Kim Woo-jin masih bertahan membaca komik romansa remaja karena tertarik pada karakter Shimizu Miyuki, teman masa kecil karakter utama laki-laki dalam cerita. Namun, seperti yang sering terjadi, teman masa kecil biasanya hanya berperan sebagai pemanis di awal kisah dan tidak terpilih sebagai kekasih hingga akhir cerita.
Fenomena ini sudah menjadi klise dalam komik bergenre 'Harem,' yang merujuk pada karakter utama laki-laki dan para gadis-gadis yang menyukainya. Sebuah pola yang, meski berulang, tetap berhasil menarik perhatian pembaca.
"Selalu sama seperti yang lain, hanya saja sifatnya sangat baik dan polos. Tapi menerima semuanya dengan senyuman saat ditolak, sungguh hebat sekali. Awal cerita mereka selalu bersama seperti tidak terpisahkan, tapi setelah SMA, banyak gadis yang mendekati Protagonis Sampah," gumam Kim Woo-jin.
Kim Woo-jin sebagai Fujimoto Ren
Shimizu Miyuki
Kurogawa Ryuji (MC dalam komik)
Fujikawa Miyu
Okabe Aoi
Shiratori Hikari
Hoshino Rin
(Penulis : Karya ini bukan terjemahan, murni karya asli: Yayang_ (AKU)
Langkah Pertama
Kim Woo-jin pemuda asal Korea Selatan, yang kini menjadi Fujimoto Ren, karakter yang tak pernah ada dalam karya aslinya, berpikir tentang rencana yang akan dilakukan terperangkap di dunia komik Jepang yang sudah menjadi nyata.
Kurogawa Ryuji berjalan perlahan di koridor sekolah dengan langkah lesu. Matanya yang sedikit sayu dan kantung matanya yang samar terlihat jelas membuat Shimizu Miyuki, teman masa kecilnya, langsung membuka percakapan.
"Ryuji-kun, kamu kelihatan sangat lelah. Jangan bilang kalau kamu begadang main game lagi?" tanyanya dengan nada khawatir.
Ryuji menggaruk tengkuknya, sedikit tersenyum canggung. "Ah, iya. Game baru itu memang terlalu bagus untuk dilewatkan—"
Sebelum Ryuji sempat melanjutkan, suara langkah kaki mendekat dari belakang. Fujimoto Ren, salah satu teman sekelas mereka, telah berdiri tak jauh dari keduanya. Obrolan mereka yang cukup riuh rupanya menarik perhatiannya.
Mereka berdua segera menyingkir untuk memberikan jalan bagi Ren yang lewat. Kehadiran Ren, yang selalu terlihat mondar-mandir di sekitar mereka, sering kali membuat Miyuki merasa heran. Namun, dengan cepat ia mengabaikan pikiran itu dan menganggap kemunculan Ren hanya kebetulan belaka.
Miyuki kemudian kembali berbicara dengan Ryuji, yang tampaknya enggan membahas hobinya dan justru lebih asyik bermain-main tanpa henti.
"Kalau kamu terus seperti ini, aku tidak akan memberikan salinan PR-ku," kata Miyuki dengan nada tegas.
"Ayolah, Miyuki-chan, jangan jahat begitu. Kalau aku tidak menyalin PR-mu, aku pasti akan kesulitan nanti," rengek Ryuji sambil tersenyum memohon.
Ren berjalan melewati mereka tanpa sepatah kata pun, hanya melirik sekilas sebelum melanjutkan langkahnya. Miyuki memperhatikan punggung Ren yang semakin menjauh, lalu menghela napas pelan.
"Aku tidak mengerti orang itu," gumamnya lirih.
Ryuji, yang masih berusaha melunakkan hati Miyuki agar memberinya salinan PR, ikut melirik ke arah Ren. "Dia memang agak misterius. Aku jarang melihatnya bergaul dengan siapa pun di kelas."
Miyuki mengangguk setuju. "Tapi akhir-akhir ini dia sering muncul di sekitar kita, kan? Rasanya seperti... dia mengamati sesuatu."
Ryuji mengangkat bahu, tak terlalu ambil pusing. "Mungkin dia cuma kebetulan lewat. Kamu terlalu banyak berpikir, Miyuki-chan."
Miyuki membuka mulut untuk membantah, tetapi suara bel tanda masuk pelajaran pertama memotong pembicaraan mereka.
"Ah! Gara-gara kamu, aku jadi lupa menyiapkan buku catatan!" seru Miyuki, buru-buru merogoh tasnya.
Ryuji tertawa kecil. "Tenang saja, Miyuki-chan. Kalau sampai dimarahi guru, aku akan pura-pura jatuh sakit untuk mengalihkan perhatian mereka!"
"Dasar bodoh!" balas Miyuki sambil memukul lengan Ryuji pelan, tapi tak bisa menahan tawa kecilnya.
Di sisi lain koridor, Ren berhenti sejenak di dekat jendela, mengamati interaksi mereka dengan ekspresi kosong. Dalam hati, dia mengevaluasi langkah berikutnya.
Tidak boleh ceroboh. Semua harus berjalan sesuai rencana.
Ren mengepalkan tangan di saku seragamnya sebelum melanjutkan perjalanan menuju kelas. Namun, tatapannya sesaat kembali mengarah pada Miyuki dan Ryuji. Sesuatu tentang mereka membuatnya merasa tidak tenang dan seolah ada potongan cerita yang belum ia ketahui sepenuhnya.
Ren menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya.
"Melihat semuanya yang tampak tak berbeda di awal, aku hanya bisa berharap ceritanya akan berubah menjadi 'Cinta Murni,' bukan harem. Akan sangat disayangkan jika Miyuki harus berakhir seperti di karya aslinya."
Saat Ren melangkah menuju bangkunya, pandangannya secara tak sengaja bertemu dengan Miyuki. Namun, Miyuki segera memalingkan wajahnya dan beralih berbicara dengan Kurogawa Ryuji.
Four Flowers
Fujikawa Miyu duduk bersama ketiga sahabatnya di kafetaria sekolah. Rambut dan mata mereka memiliki warna khas yang mencolok, mencerminkan kepribadian masing-masing.
Mereka dikenal dengan julukan Four Flowers (4 Bunga):
Fujikawa Miyu – Biru.
Okabe Aoi – Merah.
Shiratori Hikari – Ungu.
Hoshino Rin – Merah muda.
Namun, di luar lingkaran mereka, ada Shimizu Miyuki, seorang gadis dengan rambut dan mata berwarna cokelat. Meskipun tidak tergabung dalam kelompok itu, kecantikannya tak kalah memikat.
Di sisi lain, ada Fujimoto Ren, pemuda yang juga memiliki warna rambut dan mata cokelat seperti Miyuki. Ren cukup membanggakan dirinya sebagai sosok tampan, bahkan lebih menarik daripada Kurogawa Ryuji, pemuda yang kini menjadi pusat perhatian.
Ryuji memiliki rambut dan mata hitam polos, tetapi entah bagaimana pesonanya mampu menarik hati keempat gadis populer itu. Ren sering berpikir bahwa daya tarik Ryuji hanyalah 'efek protagonis' karena dia tokoh utama laki-laki di komik.
Miyuki, yang merupakan teman masa kecil Ryuji, perlahan-lahan merasa tersisih. Ryuji yang dulu selalu bersamanya kini lebih sering menghabiskan waktu dengan keempat gadis tersebut. Meski begitu, Miyuki tetap berusaha tersenyum, bahkan saat dimintai tolong membeli roti oleh teman-temannya.
Rasa canggung terus menghantuinya. Setiap kali Ryuji pergi bersama Four Flowers, Miyuki merasa kehilangan tempatnya. Dia kerap melangkah mendekat, lalu memilih mundur, yakin bahwa dia tak memiliki ruang di antara mereka.
Suatu hari, Miyuki memberanikan diri untuk bertanya.
"Ryuji-kun, apa besok kamu ada waktu? Besok kan akhir pekan..."
"Ah, maaf, Miyuki-chan. Besok aku sudah janji belajar bersama mereka berempat," jawab Ryuji cepat. "Nilai bahasa Inggrisku sedang buruk, dan mereka mau membantuku. Kamu tahu sendiri, kan?"
Miyuki ingin menawarkan diri untuk ikut membantu, tetapi kata-kata itu terhenti di tenggorokannya. Dia hanya tersenyum kecil.
Tak lama kemudian, Okabe Aoi muncul dengan sikap galaknya.
"Ternyata kamu di sini, Ryuji!"
"Oh, Aoi-chan."
"Jangan panggil aku seperti itu. Kita tidak dekat!" bentak Aoi dengan nada ketus.
"Uuh... maaf."
"Ya, aku maafkan kali ini. Oh, Miyuki."
"H-ha-halo, Aoi-san," sapa Miyuki canggung.
"Ya," jawab Aoi singkat, nyaris dingin.
Miyuki selalu berusaha akrab dengan mereka, tetapi hubungannya dengan Four Flowers terasa begitu jauh dibandingkan kedekatan mereka dengan Ryuji.
"Aduh, aku hampir lupa! Ryuji, ayo ikut! Mereka sedang menunggu," kata Aoi, lalu menarik Ryuji pergi begitu saja.
Miyuki berdiri mematung. Dia ingin mengikuti, tapi ragu. Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak melangkah, merasa dirinya terlalu bodoh jika memaksakan diri bergabung tanpa diundang.
Saat Miyuki berbalik, suara seseorang mengejutkannya.
"Kamu tidak ikut pergi?"
Dia menoleh dan melihat Fujimoto Ren berdiri di sana.
Miyuki tak menjawab. Dia merasa gugup, mengingat Ren sering muncul tiba-tiba. Ada kalanya Miyuki bertanya-tanya apakah Ren adalah penguntit?, tapi Ryuji selalu membantahnya.
Miyuki mempercepat langkah, berusaha menjauh. Namun, suara langkah kaki di belakangnya terus terdengar.
Tap. Tap. Tap.
"T-tolong jangan ikuti aku!" seru Miyuki panik.
Ren berhenti dan menunjuk ke pintu toilet di dekat mereka.
"Mengikuti kamu? Aku mau ke toilet," ujarnya tenang.
"Eh?" Miyuki langsung merona, malu karena salah paham.
Ren melangkah pergi, tetapi sebelum menghilang, dia menoleh dan berkata,
"Berusahalah. Jangan kalah dengan mereka."
"Apa...?" Miyuki tertegun, tetapi Ren sudah menghilang tanpa menjelaskan maksudnya.
Miyuki berdiri diam, merenungkan kata-kata Ren. Meski malu karena ketahuan, bagian kecil dalam dirinya merasa termotivasi.
Gadis dan Keyakinannya
Miyuki merasa sedih melihat jarak yang semakin lebar antara dirinya dan Ryuji. Pemuda yang selama ini ia anggap sebagai cinta yang diam-diam dipendam dan akan diungkapkan pada waktu yang tepat, kini tampak begitu jauh. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah pasrah, menyaksikan Ryuji tersenyum bahagia di tengah kerumunan gadis-gadis remaja itu.
Geng Four Flowers memang menjadi saingan yang berat, tetapi Miyuki percaya bahwa hubungan yang telah ia bangun bersama Ryuji selama bertahun-tahun tidak akan berakhir begitu saja. Miyuki yakin, Ryuji tidak akan memilih salah satu dari mereka dan meninggalkannya.
"Aku yakin Ryuji-kun akan selalu bersamaku. Kami sudah bersama sejak lama, dan dulu kami pernah berjanji seperti itu," gumam Miyuki, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
"Begitu, kah?"
"Waa!"
Miyuki terlonjak kaget. Suara yang tiba-tiba muncul itu berasal dari Ren, yang entah sejak kapan sudah berdiri di sebelahnya dan ikut mengintip. Padahal tadi ia yakin hanya sendirian di tempat itu.
"Kenapa... kenapa kamu ada di sini...?" tanya Miyuki, masih terkejut.
"Aku juga sedang menonton. Lihatlah, mereka terlihat begitu bahagia, kan?" ujar Ren sambil tersenyum tipis.
"Um... memang begitu..." Miyuki menunduk lesu, perasaannya mendadak terasa berat.
Ren memperhatikan ekspresi sedih Miyuki, lalu menghela napas pelan. "Kamu tahu, terus mengandalkan janji lama itu mungkin hanya akan membuatmu terluka," ucapnya dengan nada lembut, namun tajam.
Miyuki menoleh, matanya memancarkan ketidaksetujuan. "Apa maksudmu? Aku percaya pada Ryuji-kun... Dia tidak mungkin melupakan semua yang telah kami lalui."
Ren tersenyum samar, tetapi ada kilatan rasa iba di matanya. "Percaya itu penting, tapi terkadang kenyataan tidak berjalan sesuai harapan. Aku hanya tidak ingin melihatmu terus menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan datang."
Perkataan Ren bagaikan duri yang menusuk hati Miyuki. Dia ingin membuka mulut untuk membantah, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar. Dalam diam, ia mulai mempertanyakan perasaannya sendiri.
"Aku hanya ingin kamu berpikir ulang, Miyuki," lanjut Ren. "Kamu berhak mendapatkan kebahagiaan, bukan sekadar harapan kosong."
Miyuki menatap ke arah Ryuji lagi. Senyum cerah Ryuji bersama Four Flowers terasa begitu jauh dan tak tergapai. Tanpa sadar, jemarinya mengepal erat.
"Tapi... bagaimana kalau aku tidak bisa melepaskannya?" bisiknya, nyaris tak terdengar.
Ren menatapnya dalam diam sebelum akhirnya berkata, "Kalau begitu, biarkan aku yang membantumu. Apa pun keputusanmu nanti, aku akan tetap ada di sini."
Miyuki menoleh ke arahnya, matanya melebar. Kata-kata Ren terasa tulus dan menenangkan, seolah memberinya ruang untuk bernapas di tengah semua kegelisahan yang melanda. Namun, di sisi lain, kata-kata itu juga membuat hatinya semakin bimbang.
Miyuki menggelengkan kepala dan menepuk-nepuk pipinya dengan kedua tangan, berusaha menyemangati dirinya sendiri untuk tetap percaya pada keyakinannya terhadap Ryuji.
"Kamu jahat! Kamu bicara seperti itu hanya supaya aku meragukan Ryuji-kun?!" serunya dengan nada kesal.
"Oh... aku tidak bermaksud begitu. Kamu tahu, itu hanya nasihat yang menurutku paling masuk akal," jawabnya dengan tenang.
Miyuki berpaling dan melangkah pergi, sementara Ren hanya tersenyum tipis. Kata-kata yang diucapkannya barusan memang sengaja untuk menguji seberapa kuat keyakinan Miyuki terhadap cintanya pada Ryuji.
"Mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin menjadi milikmu... Pada akhirnya, kamu hanya akan kecewa dan terpuruk jika tetap bersikeras ingin bersamanya," gumam Ren pelan, tatapan matanya masih mengikuti sosok Miyuki yang semakin menjauh darinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!