NovelToon NovelToon

Wanita Pilihan CEO Tua

Hari Luci

DduaRrrrrrr.... DdaRrr

gemuruh petir saling bersautan di malam yang cukup sepi ini, Bahkan karena hujan terus turun sejak sore tadi beberapa tokok memutuskan untuk tutup lebih awal. ingin Rasanya Luci juga menutup tokok rotinya ini namun apa daya ia hanya seorang pegawai yang tetap harus mengikuti aturan.

detik jarum jam terdengar cukup nyaring, sedari tadi tak ada pengunjung yang datang, membuka sosial media sudah berkali-kali ia lakukan hingga benar-benar bosan. mata berwana coklat itu terus saja menghitung berapa lama lagi dirinya bisa pulang.

"Argh... bersabarlah Luci 30 menit lagi kamu bisa pulang." gumamnya untuk menyemangati dirinya yang kelelahan juga kesepian.

TRring....

bunyi lonceng, jika seseorang membuka pintu toko roti, dengan sigap Luci bangun dari duduknya menyambut pembeli dengan begitu ramah. seorang pria dengan setelan serba hitam berjalan dengan begitu gagah kearah etalase roti. sejenak ia melihat-lihat tanpa bergumam sedikitpun, bahkan sambutan hangat dari Luci tak direspon apapun.

"tolong bungkuskan semua roti ini." ucap Pria itu dingin.

betapa senangnya Luci ketika 20 buah roti tersisa akan dibeli seluruhnya oleh pria itu. artinya Luci akan memiliki bonus lebih dari Bossnya.

"Baik pak, akan saya kemaskan." segera Luci berlari mengambil box untuk memasukan semua roti yang tersisa.

saat sedang memasukan roti, Luci sedikit mencuri pandang pada pria itu, wajahnya sangat tampan meskipun sudah cukup tua, bahkan Luci memprediksi jika Pria itu hampir seusia almarhum Ayahnya.

"Apa ada yang salah dengan ku, Nona?!" tanya Pria itu yanh tentu saja membuat Luci terkejut.

"Ah..maafkan saya Pak, saya hanya melihat anda seperti Almarhum Ayah saya." jawab Luci sembari menundukan sedikit punggungnya.

kini mereka berada di meja kasir, Luci fokus menghitung total roti yang harus dibayar, sedangkan pria tua itu hanya fokus menatap Luci tanpa menunjukan ekspresi apapun.

"Totalnya 350 ribu, pembayaran menggunakan cash atau debit pak?."

"debit." jawabnya singkat sembari mengasongkan sebuah kartu debit berwarna hitam dan emas. tentu saja itu salah satu kartu prioritas dari Bank swasta terkenal dikota ini pikir Luci.

akhirnya jam kerja Luci sudah selesai, stok roti hari inipun sudah terjual habis. ia segera merapikan tokonya, mengambil tas kecil menggunakan jaket dan bergegas pergi meninggalkan toko.

jalanan cukup sepi, padahal ini baru pukul 10 malam. Luci bersenandung kecil, karena merasa bahagia. namun naas tiba-tiba saja sebuah mobil sedan berwarna putih hampir menabrak Luci karena terkejut ia pun terjatuh dari motor miliknya, tentu saja pakaian ia basah kuyup dan kakinya kesakitan.

"Astaga, bawa mobil pelan-pelan!!!" Luci berteriak kencang. suasana hati yang bahagia tiba-tiba saja menjadi buruk. sial batinnya.

mobil sedan itu terhenti, seorang wanita dengan tubuh langsing dan pakaian yang sexy keluar dari mobil mewah itu. wajahnya nampak panik tak membayangkan jika dia hampir saja menabrak seseorang.

"maaf aku sedang terburu-buru, apa kamu baik-baik saja?" tanya wanita cantik itu.

"apa menurutmu aku terlihat baik-baik saja?" Luci berbalik mengajukan pertanyaan sarkas.

"emhhh.. tunggu!" wanita cantik itu seketika menunjuk Luci begitu saja, ia menatap wajah Luci dengan lekat. "Kamu Luci? ya kamu Luci! aku Sabrina."

mendengar wanita itu mengetahui namanya, Luci segera berpikir, siapa Sabrina dan bagaimana bisa dia mengetahui namanya.

"bagaimana kamu tau, kalau aku Luci?" tanya Luci bingung.

"Aku Sabrina, teman SMP mu dulu."

"ah.. Sabrina??" Luci langsung mengingat sahabat kecilnya dulu. dia anak perempuan bertubuh gemuk, dan berambut ikal. tentu saja Luci tak mengenalinya karena sekarang dia nampak sangat luar biasa.

Sabrina membantu Luci bangun, ia tak bisa berbicara banyak pada Luci, karena dirinya sedang terburu-buru.

"Luci, aku minta maaf karena hampir menabrakmu. ini kartu namaku, tolong hubungi nomer ini dan aku akan menemuimu besok."

belum sempat menjawab, Sabrina sudah pergi terburu-buru meninggalkan Luci yang basah kuyup. untung saja badan nya tidak terluka, sehinggal Luci bisa melanjutkan perjalanan nya seorang diri, ia pun tak perlu memeriksakan tubuhnya ke Rumah Sakit.

kini ia sudah sampai disebuah apartemen studio, ukuran nya sangat kecil tapi tak masalah yang penting biaya sewa perbulannya murah dan ia bisa beristirahat dengan cukup walaupun cukup sumpek.

ia segera melepas seluruh pakaiannya, hanya menyisakan pakaian dalam nya saja. dipandang seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. tubuhnya cukup kurus, meskipun bagian tubuh tertentu nampak terlihat baik. ia melihat jika terdapat sedikit luka baret di pinggangnya, namun tak apa rasa sakit itu tak seberapa dengan rasa sakit yang sudah ia terima dimasa lalu.

kaki jenjang itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, diguyurkannya air dari ujung kepala yang membuat Luci nampak rileks setelah seharian bekerja. selepas itu wanita berusia 25 tahun itu memilih pakaian tidurnya. Luci suka sekali dengan pakain tidur yang tipis dan pendek karena itu membuat nya terasa lebih nyaman dan tentunya tak kepanasan.

"ah..." Luci membaringkan tubuhnya sembari melihat kartu nama milik Sabrina, "dia kerja apa ya? dia hebat, bisa sesukses itu diusia muda." gumam Luci sebelum terlelap.

sedangkan diluar sana Sabrina baru saja akan bekerja, dengan langkah kaki yang terburu-buru Sabrina memasuki sebuah club malam dimana ia bekerja hampir 3 tahun terakhir.

"Sabrina!! sudah dua malam terakhir kamu selalu telat. kamu tau bagaimana tamu menunggu mu sejak tadi?" seorang wanita dengan dandanan menor memarahi Sabrina yang masih kesulitan bernapas.

"Aku hampir... menabrak..seseorang." ucap nya sambil terengah-engah.

"Apa? gila kamu ya, awas saja kalau sampai jadi masalah."

"Tenang saja, semua baik-baik saja." Sabrina melengos pergi meninggalkan wanita itu, untuk menghampiri tamunya.

dentuman musik keras sudah membaur dengan detak jantung Sabrina, ia nampak lihai menari dan menggoda para tamu pria sembari menuangkan minuman keras kedalam gelas.

"Sabrina, aku butuh suasana baru apa kau bisa?" tanya seorang pria berdasi merah.

"Tentu saja, tuan mau suasa seperti apa?" tanya sabrina sembari membelai wajah pria itu.

"aku ingin perempuan baru, ya yang nampak lugu sepertinya menyenangkan. Hahaha." ungkap pria itu sambil meneguk minumannya.

Sabrina terdiam sembari berpikir, dimana ia bisa mendapatkan wanita pesanan tamunya ini. jika saja ia tak menyanggupinya pasti karir Sabrina akan hancur begitu saja. tak mau lagi ia harus kembali hidup miskin seperti dulu.

sekitar beberapa saar ia berpikir, akhirnya ia teringat akan seseorang. wajahnya sumringah, karena sebentar lagi ia akan mendapatkan keuntungan yang besar.

"Aku akan mewujudkannya, tapi tolong beri aku waktu, Tuan." bisik sabrina dengan penuh gairah.

"tentu saja, aku mempercayaimu."

pria itu segera mencium dengan lahap bibir Sabrina yang ranum ditengah ramainya diskotik.

Penawaran Menarik

"Maaf Luci aku baru bisa mengunjungimu setelah malam itu." ucap Sabrina sembari mengelus tangan Luci tak enak.

"ah tidak apa-apa aku juga tidak terluka." ungkap Luci melerai rasa tak enak yang ditunjukan Sabrina.

"Bagaimana keadaan kamu sekarang, aku turut berduka cita atas kepergian Ayahmu, Luci." ungkap Sabrina begitu tulus.

Mengungkit kejadian lama membuat Luci merasa teringat dengan kejadian 10 tahun lalu, saat pulang sekolah mendapatkan kabar jika Ayahnya meninggal dunia. Rasanya dunia Luci runtuh, ia benar-benar tak bisa membayangkan hidup hanya berdua dengan sang Ibu.

namun kemalangan juga kembali menindas Luci, saat lulus SMA ibunya tiba-tiba menjadi sosok pribadi yang pemarah, sering berbicara sendiri dan memaki sang Ayah karena dianggap tak pernah pulang dan menelantarkan anak dan istri. hingaa saat, Luci membawa sang Ibu untuk diperiksa ternyata sang Ibu mengalami Demensia.

Sabrina memperhatikan Luci yang diam sejak ia mengajukan pertanyaan tadi, rasa tak enak mulai kembali menghujani perasaan nya.

"Luci..." panggil nya pelan, "maaf jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu."

"Ah Sabrina, tak apa aku hanya tiba-tiba saja mengingatnya setelah sekian lama. setelah Ayah meninggal aku harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga biaya rumah sakit Ibu." ungkap Luci dengan senyuman kecut.

Sabrina tak tahu apa yang terjadi dengan Ibu Luci, karena memang saat itu Sabrina harus ikut pindah kota bersama keluarganya yang miskin. Ayah Sabrina hanya seorang pegawai bangunan yang pekerjaan nya berpindah-pindah dan penghasilannya tak menentu. dikarenakan saat itu ada proyek pembangunan dari pemerintah diluar kota Ayah sabrina memutuskan untuk memboyong keluarganya pindah untuk mencari peruntungan, dari situ hubungan Sabrina dan Luci benar-benar terputus.

Seharian ini Sabrina benar-benar menemani Luci menjaga toko roti, jika ada pelanggan maka Luci akan melayani nya sebentar kemudian berbincang lagi bersama Sabrina. bahagia rasanya, setelah bertahun-tahun Luci tak pernah mengobrol dengan seorang teman.

"Sabrina, aku sangat senang melihat perubahan drastis dalam diri kamu." ungkap Luci dengan bangga.

"terima kasih, jika bukan karena pekerjaanku sekarang mungkin aku selamanya akan menjadi orang miskin."

"Wah, pasti keluargamu bangga memiliki putri cantik yanh sudah sukses. selamat ya."

"Luci, apa kamu mau bekerja denganku? aku merasa jika kamu hanya menjadi karyawan toko roti sulit untuk mendapatkan banyak uang." Sabrina dengan hati-hati menawarkan pekerjaan pada Luci.

belum tau apa pekerjaan Sabrina saja membuat Luci merasa besar hari jika sahabatnya itu mengajak dirinya bekerja, Sabrina pasti ingin sekali melihat dirinya sukses batin Luci.

"Ta..tapi aku tidak bisa apa-apa, penampilanku tak semenarik kamu." ucap Luci tak percaya diri.

Sabrina tertawa kecil, "Kalau kamu mau, aku bakal merubah seluruh penampilan kamu. kamu akan terlihat lebih cantik dan menarik."

"Kalau boleh tau, pekerjaan seperti apa yang kamu tawarkan?" tanya Luci ragu.

"Ah.. gampang saja, kamu hanya bekerja sebagai penuang minuman untuk tamu VIP di club. selain kamu akan mendapatkan gaji pokok, bonus dari para tamu juga akan sangat besar." bisik Sabrina.

mendengar hal itu membuat jantung Luci berdegup kencang, rupanya Sabrina bekerja di sebuah club malam, istilah penuang minumam mungkin hanya kiasan dari seorang wanita penghibur.

selama ini Luci tak pernah mencoba hal-hal aneh ataupun tabu, jangankan menjadi wanita penghibur yang duduk di club menemani para pria hidung belang berpacaran saja belum pernah padahal usianya kini sudah 25 tahun.

"hmm, maaf Sabrina sepertinya pekerjaan seperti itu tidak cocok denganku. Aku rasa menjadi pegawai di toko roti sudah menjadi pekerjaan yang tepat untukku." Luci mencoba menolak Sabrina dengan hati-hati, ia tak ingin melukai perasaan sahabat lamanya yang baru saja ia temui.

"Kamu bisa mendapatkan uang 3-5 juta perhari, dengan pekerjaan yang jauh lebih mudah. bukankah itu lebih besar dari gajimu satu bulan?" Sabrina mencoba menawarkan sesuatu yang jauh lebih menarik.

tentu saja itu angka uang yang sangat besar, gaji Luci satu bulan saja hanya 2,5 juta dan sebagian besar harus ia bayarkan kerumah sakit tempat ibunya dirawat Jika satu malam saja ia bisa menghasilkan 3 juta maka satu bulan ia akan bisa mengantongi uang 90 juta. nominal uang yang tak pernah Luci bayangkan sebelumnya. benar-benar penawaran yang menarik.

"Tak perlu terburu-buru, kamu boleh memikirkannya dan jika sudah punya jawaban yang bulat maka hubungi aku." Sabrina menyimpan beberapa lembar uang 100 ribu-an diatas meja dan pergi meninggalkan tokok roti itu.

selama bekerja, perasaan serta pikiran Luci berkecamuk ia memang membutuhkan penghasilan yang banyak, untuk membayar rumah sakit, untuk merubah kehidupannya. namun sekali lagi Luci berpikir apakah menjadi seorang wanita penghibur adalah solusinya?

Luci nampak tidak fokus, bahkan saat seseorang memasuki tokok rotinya saja Luci tak menyadarinya. Nyonya Misca, wanita berusia 60 tahun pemilik tokok roti tempat Luci bekerja datang, ia berdiri memerhatikan Luci yang sedang duduk dengan tatapan kosong.

Tuk...tuk...tuk

ketukan Nyonya Misca pada meja kasir menyadarkan Luci seketika. Luci kalang kabut saat mengetahui siapa yang datang.

"Nyonya, maaf saya tidak menyadari kedatangan Anda." ucap Luci dengan perasaan tidak enak.

"Apa ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan?" tanya wanita itu lembut.

"Ah... saya hanya memikirkan keadaan ibu saya, Nyonya." Bohong! ya Luci baru saja berbohong.

Nyonya Misca mengelus tangan Luci, "apa dia baik-baik saja?" tanyanya ingin tahu.

"ya tentu saja, hanya saya belum sempat mengunjunginya beberapa bulan terakhir ini. ah ngomong-ngomong ada apa Nyonya datang ke tokok? apa sedang butuh beberapa roti?" tanya Luci pada Boss nya itu.

"Ah.. tidak-tidak, ada hal yang perlu saya bicarakan dengan kamu. tapi rasanya bingung harus mulai dari mana." ungkap Nyonya Misca ragu.

dari raut wajahnya saja Luci dapat membaca jika sesuatu yang akan di bicarakan oleh Misca bukanlah hal baik.

"Ada apa Nyonya, tak perlu sungkan." ucap Luci.

"Maaf Luci, sepertinya akhir minggu ini saya harus menutup tokok roti ini. Tubuh saya sudah terlalu tua, maka dari itu saya secepatnya akan mengikuti anak-anak ke Jerman." Nyonya Misca nampak sedih.

jantung Luci terasa akan lepas mendengar kabar tak baik ini, bagaimana bisa ia harus kehilangan satu-satunya mata pencahariannya. Bagaimana dengan biaya Rumah sakit, bagaimana dirinya bisa hidup.

butiran air mata Luci jatuh, ia hanya merasa kesialan terus saja menghampiri dirinya. melihat hal itu Nyonya Misca dengan hangatnya memeluk gadis cantik yang sudah ia temui sekitar 4 tahun lamanya. dielus rambut panjang berwarna coklat itu hingga kepunggung serta ucapan maaf yang tak henti-henti dari mulut Nyonya Misca kepada Luci.

"Maafkan saya Luci..." Nyonya Misca ikut terisak.

"Tak apa, anda sudah mengambil keputusan terbaik. jaga selalu kesehatan anda Nyonya, dan hidup bahagialah." Luci mencoba tegar, mungkin sudah saat nya bagi Luci untuk mencari pekerjaan yang lain.

setelah berbincang banyak dengan Nyonya Misca, kini Luci hanya terdiam seorang diri. berpikir sembari merencanakan hal yang harus ia lakukan setelah tidak bekerja disini.

"Apa aku harus menerima tawaran Sabrina?"

Keputusan bulat

07:30 pagi Luci baru saja membuka matanya, rasanya gaya tarik ranjang miliknya jauh lebih kuat dibandingkan hari-hari sebelumnya, padahal ini adalah hari terakhir Luci bekerja di toko roti. cuaca diluar cukup mendung bahkan terlihat sedikit tetesan air hujan turun untuk membuat angin semakin dingin menusuk tubuh Luci yang kurus.

helaan napas berat berkali-kali terdengar, sesak rasanya dada Luci jika memikirkan ia akan menjadi seorang pengangguran dikeadaan sekarang. ia masih pusing, bagaimana caranya membayar semua cicilan yang sudah mengantri setiap bulannya.

dengan langkah yang berat Luci segera memgambil handuk dan bergegas mandi, setelah itu ia mulai mengenakan pakain simple hanya jeans dan juga t-shirt berlengan pendek tak lupa ia juga merias tipis wajahnya agar terlihat lebih segar.

sekitar 15 menit perjalanan akhirnya oa sampai, disana sudah ada Nyonya Misca dan beberapa orang pria yang sedang mengangkut semua benda didalam toko roti. dengan senyum manisnya Luci menghampiri Nyonya Misca.

"Apakah aku terlambar dihari terakhir ini?" tanya Luci dengan lembut.

"Tentu saja tidak, terima kasih sudah menjadi pegawai yang setia dan jujur Luci." ungakap Misca dengan mata sedikit berkaca-kaca.

tak ada jawaban apapun, Luci hanya mengangguk sembari menahan air matanya agar tak jatuh.

Luci dan Misca masuk kedalam toko, barang-barang kecil mulai Luci rapikan, ia juga membersihkan meja-meja yang berdebu sambil meratapi semuanya, kenangannya, baik susah maupun senang sudah banyak ia lewati. bahkan air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya terjatuh juga.

"Luci.. kemarilah."panggil Misca.

Luci berjalan mendekati Misca yang sedang duduk sambil melihat jalanan yang belum terlalu ramai. "Ada apa Nyonya?"

sebuah amplop coklat Misca keluarkan dari dalam tasnya, terlihat cukup tebal. "Ini gaji terakhirmu, dan ada sedikit bonus untuk kamu. saya harap uang ini bisa bermanfaat sebelum kamu menemukan pekerjaan lain."

"Tidak, Nyonya. ini merepotkan." Luci menolak dengan halus, meskipun dia sangat membutuhkannya namun tak enak rasanya.

"Ambilah, kamu anak baik, saya selalu percaya jika kebahagiaan besar akan segera menghampiri kamu." Nyonya Misca menggenggam tangan Luci dengan hangat, betapa iba dirinya melihat Luci bertahan hidup tanpa ada sanas saudara yang membantu.

"terima kasih, Nyonya. saya do'akan anda selalu diberi kesehatan dan kebahagiaan." ungkap Luci.

setelah membantu sedikit merapikan toko, kini semua sudah kosong. tak ada satupun barang yang tersisa. para pria tukang pun suda pergi membawa semua barang milik Nyonya Misca. kini Luci benar-benar harus ikhlas, iapun mengantarkan Misca kedalam mobil karena sang supir sudah menjemputnya.

"jaga dirimu baik-baik, Luci." ucap Misca.

"tentu saja, tolong kabari aku sesekali jika anda sudah sampai di jerman."

Misca mengangguk, kini mobil sudah perlahan pergi. Luci menatap nanar sambil melambaikan tangannya.

Dari arah yang berlawanan Luci melihat sebuah mobil sedan hitam melaju lambat, sepertinya tidak asing bagi Luci. saat Luci tunggu ternyata mobil itu tidak berhenti dan berlalu begitu saja.

Hari sudah semakin malam, tapi sulit untuk Luci bisa tertidur malam itu, yang ia pikirkan sekarang adalah tawaran pekerjaan dari Sabrina. ponsel terus ia genggam, jari telunjuknya terus saja ia gigit menandakan jika saat ini Luci sedang berpikir keras.

"Hanya menuangkan minuman pada lelaki-lelaki hidung belang sajakan?!" ungkapnya pada diri sendiri, "harusnya itu tidak apa-apa." sambung nya sembari menyalakan ponsel nya dan mencari kontak Sabrina.

Suara telpon berdering cukup lama, hingga akhirnya suara wanita terdengar samar karena bising nya suara musik.

"Hallo..." Panggil Luci.

"Ya Luci...apa suaraku terdengar jelas?" ucap Sabrina dengan suara agak kencang.

"Iya, tentu saja. Emmmh aku akan mengambil pekerjaan yang kamu tawarkan apa masih berlaku?" ungkap Luci yakin.

"Kamu serius? tentu saja, besok aku akan menemuimu." Suara Sabrina nampak senang mendengar kabar baik itu.

"Baiklah, kalau begitu aku tutup telponnya, sampai bertemu besok."

Rasanya lega sekali setelah memikirkan nya cukup lama, ia hanya perlu bekerja dengam baik demi menghasilkan uang yang banyak demi pengobatan sang Ibu. setelah itu kini Luci bisa tertidur dengan Lelap.

Sabrina yang sedang bekerja bersama pria-pria hidung belang nampak menjadi lebih semangat, karena mulai besok akan ada seseorang yang menggantikan dirinya.

"mengapa kamu terlihat begitu senang, Cantik?." bisik seorang pria berambut coklat.

"Besok akan ada seseorang yang jauh lebih menarik menggantikan posisiku. bukankah kalian ingin suasana yang baru?" Goda Sabrina pada pria itu.

"Akhirnya pesanan kita akan tiba besok." ucap satu pria lagi yang duduk disamping kiri Sabrina.

mendengar kabar baik itu, mereka sangat amat kegirangan, bersulang dan meminum alkohol tak henti-henti. Sabrina tidak jahat, justru ia ingin membantu sahabatnya hidup lebih baik seperti dirinya sekarang.

Kesadaran Sabrina mulai menurun, saat ia akan pergi ke toilet tiba-tiba saja ia menabrak seorang pria bertubuh kekar, wangi tubuhnya sangat enak Sabrina tau jika ini adalah aroma parfum yang mahal. tangan kekarnya menahan tubuh Sabrina yang hampir terjatuh.

"Maaf tuan, saya tidak sengaja." ucap Sabrina dengan nada menggoda.

tangan Sabrina menjalar diarea dada dan perut pria itu, wajah yang terlihat sudah tak muda namun masih memiliki karisma yang membuat Sabrina ingin ditiduri olehnya.

"Apa anda bisa menemani saya malam ini?"

bak tertiban durian runtuh, bagaimana bisa pria itu bisa langsung menawarkan hal yang tentu saja sangat Sabrina inginkan, tanpa basa basi Sabrina langsung menerima tawaran pria itu.

"Tentu saja tuan, anda duduk dimana? nanti saya akan kesana." jawab Sabrina manja.

"Violet table, 16." jawabnya singkat.

Sabrina yang mendengar hal itu langsung menyadarkan dirinya. Violet table adalah area meja untuk kelas VVIP di club ini dan jarang sekali ada orang yang memesan table ini. dengan senyum lebarnya Sabrina mengangguk sambil pergi meninggalkan pria itu.

lega rasanya, setelah sabrina mengeluarkan seluruh isi di kantung kemihnya, ia juga mencuci wajahnya dan memoleskan kembali makeup pada wajahnya yang cantik. betapa besar hati Sabrina diminta menemani tamu besae malam ini.

Langkah kaki penuh percaya diri ditunjukan oleh Sabrina, ia mulai menaiki tangga, Ruangan VVIP itu dijaga ketat oleh pria-pria bertubuh tinggi dan kekar selain itu ruangan nya juga sangat privat, tetapi didalamnya terdapat sebuah kaca besar yang langsung menghadap kearah lantai menari dan pertunjukan musik.

"Room 16." ujar Sabrina singkat.

pria itu mengantar Sabrina sembari memastikan jika dia benar-benar memiliki koneksi dengan tamu diruangan itu. saat membuka pintu Sabrina melihat seorang pria yang sedang duduk seorang diri sambil menikmati minuman termahal di club ini.

tidak ada percakapan, saat Pria itu melihat Sabrina ia langsung mengangguk kecil menandakan jika wanita itu benar-benar memiliki koneksi dengannya.

Dengan senyuman lebar, Sabrina segera duduk disamping klien nya dan memeluknya mesra, ia mengelus area dada dan juga memainkan kancing kemeja dengan lembut. Banjir uang pikir Sabrina malam ini maka dari itu ia harus memberikan pelayanan yang baik dan juga menarik.

"Apa anda ingin melihat saya menari?" Sabrina menawarkan dirinya untuk menari erotis dihadapan Pria yang dia saja tak tau siapa.

"Duduklah, saya hanya ingin minum dengan tenang bersama seseorang."

tidak melakukan apapun? batin Sabrina yang merasa merugi, tamu kelas bawah saja begitu tergiur dengan tubuh dan penampilan Sabrina tapi kali ini ia hanya ingin Sabrina duduk sambil menemaninya minum.

dengan perasaan kecewa akhirnya Sabrina duduk dan menuangkan minuman kedalam gelas kosong yang tersedia, ah ini benar-benar membosankan pikir Sabrina.

"Boleh saya bertanya?" ucap pria itu datar.

"ya tentu saja, apa yang ingin anda tanyakan?" jawab Sabrina antusias.

"Seberapa dekat kamu dengan dia?" ucap pria itu sambil menunjukan sebuah photo.

"Bagaimana Anda bisa tau dia?" Sabrina terkejut melihat photo yang terdapat dalam hp tamu VVIP itu.

sebenarnya siapa dia???

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!