Emily dan Morgan, dua jiwa yang disatukan karena perjanjian bisnis. 1,5 tahun pernikahan mereka berjalan layaknya mesin yang berputar tanpa pelumas. Kesibukan masing-masing membuat rumah tangga mereka terasa kosong.
Morgan baru saja selesai rapat ketika ayahnya memanggilnya ke ruang kerja. Dengan perasaan tidak enak, ia menuju ke sana. "Morgan, ada hal yang ingin Ayah bicarakan denganmu," ujar ayahnya memulai. Morgan mengangguk, menebak bahwa ini pasti ada hubungannya dengan bisnis. Namun, ia tidak menyangka ayahnya akan menyebutkan nama seseorang perempuan yang sangat asing ditelinganya dan tentang perjodohan.
Morgan masih tetap pada posisi duduk mnya yang mulai nampak gelisah. Pikirannya melayang dengan apa yang ayahnya ucapkan. Ia merasa terjebak dalam sebuah permainan yang tidak pernah ia inginkan. Namun, ia juga tidak tega untuk mengecewakan ayahnya yang telah banyak berkorban untuknya.
Ditempat lain seorang wanita yang juga sama terkejutnya mendapat kabar yang kurang enak, Ayah mengatakan ini demi kebahagiaan keluarganya, tapi apakah aku siap menerima kehidupan yang penuh ketidakpastian? Detak jantungku semakin cepat, membayangkan sosok yang akan menjadi suamiku. Apakah dia baik? Apakah dia akan mencintai aku? Semua pertanyaan itu menghantui pikiranku, saat aku mempersiapkan diri untuk memulai kehidupan baru." batin Emily
Aku membayangkan sosok yang akan menjadi suamiku, seseorang yang belum pernah kulihat, belum pernah kubicarakan. Apakah dia baik? Apakah dia akan mencintai aku? Semua pertanyaan itu menghantui pikiranku, membuatku merasa tak tenang.
Bukan tanpa sebab, Emily dan juga Morgan sebelumnya tak pernah saling mengenal bahkan belum pernah bertemu. Namun lagi-lagi desakan urusan bisnis Ayah Morgan sehingga pernikahan mereka harus dilangsungkan secepatnya seolah tanpa persiapan dari kedua mempelai.
Emily mengambil napas dalam-dalam, mencoba untuk meyakinkan diri sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi, bagaimana cara dia memulai kehidupan baru dengan seseorang yang asing? Bagaimana caranya dia mendapatkan kebahagian.
...**FLASHBACK**...
Pukul 23.45 Morgan baru saja tiba dirumahnya dan langsung masuk menuju kamarnya.
Ini bukan kali pertama Morgan pulang selarut ini, berkas-berkas dalam ruangan kantornya seoalah lebih penting dari apapun sehingga terkadang dia sering memilih untuk lembur. Jika tak ingat dirinya beberapa kali ditegur oleh istrinya mungkin ia tidak akan ingat masih mempunyai rumah.
Kesibukan Emily sebagai kepala dokter di Rumah sakit dan juga proyek-proyek Morgan dikantor semakin memperkuat dinding keasingan seolah tak ada waktu bagi keduanya untuk saling mengenal. Namun bagaimanapun Rumah tangga mereka, Emily selalu berusaha untuk menjaganya.
Pernikahan mereka, yang sejak awal dilandasi perhitungan bisnis, penuh warna bak lukisan abstrak yang tak kunjung selesai.
Emily sering bertanya-tanya, apa yang sebenarnya ada di balik sikap dingin Morgan? Apakah ia membencinya? Atau mungkin ia hanya belum bisa menerima pernikahan ini? Sama seperti Morgan dia juga korban dalam hubungan ini. Ia ingin sekali memahami suaminya, begitupun sebaliknya ia juga ingin mendapatkan pengertian dari suaminya namun ego dan kesibukan masing-masing seakan menjadi penghalang.
Lagi-lagi Emily tidak mempermasalahkan hal itu, baginya mereka hanya kurang waktu untuk sampai bisa memahami dan menerima satu sama lain. Selama dalam hubungan rumah tangga mereka tidak ada orang lain, sejauh itu ia akan tetap mempertahankan rumah tangganya.
...***Flasbak Off***...
Dentingan sendok beradu dengan piring porselen menemani keheningan diantara pasangan suami & istri tersebut. Emily dan Morgan duduk berhadapan, namun jarak di antara mereka terasa begitu jauh. Tatapan mereka kosong, masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Setelah beberapa saat, Morgan meletakkan sendoknya dan menatap Emily, " Aku akan pergi ke Jerman untuk urusan bisnis selama seminggu."
Emily menatap Morgan, mencoba mendengarkan apa yang suaminya sampaikan. Setelah mendengar itu Emily merasa sedikit sedih namun tetap berusaha menyembunyikan perasaannya.
"Emily menggangguk pelan sambil tersenyum, pertanda setuju & final."
"Satu lagi, ucap morgan belum selesai.
"Emm sebelum aku kembali, aku ingin kamu menyusul juga. Aku ingin kamu menemaniku, David sahabatku akan menikah, dia mengundang kita dan sangat berharap untuk kita bisa hadir."
Mendengar itu Emily mencoba mencerna pasalnya akhir-akhir ini dia banyak mendapatkan jadwal Operasi belum lagi mengurus uji coba rumah sakit yang baru saja ia resmikan.
"Apa kamu tidak keberatan?" Tanya Morgan sekali lagi
"Tentu tidak, kabari saja aku secepatnya kapan acaranya dan kapan aku harus kesana."
"Baiklah. Aku sudah selesai" Setelah itu Morgan langsung berdiri mengambil tas dan juga kunci mobil bersiap untuk pergi ke kantor, "Terimakasih untuk sarapannya, Aku pergi dulu." Ucap Morgan sebelum keluar meninggalkan Emily dan juga Bi Hana yang masih berkutat dipantry dan meja makan mansion mewah itu.
Mendengar itu Emily menunduk sambil tersenyum bersamaan dengan itu ia menggelengkan kepalanya melihat tingkah dingin suaminya namun begitu manis.
Setiap pagi, Emily selalu menyiapkan sarapan untuk Morgan, dibantu oleh Maidnya.
"Nyonya, apakah tidak ada niatan rencana bulan madu dengan Tuan Morgan?" Ucap Maid yang mendekat ke arah Emily.
"Kalau sudah waktunya, secepatnya pasti akan ada jalannya bi." Ucap Emily tersenyum sambil beranjak dari kursi makan membantu Bi Hanan membereskan meja makan
Bukan tanpa alasan Bi hana berucap seperti itu, pasalnya ia tau betul bagaimana rumah tangga Tuan & Nyonya dirumah ini, dia adalah Maid yang Morgan & Emily sudah anggap seperti orang tua.
Bi Hana sebelumnya bekerja dirumah orang tua Morgan jauh sebelum Morgan lahir, yup!. Saat masuk kuliah morgan memutuskan untuk pindah ke indonesia dan melanjutkan pendidikannya di Indonesia dan tinggal sendiri. Sedangkan kedua orang tua, kakak, serta adik perempuannya menetap tinggal diBelanda, merasa khawatir dengan keputusan final anaknya Kedua org tuanya menerima pilihan Morgan untuk menetap di Indonesia dengan syarat Bi Hana harus ikut tinggal bersama dengannya.
Saat ini Emily memilih untuk menyiapkan perlengkapan suaminya untuk dibawa ke Jerman, sebelum ia harus bersiap ke proyek pembangunan rumah sakit.
Morgan akan berangkat ke jerman jam 1 siang itu artinya ia harus segera kembali sebelum Morgan berada di rumah.
"Halo Mah?" ucap Emily menerima sambungan telepon sambil mengemasi barang-barang Morgan.
"Gimana kabarnya Nak, apa kamu sehat?" Tanya Mama Emily di negara seberang.
"Tentu Mah," ucap Emily Lembut "Mama sama papa gimana?" tanya Emily memastikan kedua org tuanya dalam keadaan sehat.
"Mama sama Papa disini baik-baik aja, sehat-sehat."
10 menit bertukar kabar, sebelum sambungan telepon itu mati mama Emily melanjutkan kembali obrolan dengan putri semata wayangnya .
"Emily..bukan maksud ingin mencampuri rumah tangga kalian. Cuma kalau bisa secepatnya kalian punya momongan, sudah 1,5 loh mama pengen banget momong cucu." ucap Mama Emily lembut
"Iya Mamaku sayang, Aku sama mas Morgan juga masih berusaha lagi namanya juga rejeki kalo belum waktunya belum dikasih." Jawab Emily menenangkan Mamanya.
"Yaudah, Mama tutup dulu teleponnya."
...***...
.
.
.
...****************...
...(10.00, Jerman)...
..."aku sudah memesankan tiket untukmu. Penerbangannya jam 18.30, Aku yang akan menjemputmu jika sudah tiba dibandara....
Mendengar notifikasi dari handphonenya, penasaran dari siapa da apa isi pesan tersebut Emily langsung membukanya. Bingung akan membalas apa Emily memilih untuk membacanya saja & segera mematikan layar ponselnya dan melanjutkan pekerjaannya.
Ditempat lain, 30 menit Morgan menunggu balasan dari Emily namun tak ada jawaban. Sedikit kesal namun dia memilih mengabaikan dan juga melanjutkan pekerjaannya.
Jam 12.00 (Mall)
Sambil berjalan, dia mengambil ponselnya dan mencoba mengetik pesan
..."Aku lagi di Mall, sebelum aku terbang ke jerman apa ada yang ingin kamu titip?...
..."Sepertinya tidak ada." Balas Morgan detik itu juga....
..."Bagaimana dengan kado pernikahan sahabatmu, apakah kamu sudah menyiapkannya?" Tanya Emily lagi sambil tetap memperhatikan jalannya..pasalnya saat ini suasana Mall sangat ramai melihat saat ini waktunya jam makan siang.......
..."Kita bisa menyiapkan disini, masih ada waktu satu hari sebelum acara pernikahan David. Jika kamu kelelahan biar aku sendiri yang akan mencarinya"...
Membaca pesan Morgan, Emily tidak meneruskan chattingan mereka dan segera masuk ke restoran untuk makan siang.
"Dengan siapa kamu chattingan, kelihatan sangat serius" Ucap Bianca.. Sahabat Emily sejak kuliah kedokteran
"Ah ini, Morgan. Sebentar sore aku akan terbang ke Jerman menghadiri acara pernikahan sahabatnya, jadi aku bertanya tentang kado pernikahan"
"Jerman? Jangan bilang pernikahan David." Tanya Bianca penasaran
"Kamu kenal dengan dia?" Tanya Bianca seolah sedang mengintrogasi Bianca
"Bukan David, tapi calon istrinya Veronica. Dia temanku selama kuliah Spesialis di belanda" Jawab Bianca santai sambil membolak-balikkan menu untuk memesan
"Jadi?..Kamu akan ke jerman juga hadir di acara pernikahan mereka?" Tanya Emily Antusias, pasalnya dia belum pernah ke Jerman dan hampir 90% dia belum kenal dengan teman-teman suaminya.
"Iya dong," Ucap Bianca dengan genit...Tapi aku berangkatnya nanti besok siang
"Tau gitu aku sendiri yg pesan tiketnya." ucap Emily lesu
"Udah gpp, lagian juga nanti kita ketemu disana." Ucap Bianca menenangkan sahabatnya
Saat ini mereka sedang menikmati makan siang disalah satu restoran jepang favorite Emily, dengan memesan menu andalannya begitu juga dengan Bianca. Walaupun kadang sering berdebat akan tetapi Emily & Bianca memiliki selera yang sama dan mereka juga selalu sefrekuensi tentang hal apapun. "Emil, Hubungan kamu sama Morgan gimana?" Tanya Bianca disela-sela mereka menikmati makan siang
"Yaa, gitu-gitu aja si. Belum ada hal yang spesial lagi, setidaknya dia..dia masih pulang dirumah sarapan & kadang makan malam bareng menurut aku udah cukup si." Lirih agata sedikit terbata-bata kebingungan bagaimana menjelaskan kondisi rumah tangganya.
Bianca mengangguk seolah mengerti & tidak memperpanjang pembahasan tentang rumah tangga Sahabatnya.
...*****...
JERMAN
..."Ya Halo.....Tetap disitu aku menuju ke situ sekarang". Ucap Seseorang dalam sambungan telepon terdengar dingin namun masih dalam intonasi lembut...
Sambungan telepon itu terputus & Morgan buru-buru turun dari mobilnya dan menjemput istrinya. Berada dikeramaian tentu bukan hal yang disukai morgan, tidak jarang dia sering merasa mual jadi dia memutuskan untuk bersantai di dalam mobil sembari menunggu Emily mengabarinya. "Koper kamu kurang besar". Ucap Morgan sarkas
"Baru juga sampai udah ngedumel" Gumam Emily sambil memutar malas bola matanya.
"Aku ngajuin cuti 2 minggu, Aku sama Bianca mau lanjut liburan."
"Calon istri Sahabat kamu temen kuliahnya Bianca waktu ngambil spesialis di Belanda, jadi dia akan nyusul kesini hari ini." Lanjut Emily sambil mereka berdua berjalan menuju parkiran, panjang lebar Emily menjelaskan tapi sepatah katapun tidak ada respon oleh Morgan. Dan itu hal yang lumrah dalam hubungan mereka.
Morgan & Emily sudah dalam mobil, Mobil melaju dalam batas normal melihat kondisi jalan yang terpantau sepi. Pukul 01.45 Malam waktu Jerman "Kamu mau langsung ke Hotel, atau mau mampir makan dulu?" Tanya Morgan pada Emily, namun tak ada jawaban.
"Ckh, Tidur". Gumam Morgan menoleh ke samping karena tak mendapat respon dari pertanyaannya.
(Hotel)
Sampai dilobby, Morgan berhenti menurunkan barang miliknya & Juga Emily tanpa membangunkan Emily. Memilih menginap dihotel yang dekat dengan tempat acara pernikahan David.
Tidak lupa mereservasi Kamar dan meminta petugas untuk membawakan barangnya setelah dia kembali dari parkiran nanti. Sebenarnya bisa saja, Morgan menyuruh satpam untuk memarkirkan mobilnya hanya saja melihat Emily yang tampak kelelahan dia mengulur waktu untul checkin sampai Emily terbangun.
Sampai dibassement, Morgan kebingungan pasalnya saat ini Ponselnya kehabisan daya dan dia tidak membawa rokok. Diliriknya Emily seperti Patung 30 menit belum ada pergerakan sama sekali.
Sesekali Morgan melirik Kearah Emily yang tertidur, ia menatap sendu teringat kejadian 6 bulan awal pernikahan mereka. "Andai Kamu tidak keras kepala & Mau mendengarkan aku mungkin kita tidak akan seasing ini" Lirih Morgan menatap Istrinya yang masih tertidur.
Emily terbangun pandangannya mengedar ke kiri & ke belakang mobil mencari Morgan yang tidak terlihat. "Dimana dia? Apa dia sengaja tidak membangunkan aku hanya karena menggeret koperku yang besar." Gumamnya kesal sambil menyalakan ponsel mencoba menghubunginya jika tidak bagaimana dia bisa masuk dikamar pasalnya dia tidak tau nomor arah mana untuk menuju hotel dari bassement ini.
Belum sempat menekan panggilan dia melihat ponsel Morgan & Dompetnya tertinggal belum lagi saat ini mobil masih dalam keadaan menyala, "ck. Apa dia sengaja meninggalkanku sendiri diBassement untuk mengundang penjahat menculikku." Lagi-Lagi dia bergumam kesal
Dengan kebingungan dia mencoba mengambil keputusan untuk tetap menunggu sampai pago didalam mobil ini atau keluar dan memesan kamar hotel sendiri. Sayangnya Emily tidak cukup berani untuk ke dua pilihan tersebut disatu sisi dia sangat ingin ke kamar mandi dan melanjutkan tidurnya dikasur hotel, disisi lain dia sangat merinding jika harus keluar sendirian berjalan dibassement tengah malam.
Saat sedang takut-takutnya dia mencoba melihat sekelilingnya sekali lagi tanpa menurunkan kaca mobil, dan pandangannya tertuju ke arah pria & wanita dari kejauhan dia bisa melihat punggung laki-laki itu..ia sangat mengenalnya. Bukan hanya punggung..bajunya..baju yang saya ia yakin iyu yang digunakan Morgan untuk menjemputnya. "Tapi, Siapa wanita yang berbicara dengannya." Gumam Emily sambil memicingkan matanya berusah fokus dan merasa sangat penasaran.
Dengan cepat Emily mengambil ponselnya dan mencoba merekam Keduanya namun untuk bisa merekam lebih dekat ponsel canggih miliknya tetap tidak bisa memgambil gambar jelas melihat jarak Emily & 2 orang tersebut begitu jauh.
Emily bukan org yg gegabah & ceroboh, ia sengaja merekam bukan hanya ingin melihat dengan siapa suaminya berbicara, tapi ingin menjadikan bukti jika sewaktu-waktu kejadian itu terulang kembali & dia akan mencocokkan apakah hubungan mereka begitu intens sehingga sering bertemu dibelakangnya.
Tidak sampai 10 menit Morgan berbalik kembali menuju mobil, namun yang membuat Emily gelisah adalah dengan mata kepalanya sendiri ia melihat perempuan itu memeluk Suaminya & Suaminya membalas pelukannya sambil mengelus" Rambut dan sesekali pundak wanita itu. "Mana ada pertemuan dengan teman berpelukan di tempat sepi & tengah malam seperti ini" Ucap Emily tanpa sadari ia telah terbakar cemburu.
Morgan semakin mendekat ke arah mobil, belum sempat ia membuka mobil Emily dengan cepat membuka pintu & berdiri keluar. "Turunkan koperku sekarang! Aku ingin segera ke kamar mengganyi pakaian & kembali tidur dikasur." Ucap Emily Ketus
Morgan tak mengindahkan ucapan Emily, dia mengambil barangnya dan juga Slingbag Emily dikursi belakang tidak lupa paperbag makanan yang ia beli sebelum sampai dihotel, mengingat Emily tertidur & pasti belum makan jadi dia inisiatif untuk Take a way makanan tanpa Emily sadari karena ia begitu terlelap.
Sesekali melirik kearah Emily morgan melihat Emily begitu gelisah & kesal. "Bisa-bisanya aku menunggunya tertidur 2 jam, hanya karena aku ke toilet dia ngedumel." Ucap Morgan yang masih bisa terdengar oleh Emily
"Setidaknya kecilkan suaramu, aku masih bisa mendengar umpatanmu." Ucap Emily sambil melirik jam tangannya memastikan apakah betul ia tertidur selama itu.
Morgan menutup pintu & berjalan mendekati Emily dan memberikannya paperbag karena tangannya terlalu penuh."Bisa-bisa jariku patah karena membawa barang-barangmu" ucap Morgan setelah Emily menerima Paperbag.
Mereka berjalan beriringan menuju Receptionis untuk mengambil kunci
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!