Baru tau kalau mengungkapkan perasaan itu Labil.
Apa sih Labil itu? Ngeluh dikit. Labil. Curhat dikit. Labil. Marah & kesal. Labil...............Anjing aja lah sudah.
Kesal banget.
Kalau gak mau dengar tinggal tutup kuping anjir, tuli aja sekalian! Gak usah punya telinga. Mudahan tuli sekalian!!
Gak usah datang kalau gak mau dengar cerita!!
Apa gunanya juga kamu kerumah, datang cuma duduk diam kayaq patung, masing-masing pegang hp. Gak guna.
Damn it.
Rasanya mau cakar-cakar, pukul-pukul, lempar-lempar. Biar tau rasa.
Semua umpatan, makian, dan kemarahan dia lontarkan. Bergumam dengan diri sendiri. Kasian.
Berapa banyak orang yang bisa mengekspresikan diri, menjalin hubungan demi menjadi kawan, tapi ternyata... Miris.
Bagaimana bisa seseorang menjadi terbuka satu sama lain dengan pasangan, kalau ujungnya hanya kata-kata yang tidak diinginkan kan yang menjadi tanggapan.
Lalu apa gunanya hubungan itu, apa arti nya pasangan itu?
Terus berfikir dan berfikir.
Nisa biasanya selalu ceria dan friendly menjadi murung seharian bahkan berhari-hari, semua ingatan tentang bagaimana seorang Nico yang menanggapi semua keluh kesahnya dengan "kamu ini labil banget sih jadi orang. Bisa gak sih gak usah ngeluuh terus kerjaannya, marah-marah gak jelas. Bikin kesal aja."
Seketika terdiam dan enggan menjawab tanggapan seorang Nico, Nisa pun berdiri dan pergi dari tempat tongkrongan mereka biasa.
"Lah, Nis mau kemana? Nisa." Sambil mengejar Nisa yang menjauh, Nico menarik tangannya "Kamu kenapa sih Nis, main pergi-pergi aja." Tanyanya seakan melupakan kata-kata sebelumnya.
Nisa menghempaskan tangannya dan pergi tanpa menanggapi pertanyaan Nico. "Kenapa sih gak mau ngertiin aku sedikit aja, apa yang salah sama curhat dikit. Gak juga kan selama ini aku terus mengeluh sama dia. Hiss sialan si Nico bikin kesal aja." Gumamnya sembari mempercepat jalan menuju terminal bus.
°°~°°
Sesampainya dirumah dengan perasaan kalut menghempaskan tubuhnya ke sofa.
Ibunya yang melihatnya terheran-heran dengan anaknya yang biasanya pulang dengan keadaan ceria dan senang menceritakan apapun yang dia lalui seharian kepada ibunya. "Heh Ca, kenapa sih. Kok gak semangat gitu habis kencan."
Nisa yang mendengar pertanyaan ibu nya pun duduk dan menekuk lutut di atas sofa. "Ma emangnya Caca Labil apa?" "Labil apanya sih Ca, kamu ini udah besar udah dua puluh tahun. Bukan anak kecil lagi, pake labil segala." Jawab ibunya dengan bingung. "Emangnya yang bilang kamu labil siapa?" Tanyanya lagi sambil menatap Nisa dengan penasaran.
"Nico ma, masa Caca dibilang labil. Kan tadinya kita lagi duduk, rehat sambil Caca ceritakan soal si Sindy yang ngerjain Caca sama teman-teman di Kampus. Malah dibilang labil sama Nico, dibilang Caca ngeluh aja kerjaannya, marah-marah gak jelas juga bilangnya. Coba deh mama bayangin gimana perasaan Caca." Berkata dengan kesal ke mamanya.
Bu Rianti yang mendengar keluhan anaknya pun berkata " Masa sih Nico bilang begitu Ca, emangnya si Sindy ngerjainnya gimana sampai kamu gak senang gitu?".
"Ish, mama." Sambil cemberut berkata "Merek bikin ember isi air diatas pintu ma, pas aku selesai main voli dan kembali ke kelas, byurr. Basah Caca ma, diketawain satu kelas, Nico cuma ngeliatin aja gak bantuin Caca." Menceritakan dengan mata berkaca-kaca.
Dengan marah Bu Rianti pun menelepon Pak Roni yang masih di kantor. "Pa, cepat pulang. Anakmu dibully, mama gak mau tau papa harus selesaikan masalah ini, buruan kita ke kampusnya Nisa."
**_**
Disisi lain digedung pencakar dengan langit lantai lima puluh, Pak Roni Wijaya yang mendengar kemarahan istrinya pun memanggil asistennya Bimo. "Bimo..., cepat selidiki apa yang terjadi dengan anak saya di Universitas AS. Saya mau hasil nya hari ini juga."
"Siap Pak." Keluar sambil memanggil tim untuk penyelidikan.
Dua jam kemudian "saya sudah mengirim laporan penyelidikan ke email anda pak." Kata Bimo.
"Sindy? Beraninya di memperlakukan anakku seperti ini." Geramnya. "Hubungi rektor universitas itu, bila perlu keluarkan dia dari sana beserta orang-orang yang terlibat. Tidak ada ampun bagi mereka yang mengusik anak ku." Titah seakan bagaikan raja yang tidak ingin dibantah. Sembari keluar dari kantor dan pulang kerumah.
Disebuah Vila nomor satu Nisa hanya melakukan kegiatan dengan tanpa semangat seperti hari-hari sebelumnya.
"Papa..." Sembari memeluk Pak Roni. "Papa kok udah pulang?" Sambil melihat jam dinding pukul dua siang.
"Tidak, hanya pulang untuk melihat putri papa ini, kenapa nih, murung terus papa liat." Memeluk dan mengelus rambut dengan sayang.
"Caca kesal pa, tadi lagi jalan-jalan sama Nico. Terus Caca ceritain kelakuannya Sindy sama aku kemarin di kampus, terus Nico bilang Caca labil Pa, bilang Caca ngeluh aja kerjaannya, marah-marah gak jelas. Kan Caca cuman cerita ke Nico." Berkata dengan cemberut.
"Tenang aja, nanti papa beresin Sindy sama Nico itu, beraninya sama anak papa ini." Berkata sambil menggoda putrinya.
**_**
Disisi lain, Bimo datang ke universitas X atas perintah Pak Roni.
"Katakan Bimo Asisten Pak Roni ingin bertemu dengan pak Karta."
"Baik pak Bimo, tunggu sebentar." Sambil melakukan panggilan. Lalu beberapa saat kemudian. "Silahkan pak, pak Karta di lantai lima sudah menunggu anda." Sembari menunjuk jalan.
Tok tok tok...
"Masuk!" Sambil mengerjakan pekerjaan nya pak Karta melihat Bimo. "Nah pak Bimo ada apa? Silahkan duduk!" Katanya dan meminta seseorang membuatkan kopi.
"Mari silahkan di minum." "Jadi.., ada apa pak Bimo datang kemari di waktu sibuk ini?" Tanyanya dengan basa basi.
Mendengar pertanyaan itu pak Bimo kemudian menyerahkan surat laporan yang dia selidiki. Tertera tiga nama dan biodata disana. Lily, Allen, Sindy, teman sekelas Nisa di semester lima ini.
Setelah membaca laporan tersebut, pak Karta dengan hati-hati bertanya "pak Bimo, apa yang terjadi dengan Nisa dan ketiga mahasiswi saya?" Melihat kearah Bimo yang menatapnya dingin.
"Nona Nisa dibully dikelasnya kemarin. Ketiga siswi anda menyiram Nona Nisa dengan ember berisi air yang di letakkan di atas pintu kelas. Pak Roni sangat marah, dan jika anda tidak menindak siswi anda, Pak Roni akan melakukan sendiri, tapi tanggung konsekuensinya." Kata Bimo dengan sedikit ancaman.
Setelah percakapan itu Bimo meninggalkan Pak Karta yang sedang mempertimbangkan ancaman tersebut. Kemudian memanggil orang tua ketiga mahasiswi tersebut.
**--**
Sementara itu di vila, Nisa yang sedang santai sambil menscroll sosial media menerima telepon.
"Nico?" Gumamnya. "Halo, ada urusan apa nelpon aku?"
"Nis maafin aku ya, aku gak bermaksud nyakitin perasaan kamu dengan bicara yang tidak menyenangkan." Ucapnya dengan nada penyesalan. Tapi disisi lain, Nico sedang bersama Sindy yang membully Nisa.
Nisa yang mendengar pernyataan maaf tersebut seakan tidak perduli dan berkata "Udahlah Nico, kalau kamu memang menganggap aku labil, lebih baik kita udahan. Aku gak mau lanjutin hubungan sama orang yang jelas-jelas gak pernah memperhatikan aku, dan lebih sibuk dengan dunianya sendiri kayaq kamu." Dengan kesal langsung mematikan telepon sepihak tanpa menunggu jawaban.
Disisi lain Nico yang mendengar kata-kata Nisa pun terdiam dan memandang Sindy dengan menyesal. "Gak ada gunanya Sind, lagian mungkin dia udah curiga sama aku. Kamu tau sendiri kan aku gak nyaman dekat dia, apalagi saat kencan harus pegangan tangan segala. Kalau sama kamu sih aku mau."
Sindy dengan kesal berkata "Kamu bodoh banget sih, maksud aku nyuruh kamu dekatin dia biar dia lengah. Aku gak mau tau, kamu harus balikan sama tu Cewe cupu lagi. Kalau bisa bikin dia secinta-cintanya sama kamu biar nanti kita bisa jatuhin dia sampai gak bisa bangkit lagi."
Nico yang mendengarnya hanya mendesah pelan dan menjawab "baik, nanti aku bakal minta maaf lagi sama dia. Toh selama ini aku juga gak melakukan hal yang buruk sama dia." Berkata dengan percaya diri.
Di Vila Nisa yang kesal dengan Nico pun memblokir nomor telepon dan semua yang berhubungan dengan Nico.
Keesokan paginya Bu Rianti memanggil Caca untuk sarapan dan berkata. "Ca, hari ini ayo ikut mama. Kita shoping, udah lama kita gak jalan-jalan."
"Tapi aku ada kelas siang ma, gimana?" Katanya setelah selesai makan.
"Gak apa, bolos sehari juga. Dari pada kamu murung gitu, biar pergi kelas juga gak akan fokus belajarnya." Dengan nada ejekan ke anaknya.
Nisa yang mendengar kata mamanya pun mencebik. "Iya deh, kalau gitu kita berangkat nya kapan?."
" Setalah siap-siap lah." Kata Bu Rianti sembari bangun dan meminta Bi Ani membereskan meja.
Setengah jam kemudian mereka berangkat ke mall di terbesar di Kota Nusantara. Sesampainya mereka memutuskan untuk ke salon kecantikan kemudian melanjutkan ke butik.
"Eh bukannya ini Nisa ya yang di kelas A jurusan Akuntansi. Katanya dia cewe paling cantik di semester lima, dan kalau dilihat emang benar-benar cantik ya." Kata seseorang kepada temannya.
Nisa yang mendengar itu hanya diam dan mengikuti Bu Rianti ke butik.
Setelah selesai berbelanja kedua wanita paruh baya dan gadis muda itu memutuskan makan siang di restoran Tradisional terbesar di mall tersebut.
Diperjalanan menuju restoran Nisa melihat Nico duduk bersama seorang gadis di pojokan. Nisa diam saat melihat itu, dia memutuskan mengambil foto tanpa sepengetahuan mama nya untuk disimpan sebagai bukti.
Ketika selesai memesan makanan, Nisa bicara dengan pelayan tersebut untuk mencari tau siapa wanita itu. Dan mengirimnya ke ponsel nya.
Ketika asyik dengan handphone nya, makanan pun disajikan. Bu Rianti yang melihatnya langsung menyuruh nya makan. "Buruan makannya, setelah ini kita kerumah teman mama. Mama mau kenalin kamu sama teman mama." Katanya sambil mendesak Nisa untuk makan.
**--**
Disebuah perumahan elite, seorang wanita paruh baya sedang menelpon putranya yang jarang pulang kerumah karena urusan pekerjaan yang tidak ada habisnya.
"Rey kamu pulang sekarang kerumah, hari ini teman mama bakal datang kerumah buat main. Kamu pasti kenal kan sama Rianti, dulu kamu sering main di vila mereka saat lima tahun." "Mama gak mau tau ya, sekarang kamu beres-beres dan pulang ke rumah. Mam tungguin!" Tanpa menunggu jawaban diseberang sana dia memutuskan telponnya.
Disisi lain digedung RA group Reyland Adijaya yang merupakan CEO dingin yang kejam dan memiliki sisi lain yang lebih menyeramkan seketika tertegun dengan perintah ibunya. Sebagai anak yang sangat menyayangi ibunya, Reyland pun memutuskan untuk pulang setelah meminta asisten terpercaya nya mengurus perusahaan nya.
"Bu Rey pulang." Bertepatan dengan Rey yang masuk tibalah sebuah mobil di di depan gerbang mansion Adijaya.
"Ayo masuk dan duduk dulu, ibu mau menyapa Bu Rianti dulu." Sambil mendorong anaknya masuk.
"Bu Rianti akhirnya sampai, ayo masuk sebentar lagi suami saya pulang. Oh ya Rey ada di dalam, mari."
"Ah Bu Anggita terlalu sopan, ini perkenalkan anak saya namanya Nisa Saputri Wijaya. Anak semata wayang saya." Ucap Bu Rianti dengan sopan.
"Baiklah mari masuk." Bi... Bi Ami siapin minum buat tamu saya ya." Sembari memperkenalkan putranya. "Ini Lo Bu Rianti anak saya, namanya Reyland Adijaya, anak satu-satunya juga. " "Rey kenalin Bu Rianti dan putri nya Nisa. Kamu kenalan sana."
"Rey Tante." Sambil mencium tangan Bu Rianti dengan wajah dinginnya.
" Rey sekarang udah gede ya, ganteng lagi. Nah Rey, ini anak tante namanya Nisa putri. Biasanya kami panggil Caca hihihi, biasalah anak kesayangan." Ucapnya antusias kepada Rey sembari menarik Nisa mendekat.
"Nisa." Singkatnya dengan wajah memerah.
"Reyland." Ucap Rey dengan dinginnya.
Baiklah kalian berbincang dulu ya, ibu dan Tante Rianti mau ke taman dulu, mau lihat bunga koleksi ibu.
Canggung, itulah yang dirasakan dua orang itu.
"Saya..." Saling tatap
"Duluan aja." Kata Nisa dengan wajah memerah
Dengan dingin Rey berkata "Saya tau maksud ibu dan Tante Rianti. Tapi saya tidak tertarik dengan kamu. Kamu masih seperti bayi dan manja."
Mendengar kata-kata dari Rey yang dingin Nisa pun bertanya "A Apa maksudnya? Saya tidak mengerti. Lagi pula saya hanya diajak kemari sama mama cuma buat ketemu Tante Anggita." Jawabannya dengan canggung.
Kemudian mereka diam dengan pikiran masing-masing.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!