"BODOH!!"
Suara teriakan terdengar hingga ke meja di mana sekretaris tengah duduk menahan ketakutan karena mendengar suara barito Aston yang sedang memarahi karyawan yang tidak becus mengurus pekerjaan yang Aston berikan kepadanya. Kejadian ini bukan pertama kali ia denger sudah sering kali di dengar oleh Fany sekretaris Aston. Tapi Fany masih saja ketakutan jika Aston sudah seperti ini sekarang. Walaupun Fany sudah lama bekerja dengan Aston tapi jika sifat aslinya Aston keluar maka siapa saja yang berpapasan dengan Aston bisa terkena amukannya. Namun sifat Aston akan luluh jika bersama dengan sang mantan dulu, tapi sekarang mereka sudah putus jadi tidak ada yang bisa mengendalikan amarah Aston.
Pria yang berada di dalam ruangan Aston keluar dengan perasaan lega karena ia terbebas dari tatapan tajam Aston. Sedangkan Fany bersiap-siap untuk menyambut Aston yang sebentar lagi akan keluar dari ruangan di ikuti oleh Hadwin sekretaris yang begitu di percaya oleh Aston. Tak berselang lama pintu terbuka menampilkan pria dengan wajah yang begitu menahan amarahnya. Tapi nilai seratusnya adalah Aston berwajah tampan yang membuat siapa saja yang menatapnya tidak mudah berpaling.
Aston memang berasal dari keluarga yang kaya raya yang memiliki banyak perusahaan yang sudah Aston kelola. Kedua orangtuanya cukup bangga dengan pencapaian Aston tapi yang di sayangkan kedua orangtuanya adalah Aston tidak ingin menikah padahal usianya sudah menginjak dua puluh tujuh tahun tapi Aston belum juga mau menikah sampai-sampai sang mama menjodohkan dengan temannya tapi selalu di tolak oleh Aston.
Fany menunduk memberi hormat saat Aston melewati mejanya. Sebelum masuk kedalam ruangannya Aston memberi perintah agar Fany menyiapkan berkas miliknya. Dalam hati Fany berdoa agar ia tidak salah lagi membawa berkas milik Aston lagi. Karena ia tidak mau kejadian bulan lalu terulang lagi.
"Maaf Tuan saya salah membawa berkas," ucap Fany.
"Bagaimana bisa kau salah membawa berkas! Apa kau tau jika rapat kali ini perusahaan akan mendapatkan keuntungan besar tapi dengan mudahnya kau membuat kita gagal mendapatkan!"
Amarah Aston tidak bisa di tahan lagi saat kolega bisnis Aston protes dengan berkas yang mereka terima karena berkas yang mereka terima berisikan isi curhatan Fany yang tidak bermutu bagi Aston.
Karena kejadian itu Fany di berikan sp untuk pertama kalinya selama ia bekerja di sini. Bayang-bayang di mana Aston memarahinya masih melekat di benak Fany.
Jam masih menunjukkan jam dua belas siang sedangkan rapat akan di laksanakan pukul dua siang nanti jadi Fany harus benar-benar menyiapkan berkas yang akan di bawanya nanti. Kali ini Fany benar-benar membawa berkas yang Aston minta. Hampir berkali-kali Fany mengecek berkas yang ia bawa untuk memastikan jika berkas itu tidak keliru lagi.
Tepat jam dua siang Fany menuju ke tempat rapat akan berlangsung. Fany duduk di kursi paling depan bersama dengan Hadwin dengan perasaan campur aduk. Satu mobil dengan Aston membuat jantung Fany hampir keluar dari tempatnya. Fany mencoba melihat Aston dari kaca mobil nampak Aston sedang tertidur. Jantung Fany sedikit lega melihatnya.
Hedwin nampak terkekeh ketika Fany bisa bernafas lega saat melihat Aston sedang tertidur.
...•••...
Langkah yang terus menerus bolak-balik mengantar makanan ke meja pelanggan, itulah yang yang sedang Ayana lakukan sejak satu jam lalu. Pelanggan tidak berhenti berdatangan membuatnya tidak bisa bersantai-santai walaupun sejenak saja.
Keringat terus mengalir dari dalam tubuhnya. Membuat Ayana hampir putus asa. Namun jika ia tidak bekerja maka ia tidak bisa menghasilkan uang, di mana uang itu ia gunakan untuk pengobatan sang ibu yang sedang sakit keras.
Dua jam berlalu akhirnya Ayana bisa terduduk dengan badan dan kaki yang lelah. Penampilan yang sudah tidak seperti semula membuat Ayana pergi ke toilet untuk membenarkan penampilannya.
"Ay, nanti kita pergi ngumpul sama yang lain, yuk." Ajak Anindira sahabat Ayana.
"Kayaknya aku gak bisa pergi deh, soalnya ini jadwal bunda cek up," ucap Ayana.
"Oh, kalau begitu kamu antar bunda aja, lain kali kamu bisa ikut," ucap Anindira.
Ayana mengangguk kepalanya. "Aku pulang dulu, ya." ujar Ayana.
"Oke, kamu hati-hati dijalan ya, kalau udah sampai kabarin, kamu naik bus?"
"Kalau bukan naik bus terus kendaraan mana yang kasih tumpangan gratis?"
"Oke kalau gitu kamu hati-hati, ya."
Setelah membersihkan diri Ayana mengganti pakaiannya dan bersiap untuk pulang. Di luar Ayana menatap sepasang kekasih yang berlalu lalang sambil menikmati waktu berdua mereka. Berapa bahagianya mereka tidak memikirkan beban yang Ayana rasakan sekarang.
"Kapan aku bisa merasakannya." Gumam Ayana sambil melangkahkan kakinya menuju ke halte bus.
...•••...
"Terima kasih sudah menerima kerjasama dari perusahaan kami," ucap kolega Aston.
Aston menjabat tangan koleganya. "Saya yang harusnya berterima kasih karena sudah percaya dengan perusahaan kami." ujar Aston.
Rapat berlangsung dengan baik dan lancar. Setelah selesai Aston dan kedua sekretarisnya pergi meninggalkan ruangan rapat.
"Hadwin, kamu antar saya terlebih dahulu, setelah itu kamu antar Fany, karena ini sudah malam bahaya jika ia naik taksi." Perintah Aston.
"Ti--tidak, tuan saya bisa naik taksi saja," tolak Fany.
"Tidak ada penolakan," putus Aston.
"Baik tuan."
Mereka bertiga kembali masuk mobil dan menuju ke rumah Aston terlebih dahulu sebelum mengantar Fany.
Aston merebahkan tubuhnya di tempat tidur dengan isi kepala yang begitu pening. Tanpa sadar ia tertidur dengan baju kantor yang masih melekat pada tubuhnya.
Tok!
Tok!
Tok!
"Aston kamu sudah pulang, nak?" Tanya orang di luar kamar Aston.
Cklek
"Kebiasaan yang tidak pernah berubah." ucap nyonya Rosvelina - mama Aston.
Nyonya Rosvelina membantu sang anak membukakan bajunya dan menyelimuti sang anak.
"Aku berdoa agar kamu segera menikah, biar kamu ada yang mengurus." Ucap nyonya Rosvelina.
Pintu kamar tertutup dan mata Aston terbuka. Walaupun ia sudah mendengar sang mama mengetok pintu kamarnya namun Aston abaikan karena jika ia terbangun maka yang akan di bahas adalah pernikahan. Kapan Aston akan menikah itulah yang akan di katakan sang mama.
Isi kepala sudah di pusingkan dengan perusahaan di tambah lagi ia harus memikirkan pernikahan yang sangat di inginkan sang mama.
...•••...
"Bunda harus istirahat yang cukup gak usah angkat-angkat yang berat-berat, inget pesen dokter tadi Bunda gak boleh kecapean, nanti penyakit Bunda kambuh lagi."
"Iya, Nak."
"Kalau begitu Bunda tidur aja. Sisa pekerjaan ini biar Ayana yang teruskan." ucap Ayana kepada sang Bunda.
Ayana menyelimuti tubuh sang bunda, keluarga satu-satunya yang Ayana punya karena sang ayah sudah lebih dulu meninggal karena kecelakaan satu tahun lalu, saat itulah kehidupan Ayana berubah seratus delapan puluh derajat. Yang sebelumnya Ayana tidak bekerja namun sekarang harus Ayana lakukan untuk pengobatan sang bunda.
Semua pekerjaan rumah sudah selesai barulah Ayana bisa beristirahat dengan tenang. Rumah yang tidak begitu besar tapi cukup untuk menampung mereka berdua. Tidak kehujanan dan tidak panasan saja Ayana begitu bersyukur akan hal itu.
Ayana tidak akan pernah mengeluh sedikitpun karena di luar sana ada yang jauh lebih menderita dari dirinya maka dari itu Ayana selalu menikmati pekerjaan yang ia jalani sekarang.
Merangkak naik ke atas tempat tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah lelah dan tanpa menunggu waktu yang lama mata Ayana tertutup sempurna menuju ke mimpinya.
...•••...
Braakk!!!!
"Sudah ku katakan bukan untuk mengecek berkas yang saya berikan? Kenapa kau salah lagi!" Teriak Aston yang membuat Fany ketakutan.
Ya, untuk kesekian kalinya Fany membuat kesalahan hingga membuat Aston marah. Hadwin masuk ke dalam ruangan dengan keadaan ruangan yang sudah kacau. Menatap kearah Fany yang sudah meneteskan air mata membuat Hadwin menyuruhnya keluar.
"Kamu keluar dulu, terus kamu benahi lagi berkas yang di minta oleh tuan Aston." Pesan Hadwin kepada Fany.
Tanpa memberikan jawaban Fany hanya mengangguk kepalanya. Selepas Fany keluar ruangan Hadwin tidak bertanya apa-apa tentang kejadian yang barusan terjadi karena ia sudah tau apa yang sebenarnya terjadi sekarang.
"Kakak!"
"Apa yang kau lakukan!" teriak Grizella sang adik perempuan Aston.
"Kenapa kau kemari?" tanya Aston dengan nada emosi.
Grizella memperlihatkan sebuah bekal yang akan di berikan sang kakak. "Aku di sini untuk mengantarkan mu sarapan." Jawab Grizella.
"Ada apa ini Hadwin? Kenapa ruangan ini menjadi seperti kapal pecah?" tanya Grizella kepada Hadwin.
Hadwin tidak menjawab pertanyaan Grizella karena ia sibuk membereskan kertas-kertas yang berserakan di lantai.
Grizella menatap ke arah sang kakak. "Penyakitmu kambuh lagi? Mau sampai kapan kau seperti ini? Sampai wanita itu kembali? Mustahil itu yang kau harapkan. Dia tidak akan kembali karena dia sudah milik orang lain. Apa kau paham Aston Max Matthew." Ucap
"Aku terus berdoa semoga ada wanita yang betah dengan sikapmu seperti ini, jika tidak kau akan terus menerus akan menikah." Sumpah Grizella pergi meninggalkan ruangan.
Aston menatap kepergian sang adik yang kesal dengan dirinya.
"Aku ingin setelah aku kembali semua berkas yang aku minta sudah berada di mejaku," perintah Aston.
"Baik Tuan." Balas Hadwin.
Aston memilih untuk keluar ruangan karena ia berniat untuk menghirup udara segar. Jika ia terus berada di dalam kantor maka bisa di pastikan semua yang tidak salah akan terkena imbasnya.
Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang Aston berniat untuk pergi ke cafe. Tepat di sebuah cafe yang cukup nyaman Aston turun dari mobilnya dan akan bersantai sejenak di sini.
Ting!
Lonceng berbunyi menandakan bahwa ada pelanggan yang datang.
"Selamat datang," ucap wanita berkulit putih dengan senyum manis menyambut pelanggannya.
Sesaat Aston terdiam ketika melihat wanita yang berada di depannya sekarang. Untuk pertama kalinya mata Aston tidak teralihkan olehnya membuat Ayana yang sedang berada di hadapannya menatap heran.
"Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya yang membuat Aston tersadar dari lamunannya.
"Saya ingin pesan ice Americano," jawab Aston.
"Apa ada pesanan yang lain lagi, Tuan?" tanyanya.
Aston melihat menunya. "Saya pesan cheese cake."
"Baiklah, totalnya menjadi lima puluh tiga, tuan."
Aston mengeluarkan black card miliknya.
"Ini nomer meja anda tuan, akan saya antarkan pesanan anda." Ucapnya.
Aston duduk di kursi dengan pemandangan sebuah hutan pohon pinus yang membuat pikirannya sedikit lebih tenang. Tak menunggu lama pesanan Aston datang.
"Ini tuan pesanan anda."
Setelah meletakkan pesanan milik Aston entah dorongan dari mana Aston menggapai tangan wanita yang mengantar pesanan miliknya.
"Menikahlah denganku." Ucap Aston yang membuat Ayana terkejut bukan main dengan ucapan pria yang ada di hadapannya sekarang.
Aston duduk di kursi dengan pemandangan sebuah hutan pohon pinus yang cukup lebat membuat pikiran Aston sedikit lebih tenang. Tak menunggu lama pesanan Aston datang.
"Ini tuan pesanan anda."
Setelah meletakkan pesanan milik Aston entah dorongan dari mana Aston menggapai tangan wanita yang mengantar pesanan miliknya.
"Menikahlah denganku." Ucap Aston yang membuat wanita itu terkejut bukan main dengan ucapan Aston barusan.
Ayana menatap pria yang ada di depannya sekarang, di mana pria itu secara tiba-tiba mengajaknya menikah. Apa dia mabuk batin Ayana kenapa mendadak mengajaknya menikah.
"Hahaha, tuan bisa saja bercandanya." Ucap Ayana kikuk.
"Tidak, aku serius," jawabnya.
"Maaf tuan saya permisi dulu." pamit Ayana kepada Aston.
Ayana menggelengkan kepalanya sambil terkekeh geli saat mendengar pria yang belum Ayana ketahui namanya secara mendadak mengajaknya menikah. Dengan penampilan yang cukup berkelas tidak mungkin mengajak Ayana untuk menikah.
"Kamu kenapa, Ay?" tanya Anindira yang melihat sahabatnya itu senyum-senyum sendiri.
"Itu tadi ada pelanggan yang ngajak aku nikah," jawab Ayana.
"Nikah? Yakin kamu, Na?"
Ayana mengangguk kepalanya. "Tapi aku gak menganggapnya serius sih mungkin aja itu cuma candaan dia aja."
"Mana sih orangnya?" tanya Anindira penasaran.
"Itu ada di lantai atas di meja nomer tujuh," ucap Ayana.
Anindira pergi mengecek siapa pria yang mengajak sahabatnya itu menikah. Namun tak berselang lama Anindira berlari seperti di kejar setan dan menarik tangan Ayana.
"Kenapa sih, Ra?" ucap Ayana begitu heran dengan sahabatnya.
"Kamu serius cowok itu yang ngajak kamu nikah?" tanya Anindira.
Ayana mengangguk kepalanya. "Heemm, dia yang ngajak aku nikah. Kenapa?" tanya Ayana.
"Terus kamu jawab apa tadi?"
"Ya, seperti yang aku katakan tadi, aku anggap itu sebuah candaan masa iya dia secara tiba-tiba ngajak aku nikah. Anehkan."
"Kamu tau siapa dia?"
Untuk kesekian kalinya Ayana menggelengkan kepalanya. Anindira membuka ponselnya dan mencari informasi yang akan ia tunjukan kepada Ayana.
"Nih kamu baca deh mungkin kamu akan kenal setelah baca ini." Ujar Anindira menyodorkan ponselnya kepada Ayana.
Mata Ayana fokus ke foto di mana foto itu menunjukan pria yang mengajaknya menikah. Ternyata dia adalah Aston Max Matthew, pengusaha kaya raya yang cukup terkenal di mana-mana dan siapa saja yang melihatnya akan terpesona. Namun yang Ayana herankan kenapa mendadak pria itu mengajaknya menikah padahal ia bukan wanita yang berkelas. Sekolah pun Ayana hanya lulusan sekolah menengah atas saja tidak mungkin bersanding dengan pria yang luar biasa seperti Aston.
"Mungkin dia hanya bercanda tadi jadi gak aku anggap serius, lagian gak mungkin dia serius ngajak aku nikah yang model begini, iya gak." Kata Ayana.
Anindira pun mengiyakan ucapan Ayana yang masuk akal itu. Aston turun dengan cepat Ayana bersembunyi karena tidak enak jika bertemu dengan pria itu.
Mereka berdua pun terdiam saat melihat orang yang mereka bicarakan turun kebawah.
"Terima kasih atas kunjungannya." Ucap Anindira.
Aston mengangguk kepalanya saja dengan wajah datar.
"Waaahh aura kulkas seratus pintu kerasa banget." Celoteh Anindira.
Plakk
"Sembarangan kalau ngomong. Cepetan kerja sebentar lagi makan siang bakalan banyak pelanggan lagi yang akan datang," ucap Ayana.
Ayana menatap kepergian pria itu dengan perasaan aneh di hatinya entah kenapa ia begitu kepikiran dengan omongan pria yang bernama Aston itu.
...•••...
Fany hanya menundukkan kepalanya selama rapat berlangsung karena ia tidak berani menatap wajah Aston karena masih membayangkan wajah dinginnya tadi pagi. Mengingatnya saja membuat tubuh Fany ketakutan.
"Kamu tunggu di luar saja," perintah Hadwin kepada Fany.
"Baik, Pak." Sesuai perintah Hadwin barusan Fany menuruti ucapan Hadwin untuk menunggunya di luar.
Fany bernafas lega saat bisa keluar dari ruangan yang begitu kerasa aura dinginnya. Fany melangkah kakinya menuju ke kantin perusahaan untuk membeli kopi.
Di sisi lain pria sedang fokus dengan presentasi yang sedang berlangsung namun pikiran Aston masih memikirkan wanita yang ia ajak menikah tadi. Entah kenapa secara mendadak Aston mengajaknya menikah.
"Kita hentikan rapat sampai di sini." ucap Aston yang membuat mereka bingung.
Karena baru pertama kalinya tidak menyelesaikan rapatnya. Hadwin yang berada di ruangan rapat pun kebingungan dengan bosnya kenapa secara mendadak ia menghentikan rapatnya.
Dari belakang Hadwin mengikuti langkah kaki Aston menuju ke ruangannya. Aston memijit pelipisnya yang sedikit pusing.
Tok!
Tok!
Tok!
"Masuk." Ucap Aston.
Cklek
Aston melihat Fany yang masuk ke dalam ruangannya. "Ada apa?" tanya Aston.
"Tuan, ada nyonya Rosvelina di luar," jawab Fany.
Aston beranjak dari kursinya dan menghampiri sang mama yang menunggunya di luar.
"Kenapa Mama tidak langsung masuk?" tanya Aston.
Nyonya Rosvelina tersenyum. "Mama takut menganggu kamu kerja."
"Ada apa Mama kemari?"
"Ini Mama bawakan kamu makan siang karena Mama tau kamu tadi pagi tidak sarapan."
Aston membawa sang Mama kedalam ruangannya untuk makan siang bersama. Sebenarnya Aston bisa menebak pembicaraan apa yang akan sang Mama lontarkan kepadanya. Karena sangat mendadak sekali sang mama berkunjung ke kantornya.
"Aston." Panggil nyonya Rosvelina.
"Iya, Ma, ada apa?"
"Apa kamu tidak ada berencana untuk menikah?"
Tepat dengan tebakan Aston jika sang mama kemari untuk menanyakan perihal pernikahan.
"Untuk sekarang aku belum kepikiran untuk menikah, Ma."
"Tapi umur kamu sudah masuk tiga puluh tahun dan itu umur yang matang untuk menikah, jika kamu terus menunda pernikahan maka Mama tidak akan sempat mengendong cucu jika suatu saat nanti Mama meninggal."
"Mama bilang apa sih? Baiklah akan Aston usahakan untuk menikah di tahun ini," ucap Aston.
"Tapi Aston tidak bisa janji." tambah Aston.
Nyonya Rosvelina tersenyum senang saat sang anak ada niat untuk menikah. Setelah pembicaraan singkat itu akhirnya mereka makan bersama dengan nikmat.
...•••...
Meja terakhir sudah selesai Ayana bersihkan dan sekarang Ayana bersiap-siap untuk pulang. Karena jam sudah menunjukan jam dua belas malam.
"Ay, kamu bareng sama kita-kita aja gimana? Bahaya kalau kamu harus naik bus sendirian jam segini," saran Anindira.
"Boleh deh."
Selesai berganti baju mereka mengunci tempat cafe dan masuk ke dalam mobil milik Axel. Namun sebuah tangan menarik lengan Anaya yang membuat ia menabrak dada bidang seseorang yang belum Ayana ketahui.
Mata Ayana melotot sempurna saat melihat siapa pelaku yang menariknya tadi. Pria yang bernama Aston itu berada di depannya sekarang.
"Kenapa anda berada di sini?" tanya Anaya yang heran karena cafe sudah tutup tidak mungkin jika ia ingin memesan kopi.
"Aku ingin bicara denganmu," jawabnya.
"Dengan saya?" Ayana mencoba bertanya kembali untuk memastikan bahwa yang ia dengar tidak salah.
"Iya, saya ingin berbicara denganmu hanya empat mata," ucap Aston.
Ayana menatap kedua temannya dan Anindira mengangguk kepalanya bertanda mengiyakan ucapan Aston.
"Baiklah." ucap Ayana.
Aston menarik tangan Ayana untuk mengikutinya. Mereka berdua masuk ke dalam mobil sport milik Aston. Di dalam mobil hanya keheningan yang tercipta membuat Ayana merasa serba salah sekarang.
"Apa kamu sudah makan?" tanya Aston.
"Sudah, tuan." jawab Ayana.
"Jangan memanggilku dengan sebutan itu, panggil saja aku Aston," pinta Aston kepada Ayana.
Ayana mengangguk kepalanya. Mobil mereka berhenti di sebuah restoran yang Ayana ketahui bahwa restoran ini memiliki harga makanan yang cukup fantastis. Kenapa tiba-tiba Aston mengajaknya kemari.
Ayana menahan lengan Aston yang membuat Aston menatap kearah Ayana yang tingginya hanya sebatas ketiaknya.
"Ada apa?"
"Kenapa kita kemari?"
"Kita akan makan malam di sini karena aku sejak siang tadi belum ada makan siang dan aku ingin kamu menemaniku makan bersama." jelas Aston berbohong.
Hati Ayana begitu deg-degan saat sudah masuk ke dalam restoran yang memiliki interior yang luar biasa. Tak heran jika harga makanannya yang luar biasa itu.
Ayana menatap sekitar restoran yang cukup sepi membuat Ayana bertanya-tanya apa hanya mereka saja yang makan malam di sini karena memang nampak hanya mereka saja yang terlihat.
"Kamu pesan makanan apa saja yang kamu suka." perintah Aston.
Dengan perasaan yang cukup takut karena belum siapa melihat harganya, Ayana mencoba membuka menu yang ia pegang sekarang dan benar saja tebakan Ayana jika menu di sini sungguh luar biasa harganya.
"Sudah?" tanya Aston.
"Hah? Apa?"
"Apa kamu sudah menentukan makanan mana yang akan kamu pilih?" ucap Aston.
"Sudah."
"Saya pesan pasta saja," ucap Ayana.
Aston menggelengkan kepalanya. "Saya pesan dua truffle alba putih Italia, dua steak keju,"
"Tuan saya alergi keju," potong Ayana.
"Kalau begitu satu tidak memakai keju, untuk dessertnya Ice Cream Sundae Baccarat dan wine." jelas Aston.
"Baiklah kalau begitu mohon tunggu sebentar tuan pesanan anda akan segera datang." Ucap pramusaji.
Ayana merasa tertekan duduk di hadapan Aston yang begitu berpengaruh di kota ini. Di mana orang di hadapannya sekarang adalah pengusaha sukses dan kaya raya.
Tak berlangsung lama makanan yang mereka pesan tersaji di hadapannya. Terlihat semua makanan yang di hadapan Ayana begitu enak dan sekarang membuat Ayana kelaparan lagi.
"Ayo makan."
Aston meminum wine yang ia pesan tapi, namun Ayana lebih memilih untuk jus peach yang di pesankan oleh Aston, memang ada harga ada rasa. Baru pertama kali Ayana meminum jus peach yang begitu enak. Biasanya Ayana membelinya tidak senak ini.
"Apa kamu sudah memikirkan soal ucapanku siang tadi?" tanya Aston sambil menyantap hidangannya.
"Uhuk-uhuk." Ayana tersedak saat Aston menanyakan kejadian siang tadi di mana ia mengajaknya menikah.
Aston memberikan tissu kepada Ayana.
"Jadi ucapan tuan siang tadi itu bukan candaan?" tanya Ayana.
"Apa menurutmu aku main-main soal ucapanku tadi?" ucap Aston yang di anggukin oleh Ayana.
"Tidak. Aku serius untuk itu. Jadi maukah kamu menikah denganmu."
"Kenapa tuan ingin mengajakku menikah? Kenapa tidak dengan orang lain saja? Anda kaya raya dan mempunyai segalanya, lalu kenapa anda mengajakku menikah?" tanya Ayana bertubi-tubi.
"Aku ingin mempunyai keturunan yang akan meneruskan perusahaan ku,"
"Tujuan anda menikah hanya ingin memiliki keturunan yang akan meneruskan perusahaan anda?"
"Iya." Jawab Aston singkat.
Ayana tersenyum kecut saat mendengar ucapan Aston yang membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi.
"Jika anda ingin menikah hanya ingin mempunyai keturunan dan untuk meneruskan perusahaan anda, maaf saya tidak bisa. Karena saya ingin menikah atas dasar cinta bukan ada maksud lain. Apa lagi menikah hanya menginginkan anak saja."
"Kalau anda ingin mempunyai keturunan kenapa tidak mencoba mengambil anak dari panti asuhan?" Tambah Ayana.
"Aku hanya ingin mempunyai anak darah dagingku sendiri," jawab Aston.
Ayana semakin tertawa mengejek ketika mendengar ucapan Aston.
Ayana beranjak dari tempatnya. "Maaf tuan jika yang anda inginkan hanya itu saya bukanlah orangnya." Ucap Ayana langsung meninggalkan restoran.
"Haha! Memang dia siapa berani-beraninya ngajak anak orang menikah cuma ingin mempunyai keturunan saja. Memang benar menikah bertujuan untuk membangun rumah tangga dan memiliki anak tapi yang dia lakukan adalah kesalahan besar!" omel Ayana yang mengoceh sendiri di luar restoran.
"Dia kira aku cewek murahan apa. Jangan mentang-mentang dia kaya raya jadi sesuka hatinya memainkan perasaan orang!"
"Aaaaaa!"
Setelah selesai melampiaskan amarahnya Ayana berjalan menuju ke bus untuk menuju pulang.
Aston melihat Ayana berjalan sendiri sambil menendang barang yang menghalangi jalannya. Aston mengambil ponselnya untuk menelfon Hadwin.
"Hadwin."
"Iya, tuan."
"Kamu jaga Ayana sampai tujuannya dengan selamat." Perintah Aston
"Baik, tuan."
Setelah selesai menelfon Hadwin untuk menjaga Ayana agar selamat sampai rumahnya Aston menuju ke mobilnya untuk pulang ke rumah.
Ayana menghela nafasnya untuk kesekian kalinya membuat sang sahabat memukul kepala Ayana agar tersadar dengan lamunannya. Jika Anindira biarkan maka Ayana kama kerasukan dan itu akan merepotkan dirinya.
"Kenapa sih, Na?" tanya Anindira.
Ayana menatap kearah Anindira. "Aku lagi galau." jawab Ayana.
Anindira mengerutkan keningnya. "Galau? Emang galau kenapa? Kamu aja gak punya pacar buat apa galau."
"Iya juga sih, ya. Aku kan jomblo kenapa harus galau."
Mata Anindira terbuka sempurna saat mengingat kejadian kemarin malam di mana Aston mengajak Ayana untuk pulang bersama.
"Eh, gimana satu mobil dengan Aston? Aroma dia pasti wangi banget. Terus gimana kelanjutannya." tanya Anindira kepo.
Ayana menatap malas sahabatnya yang begitu cerewet pagi ini. "Akan aku ceritakan jika sudah siap."
"Iihhh! Ayana ayolah cerita sekarang aja." mohon Anindira.
"Kamu gak tau itu ada pelanggan yang datang? Cepet kamu layani dulu, aku mau ke toilet sebentar."
Ayana duduk di closet sambil merenungkan kembali pembicaraan mereka kemarin malam bersama Aston. Entah kenapa tiba-tiba saja seorang Aston yang begitu kaya raya mengajaknya menikah. Kenapa ia tidak mencari pasangan yang setara saja kenapa harus bersamanya.
Sebuah teka-teki yang membuat Ayana bingung. Puas termenung Ayana kembali untuk bekerja karena jika ia terus duduk di sini maka bisa di pastikan mulut Anindira akan terus mengoceh yang membuatnya pusing.
"Ayana, itu." ucap Anindira yang membuat Ayana kebingungan karena tidak tau apa yang di bicarakan oleh Anindira.
"Kenapa?" tanya Ayana.
"Itu." Tunjuk Anindira kearah luar.
Mata Ayana terbuka sempurna saat Aston kembali lagi untuk menemui dirinya. Ayana mendengus kesal melihat kelakuannya yang senak hatinya. Banyak pasang mata wanita melihat ketampanan Aston yang begitu sempurna bagi mereka, di mana otot tubuh Aston yang begitu besar walaupun memakai kemeja hitam.
Ayana menghampiri Aston yang sedang menunggu Ayana di luar cafe. "Ada apa anda kemari lagi?" tanya Ayana.
Aston berbalik ketika mendengar suara Ayana.
"Apa kamu ada waktu sebentar?" tanya Aston balik.
"Untuk saat ini saya sedang sibuk jadi tidak ada waktu," jawab Ayana.
"Baiklah kalau begitu, aku akan menunggu hingga kamu selesai bekerja,"
Ayana tidak percaya apa yang Aston katakan barusan.
"Apa anda kemari lagi karena ingin membahas pernikahan yang konyol itu lagi? Jika itu yang anda inginkan maka ucapan saya sama seperti kemarin malam. Saya tidak mau." ucap Ayana.
"Anda bisa memikirkan ucapan saya juga kemarin malam." tambah Ayana pergi meninggalkan Aston.
Anindira mengikuti Ayana menuju ke belakang untuk mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi antara mereka.
"Ayo cerita." desak Anindira.
"Cerita apa?" tanya Ayana pura-pura tidak tau.
"Jangan berlagak gak tau deh," jawab Anindira.
"Dia ngajak aku kencan." Ayana terpaksa membohongi sahabatnya karena ia tidak ingin membuat sang sahabat khawatir apa yang sedang Ayana alami.
"Pacaran! Terus jawaban kamu gimana?"
"Ya, karena aku tidak menyukainya maka aku tolak,"
Anindira menggelengkan kepalanya. "Kamu kehilangan sebuah kesempatan emas yang banyak di impikan para gadis, apa kamu tidak lihat tadi dia menjadi pusat perhatian para cewek-cewek di sini? Harusnya kamu nerima dia."
"Aku tidak mencintainya maka dari itu aku tidak menerimanya,"
"Tap--"
"Ayo kita kerja lagi, masalah ini jangan di bahas lagi cukup sampai di sini saja." putus Ayana.
Meraka akhirnya kembali bekerja, namun di sisi lain Ayana masih memikirkan ucapan Aston yang begitu gila. Entah kenapa Aston begitu nekat mengajaknya menikah padahal mereka baru bertemu dua hari lalu, namun ia sudah berani mengajaknya menikah.
...•••...
"Di tolak lagi?" ejek Neo sahabat Aston.
"Entah kenapa dia terus menerus menolakku, padahal aku termasuk pria idaman para wanita," ucap Aston.
"Itu karena kamu bukan tipe dia jadi dia terus menolak mu,"
Aston melempar pulpen kepada Neo. "Apapun akan aku lakukan buat mendapatkan." ucap Aston.
"Makanya kalau punya wajah jangan dingin jadi cewek akan terpikat,"
"Lagian kenapa sih harus dia?" tanya Neo.
Aston menatap kearah Neo, namun Aston tidak bisa menjawab pertanyaan yang Neo ajukan kepadanya, karena ia pun bingung kenapa ia harus memilih wanita itu. Tak berselang lama Fany sekretaris Aston masuk kedalam.
"Permisi Tuan ada yang ingin bertemu dengan anda," ucap Fany.
"Siapa?" tanya Aston.
Belum Fany menjawab sosok wanita masuk kedalam ruangan Aston. Wanita yang membuat mood Aston semakin memburuk ketika melihat wajahnya yang begitu mengesalkan sambil membawa beberapa kantong yang berisikan makanan, terlihat dari kantong plastik yang ia bawa.
"Kak, ayo kita makan bareng," ajak Grizella sang adik.
"Kenapa kau kemari? Bukannya kau hari ini ada kuliah?" tanya Aston yang menghampiri adiknya.
"Ada, tapi kelas hari ini libur karena dosennya lagi ada urusan mendadak," jawab Grizella.
"Kebetulan juga buat kakak Neo ada kok, jadi kita makan sama-sama," tambah Grizella.
Dari pada ocehannya membuat kepala Aston pusing alangkah lebih baik ia menuruti kemauan sang adik.
...•••...
Seorang wanita tengah berlari melewati lorong dengan perasaan cemas dan hatinya tidak tenang setelah mendengar kabar dari tetangganya jika sang bunda masuk ke UGD. Ayana sedikit berlari untuk menuju ke UGD tempat di mana sang bunda berada.
Ayana masuk ke UGD di mana sang bunda sudah terbaring lemas dengan beberapa alat bantu yang menempel pada tubuhnya. Dengan kaki lemas Ayana menghampiri sang bunda yang ditemani oleh tetangganya yang mengetahui jika sang bunda pingsan ketika sedang menyiram tanaman.
"Ayana, kamu sudah datang," panggil Tante Sarah.
"Terima kasih ya Tante sudah membawa bunda kemari," ucap Ayana.
"Sama-sama, kalau begitu Tante pulang dulu, ya." ucap Tante Sarah.
"Iya Tante, hati-hati di jalan ya jika sudah sampai Tante kabari Ayana, ya."
Tante Sarah mengangguk kepalanya.
Ayana mengenggam tangan sang bunda yang terlihat pucat dan dingin membuat Ayana khawatir. Sang bunda memang sudah lama sakit leukemia myeloid akut maka dari itu Ayana terus bekerja keras agar sang bunda bisa kemoterapi dan juga bisa cuci darah tempat waktu, walaupun tidak ada perubahan, setidaknya Ayana sudah berjuang bagaimanapun caranya agar sang bunda kembali sehat seperti sediakala.
"Ayana." panggil Dokter Tedi.
"Iya, Dok." sahut Ayana.
"Ikut saya sebentar keruangan,"
Ayana mengikuti Dokter Tedi yang menyuruhnya untuk ikut ke ruangannya. Di dalam ruangan Dokter Tedi menjelaskan kondisi sang bunda.
"Mungkin leukemia myeloid akut bunda tidak bisa di operasi, tetapi bisa ditangani dengan transplantasi sel induk atau sumsum tulang. Namun ada ada dua kemungkinan besar hal yang tidak di inginkan akan terjadi. Pertama operasi akan berhasil dan kedua operasi akan gagal, karena kanker bunda sudah menyebar ke seluruh tulang, maka jika operasi akan sedikit kemungkinan bisa selamat, dan biaya operasi bunda tidak sedikit memerlukan uang lima ratus juta untuk operasi bunda ke luar negeri,"
Ucapan Dokter Tedi barusan membuat badan Ayana begitu lemas. Dari mana Ayana harus mendapatkan uang sebanyak itu dalam semalam. Gajinya saja tidak bisa menutupi cuci darah sang bunda, karena biasanya Ayana harus kasbon untuk mendapatkan uang saat sang bunda harus cuci darah.
Ayana tidak tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Karena tidak ada sanak saudara yang bisa menolong Ayana.
"Kamu bisa memikirkan tentang apa yang saya ucapkan tadi," ucap Dokter Tedi.
"Baik, Dok, terima kasih atas informasinya." Ayana keluar dari ruangan setelah selesai mendengarkan informasi yang Dokter Tedi berikan kepadanya.
Keluar dari ruangan mata Ayana begitu berkunang-kunang hingga membuat Ayana jatuh pingsan.
"Ay."
"Ay."
"Ay." Panggil Anindira.
Mata Ayana terbuka sempurna ketika mendengar panggilan samar-samar dari sang sahabat.
"Ay, kamu gak apa-apa kan?" tanya Anindira.
"Emang aku kenapa?"
"Kamu gak inget?"
Ayana menggelengkan kepalanya tidak tau.
"Kamu pingsan tadi dan Aston yang gendong kamu ke sini," ucap Anindira sambil berbisik.
Ayana terkejut saat mendengar ucapan Anindira di mana saat ia pingsan Aston lah yang menggendongnya tadi.
"Aku sudah denger apa yang terjadi sama bunda," ucap Anindira.
Tak lama Anindira berkata demikian air mata Ayana turun begitu saja tanpa aba-aba. Anindira memeluk sang sahabat untuk menguatkannya karena selama ini hanya dialah yang mengerti keadaan Ayana.
"Aku harus mencari kemana uang lima ratus juta itu? Gaji ku tidak mungkin bisa terkumpul dalam waktu dekat,"
"Apa kamu mau menggunakan gajiku?" tawar Anindira.
"Tidak. Aku tau uang itu untuk adikmu menempuh pendidikan jadi aku tidak mungkin menggunakan uangmu," tolak Ayana.
"Lalu bagaimana sekarang?" tanya Anindira.
"Aku pun tidak atau apa yang harus aku lakukan sekarang," balas Ayana.
Setelah tubuh Ayana enakan. Ayana kembali menemani sang bunda yang sedang berada di ruangannya sekarang.
Tok!
Tok!
Tok!
Ayana yang semulanya fokus membenarkan selimut di tubuh sang bunda teralihkan saat sebuah ketukan pintu membuatnya menoleh ke arah pintu.
"Apa aku boleh masuk?" ucap Aston yang tengah berdiri di depan pintu.
Ayana mengangguk kepalanya bertanda bahwa Aston di boleh masuk.
"Bagimana keadaan bundamu?" tanya Aston.
"Seperti yang anda lihat sekarang," jawab Ayana.
"Aku tidak sengaja mendengar pembicaraanmu dengan sahabatmu itu,"
"Dan aku bisa bantu." tambah Aston.
Ayana yang mendengar itu langsung beranjak dari duduknya dan menatap kearah Aston.
"Apa benar anda bisa membantuku?" tanya Ayana memastikan bahwa ucapan Aston benar.
Aston mengangguk kepalanya. "Iya, aku bisa bantu tapi ada syaratnya." Jawab Aston.
"Apa syarat itu?"
"Kamu ikut aku. Kita bicara di luar saja."
Ayana menuruti ucapan Aston untuk mengikutinya.
Aston mengajak Ayana ke suatu tempat di mana hanya mereka berdua yang berada di taman rumah sakit yang cukup sepi karena malam hari. Tujuan ini agar mereka bisa berbicara dengan nyaman tanpa ada gangguan dari siapapun itu termaksud orang yang tidak Aston inginkan hadir di dalam pembicaraan mereka.
"Aku akan memberitahu apa saja syarat yang akan aku ajukan kepadamu, namun aku tidak ingin kamu berbicara dulu atau memotong ucapanku sebelum aku menyelesaikan ucapan ku."
"Baik, aku setuju."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!