arra memilih memakai blush berwarna biru dipadukan dengan celana jeans berwarna hitam. Setelah memilih baju Arra berjalan menuju meja rias untuk sedikit berdandan. Selesai berdandan Arra berdiri di depan cermin yang menampilkan semua tubuhnya. Serasa cukup Arra mengambil tas lalu pergi memuju rumah sakit.
Di sepanjang jalan jantung Arra sedikit deg-degan karena ia akan kembali bertemu dengan Dokter itu. Sesampainya rumah sakit. Arra langsung menyusuri lorong rumah sakit. Arra menaiki anak tangga menuju dimana ruangan Agung berada.
Ketika sudah sampai di depan pintu ruangan Agung. Arra menarik nafas dan membuka hendel pintu. Tubuh Arra seketika menegang ketika melihat pemandangan di depan matanya. Saat Arra sadar dengan cepat Arra pergi meninggalkan rumah sakit.
Arra tau jika Agung tengah mengejarnya. Tapi dengan sekuat tenaga Arra berlari. Agung terus memanggil namanya tapi Arra tetap berlari. Ketika berada di tepi jalan raya. Arra segera mencegah taksi yang kebetulan lalu. Arra masuk kedalam taksi dan menyuruh untuk segera pergi.
Arra menengok kebelakang. Dimana Agung masih berusaha untuk mengejar taksi yang Arra tumpangi. Tapi semua sia-sia. Taksi melaju dengan cepat sehingga Agung tidak bisa mengejar Arra.
Di dalam taksi Arra mengatur nafasnya.
“Bagimana aku mau menerimanya kalau dia kayak gitu?” batin Arra dalam hati.
“Huft! Ini membuatku bimbang*.”
Flacback off
Sesampainya di kamar Arra merebahkan badannya sambil menatap langit-langit kamarnya. Arra masih mengingat kejadian ketika ia pergi kerumah sakit. Arra menyesal untuk kedua kalinya datang kerumah sakit. Tapi semua tidak disangka akan seperti ini.
Arra berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Dan sekalian berganti pakaian. Saat sedang berada di kamar mandi. Pintu kamar Arra ada yang mengetuk. Arra yang mendengarkan itu lantas berjalan ke arah pintu.
Cklek
Saat Arra membuka pintu depan pintu terlihat ada Kayla salah satu anak panti asuhan yang berusia 13 tahun.
“Kenapa, La?” tanya Arra.
“Di panggil sama Bu Brata suruh kebawah,” ucap Kayla.
“Oke. Nanti gue ke bawah,” ujar Arra.
Arra menutup pintu lalu berganti pakaian untuk segera menuju kebawah. Arra mengikat rambutnya asal. Masih menyisakan rambut. Tapi dengan tampilan sederhana ini Arra masih tetap cantik tanpa polesan sedikit pun.
Arra menuruni anak tangga. Di ruang tamu terdengar suara orang sedang berbicara. Arra bisa mendengar jika satunya adalah suara seorang laki-laki.
Ketika sudah sampai di ruang tamu Arra bisa melihat jika Bu Brata sedang berbincang dengan seseorang yang Arra ketahui seorang laki-laki.
“Eh. Itu dia.” Bu Brata berujar.
Laki-laki itu lantas berbalik dan tersenyum tipis kearah Arra. Tapi tidak dengan Arra tubuh Arra seketika kaku tidak bisa di gerakan. Ketika melihat siapa yang datang.
Agung. Dia datang ke panti asuhan. Bagaimana bisa dia datang kemari? Apa dia mengikuti taksi Arra tadi? Entahlah.
“Arra. Sini, Nak.” ucap Bu Brata.
Arra masih diam di tempat tanpa bergerak sedikit pun. Bu Brata menghampiri Arra berada dan mengandeng tangan Arra menuju sofa.
Arra masih tidak mau menatap Agung.
“Arra. Jadi ini laki-laki yang melamar kamu? Nak Agung, sudah banyak bercerita sama, Mama.” ucap Bu Brata.
“Kalau Mama merestui kalian berdua untuk menikah,” tambah Bu Brata.
“Tapi Arra tidak bisa,” kali ini Arra bersuara.
“Kenapa tidak bisa, Nak?” tanya Bu Brata.
“Karena Om Agung sudah memiliki orang lain. Jadi Arra tidak menerima lamaran Om Agung,” yakin Arra.
“Semua kejadian yang kamu lihat tidak seperti yang kamu pikiran. Bu Brata sudah mendengar penjelasan saya,” jelas Agung.
“Iya, Nak. Sebenarnya yang kamu lihat tadi itu hanya salah paham saja. Dia adalah wanita yang akan di jodohkan Agung. Tapi wanita itu bukanlah wanita baik-baik. Dia sudah tidak perawan lagi. Dan dia sudah tidur dengan banyak laki-laki,” jelas Bu Brata.
Arra tersenyum sinis.
“Lalu bagaimana jika saya di posisi dia? Apa Om masih mau menjadikan saya istri? Jangan pernah memandang wanita karena masa lalunya. Apa Om sendiri tidak memiliki masa lalu? Tidak munkin orang tidak memiliki masa lalu. Semua orang pasti memiliki masa lalu. Jika Om sudah ditakdirkan dengan dia maka terima semua kekurangan dia. Sepasang suami istri memang harus saling melengkapi satu sama lain. Tidak ada manusia yang sempurna. Maaf jika saya lancang berbicara seperti ini. Sekali maaf saya menolak lamaran Anda,” ucap Arra berlalu pergi.
Sebelum Arra pergi. Agung menahan lengan Arra.
“Saya mohon sama kamu. Menikahlah dengan saya,” mohon Agung kepada Arra.
Arra menyingkirkan tangan Agung dari lengannya.
“Maaf Om. Saya tidak bisa menikah dengan Anda.” Arra berlalu pergi.
Saat Agung hendak menyusul Arra. Bu Brata menahan Agung agar tidak mengejar Arra.
“Biarkan dia. Nanti saya yang akan membujuk dia.” ucap Bu Brata.
“Terima kasih, Bu. Sudah mau menolong saya,”
“Sama-sama. Saya membantu kamu karena saya tau kamu anak yang baik,” ucap Bu Brata.
“Kalau begitu saya pamit pulang dulu,” pamit Agung menyalimi tangan Bu Brata.
“Hati-hati di jalan,” nasehat Bu Brata.
Selepas kepergian Agung. Bu Brata menaiki tangga untuk ke kamar Arra.
“Arra!” panggil Bu Brata.
“Masuk aja, Ma. Pintunya enggak Arra kunci kok!” ujar Arra dari dalam.
Cklek
Saat Bu Brata masuk kedalam kamar Arra. Bu Brata melihat Arra sedang duduk di balkon kamar. Bu Brata menghampiri Arra dan memeluk Arra dari belakang.
“Mama tau ini sulit buat kamu. Apa kamu tidak mencoba memikirkannya lagi?” tanya Bu Brata.
“Arra tidak tau, Ma. Arra bimbang harus bagaimana,” jawab Arra.
“Nanti malam sholat istikharah. Minta doa kepada yang Maha kuasa. Jika memang Agung jodoh kamu. Seberapa keras kamu menolak tetap kalian akan bersatu. Kita memang tidak tau jodoh datang dengan cara apa. Munkin Allah menakdirkan kalian bertemu dengan cara seperti ini. Jadi Mama harap kamu tidak akan menyesal di kemudian hari,” nasehat Bu Brata.
Bu Brata mencium kepala Arra dan pergi meninggalkan kamar Arra.
Semakin kesini. Arra semakin bimbang. Bagaimana menjalani rumah tangga tanpa ada cinta dan kasih sayang. Apa rumah tangga yang tidak di dasari rasa cinta akan bertahan sampai maut memisahkan? Jika rumah tangga seumur jagung saja. Arra tidak bisa. Karena Arra ingin menikah sekali seumur hidup.
“Aku akan menyerahkan semua kepada mu ya Allah.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!