NovelToon NovelToon

Pendekar Pedang Kelabu 2

Bayangan Perang di Tanah Barat

Kabar tentang kematian Yan Zhenhai mengguncang Tanah Barat. Bukan hanya sekadar berita, tetapi sebuah pukulan telak yang menghancurkan fondasi kekuasaan wilayah tersebut. Yan Zhenhai bukan hanya salah satu penguasa terkuat di Tanah Barat, tetapi juga sosok yang dihormati, bahkan ditakuti, oleh para penguasa lainnya.

Di Istana Langit Perunggu, tempat pertemuan para penguasa wilayah Tanah Barat, suasana tegang memenuhi udara. Patriark He Jian dari Sekte Pedang Hampa berdiri di depan aula, wajahnya menunjukkan kebingungan dan kemarahan. “Kalian ingin aku percaya bahwa Yan Zhenhai, seorang Martial Emperor Bintang 6, dibunuh oleh seorang bocah berusia enam belas tahun? Apakah ini lelucon?”

Di sudut ruangan, Li Qingyan, pemimpin aliansi pembunuh Bayangan Gelap, tersenyum sinis. “Tidak ada yang bercanda di sini, Patriark He. Informasi ini sudah dikonfirmasi oleh mata-mataku. Bocah itu, Zhang Wei, membunuh Yan Zhenhai di kota kecil bernama Canyu, yang berada di Tanah Utara, di bawah kekaisaran Qin.”

“Tanah Utara?” Patriark Fang Hu dari Sekte Seribu Gunung mengerutkan kening. “Apa yang dilakukan Yan Zhenhai di sana?”

“Yan Zhenhai mengejar seseorang,” jawab Zhao Tianming, pemimpin Aliansi Darah Hitam, dengan suara dalam. “Ada desas-desus bahwa seseorang di kota itu memiliki resep pil tingkat tinggi yang sangat langka. Yan Zhenhai tertarik, dan sepertinya itulah awal dari kehancurannya.”

“Jadi, kau mengatakan bahwa bocah itu memiliki hubungan dengan resep pil itu?” tanya He Jian, matanya menyipit.

Li Qingyan mengangguk. “Bocah itu jelas bukan orang biasa. Jika dia bisa membunuh Yan Zhenhai, ada kemungkinan dia memiliki kekuatan atau dukungan yang tidak kita ketahui.”

“Dan bagaimana kita menjelaskan ini kepada sekutu-sekutu Yan Zhenhai?” Patriark Fang Hu bertanya dengan nada khawatir. “Kita semua tahu, identitas Yan Zhenhai tidak sederhana. Dia memiliki koneksi langsung dengan beberapa penguasa besar di Tanah Barat, bahkan beberapa sekte kuat di luar wilayah ini.”

Zhao Tianming mengangguk pelan. “Itulah masalahnya. Jika kita membiarkan bocah itu hidup, dia bisa menjadi ancaman yang jauh lebih besar. Tapi jika kita bertindak gegabah, kita bisa memicu konflik dengan pihak-pihak yang lebih kuat dari kita.”

“Lalu apa yang kau sarankan?” tanya Li Qingyan, matanya menyipit tajam.

“Kita harus menyelidiki lebih jauh,” jawab Zhao Tianming. “Cari tahu siapa bocah itu sebenarnya. Jika dia benar-benar hanya seorang jenius tanpa dukungan, kita bisa menghabisinya dengan mudah. Tapi jika dia memiliki latar belakang yang kuat, kita harus lebih berhati-hati.”

Li Qingyan tersenyum tipis. “Aku akan mengirimkan pembunuh terbaikku ke Tanah Utara untuk mengawasi kota Canyu. Jika ada peluang, kita akan menghabisinya tanpa jejak.”

He Jian menghela napas panjang. “Yan Zhenhai adalah penguasa yang sangat kuat. Jika bocah itu benar-benar mampu membunuhnya, kita harus bersiap untuk kemungkinan terburuk.”

“Apa maksudmu?” tanya Fang Hu dengan nada curiga.

He Jian menatap semua orang di ruangan itu. “Maksudku adalah, bocah itu mungkin tidak hanya menjadi ancaman bagi kita. Jika dia terus tumbuh, dia bisa menjadi ancaman bagi seluruh dunia.”

Ruangan itu sunyi sejenak, masing-masing orang tenggelam dalam pikirannya. Zhao Tianming akhirnya memecah keheningan. “Kita akan awasi situasinya. Tapi jika bocah itu benar-benar menjadi ancaman, kita harus bersiap untuk bertindak bersama. Tidak ada tempat bagi ancaman seperti dia di dunia ini.”

Sementara itu, di kota Canyu, Zhang Wei berdiri di atas menara tertinggi, memandang jauh ke arah cakrawala. Di dalam pikirannya, suara lembut namun penuh wibawa dari Lian Xuhuan terdengar.

“Muridku, mereka akan datang. Para penguasa Tanah Barat tidak akan diam saja setelah kematian Yan Zhenhai. Ini adalah ujian pertamamu untuk mencapai puncak dunia. Bersiaplah.”

Zhang Wei tersenyum tipis, matanya memancarkan cahaya dingin. “Biar mereka datang. Aku akan menunjukkan kepada mereka apa yang terjadi jika mencoba melawan pendekar pedang kelabu.”

***

Di bawah langit yang mulai gelap, Zhang Wei berdiri di tengah-tengah formasi besar yang baru saja ia rampungkan. Lingkaran sihir yang rumit dengan pola-pola bercahaya melingkupi seluruh kota Canyu, memancarkan aura perlindungan yang luar biasa kuat. Di depannya, Song Tianyu berdiri dengan penuh hormat, wajahnya memancarkan kebanggaan sekaligus kecemasan.

“Formasi ini sudah selesai,” kata Zhang Wei dengan suara tegas. “Dengan ini, kota Canyu akan terlindungi dari serangan eksternal. Tapi, formasi ini hanya sekuat orang yang mengawasinya. Itu berarti, kau harus memastikan tidak ada celah sedikit pun dalam pengawasan.”

Song Tianyu mengangguk dalam-dalam. “Aku mengerti, Tuan Muda. Aku akan memastikan tidak ada yang keluar atau masuk tanpa izin.”

Zhang Wei mengangguk puas. “Bagus. Kau adalah pemimpin sementara kota ini selama aku pergi. Perkuat keamanan. Pastikan semua penjaga tahu bahwa siapa pun yang mencoba masuk tanpa identitas yang jelas harus ditolak. Jika ada sesuatu yang mencurigakan, jangan ragu untuk bertindak tegas.”

“Tuan Muda,” Song Tianyu mulai berbicara dengan nada khawatir, “apa Anda yakin akan pergi sekarang? Setelah semua yang terjadi, saya khawatir Tanah Barat tidak akan tinggal diam. Jika mereka menyerang saat Anda tidak ada…”

Zhang Wei tersenyum kecil, penuh keyakinan. “Itulah alasan aku membuat formasi ini. Bahkan jika seorang Martial Emperor puncak menyerang, mereka tidak akan bisa menembus perlindungan kota ini dengan mudah. Dan jika mereka mencoba, mereka hanya akan membuang waktu mereka. Selain itu, kau tidak sendiri. Gunakan kekuatan formasi jika situasi darurat terjadi.”

Song Tianyu menarik napas dalam, mencoba mengatasi rasa gugupnya. “Baik, Tuan Muda. Saya akan melakukan yang terbaik.”

Zhang Wei menepuk bahu Song Tianyu, menyalurkan sedikit energi untuk menenangkan pria itu. “Aku tahu kau mampu. Jangan khawatir. Aku hanya akan pergi untuk sementara waktu. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan.”

Song Tianyu tidak berani bertanya lebih jauh. Dia tahu, Zhang Wei memiliki tujuan yang jauh melampaui apa yang bisa ia pahami.

Zhang Wei memandangi kota Canyu sekali lagi. “Aku berada di ambang penerobosan ke Martial Ancestor. Proses ini tidak bisa dilakukan di sini. Aku membutuhkan tempat yang tenang dan jauh dari gangguan.”

“Tuan Muda,” Song Tianyu berkata dengan nada ragu, “kemana Anda akan pergi?”

Zhang Wei menatap jauh ke cakrawala. “Ada tempat di utara, jauh dari kota ini, di mana energi spiritual sangat pekat. Itu adalah tempat yang sempurna untuk penerobosan. Jangan khawatir, aku akan kembali sebelum kalian menyadarinya.”

Song Tianyu mengangguk pelan. “Kami akan menunggu Anda, Tuan Muda.”

Dengan itu, Zhang Wei memutar tubuhnya, jubah hitamnya berkibar tertiup angin malam. Dia berjalan menuju gerbang kota, setiap langkahnya memancarkan aura ketenangan dan kepercayaan diri.

Setibanya di gerbang, dia berhenti sejenak, menoleh ke arah para penjaga. “Ingat, tidak ada yang keluar atau masuk kota tanpa izin. Kota ini sekarang berada di bawah perlindungan Song Tianyu. Patuhi semua perintahnya.”

Para penjaga serentak memberi hormat, menunjukkan rasa hormat mereka kepada sosok yang telah menyelamatkan kota ini dari kehancuran.

Setelah memberikan perintah terakhirnya, Zhang Wei melesat pergi, tubuhnya menghilang dalam kegelapan malam.

***

Di luar kota, Zhang Wei bergerak cepat melewati hutan lebat dan pegunungan. Pikiran-pikirannya penuh dengan rencana. “Martial Ancestor adalah langkah berikutnya. Dengan kekuatan itu, aku akan semakin dekat ke puncak dunia ini. Namun, aku juga tahu bahwa musuh-musuhku tidak akan tinggal diam. Aku harus menjadi lebih kuat, lebih cepat dari yang mereka kira.”

Dia tidak menggunakan kemampuan teleportasinya karena dia mencari tempat yang ideal untuk penerobosan. Dalam benaknya, suara masternya, Lian Xuhuan, terdengar lembut namun tegas.

“Muridku, proses ini tidak akan mudah. Penerobosan ke Martial Ancestor adalah momen yang menentukan. Kau akan menghadapi tekanan yang luar biasa karena kehendak dewa dimensi yang kau miliki. Namun, aku yakin padamu. Kau telah menunjukkan bahwa kau adalah seseorang yang layak mencapai puncak dunia ini.”

Zhang Wei tersenyum kecil. “Aku tidak akan mengecewakanmu, Master.”

Mangsa ingin Memangsa

Zhang Wei berjalan menyusuri hutan belantara yang sunyi, angin malam berhembus membawa aroma dedaunan basah. Langkahnya mantap, tanpa keraguan, meski dirinya tahu sejak beberapa hari terakhir ada mata-mata yang terus membuntutinya. Namun, alih-alih menggunakan kemampuan teleportasi yang bisa dengan mudah membawanya ke tempat tujuan, Zhang Wei memilih berjalan kaki. Dia sengaja memberi kesempatan bagi para pembunuh itu untuk menunjukkan diri mereka.

"Mereka pikir aku ini mangsa yang mudah," gumam Zhang Wei sambil tersenyum dingin, matanya tajam menatap jalan setapak di depannya. "Martial King dan Martial Lord? Hah, sungguh meremehkan."

Langit malam semakin gelap, hanya diterangi sinar bulan pucat yang menembus celah-celah dedaunan. Di kejauhan, suara langkah kaki samar-samar terdengar. Bagi telinga biasa, itu mungkin tak berarti apa-apa, namun bagi Zhang Wei, setiap detail itu seperti nyanyian yang jelas terdengar. Dia merasakan aura para pembunuh yang mendekat, jumlah mereka tidak sedikit. Ada setidaknya dua Martial Lord dan lima Martial King.

"Apakah mereka pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas?" Zhang Wei melirik pedang abu-abu gelap di pinggangnya. "Baiklah, mari kita lihat seberapa jauh mereka bisa bertahan."

Di kejauhan, sekelompok pria berbaju hitam mengintai dari balik pepohonan. Pemimpin mereka, seorang Martial Lord Bintang 6 bernama Xu Rong, memberikan isyarat kepada anak buahnya.

"Jangan terburu-buru. Pemuda itu mungkin tampak ceroboh, tapi kita harus hati-hati. Informasi mengatakan dia membunuh Yan Zhenhai, jadi jangan anggap enteng," bisiknya.

Salah satu bawahannya, seorang Martial King, tertawa kecil. "Kapten, dia hanya bocah. Yan Zhenhai mungkin kalah karena ceroboh. Dengan jumlah kita, ini hanya formalitas."

Xu Rong mendengus, "Jangan remehkan dia. Fokus pada tugas kita. Ingat, kepala pemuda itu bernilai tinggi."

Zhang Wei tiba di sebuah tanah lapang yang dikelilingi pohon-pohon besar. Tempat itu sempurna untuk pertempuran. Dia berhenti di tengah lapangan, membiarkan hawa dingin malam menyelimuti tubuhnya.

"Baiklah, cukup bermain kucing-kucingan. Aku sudah bosan," katanya, suaranya bergema di tengah keheningan. "Keluar dari persembunyian kalian."

Tak lama, sosok-sosok berbaju hitam bermunculan dari balik pepohonan. Mereka mengelilingi Zhang Wei, masing-masing dengan senjata di tangan. Xu Rong maju ke depan, senyum sinis di wajahnya.

"Kau cukup pintar menyadari keberadaan kami, tapi itu tidak akan menyelamatkanmu," kata Xu Rong, matanya menatap Zhang Wei dengan penuh kebencian. "Serahkan dirimu, dan aku mungkin memberi kematian yang cepat."

Zhang Wei mengangkat alis, menatap Xu Rong seolah pria itu sedang melawak. "Kematian yang cepat? Lucu sekali. Tapi sayangnya, aku tidak punya rencana untuk mati malam ini."

Xu Rong mendengus, memberi isyarat kepada bawahannya. "Bunuh dia!"

Tujuh orang menyerang secara bersamaan, pedang, tombak, dan berbagai senjata lain meluncur ke arah Zhang Wei. Namun, pemuda itu tetap tenang. Dengan gerakan ringan, dia mencabut pedang abu-abu gelapnya, aura kelabu menyelimuti sekelilingnya.

Serangan pertama datang dari seorang Martial King yang mencoba menebas leher Zhang Wei. Dengan mudah, Zhang Wei menangkis serangan itu dan membalas dengan pukulan pedang yang menghantam dada lawannya, membuatnya terpental ke belakang. Darah muncrat di udara.

"Ini yang kalian sebut pembunuh?" Zhang Wei mencibir, matanya menyala dengan dingin. "Terlalu lambat."

Pertarungan berlangsung sengit. Zhang Wei bergerak seperti bayangan, menghindari setiap serangan dengan mudah dan memberikan balasan yang mematikan. Satu per satu, para pembunuh mulai jatuh. Martial King yang tadinya penuh percaya diri kini gemetar, sementara Martial Lord mulai menyadari bahwa mereka menghadapi sesuatu yang jauh di luar kemampuan mereka.

Xu Rong mengerang frustrasi. "Apa yang kalian lakukan? Serang dia bersamaan!"

Zhang Wei hanya tertawa mendengar perintah itu. "Lucu sekali. Bahkan jika kalian menyerang bersama, hasilnya tetap sama."

Dia melepaskan sebagian kecil auranya, tekanan Martial Emperor yang menakutkan menyapu seluruh area. Para pembunuh terhenti sejenak, wajah mereka pucat pasi. Xu Rong menatap Zhang Wei dengan mata terbelalak.

"Kau... kau seorang Martial Emperor?! Itu mustahil!"

Zhang Wei mengarahkan pedangnya ke Xu Rong. "Mustahil? Mungkin bagimu. Tapi bagi seseorang sepertiku, ini hanya langkah kecil."

Xu Rong menggertakkan giginya, memutuskan untuk melancarkan serangan terakhir. Dia mengerahkan seluruh kekuatannya, energi hitam menyelimuti pedangnya. Dengan teriakan keras, dia menyerang Zhang Wei.

Namun, sebelum pedangnya mencapai sasaran, Zhang Wei bergerak cepat. Dalam sekejap, pedang abu-abu gelapnya menebas udara, menciptakan gelombang energi yang menghantam Xu Rong dengan keras. Tubuh pria itu terpental jauh, menghantam pohon besar hingga roboh.

Zhang Wei berdiri di tengah lapangan yang kini penuh dengan tubuh para pembunuh yang tergeletak. Dia menatap Xu Rong yang terbaring tak berdaya di tanah, darah mengalir dari mulutnya.

"Apa hanya segini pembunuh yang dikirim untuk membunuhku?" tanya Zhang Wei, suaranya dingin dan tajam.

Xu Rong terbatuk, mencoba berbicara, tapi Zhang Wei tidak memberinya kesempatan. Dia melangkah mendekat, menatap pria itu dengan mata penuh amarah.

"Mengecewakan," katanya sebelum mengayunkan pedangnya, mengakhiri hidup Xu Rong.

Zhang Wei membersihkan pedangnya dan mengembalikannya ke sarungnya. "Begitu banyak waktu yang terbuang hanya untuk ini. Tapi setidaknya, aku tahu ada yang ingin bermain-main denganku."

Dia berdiri di antara tubuh-tubuh para pembunuh yang kini tak lagi bernyawa. Ia mengulurkan tangannya, meraih salah satu cincin penyimpanan dari jari seorang Martial Lord. "Setidaknya, usaha kalian tidak sepenuhnya sia-sia," gumamnya sambil menyeringai kecil.

Satu per satu, cincin-cincin penyimpanan itu ia kumpulkan. Setelah semuanya terkumpul, Zhang Wei memeriksa isi masing-masing cincin dengan pikirannya. Mata abu-abunya berkilat saat menemukan tumpukan batu roh dalam jumlah yang cukup banyak, berbagai ramuan langka, dan bahkan beberapa senjata berkualitas tinggi.

"Menarik," katanya sambil mengeluarkan sebuah pil ungu keemasan dari salah satu cincin. Pil itu memancarkan aroma kuat yang menunjukkan kualitasnya. "Pil peningkat kultivasi? Ini akan sangat berguna nanti."

Ia juga menemukan gulungan formasi yang tampaknya berasal dari pengrajin formasi tingkat tinggi. Zhang Wei menyimpannya dengan hati-hati. "Mereka mungkin pembunuh, tapi setidaknya mereka kaya. Terima kasih atas kontribusi kalian."

Setelah memastikan tidak ada yang terlewat, Zhang Wei menghapus jejak pertarungan di tempat itu dengan sebuah gelombang energi yang menghancurkan sisa-sisa bukti. Ia tak ingin menarik perhatian pihak lain yang mungkin mencari para pembunuh itu.

Melanjutkan perjalanan, Zhang Wei menatap langit yang mulai memerah oleh cahaya fajar. "Tempat yang ideal, ya? Sepertinya perjalanan ini akan lebih panjang dari yang kukira," katanya dengan nada santai. Dengan langkah penuh percaya diri, ia melangkah lebih dalam ke dalam hutan, membiarkan bayangan malam yang tersisa menelan dirinya.

Menerobos ranah Martial Ancestor

Setelah beberapa saat, akhirnya Zhang Wei menemukan tempat yang menurutnya cocok untuk menerobos. Dia telah mempersiapkan segalanya demi kelancaran proses penerobosannya dan memastikan tidak ada gangguan sedikitpun.

Langit di atas lembah terpencil itu berubah kelam, seolah mengantisipasi apa yang akan segera terjadi. Zhang Wei berdiri di tengah lingkaran formasi pertahanan yang telah ia bangun dengan teliti. Angin berhembus kencang, membawa hawa dingin yang menusuk tulang, namun ia tetap tenang. Mata abu-abunya bersinar tajam, penuh tekad.

"Tempat ini cukup terpencil," gumamnya sambil memeriksa sekeliling. Pepohonan yang menjulang tinggi mengelilingi lembah, menciptakan perisai alami. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sekitar. "Tidak ada gangguan. Sempurna."

Ia duduk bersila di tengah formasi dan mengeluarkan sumber daya yang telah dipersiapkan: batu roh tingkat tinggi, pil-pil pemulihan, dan beberapa jimat pelindung. Semua diletakkan di tempat yang telah ditentukan, mengelilingi tubuhnya seperti pelindung yang tak terlihat. Zhang Wei tahu, kali ini ia menghadapi tribulasi yang jauh lebih dahsyat dibanding sebelumnya.

"Ayo kita mulai," katanya dengan suara rendah, memusatkan energi di tubuhnya. Aura di sekelilingnya berubah, berputar-putar seperti pusaran badai kecil. Kehendak dewa dimensi di dalam dirinya mulai bergerak, memanggil tribulasi yang tak terhindarkan.

Langit menjadi semakin gelap. Petir pertama muncul, membelah langit dengan kilatan menyilaukan. Suaranya menggema, menggetarkan lembah. Zhang Wei memfokuskan energinya, menyiapkan tubuh dan formasi untuk menerima serangan.

BOOM!

Petir pertama menghantam tubuhnya dengan kekuatan dahsyat. Zhang Wei menggertakkan gigi, menahan rasa sakit yang menyiksa. Energi petir itu berusaha menghancurkan tubuhnya, namun ia berhasil menyerapnya, mengubahnya menjadi kekuatan yang memperkuat tubuh dan inti kultivasinya.

"Aku harus bertahan," gumamnya, menarik napas dalam-dalam.

Petir kedua menyusul, lebih kuat dari yang pertama. Formasi pelindungnya bergetar hebat, namun tetap bertahan. Zhang Wei menahan teriakan saat energi petir itu menyusup ke dalam tubuhnya, mencoba menghancurkan dantiannya. Tapi ia tetap bertahan, memaksa energi itu tunduk pada kehendaknya.

Saat petir ketiga mulai terbentuk di langit, awan hitam menggulung dengan intensitas yang mengerikan. Suara gemuruh menggema, seperti suara ribuan naga yang mengaum serempak. Zhang Wei merasakan tekanan yang luar biasa menghantam tubuhnya, seolah-olah dunia ingin menghancurkannya.

"Petir ketiga..." ia bergumam, matanya berkilat tajam. "Mari kita lihat seberapa kuat kau."

Petir itu menghantam dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Formasi di sekelilingnya hancur berkeping-keping, meninggalkan Zhang Wei sepenuhnya bergantung pada kekuatannya sendiri. Tubuhnya terasa seperti terbakar dari dalam, namun ia tetap bertahan, menggenggam tekadnya dengan erat.

Dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya, Zhang Wei menyerap energi petir itu, menundukkannya dan menjadikannya bagian dari dirinya.

Petir keempat hingga kesembilan datang seperti badai kemarahan yang tak terhentikan. Masing-masing membawa kekuatan yang meningkat drastis, mencoba menghancurkan tubuh dan tekad Zhang Wei. Namun, setiap kali ia terhantam, ia bangkit lebih kuat, menundukkan energi petir dan menyerapnya ke dalam inti kultivasinya.

Tubuhnya mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius. Kulitnya terbakar, darah mengalir dari mulutnya, dan setiap otot di tubuhnya terasa seperti akan meledak. Tapi mata abu-abunya tetap memancarkan tekad yang tak tergoyahkan.

Ketika petir kesembilan menghantam, suara ledakan mengguncang lembah. Pohon-pohon di sekitarnya tumbang, tanah bergetar, dan formasi pelindung terakhirnya hancur total. Zhang Wei terhempas ke tanah, napasnya terengah-engah, tubuhnya hampir tidak bisa bergerak. Namun, ia tahu ini belum berakhir.

"Petir kesepuluh..." ia bergumam, darah menetes dari sudut bibirnya. "Yang terakhir..."

Langit di atasnya semakin gelap, dan tekanan di udara menjadi hampir tak tertahankan. Awan hitam bergulung-gulung, menciptakan pusaran besar yang seolah-olah ingin menelan seluruh dunia. Petir kesepuluh mulai terbentuk, energi di dalamnya begitu dahsyat sehingga udara di sekitar Zhang Wei terasa seperti terbakar.

Ketika petir itu akhirnya turun, cahaya putih menyilaukan menutupi seluruh lembah. Suara ledakan yang dihasilkan seperti ribuan gunung yang meletus sekaligus. Petir itu menghantam Zhang Wei dengan kekuatan yang luar biasa, menghancurkan tanah di sekitarnya dan menciptakan kawah besar.

Zhang Wei menggertakkan gigi, menahan rasa sakit yang tak terlukiskan. Tubuhnya terasa seperti akan hancur menjadi debu, namun ia tidak menyerah. Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, ia memusatkan energinya, menundukkan kehendak petir itu dan menyerapnya ke dalam inti kultivasinya.

Waktu terasa berhenti sejenak. Tubuh Zhang Wei memancarkan cahaya keemasan, menandakan bahwa ia telah berhasil menaklukkan tribulasi ini. Energi yang dahsyat mengalir melalui tubuhnya, memperkuatnya hingga ke level yang belum pernah ia capai sebelumnya.

Ketika cahaya itu perlahan mereda, Zhang Wei berdiri di tengah kawah yang telah terbentuk, tubuhnya gosong oleh petir, pakaiannya hampir sepenuhnya lenyap. Namun, senyum tipis terukir di wajahnya.

"Akhirnya..." ia berkata dengan suara rendah namun penuh kepuasan. "Aku telah mencapai ranah Martial Ancestor."

Udara di sekitarnya terasa berbeda, lebih ringan namun penuh dengan energi yang menggema. Zhang Wei telah menjadi kultivator ranah Martial Ancestor termuda dalam seribu tahun terakhir, sebuah pencapaian yang hanya bisa diimpikan oleh banyak orang.

Dengan tubuh yang penuh luka dan napas yang berat, ia menatap langit yang perlahan kembali cerah. "Aku tak boleh berhenti melangkah" gumamnya, matanya bersinar dengan tekad. "Puncak dunia... aku akan mencapainya."

Ia mengambil napas dalam-dalam, lalu mulai berjalan keluar dari kawah. Meski tubuhnya terasa seperti dihantam ribuan gunung, ada senyum puas tetap terukir di wajahnya.

Suara tawa yang ringan namun penuh ejekan tiba-tiba terdengar di benak Zhang Wei. Itu adalah suara Lian Xuhuan, sang master yang tak pernah melewatkan kesempatan untuk mengolok muridnya.

"Hahaha! Lihat dirimu sekarang, Zhang Wei! Kau benar-benar seperti gembel yang baru saja dilempar dari surga," cemooh Lian Xuhuan. "Oh tunggu, lebih buruk! Bahkan gembel punya pakaian lebih banyak daripada kau sekarang!"

Zhang Wei mendengus, memeriksa dirinya sendiri. Kulitnya gosong, beberapa bagian pakaiannya masih berasap, dan rambutnya... ah, sudah tidak ada lagi yang bisa disebut rambut. Ia kini benar-benar mirip dengan gelandangan yang tak pernah mandi selama ratusan tahun.

"Master," gumamnya dengan suara lelah namun penuh kesal. "Bisakah kau tidak menertawakanku setidaknya satu kali? Aku baru saja menantang maut!"

"Dan kau berhasil... dengan penampilan seorang pengemis," balas Lian Xuhuan, tawa kecilnya terus berlanjut. "Muridku yang paling berbakat kini terlihat seperti korban kebakaran."

Zhang Wei menghela napas panjang, lalu duduk bersila di atas tanah yang hangus. Ia menutup matanya, mengabaikan suara tawa sang master yang masih menggema di pikirannya. Ia mulai menstabilkan ranah Martial Ancestor-nya, merasakan energi baru yang mengalir melalui tubuhnya.

"Aku tidak peduli," gumamnya sambil memfokuskan diri. "Yang penting aku lebih kuat sekarang."

"Lebih kuat? Tentu," jawab Lian Xuhuan dengan nada menggoda. "Tapi lebih tampan? Ah, itu masih dipertanyakan."

Zhang Wei hanya mendengus pelan, menahan senyum yang hampir muncul di wajahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!