Xin Yue adalah seorang wanita yang memadukan kecantikan dan kecerdasan, dengan jiwa yang penuh intrik. Di balik senyumnya yang menawan, tersembunyi seorang ahli strategi licik yang tak segan-segan menggunakan tipu daya untuk mencapai tujuannya. Ia sering berpura-pura menjadi "lotus putih"—gadis polos yang lemah lembut—untuk mengelabui lawan-lawannya. Namun, ketika topeng itu runtuh, ia berubah menjadi sosok yang kuat, tangguh, dan mematikan.
Malam itu, Xin Yue dan timnya berada di dalam istana seorang penguasa tiran, berusaha mencuri sebuah artefak kuno yang dijaga ketat. Ia memimpin misi itu dengan kecermatan luar biasa.
“Apa kau yakin ini jalan yang benar?” bisik seorang anggota timnya, seorang pria bernama Jin, yang dikenal karena kesetiaannya.
“Percayalah padaku,” jawab Xin Yue dengan nada rendah namun penuh keyakinan. “Kita akan keluar dari sini sebelum mereka menyadari apa yang hilang.”
Namun, saat mereka hampir mencapai ruang penyimpanan, langkah mereka terhenti. Pintu yang seharusnya tidak dijaga kini dipenuhi prajurit. Mata Xin Yue menyipit.
“Ini tidak benar…” gumamnya.
Sebelum ia sempat bereaksi, salah satu anggota timnya, seorang wanita bernama Lian, tersenyum licik.
“Maaf, Xin Yue,” katanya, nadanya penuh kemenangan. “Tapi aku tidak bisa melewatkan tawaran sebesar ini.”
Lian menekan sebuah tuas di dinding, dan perangkap pun aktif. Panah-panah melesat dari dinding, memaksa Xin Yue dan yang lain untuk berlindung.
“Kau pengkhianat!” teriak Jin, mencoba menyerang Lian, namun ia ditahan oleh prajurit yang tiba-tiba menyerbu.
Xin Yue tidak punya waktu untuk marah. Ia menarik Jin dan anggota tim lainnya, memimpin mereka keluar dari jebakan. Namun, di tengah kekacauan, ia menyadari bahwa artefak yang mereka incar telah diambil oleh Lian.
“Kita harus pergi sekarang!” teriaknya.
Mereka berhasil keluar dari istana, namun pengejaran tidak berhenti. Pasukan penguasa mengejar mereka tanpa henti. Di tengah hutan, Xin Yue menyadari bahwa mereka tidak akan bisa bertahan lama.
“Kau harus pergi tanpa aku,” katanya kepada Jin dan yang lain.
“Apa maksudmu?” Jin menatapnya dengan tatapan keras kepala.
“Aku akan mengalihkan perhatian mereka. Jika kita tetap bersama, kita semua akan mati.”
Jin ingin membantah, tapi ia tahu bahwa Xin Yue tidak akan menerima penolakan. Dengan enggan, ia dan anggota tim lainnya melarikan diri ke arah yang berbeda.
Sementara itu, Xin Yue berlari menuju tepi tebing yang menghadap laut. Ia mendengar langkah kaki para pengejarnya semakin dekat.
“Tidak ada jalan keluar, Xin Yue!” teriak salah satu prajurit dari kejauhan.
Ia berdiri di tepi tebing, angin laut menerpa wajahnya. Dengan senyuman dingin, ia berbalik dan berteriak, “Kalau kalian ingin menangkapku, datanglah sendiri!”
Kemudian, tanpa ragu, ia melompat ke laut.
Air laut yang dingin menyelimuti tubuhnya, membuatnya sulit bernapas. Namun, ia terus berenang, mencoba menjauh dari kejaran. Saat tubuhnya mulai lelah, gelombang besar menghantamnya, membuatnya kehilangan kesadaran.
Ketika ia membuka matanya, ia berada di dalam air yang tenang, dikelilingi oleh kabut tipis.
“Apa ini…?” pikirnya, namun tidak ada waktu untuk bertanya. Paru-parunya mulai terasa terbakar karena kekurangan udara. Ia berusaha berenang ke permukaan, namun tubuhnya terasa berat.
“Tidak… Aku tidak bisa mati seperti ini…” pikirnya, panik.
Dengan seluruh kekuatannya, ia berhasil mencapai permukaan, terengah-engah saat udara segar mengisi paru-parunya. Ia menatap sekeliling, menyadari bahwa ia tidak lagi berada di laut, melainkan di tengah sebuah danau yang dikelilingi hutan lebat.
Xin Yue berenang ke tepi danau, tubuhnya gemetar karena dingin. Pakaian yang ia kenakan—gaun hitam tipis yang ia pakai saat misi—basah kuyup dan menempel di kulitnya.
“Di mana aku…?” gumamnya sambil memandang hutan lebat di sekitarnya.
Ia mencoba menenangkan dirinya, mengingat pelatihan bertahan hidup yang pernah ia dapatkan. Namun, perutnya yang kosong mulai meronta.
“Aku butuh makanan,” katanya pada dirinya sendiri. “Tapi aku juga butuh tempat berlindung… Kalau tidak, aku akan mati kedinginan sebelum pagi.”
Dengan hati-hati, ia menjelajahi hutan, mencari sesuatu yang bisa dimakan. Ia menemukan beberapa buah liar, namun tidak yakin apakah itu aman.
“Kalau aku mati karena racun buah ini, setidaknya itu lebih baik daripada mati kelaparan,” gumamnya dengan nada sarkastik.
Ia menggigit salah satu buah, merasakan rasa manis yang menyegarkan.
“Baiklah, tidak terlalu buruk,” katanya sambil melanjutkan makan.
Setelah mengisi perutnya, ia mencari tempat untuk berlindung. Di tengah hutan, ia menemukan sebuah pohon besar dengan akar yang menjulur ke atas, membentuk ruang kecil yang cukup untuk berlindung dari angin malam.
Saat malam tiba, Xin Yue duduk di bawah pohon, tubuhnya menggigil karena dingin. Ia memeluk lututnya, mencoba menahan rasa dingin yang menusuk.
“Bagaimana aku bisa sampai di sini…?” ia bertanya pada dirinya sendiri.
Bayangan masa lalunya muncul di benaknya—masa kecilnya sebagai yatim piatu, pengkhianatan pertama yang ia alami, dan perjalanan panjangnya menjadi seorang pencuri ulung.
“Apa ini hukuman untuk semua yang telah kulakukan?” gumamnya.
Namun, ia segera menggelengkan kepala.
“Tidak. Aku tidak akan menyerah. Aku telah melewati hal-hal yang lebih buruk dari ini,” katanya dengan suara tegas.
Ia memandang langit yang dipenuhi bintang-bintang.
“Lian… Kau akan membayarnya. Tidak peduli di mana aku sekarang, aku akan kembali, dan aku akan membuatmu menyesal telah mengkhianatiku.”
Dengan tekad yang diperbarui, Xin Yue memutuskan untuk bertahan hidup di hutan ini, apa pun yang terjadi.
Hutan gelap, lembab, dan penuh ancaman. Xin Yue dengan gaun tipis yang melekat ditubuhnya, berjalan perlahan diantara pepohonan yang tinggi. Dinginnya malam menusuk tulang, tapi ia tetap bergerak tanpa henti. Pikiran tajamnya terus bekerja, mencari cara untuk bertahan hidup di lingkungan yang tidak ramah ini.
"Jika aku mati di sini, itu akan menjadi lelucon besar." gumamnya, sambil memeriksa ranting ranting di sekitarnya. Ia menemukan beberapa yang cukup kuat untuk dijadikan perangkap. Dengan cepat, dia merangkai jebakan sederhana menggunakan akar pohon.
Tak lama, jebakan itu berhasil menangkap seekor kelinci kecil. Xin Yue menyalakan api dengan gesekan baru, memasak dagingnya dengan hati hati. Asap tipis mengepul, membawa aroma yang mengingatkannya pada masa kecil, masa ketika mencuri makanan untuk bertahan hidup di jalanan.
"Betapa ironisnya." ia berkata pada dirinya sendiri. "Seorang pencuri ulung sekarang seperti binatang liar."
Hujan turun deras saat malam tiba. Xin Yue bergegas mencari tempat berteduh. Ia mengintai dari balik semak semak dan melihat sekelompok bandit sedang menyerang seorang pria muda berpakaian mencolok.
Bandit bandit itu tertawa keras, mengancam pria itu sambil merampas barang barangnya. Salah satu dari mereka berkata, " Apa yang kau lakukan disini, nona manis." saat melihat Xin Yue keluar dari tempat persembunyiannya.
Xin Yue berdiri tegak, menatap mereka dengan dingin. "Aku hanya lewat. Tapi jika kalian ingin mati, aku bisa mengurusnya."
Bandit itu tertawa, "Kau berbicara besar, nona. Dengan pakaian seperti itu, kau lebih cocok jadi mainan kami."
Sebelum bandit itu selesai berbicara, Xin Yue menggunakan setiap benda disekitarnya sebagai senjata, batu, ranting, bahkan tanah untuk mengalihkan perhatian. Bandit terakhir mencoba kabur, tapi ia melempar batu dengan presisi, menjatuhkan mereka.
Ia berdiri di tengah para bandit yang kabur, darah menetes dari ranting di tangannya. "Aku sudah memperingatkan kalian." katanya dingin.
Setelah dia selesai berurusan dengan para bandit, dia mengalihkan pandangannya pada pria disampingnya. Pria muda yang diselamatkan itu berdiri dengan gemetar, matanya terbelalak melihat Xin Yue. "Kau luar biasa!" katanya dengan nada kagum yang sedikit berlebihan. "Tapi... pakaianmu... uhm, agak tidak biasa untuk ukuran seorang penyelamat.
Xin Yue melirik dirinya sendiri, lalu pria itu. "Diam saja kalau tidak punya nyali. Kalau aku tidak datang, kau sudah jadi mayat.,"
Pria itu tersenyum kikuk. "Aku Ru Jian. Dan aku berutang nyawa padamu. nona...?"
"Xin Yue." jawabnya singkat.
"Nama yang indah, tapi sikapmu galak sekali." kata Ru Jian sambil tertawa kecil. "Tapi aku suka, kau seperti mawar berduri."
"Jika kau tidak punya sesuatu yang berguna untuk dikatakan, tutup mulut." balas Xin Yue dengan tajam.
Ru Jian mengangkat tangannya dengan gaya dramatis. " Baiklah baiklah, tapi sebagai bentuk terimakasih, izinkan aku membawamu ke Ruoshang. Di sana, kau bisa mendapatkan makanan, pakaian, dan mungkin... sedikit hiburan."
Xin Yue memandangnya curiga, "Apa itu Ruoshang ?".
"Surga". Jawab Ru Jian dengan senyum lebar.
"Percayalah. Kau tidak akan menyesal".
Xin Yue berpikir sejenak, dia masih belum yakin apakah Ru Jian bisa dia percayai, tetapi ini masih lebih baik daripada tetap disini.
***
Selama perjalanan, Ru Jian terus berbicara, mencoba mencairkan suasana. Ia menceritakan tentang Ruosang, sebuah tempat hiburan terkenal yang terletak di dekat ibukota kekaisaran.
" Ruosang bukan hanya tempat hiburan." katanya. " Itu juga pusat informasi. Jika kau tahu caranya, kau bisa mendapatkan rahasia terbesar kekaisaran di sana."
Xin Yue hanya mendengarkan separuh dari cerita itu, lebih fokus pada lingkungan sekitarnya. Tapi ia mulai menyadari bahwa Ru Jian, meskipun terlihat seperti pria banci yang ceria, mungkin memiliki koneksi yang lebih besar daripada yang ia tunjukkan.
***
Saat Xin Yue dan Ru Jian tiba di gerbang Ruoshang, pemandangan yang terbentang di depan mereka seperti lukisan yang hidup—indah, megah, dan penuh teka-teki. Bangunan utama Ruoshang berdiri menjulang dengan arsitektur yang memukau. Pilar-pilar marmer putih berkilauan di bawah cahaya lentera sutra berwarna-warni, sementara ukiran-ukiran halus menghiasi dindingnya, menggambarkan kisah para dewa dan legenda kuno.
Di sekitar bangunan, taman-taman yang tertata rapi memamerkan bunga-bunga eksotis yang mekar dalam warna-warna cerah, mengeluarkan aroma harum yang memikat. Air mancur kristal memancarkan air jernih yang berkilauan seperti berlian di bawah sinar bulan, menciptakan suasana magis yang membuat siapa pun merasa seperti melangkah ke dunia lain.
Namun, di balik keindahan itu, Ruoshang bukan hanya tempat hiburan. Tempat ini adalah pusat kekuasaan yang tersembunyi, di mana intrik dan rahasia kekaisaran berputar seperti benang sutra yang tak terlihat. Musik lembut mengalun dari dalam, suara alat musik guzheng dan seruling berpadu harmonis, sementara tawa lembut dan bisikan menggoda terdengar di udara. Para tamu yang datang adalah pejabat tinggi, saudagar kaya, dan bangsawan, semuanya mencari hiburan, tetapi juga menyembunyikan niat tersembunyi.
Di dalam, aula utama Ruoshang memancarkan kemewahan yang tak tertandingi. Lampu gantung besar dari kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya lembut yang memantul di lantai marmer hitam mengilap. Para wanita dan pria yang bekerja di sana berjalan anggun, mengenakan pakaian sutra yang dihiasi bordir emas dan perak, setiap gerakan mereka seperti tarian yang terlatih. Wajah mereka tersenyum ramah, tetapi mata mereka tajam, mengamati setiap tamu yang datang.
Ruoshang bukan hanya tempat hiburan; ini adalah sarang para mata-mata, pembunuh bayaran, dan pedagang informasi. Di balik tirai sutra yang memisahkan ruangan-ruangan pribadi, kesepakatan gelap dibuat, rahasia negara diperdagangkan, dan rencana-rencana licik disusun. Namun, semua itu terbungkus dalam keindahan yang memabukkan, membuat siapa pun yang melangkah ke dalamnya merasa seperti tersesat di dalam mimpi.
“Indah, bukan?” kata Ru Jian, melihat ekspresi Xin Yue yang terpesona. “Tapi jangan biarkan keindahannya menipu. Ruoshang adalah tempat di mana kecantikan dan bahaya berjalan beriringan. Satu langkah salah, dan kau bisa kehilangan lebih dari sekadar nyawamu.”
Xin Yue mengangguk pelan. Ia bisa merasakan atmosfer yang berbeda di tempat ini—sebuah perpaduan antara kemewahan dan misteri yang memikat sekaligus membuat waspada. Tempat ini adalah medan pertempuran yang berbeda, di mana senjata utamanya bukan pedang, tetapi kecerdasan, tipu daya, dan informasi.
“Selamat datang di Ruoshang,” kata Ru Jian dengan senyum kecil. “Di sinilah permainan yang sesungguhnya dimulai.”
Ru Jian membawa Xin Yue ke pusat utama Ruoshang, sebuah aula besar yang memancarkan kemewahan luar biasa. Di sana, mereka disambut oleh seorang wanita cantik dengan sikap lembut, yang memperkenalkan dirinya sebagai Madam Hua, pengelola utama Ruoshang. Namun, pengalaman hidup Xin Yue memberi tahu bahwa wanita ini jauh dari sederhana. Di balik senyumnya yang menenangkan, ada aura tajam yang membuat Xin Yue tetap waspada.
Madam Hua memandang Xin Yue dengan tatapan yang menilai, lalu tersenyum tipis. "Ru Jian, kau membawa tamu yang sangat menarik. Selamat datang di Ruoshang, Nona Xin Yue. Di sini, semua tergantung pada kemampuanmu sendiri untuk bertahan."
Setelah perkenalan singkat, Xin Yue diterima dengan baik. Seperti yang dijanjikan Ru Jian, ia diberi makanan hangat dan pakaian baru. Tak lama kemudian, Ru Jian membawanya berkeliling untuk mengenalkan tempat itu.
Xin Yue mengenakan hanfu sutra berwarna merah muda lembut dengan bordir bunga peony emas yang menghiasi bagian lengan dan pinggangnya. Pakaian itu melilit tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan sosoknya yang anggun. Rambut cokelat bergelombangnya ditata rapi dengan sanggul setengah, dihiasi jepit rambut berbentuk burung phoenix dari giok putih dan manik-manik mutiara kecil. Sebuah kalung tipis dari emas dengan liontin giok menggantung di lehernya, memberikan kesan elegan.
Penampilannya begitu memukau, apalagi dengan bola mata biru yang berbeda dari orang-orang di dunia itu. Kombinasi kecantikannya yang langka, sikap lembut, dan pembawaannya yang tampak tidak berbahaya membuat semua orang yang melihatnya langsung terpikat. Para tamu pria—pejabat tinggi dan saudagar kaya—tidak bisa menahan diri untuk mencuri pandang. Beberapa bahkan mulai berbisik, bertanya-tanya siapa gadis misterius ini.
Xin Yue menyadari perhatian yang ia dapatkan, tetapi ia tetap tenang. Dengan sikap lembut seperti lotus putih, ia berbicara sopan pada siapa pun yang mendekatinya, membuat mereka semakin terpesona.
***
Pemikiran Ru Jian
Ru Jian, yang mengamati Xin Yue dari kejauhan, merasa hampir kehilangan kata-kata. Gadis yang ia temui di hutan, basah kuyup dan tampak seperti seseorang yang melarikan diri dari masalah besar, kini berubah menjadi sosok yang begitu memukau dan memikat.
"Ini... gadis ini benar-benar seperti bunglon," pikir Ru Jian sambil memandangnya dengan tatapan bingung. "Saat pertama kali bertemu, dia terlihat seperti orang yang hampir mati kelaparan. Sekarang? Lihatlah dia! Seperti dewi turun dari langit."
Ru Jian mengusap dagunya, mencoba menganalisis situasi. "Tunggu, tunggu... Apa ini? Sikap lembut? Senyuman polos? Dia bahkan menundukkan kepala seperti gadis pemalu. Ini jelas akting! Aku tahu itu! Tapi... kenapa aku juga hampir percaya?"
Ia menggelengkan kepala dengan putus asa. "Tidak mungkin dia sederhana. Dengan kecantikan seperti itu dan kemampuan aktingnya, dia pasti akan melesat naik di Ruoshang. Tapi... ini akan jadi menarik. Aku ingin tahu, apa yang sebenarnya direncanakan gadis ini?"
Ru Jian mendesah pelan, lalu tersenyum kecil. "Baiklah, Xin Yue. Kalau kau mau bermain, aku akan menonton. Tapi jangan lupa, di Ruoshang, semua orang punya rahasia. Termasuk aku."
Mereka terus berjalan ke area lain, Ru Jian mengajak Xin Yue pergi ke area hiburan dibawah.
Ru Jian memperhatikan Xin Yue yang berjalan di sebelahnya dengan anggun, mengenakan pakaian mewah yang memancarkan aura kecantikan luar biasa. Tapi ketika ia berkomentar dengan nada menggoda, “Jadi, bagaimana rasanya menjadi pusat perhatian?” Xin Yue menundukkan kepala dengan malu-malu, pipinya memerah.
“Kakak Ru Jian,” panggilnya dengan suara lembut, matanya sedikit berair seperti kelopak bunga yang basah oleh embun pagi. “Jangan menggoda aku seperti itu…”
Nada manisnya, ditambah dengan senyum kecil yang polos, membuat Ru Jian langsung merinding. Ia hampir tersedak napasnya sendiri.
“Gadis barbar ini…?!” pikir Ru Jian, matanya membelalak. “Di hutan, dia seperti harimau kelaparan, siap mencabik siapa saja. Tapi sekarang? Lihat dia! Seperti bunga lotus putih yang lembut ditiup angin. Apa ini akting tingkat dewa? Atau aku yang sudah gila?”
Ia berdeham pelan, mencoba menenangkan diri. “Baiklah, baiklah, jangan terlalu manis begitu, nanti aku diabetes.” Tapi dalam hati, Ru Jian hanya bisa memutar mata. “Kalau dia terus begini, aku yakin semua pria di sini akan jatuh berlutut dalam waktu seminggu.”
Saat mereka melanjutkan tur di Ruoshang, beberapa penghuni tempat itu mulai mendekati Xin Yue, penasaran dengan pendatang baru yang langsung mencuri perhatian.
Yang pertama adalah seorang wanita bernama Mei Lian, salah satu entertainer terbaik di Ruoshang. Dengan senyum ramah, ia memperkenalkan dirinya. “Selamat datang, Nona Xin Yue. Aku Mei Lian. Jika kau butuh bantuan apa pun, jangan ragu untuk bertanya padaku.”
Xin Yue tersenyum lembut dan menundukkan kepala. “Terima kasih, Kak Mei Lian. Aku beruntung bisa bertemu orang sebaik dirimu.”
Mei Lian tertawa kecil, tetapi matanya mengamati Xin Yue dengan penuh rasa ingin tahu. “Gadis ini punya aura berbeda,” pikirnya. “Tapi dia tampaknya sopan. Kita lihat saja seberapa jauh dia bisa melangkah.”
Kemudian, seorang pria tampan bernama Zhao Wen mendekat. Ia adalah salah satu penyanyi terbaik di Ruoshang, terkenal dengan suaranya yang memikat. “Ah, jadi ini gadis yang membuat semua orang ribut. Xin Yue, bukan? Aku Zhao Wen. Jika kau ingin belajar cara memikat tamu dengan suara, aku bisa mengajarimu.”
“Terima kasih, Kakak Zhao Wen,” jawab Xin Yue dengan nada lembut, membuat Zhao Wen tersenyum lebar. “Aku akan sangat senang belajar darimu.”
Namun, tidak semua orang menyambut Xin Yue dengan tangan terbuka. Beberapa wanita di sudut ruangan saling berbisik, menatap Xin Yue dengan tatapan penuh iri.
“Baru saja datang, sudah menarik perhatian semua orang,” bisik salah satu dari mereka.
“Lihat saja dia. Dengan wajah seperti itu, dia pasti akan menjadi favorit tamu. Kita harus hati-hati,” tambah yang lain.
Xin Yue, yang sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu, berpura-pura tidak menyadarinya. Ia tetap tersenyum lembut, membuat dirinya tampak tidak berbahaya.
Ru Jian, yang mengamati semua ini dari dekat, hampir tertawa terbahak-bahak. “Dia benar-benar memainkan peran lotus putih dengan sempurna. Lihat mereka! Semua orang sudah terpesona. Bahkan Mei Lian dan Zhao Wen, yang biasanya sulit didekati, langsung menyukai dia. Dan yang iri? Ah, mereka pasti tidak tahu siapa yang sedang mereka hadapi.”
Ia menyandarkan diri ke dinding, memandang Xin Yue dengan mata menyipit. “Kalau aku tidak tahu lebih baik, aku sendiri mungkin sudah jatuh ke perangkapnya. Tapi tidak, aku tahu kebenarannya. Gadis ini seperti harimau berbulu domba. Tunggu saja, dia pasti akan mendominasi tempat ini dalam waktu singkat.”
Namun, meski pikirannya penuh dengan komentar lucu, Ru Jian juga merasa kagum. “Kalau dia bisa menjaga hubungan baik dengan orang-orang seperti Mei Lian dan Zhao Wen, dia akan memiliki sekutu kuat di sini. Itu langkah yang pintar. Dan dengan semua perhatian ini, aku yakin Madam Hua akan segera memberinya tugas pertama.”
Saat hari mulai malam, Ru Jian membawa Xin Yue ke sebuah ruangan pribadi untuk memberinya saran. “Kau tahu, Xin Yue, tempat ini bukan hanya tentang kecantikan atau hiburan. Setiap orang di sini punya peran yang lebih besar. Kalau kau ingin bertahan, kau harus pandai membaca situasi dan memainkan peranmu.”
Xin Yue menatapnya dengan mata biru besarnya, tampak bingung. “Apa maksud Kakak Ru Jian?”
Ru Jian menghela napas panjang. “Jangan berpura-pura tidak tahu. Kau tahu persis apa yang aku maksud. Aku hanya ingin melihat seberapa jauh kau akan melangkah. Dan percayalah, aku akan menikmati setiap momennya.”
Xin Yue tersenyum tipis, lalu berkata dengan nada manis, “Terima kasih atas nasihatmu, Kakak Ru Jian. Aku akan melakukan yang terbaik.”
Ru Jian memutar matanya lagi. “Dia benar-benar tidak sederhana…” pikirnya sambil menggeleng.
Namun, di balik lelucon dan pemikirannya, Ru Jian merasa yakin bahwa Xin Yue akan menjadi bintang di Ruoshang—dan ia tidak sabar untuk melihat bagaimana gadis ini akan menghadapi tantangan pertamanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!