Hidup ini sangat membosankan, setiap hari harus dipertemukan dengan berbagai macam masalah, dari hal sepele sampai hal yang membuat seseorang berfikir untuk mengakhiri hidupnya saja, seperti yang sekarang terjadi pada Bagas. Seorang penulis ambisius yang baru saja kehilangan pujaan hatinya. Pujaan hati yang telah ia tulis dalam kisahnya. Sebenernya Bagas telah memprediksi, kalau hal ini akan terjadi padanya. Namun, ternyata sakit yang ia rasakan melebihi perkiraannya.
Sebagai seorang penulis, ia biasanya terlalu asyik dengan imajinasi. Lupa akan sekitar nya, kehidupan nyata. Yang terkadang membuat orang kebingungan dengan tatapan kosongnya. Padahal di saat ia melamun, diam tanpa suara, disitulah ia mulai masuk kedalam sebuah dunia yang diciptakannya sendiri. Dan ia pun sadar, hal itu menjadi salah satu alasan kenapa ia ditinggalkan.
Sakit hati yang ia rasakan membuat nya tak bisa fokus, bahkan menutup jalannya menuju dunia yang ia ciptakan. Hanya ada bayang-bayang seorang wanita impian dan penyesalan yang sekarang menghantuinya.
Kehidupan nyata memang terasa sangat membosankan baginya, sehingga ia lebih sering termenung. Masuk kedalam dunia imajinasi yang luas dan tanpa batas, lalu membuat sebuah cerita. Namun, ia tak bisa masuk lagi ke dunia itu. Hanya ada satu cara untuk mengatasinya, ketenangan.
"Mas. Ini kopi nya." Barista kafe meletakkan secangkir kopi di meja.
"Iya mas. Makasih," jawab Bagas tersenyum.
Dipagi yang cerah itu, Bagas mengawali harinya dengan meminum kopi sambil mencoba masuk ke dunia imajinasi. Hp-nya berdering.
"Halo. Gimana? Udah sampe?" tanya Bagas sambil menikmati secangkir kopi hitam.
"Lo dimana Gas? gue udah di depan kafe."
Pagi ini Bagas ada janji bertemu dengan Alvin sahabat dekatnya.
"Lo masuk aja, gue ada di pojok kanan deket jendela," jawab Bagas.
Alvin masuk. kemudian datang menghampiri bagas "Jadi gimana? masih belum bisa move on?" Alvin duduk tepat di depannya.
"Belum Vin. Gue aja belum bisa nulis lagi," jawab Bagas dengan lesu.
"Udah lah Gas, lupain aja. Lo kan penulis, ya lo paham lah ... Nama nya juga hidup. Kita gak tau alur nya bakal kemana. Udah ada yg ngatur bro."
"Ngomong mah gampang, ngelakuin nya susah," jawab Bagas sedikit kesal.
"Hmmm ... Kayaknya novel ketiga gue gak bisa terbit tahun ini," lanjut Bagas.
"Jangan gitulah, semangat bro ... Kan banyak inspirasi dari kehidupan nyata ini," dukung Alvin.
"Gak ... bosen kehidupan nyata," ucap Bagas ketus. Ia kembali meminum kopinya kemudian berkata.
"Kenapa yaa hidup gue gini-gini aja. Pasti ada aja masalah, ketemunya sama masalah mulu. Maksudnya ya, masalah yang gitu-gitu aja. Ya masalah lain kek, menyelamatkan dunia kek, baru seru. Biar novel gue juga seru," keluh Bagas.
"Sama seperti novel yang udah lo tulis, pasti ada masalahnya, ya meskipun yang gitu-gitu aja. Gak semua hal bisa sesuai apa yg kita mau, karena kita cuma tokoh yang sedang menjalani kisah hidup yang di bikin sama tuhan."
Bagas hanya diam mendengarkan ceramah dari temannya itu.
"Lagian lo gaya-gayaan mau menyelamatkan dunia, diputusin cewek aja galau lo," ejek Alvin.
"Itu mah beda lagi Vin. Tapi kisah hidup gue boring abis bro, gak ada yang tertarik buat gue angkat. Gue bosen sama nih hidup," jawab Bagas lalu menghela nafas.
"Bosen idup? gue ambilin piso mau," tawar Alvin.
"Mana? sini kasih gue!" jawab Bagas.
Alvin terheran heran melihat respon bagas.
"Becanda kali bro, jangan mati dulu, utang lu lima ratus ribu aja belum di bayar," jawab Alvin.
"Gue juga becanda kali," jawab Bagas kemudian tertawa sejadi-jadinya. Alvin hanya melongo menatap teman nya. Dalam hati ia berkata.
"Kalo gue jadi penulis, mungkin gue bisa gila kayak nih kampret."
Bagas perlahan-lahan berhenti dari tawa nya, lalu berkata.
"Bukannya udah gue balikin lima puluh ribu? harusnya empat ratus lima puluh ribu dong sisanya." Bagas masih ngos-ngosan.
"Ya gitulah pokoknya. Yang jelas, lo harus nulis lagi. Kalo lo nulis terus buku nya terbit. Kan uang gue bisa balik."
"Syukur-syukur dilebihin," lanjut Alvin sambil nyengir kuda.
"Iya deh, gue coba lagi ngumpulin semangat buat nulis. pulang dari sini gue langsung lanjutin cerita nya."
"Nah sip, itu baru Bagas," kata Alvin.
"Ehh bro, kopi gue bayarin yaa," kata Bagas.
"Nah ini Bagas banget nih."
"Gue bilang juga apa genapin aja jadi lima ratus ribu," lanjut Alvin.
Alvin adalah sahabat yg baik dan loyal. Dulu waktu mereka SMA, Bagas sering membantu nya membuat surat cinta untuk menyatakan perasaan Alvin pada wanita yang ia sukai. Alvin sudah menganggap Bagas seperti saudara kandungnya sendiri.
Diperjalanan pulang, Bagas masih merenung meratapi nasib nya. Ia menyesal telah mengabaikan seseorang yang sebenarnya sangat peduli padanya. Namun, Bagas juga masih memikirkan kelanjutan novel yang berhenti di tengah jalan. Pikirannya menjadi buntu, pandangannya menjadi sempit. Kembali ke dunia imajinasi pun menjadi sulit.
***
Tiba waktu malam, Bagas mencoba mengembalikan mood untuk melanjutkan kisah novelnya. Ia menatap keluar jendela, sesekali mengetik beberapa kata, walaupun pada akhirnya ia menghapus kembali kata yang telah di ketik. Hingga akhirnya, ia memutuskan.
"Kayaknya gue harus bikin kopi."
Bagas beranjak ke dapur membuat secangkir kopi. Pelan-pelan ia aduk kopi tersebut, sambil mencoba memikirkan kelanjutan kisah karakter novelnya.
Seketika ia ingat perkataan Andri, seorang penulis hebat yang menjadi inspirasi Bagas untuk terjun ke dunia imajinasi.
"Ketika hidupmu banyak masalah, jadilah penulis. karena pasti ada banyak cerita yang bisa kamu buat," kata Andri dalam sebuah acara launching novel ke-10.
Tetapi, Bagas tetap tidak bisa membangkitkan semangatnya. Karena tidak semudah menulis ketika dalam keadaaan terpuruk.
Kembali terbayang semua kenangannya bersama Tiara pujaan hatinya. Penyesalan pun kembali menghantuinya. Karena saat Tiara masih di sampingnya, ia malah sibuk dengan dunianya. Lalu tiba-tiba terbesit di pikirannya.
"Kenapa harus menyesal, bukannya dunia imajinasiku lebih menyenangkan dibandingkan dunia nyata yang membosankan ini."
Tak terasa ia sudah terlalu lama mengaduk kopi, Bagas pun bergegas, kembali melanjutkan kisah novelnya. Dengan secangkir kopi, ia berharap bisa membangkitkan semangat.
Satu jam pun berlalu. Namun, tak ada satupun kata yang ia ketik. Ia memutuskan untuk tidur dan melanjutkannya esok hari. Seperti biasanya, sebelum tidur ia berdiskusi dengan dirinya sendiri. Yang bisa membuat nya dicap sebagai orang yang kurang waras karena berbicara sendiri.
"Kenapa rasanya bisa sesakit ini? kenapa bayang-bayangnya selalu menghantui gue?"
"Itu yang dinamakan kehilangan. Hal yang biasanya ada, lalu hilang. Membuat kita tak terbiasa," hati kecil nya membalas.
"Lalu kenapa di saat dia ada, gue biasa-biasa aja. Baru sekarang kerasa," Bagas kembali bertanya.
"karena feelingmu berkata ia tak akan pergi kemana-mana."
Bagas kembali melihat pesan yang di kirimkan Tiara padanya, yang dulu ia hiraukan. Sebelum tidur, biasanya Tiara memberikan ucapan selamat tidur dan mimpi indah untuknya. Hal itu membuatnya sangat merindukan sesosok bidadari yang selama ini ia hiraukan.
Bagas pun menutup handphone mematikan lampu, kemudian memejamkan matanya. Ia membaca doa lalu berkata.
"Semoga mimpi malam ini, jauh lebih indah dari kehidupan nyata."
***
Malam itu cahaya biru datang menyelimuti bagas. Terdengar suara wanita memanggil namanya.
"Bagas, bangunlah. Bantu kami." Samar-samar terdengar suara seorang wanita.
Bagas terbangun. Seketika cahaya biru itu menghilang. Ia duduk di pinggir ranjang sembari mengumpulkan nyawa. Tak lama kemudian ia pun sadar dan berkata.
"Gue di mana?"
Bagas melihat sekelilingnya, ia sedang berada di sebuah kamar dengan ornamen kuno. Masih bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya, ia keluar kamar untuk melihat ruangan lain.
Sesampainya di depan sebuah kamar yang tak terkunci, ia membuka pintu tersebut perlahan-lahan. Terlihat seorang wanita cantik sedang tertidur pulas di ranjangnya. Bagas terpaku melihat kecantikannya.
Bagas ingin menghampirinya. Namun, tak lama kemudian ia mengurungkan niatnya. Ia pun mencari pintu keluar, lalu keluar dari rumah tersebut. Melihat sekeliling halaman rumah, ternyata rumah itu di kelilingi oleh pepohonan.
Bagas melihat ke atas, langit malam itu sangat indah. Cahaya bulan bersinar terang, ada sebuah planet yang mencuri perhatiannya. Sebuah planet berwarna biru yang memancarkan cahayanya lebih terang dari cahaya bulan malam itu.
Cahaya nya semakin terang, seketika di halaman rumah tumbuh bunga-bunga berwarna biru. Tercium semerbak wangi bunga. Bagas menghampiri bunga-bunga indah tersebut, ia pun memetiknya.
Tiba-tiba tubuhnya terangkat, terbang menuju langit, mendekati planet biru. Ia menutup matanya, sembari merasakan angin sepoi-sepoi. Namun saat membuka mata, betapa terkejutnya Bagas. Tepat di depan wajahnya, ia melihat makhluk menyeramkan yang seolah-olah ingin memakan.
Bagas pun terjatuh dari langit, ia berteriak. Saat tubuhnya menyentuh tanah, ia terbangun.
"huuuuufftt ... cuma mimpi," Bagas masih ngos-ngosan.
Ia pun terkejut melihat tangan nya masih menggenggam bunga yang ia petik.
"Tadi mimpi bukan ya?" Bagas kebingungan, ia pun menelfon Alvin.
"Halo, Vin ke rumah gue sekarang, penting."
"Iyeee ada apaan, pagi pagi gini."
"Pokoknya lo kesini."
"Iya iya. Gue mandi dulu," jawab alvin.
"Sekalian nitip bubur di depan komplek," lanjut Bagas.
"Bilang aja mager beli sarapan."
"Hehehe iya sih ... tapi beneran, ini ada hal penting."
"Oke oke," jawab Alvin.
Bagas masih memandangi bunga berwarna biru itu. Baunya sangat wangi, bahkan kamar pun juga menjadi wangi.
"Ini kalo jadi pewangi kamar oke juga," kata Bagas sambil memandangi bunga itu.
Bagas pun mandi, bunga itu ditinggalkan di atas meja. Tak lama kemudian bunga itu pun melayang, sambil memancarkan sinarnya, dan tiba-tiba menghilang.
Setelah Bagas mandi ia kembali ke kamarnya
"Bunga nya kemana?" Bagas kebingungan.
Telfon berdering.
"Halo, gue udah di depan."
"Aduuhhh, pasti dikira bohong dah gue," kata Bagas dalam hati.
"Iyaa iyaa, tunggu sebentar," kata Bagas sambil menuju pintu.
Ia membuka pintu, Alvin pun masuk sambil membawakan bubur pesanan Bagas.
"Nih buburnya."
"Mantapp ... makasih yaa bro."
"Iya sama-sama, jadi ada apaan?" tanya Alvin.
Bagas menceritakan mimpi nya semalam dan bunga biru yg ia genggam saat terbangun.
"Terus sekarang mana bunganya?" tanya Alvin.
"Tadinya ada. Tapi pas gue mandi, tiba-tiba ilang," jelas Bagas.
Alvin tertawa, Bagas pun juga ikut tertawa.
"Diem!!" Mereka pun diam sejenak, "Lo mau ngibulin gue?" lanjut Alvin kesal.
"Sumpah gue gak bohong."
"Mana buktinya? bilang aja mager beli sarapan," kata Alvin.
"Iya juga sih, tapi suerrr gue gak bohong."
"Gue cek kamar lo ya, jangan-jangan lo halu. Gue tau lo habis putus, tapi jangan halu juga kali," sambil berjalan menuju kamar Bagas.
Saat Alvin membuka kamar tiba-tiba ia terdiam, lalu berkata.
"APAAN TUHH!!!" Alvin menghampiri Bagas.
"Rumah lo ada hantunya, gue cabut dulu"
"Ehh mau kemana? halu lo?"
"Coba lo liat sendiri sana." Alvin ketakutan.
"Mana ada hantu. Makanya jangan kebanyakan nonton Roy kimochi," kata Bagas mengejek Alvin.
"Seru tuh acara nya," jawab Alvin.
"Yaudah gue cek. Tapi lo ikut gue, biar gue temenin," kata Bagas.
"Lah? kan yang mau ngecek elu Bambang."
"Yaa buat jaga jaga aja," jawab Bagas.
Mereka pun ke kamar, ternyata bunga melayang di udara, memancarkan cahaya dan wangi nya yang khas.
"Itu bunga yang gue maksud," kata Bagas.
"Itu bunga hantu Gas. Mana ada bunga bisa terbang gitu. Udah deh gue pulang aja."
Bagas pun menghampiri nya lalu menggenggam bunga tersebut.
"Ini bunga ajaib, gue petik pas mimpi semalem."
"Kayaknya gue deh yang lagi mimpi," jawab Alvin.
Plakkk!!!
Bagas menampar Alvin.
"Sakit gak?" tanya Bagas.
"Ya sakitlah!" jawab Alvin memegang pipinya.
"Berarti lo udah bangun, hehehe," Bagas tertawa.
Bagas mencari Vas bunga, kemudian menanamnya.
"Kenapa ditanem sih tu bunga?" tanya Alvin.
"Lo cium bau nya gak?" tanya bagas.
"kecium kok."
"Gimana?"
"Wangi sih ...."
"Nah itu dia ... Meskipun nih bunga mistis, yang penting wangi. Lumayan buat pengharum ruangan," kata Bagas.
"Tapi aneh sih, bunganya cuma setangkai tapi wangi banget. Bisa melayang-layang lagi."
Mereka kembali ke kamar lalu menaruh bunga nya di meja.
"Nah ... kan wangi kamar gue."
"Lo yakin gas? ini aneh loh, hati-hati lo," kata Alvin.
"Tenang aja," ucap Bagas santai.
Mereka pun menuju ruang tamu, kemudian duduk. Alvin pun bertanya.
"Jadi gimana, udah nulis lo?"
"Belum sama sekali, tapi nanti gue mau nulis tentang mimpi gue semalem," jawab Bagas.
"Mau dijadiin novel? cerita lo tadi kan cuma sebentar. cuma bangun, liat cewek cantik, petik bunga, terbang, terus jatuh."
"Ya kan siapa tau ntar malem mimpi lagi."
"Gue kasih tau ya. Mimpi itu bunga tidur, pasti beda-beda tiap malem. Mana bisa dilanjutin, lo kira sinetron ada episodenya," kata Alvin.
"Iyaa juga yaa."
"Eh tapi kalo lo mimpi lagi, ambil barang yang berharga, siapa tau bisa kebawa kedunia nyata kayak tuh bunga."
"Hahaha oke okee, siappp," jawab Bagas.
"Yaudah, gue pamit dulu."
"Mau kemana lo? buru-buru amat," tanya Bagas.
"Ada kerjaan gue. Proyek, proyek."
"Yaelah gaya-gayaan lu."
"Hahaha yaudah gue pergi dulu. Hati-hati lo, ntar lo di gangguin sama tuh bunga hantu."
"Gak bakalan lah, ada-ada aja lo."
Alvin pun pergi, Bagas kembali ke kamar. Saat di kamar ia mencoba mengetik kejadian semalam di laptopnya. Teringat wanita cantik yang ia lihat semalam.
"Coba aja gue sempet kenalan," kata Bagas sambil tersenyum.
"Kira-kira, gue bisa mimpi ketempat itu lagi gak yaa?" Bagas berbicara sendiri.
"Eh, nggak-nggak. Ogah gue ketemu makhluk serem itu lagi. Lagian juga cuma mimpi," lanjut Bagas.
Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan dalam lemari. Ia menghampiri lemari tersebut, lalu mencoba mendengar lebih dekat. Suara ketukan masih terdengar dengan jelas.
Bagas pun membuka lemari tersebut, tiba-tiba terpancar cahaya sangat terang. Ia pun langsung tertidur.
"Bagas, bangun. Tolong kami." Terdengar suara wanita samar-samar.
***
"Bangun Bagas, banguuunnn." Seorang wanita berusaha membangunkan Bagas.
Bagas bangun dari tidurnya, ia terkejut sudah ada seorang wanita cantik dan dua orang laki-laki yang sedang memperhatikan.
"Kalian siapa?" tanya Bagas kebingungan sambil melihat sekeliling.
"Akhirnya kau sadar juga" kata seorang wanita cantik yang membangunkan Bagas.
Bagas pun ingat, wanita di depannya adalah seorang wanita cantik yang ia temui di mimpi nya dan sekarang ia berada di rumah itu lagi.
"Hahaha, pasti gue lagi mimpi," kata Bagas sambil memejamkan mata nya.
"Kau tidak sedang bermimpi," kata wanita cantik itu.
Bagas membuka matanya, menampar pipi nya berkali-kali.
"Ini nyata?"
"Iya Bagas, ini nyata. Kami butuh bantuan mu."
Bagas semakin kebingungan.
"Perkenalkan namaku Anna, dan itu kakakku. Brata dan Jaka." Anna memperkenalkan dirinya dan kedua kakaknya.
"Ramalan mengatakan, akan datang seorang penyelamat bernama Bagas. Yang merupakan keturunan dari ksatria Bagaskara," kata Jaka.
"Aku? penyelamat?"
"Iyaa Bagas, aku mohon. Bantu kami," kata Anna.
"Bantu apa?" tanya Bagas.
Brata menghampiri nya lalu berkata.
"Dahulu kala, ada seorang penyihir jahat bernama Adilaga. Ia berambisi untuk menguasai dunia. Namun, nenek moyang kami berhasil menggagalkannya. Dan sekarang ia kembali dan telah berhasil merebut kekuasaan. Sekarang ia berniat melepaskan para roh jahat yang telah lama terpenjara untuk menyatukan dua dunia, dunia roh dan dunia kita ini."
"Ada beberapa hal yang harus saya sampaikan pada kalian. Pertama, saya bukan penyelamat. Saya hanya orang biasa. Kedua, saya bukan dari dunia ini. Dan ketiga, saya haus, boleh minta minum?" Bagas memegang tenggorokannya.
Anna pun mengambilkan segelas air untuk Bagas, lalu berkata.
"Bisa kau buktikan, kalo kau bukan sang penyelamat."
"Tentu saja. Saya gak punya keahlian apapun dalam menggunakan senjata. Saya cuma penulis," jawab Bagas dengan tegas.
***
Mereka punya mengajak Bagas ke tanah lapang, Planet biru itu masih terlihat jelas meskipun di siang hari.
"Itu planet apa?" tanya Bagas sambil menunjuk ke arah planet tersebut.
"Itu adalah dunia roh, semua roh jahat terkurung di sana," jawab Jaka.
"Jadi itu gak nyata, cuma roh ghaib."
"Itu nyata, karena jika Adilaga berhasil menyatukan dua dunia, roh-roh jahat itu bisa membuat kekacauan, bahkan mengambil raga kita semua," jelas Jaka.
"Di dunia gue sekarang udah gak berlaku hal ghaib seperti itu, kami lebih percaya sains dan logika," jawab Bagas.
"Apapun yang kau bicarakan, yang jelas. Kita dibesarkan di dunia yang berbeda. Dan kau sebenarnya juga dari dunia ini. Jadi bantulah kami." Jaka memberikan busur panah pada Bagas.
"Panah? hehe ini pertama kali aku menggunakan," kata Bagas.
"Lalu, anak panahnya mana?" tanya Bagas.
"Kau tidak perlu susah-susah membawa anak panah." Tiba-tiba muncul anak panah di tangan Bagas.
"Keren," kata Bagas kagum.
"Baik, sekarang kau bidik sasaran itu,"Jaka menunjuk ke arah sasaran panah yang berada di batang pohon.
"Okee, aku yakin bakal meleset," jawab Bagas.
Bagas bersiap untuk membidik sasaran, namun ia tidak menargetkan kearah sasaran agar tidak berurusan dengan mereka.
Anak panah melesat dan tertancap tepat di tengah sasaran.
"Aku sangat yakin dia orangnya," bisik Anna pada Brata.
Bagas terkejut, anak panahnya tepat sasaran. Jaka tersenyum kemudian menghampiri Bagas.
"Lalu apa lagi alasanmu untuk tidak mengakui bahwa kau adalah sang penyelamat."
"Satu kali lagi. Mungkin tadi hanya kebetulan," pinta Bagas.
Bagas mencoba memanah kembali. Namun, ia mengarahkannya keatas. Anak panah melesat keatas, tak lama kemudian anak panah tersebut turun bersama petir yang akhirnya menyambar pohon tersebut.
Mereka menghampiri pohon itu, ternyata anak panah kedua juga menancap tepat sasaran. Bagas kebingungan, karena itu adalah pertama kali ia menggunakan panah.
Mereka menatap Bagas.
"Kau harus menerima takdirmu. Bagas," Kata Anna sambil tersenyum.
Bagas pun menerima takdirnya sebagai penerus ksatria Bagaskara.
"Baik aku terima takdir ini, tapi aku ingin bertanya satu hal," kata Bagas.
"Jika kami tahu, kami pasti menjawab apapun pertanyaanmu," kata Anna.
"Jika aku berasal dari dunia ini ... Jelaskan kenapa aku bisa ke duniaku yang sekarang?" tanya Bagas.
"Ksatria Bagaskara adalah seorang yang sakti mandraguna, ia bisa masuk ke dimensi lain. Mungkin ia memilih untuk menetap di dunia mu yang sekarang. Dunia ini yang dulu nya aman pun berantakan ketika ia menghilang," Jawab Anna.
"Lalu kalian dapat ramalan itu dari mana?" tanya Bagas.
"Kak."Anna menoleh ke Jaka.
"Sekian lama aku mencari keberadaan ksatria Bagaskara beserta keturunannya, ada yang bilang, ia masih hidup sampai sekarang. Suatu hari aku bertapa di gunung Agra, di situ adalah tempat dimana sang ksatria mendapatkan kekuatan dan pusakanya. Di sana aku mendapat kabar bahwa ia sedang berada di dimensi yang berbeda. Namun akan ada salah satu keturunannya yang akan ditakdirkan sebagai penerus nya di dunia kami," jelas Jaka.
"Boleh kah kami tau bagaimana cara kau bisa masuk kedunia ini?" tanya Anna.
"Saya merasa bosan dengan kehidupan nyata ku. Saya seorang penulis. Menurutku, dunia imajinasi lebih indah dari kehidupan nyata yang ku alami. Suatu saat, saya mendapat sebuah masalah yang berat, sehingga tidak bisa kembali berimajinasi," kata Bagas dengan wajah serius.
"Suatu malam, saya berdoa agar mimpi ku bisa lebih indah dari dunia nyata. Kemudian saya terbangun di tempat ini. Saya sempat kembali kedunia ku. Tetapi, tiba-tiba ada cahaya yang membuat saya kembali lagi kesini," lanjut Bagas.
Mereka sangat memperhatikan saat Bagas bercerita. Lalu Anna berkata.
"Jadi sekarang di duniamu, kamu sedang tidur."
"Sepertinya begitu, dunia ini adalah mimpi bagiku. Dan duniaku adalah mimpi bagi kalian."
"Setidaknya di sana tidak ada penyihir jahat yang ingin menguasai dunia," kata Jaka sambil tertawa.
Bagas tersenyum, dalam hati ia berkata.
"Lo belum tau aja, dunia gue kayak gimana ancurnya hehe."
***
Mereka kembali ke rumah, Bagas di jamu berbagai macam makanan. Anna memandangi Bagas.
"Aduuhh nih cewek mandangin gue mulu. Jadi salting," kata Bagas dalam hati.
"Ada hal yang salah?" Bagas bertanya ke Anna dengan gaya sok cool.
"Hehe tidak Bagas, aku mengagumi mu," kata Anna tersenyum.
Bagas pun salah tingkah, sampai tidak bisa berbicara sepatah kata pun.
"Anna, tidak baik berbicara saat sedang makan. Biarkan Bagas menghabiskan hidangannya dulu," kata Jaka.
"Iya kak. Maaf," jawab Anna dengan suara pelan.
Setelah selesai makan, Bagas meminta izin untuk kembali kedunianya sebentar karena ada hal yang harus ia kerjakan. Mereka pun mempersilahkannya.
"Saya harus kembali ke dunia ku, ada hal yang harus dikerjakan," kata Bagas.
"Tidak masalah, asalkan kau kembali lagi untuk membantu kami. Dan secepatnya kita menyusun rencana untuk mengalahkan Adilaga," jawab Jaka.
"Iya, selesaikan dulu urusanmu di sana," kata Brata.
Bagas diantarkan Anna ke sebuah kamar.
"Ini kamar mu."
"Terimakasih Anna." Bagas tersenyum.
Bagas berbaring di ranjang, memejamkan matanya. Karena perut yang sudah kenyang, ia pun mudah untuk tertidur.
Tak lama kemudian ia terbangun di lantai kamarnya, ia melihat ke arah jam dinding.
"Gue tidur cuma satu jam," Bagas terheran-heran.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!