"Justiv..." Teriak Rena keras. Mata wanita cantik itu berbinar kala melihat sang kekasih berjalan ke arahnya.
"Aku sangat merindukanmu." Rena menghamburkan dirinya dalam pelukan Justiv. Sudah satu bulan lamanya Justiv dan Rena sibuk menghadapi ujian kelulusan. Saking sibuknya, mereka baru bisa bertemu kembali untuk melepas rindu hari ini.
"Maaf membuatmu menunggu." sesal Justiv karna sudah datang terlambat. Tangan kekarnya mengelus rambut panjang Rena yang tergerai indah.
"Tidak papa, aku juga belum lama datang kok." dusta Rena, padahal sudah hampir satu jam lamanya Rena menunggu kedatangan Justiv di Kaffe Gelora.
"Ada sesuatu yang ingin aku katakan pada padamu." ucap Rena setelah pelukan itu terlerai.
"Aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu." balas Justiv.
"Kalau begitu aku dulu, karna aku yang lebih dulu datang ke kaffe ini." ucap Rena antusias. Rena sudah tidak sabar untuk membagikan kabar bahagia yang ia punya pada Justiv.
"Tidak Rena. Lebih baik aku dulu." pinta Justiv dengan penuh permohonan. Justiv takut tidak bisa mengatakan apa yang ingin ia sampaikan pada Rena, andai membiarkan Rena berbicara terlebih dahulu.
"Tidak aku dulu. Kau harus lihat ini, baru kau boleh bicara." Rena tak mau mengalah. Wanita berambut panjang itu mencoba mengambil sesuatu yang ia simpan di dalam tas brandednya.
"Aku ingin kita putus Rena!" ucap Justiv tanpa memberi Rena kesempatan untuk bicara lebih dulu.
Jedar!
Ucapan pria itu bagaikan petir yang menyambar di tengah terik mentari, membuat Rena jadi terdiam seketika. Rena jadi urung mengeluarkan benda dalam tasnya dan fokus menatap wajah sang kekasih. Berharap tidak ada keseriusan di wajah tampan itu.
"He...kau sedang bercanda kan? Bercandamu itu tidak lucu tau!" cicit Rena sembari tertawa renyah, Rena masih mencoba untuk berpikir positif.
"Maafkan aku Rena, tapi aku serius. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita." ujar Justiv dengan wajah seriusnya.
"T-tapi kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" Tanya Rena tergugup. Seingat Rena hubungan mereka baik-baik saja, kenapa Justiv malah minta putus sekarang. Rena tak habis pikir.
"Tidak Rena. Kau tidak melakukan kesalahan apapun." Justiv menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Aku akan melanjutkan kuliahku ke luar negri. Karna itulah aku ingin mengakhiri hubungan kita sebelum aku pergi ke luar negri." beritahu Justiv dengan suara tertahan. Tak mudah bagi Justiv untuk mengambil keputusan tersebut.
"Tapi kenapa kita harus putus Justiv? Aku bisa menunggumu sampai kau kembali, aku berjanji akan setia kepadamu. Kita tidak harus berpisah." ucap Rena dengan nada meyakinkan.
"Atau kau mau aku ikut denganmu untuk kuliah ke luar negri? Kalau iya aku akan meminta pada mom dan dadku untuk mengirimku kuliah ke negara yang sama denganmu." ujar Rena dengan netra yang sudah berkaca-kaca. Rena begitu takut kehilangan Justiv.
"Tidak Rena. Aku ingin fokus pada kuliahku." Tepis pria itu dengan senyum getirnya.
"Papa meminta aku untuk jadi penerusnya di perusahaan. Karna itulah aku tidak ingin bermain-main lagi dan akan lebih fokus pada kuliahku nanti. Setelah lulus nanti, aku akan menggantikan posisi papa di perusahaan." Justiv menjelaskan panjang lebar.
Plakk!
Sebuah tamparan mendarat sempurna di wajah tampan Justiv, namun Justiv tak membalas karna ia tahu dirinya memang bersalah telah menyakiti hati Rena.
"Jadi menurutmu hubungan kita selama ini hanya main-main?" Rena tak percaya kata-kata itu akan keluar dari mulut pria yang berstatus sebagai kekasihnya selama 3 tahun terakhir ini.
"Setelah apa yang kita lakukan selama ini, tidakkah ada artinya hubungan kita untukmu? Sedikit saja?" tanya Rena dengan air mata yang berderai. Runtuh sudah pertahanan hati Rena.
Pertemuan dengan sang kekasih yang Rena bayangkan akan penuh dengan kebahagiaan, kini malah berubah jadi penuh luka.
"Maafkan aku Rena. Jaga dirimu baik-baik. Aku harap kau akan menemukan pengganti yang jauh lebih baik dariku." ucap Justiv sembari berlalu meninggalkan Rena.
Drrrd Drrrd Drrrd
Suara panggilan telepon dari mom Khanza membuyarkan lamunan Rena tentang masa lalunya yang menyakitkan.
Bergegas Rena menarik napas dalam-dalam untuk menetralkan perasaannya kembali. Meskipun hubungannya dengan Justiv sudah bertahun-tahun berlalu, namun rasa sakitnya masih bisa Rena rasakan hingga kini.
"Hallo mom." ucap Rena setelah merasa lebih baik.
"Sayang, kau sudah sampai di rumah orang tuamu?" tanya mom Khanza di seberang sana.
"Belum mom, aku masih dalam perjalanan." beritahu Rena apa adanya. Saat ini mobil yang di kendarai Rena baru keluar dari area bandara, dan sedang dalam perjalanan menuju rumah papa Nicko ayah kandung Rena.
"Sampaikan salam mom dan dad pada papa Nicko dan mama Risa ya. Maaf kami tidak bisa ikut menghadiri acara ulang tahun Dilon." Pesan mom Khanza. Dilon adalah adik Rena, putra dari papa Nicko dan mama Risa.
"Baik mom." Rena menganggukkan kepalanya meskipun tahu mom Khanza tak akan melihatnya.
"Cepatlah kembali jika urusanmu sudah selesai. Kau tahu, Justiv baru saja kembali ke negara ini. Tapi kau malah pergi." ucap mom Khanza bermaksud untuk menggoda Rena. Mom Khanza tahu kalau Justiv dan Rena memiliki hubungan di masa lalu.
"Kalian sangat tidak kompak, padahal dulu kalian tidak bisa dipisahkan." cicit mom Khanza lagi.
"Aku memang tidak mau bertemu dengan pria itu lagi mom. Karna itulah aku pergi untuk menghadiri acara ulang tahun Dilon lebih awal." ucap Rena pelan sekali, nyaris terdengar seperti berbisik.
Bersambung.
"Kau bicara apa sayang? Suaramu tidak jelas?" tanya mom Khanza memastikan.
"Tidak ada mom. Aku hanya ingin bilang kalau rumah orang tuaku sudah dekat." Rena mengalihkan pembicaraan.
"Sudah dulu ya teleponnya i love you..." Pamit Rena sebelum mom Khanza berbicara tentang Justiv lagi.
"I love you too honey. Bersenang-senanglah selama di sana. We miss u..." pesan mom Khanza sebelum mengakhiri teleponnya.
"Miss you too mom." balas Rena pula. Setelah itu panggilan telepon dengan mom Khanza berakhir.
Sejak Rena diangkat anak oleh mom Khanza dan dad Albian, Rena memang lebih sering menghabiskan waktu di rumah orang tua angkatnya daripada di rumah orang tua kandungnya sendiri.
Kecuali setelah lulus SMA, hampir satu tahun lamanya Rena tinggal di rumah papa Nicko dan tak pernah sekalipun pulang ke ibu kota.
Semua orang berpikir Rena ingin menghabiskan banyak waktu dengan ayah kandungnya yang baru saja menikah dengan mama Risa, mom Khanza dan dad Albian mengizinkan saja tanpa ada rasa curiga sedikitpun.
Walaupun saat Rena kembali ke ibu kota, mom Khanza sedikit kaget melihat perubahan berat badan Rena yang meningkat drastis. Padahal profesi Rena adalah seorang model. Tapi bekat diet ketat yang di jalani Rena, berat badannya bisa kembali seperti semula hanya dalam hitungan bulan saja.
"Kau sudah kembali, tapi kenapa tidak mengabari aku? Sepertinya aku memang sudah tidak berarti lagi dalam hidupmu Justiv." Rena tersenyum pilu.
Setelah telepon dari mom Khanza berakhir, pikiran Rena kembali tertuju pada sang mantan kekasih yang sudah lima tahun tidak pernah ia temui lagi.
"Mungkin ini saat yang tepat untuk aku melupakan Justiv. Aku harus melupakan dia dan melanjutkan hidupku bersama Dilon." Rena meyakinkan dirinya sendiri.
***
***
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 30 menit, akhirnya taksi yang di kendarai Rena tiba di halaman rumah papa Nicko.
"Kak Lena..." seorang bocah laki-laki berusia 4 tahunan menyambut kedatangan Rena dengan antusias.
"Dilon..." Rena membungkukan badannya untuk mensejajarkan tinggi badannya dengan Dilon, seraya merentangkan kedua tangannya lebar-lebar untuk menyambut tubuh mungil Dilon yang akan menghamburkan diri dalam pelukannya.
"Aku tangen banget ini, kak Lena napa lama tak pulang?" tanya Dilon dengan wajah menggemaskan. Membuat Rena tak bisa menahan diri untuk mencium seluruh wajah Dilon.
"Apun kak. Apun. Haa" Dilon terkekeh geli saat menerima ciuman bertubi dari sang kakak.
"Dilon benar Ren. Dia sangat merindukanmu, sampai-sampai saat dia tidur selalu memanggil namamu." beritahu papa Nicko. Rasa nyeri merasuk dalam hati Rena kala mendengar ucapan sang papa.
"Maafin kakak ya sayang, kakak sibuk bekerja di ibu kota. Jadi baru sempet pulang sekarang deh." sesal Rena. Demi mencari nafkah untuk dirinya dan Dilon, Rena sampai rela kehilangan banyak waktu bersama malaikat kecilnya itu.
"Gapapa kak. Kakak jangan sedih, nanti tantikna ilang loh." Dilon membelai wajah sang kakak dengan tangan mungilnya, Rena sampai menggigit bibir bawahnya agar tidak menangis di hadapan Dilon.
"Kamu apa kabar sayang? Bagaimana kabar mom dan dadmu di ibu kota. Sudah lama papa tidak berkunjung ke sana?" tanya papa Nicko sembari mengusap puncak kepala sang putri dengan sayang. Terakhir kali Nicko menginjakkan kakinya di ibu kota adalah saat mengantar Rena pulang ke rumah orang tua angkatnya beberapa tahun yang lalu.
"Kabarku baik pah, mom dan dad juga baik-baik saja. Mereka titip salam buat papa dan mama Risa. Oh iya, dimana mama Risa?" Rena mengedarkan pandangannya kesekitar, namun sosok yang ia cari tak kunjung menampakan batang hidungnya.
"Mama di sini sayang, kau pasti lapar. Mama baru saja selesai memasak bebek peking kesukaanmu." ucap seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari arah dapur. Begitu tahu Rena akan pulang ke rumah hari ini. Bergegas mama Risa langsung berkutat dengan alat-alat dapurnya demi memasak makanan kesukaan Rena.
"Makanan kecukaan Dilon juga tuh, Dilon juga lapal. Mau makan ini." cicit bocah tampan itu.
"O...Jagoan papa juga lapar ya. Kalau begitu ayo kita makan." Ajak papa Nicko dengan wajah sumringah
"Ayo..." balas Dilon antusias.
Rena tersenyum simpul melihat kehangatan keluarganya setiap kali ia pulang ke rumah.
"Ayo sayang, kau juga harus makan." mama Risa terpaksa menarik tangan Rena karna sedari tadi Rena hanya diam saja di tempatnya.
"Terima kasih mah. Kalau tidak ada mama entah apa yang akan terjadi pada kami." Rena menatap wajah wanita paruh baya itu dengan tatapan sendunya.
"Jangan mulai sayang. Setidaknya tidak sekarang. Atau kita akan menangis lagi seperti waktu itu." ucap mama Risa sembari membelai lembut wajah cantik Rena.
"Ayo...kita makan." ajak mama Risa dan Rena mengangguk setuju.
***
"Mama aku ngantuk, aku mau bobo." cicit Dilon, matanya terasa berat setelah menghabiskan dua potong paha bebek dengan ukuran besar.
"Oh anak mama sudah ngantuk ya, ayo kita bobo siang." mama Risa mengendong tubuh mungil Dilon untuk di ajak tidur siang di dalam kamarnya.
"Mah, boleh tidak Dilon tidur siang dengan aku hari ini? Aku sangat merindukan Dilon." pinta Rena penuh harap.
Mendengar permintaan Rena, mama Risa jadi urung membawa Dilon ke kamarnya. Dan lebih memilih menyerahkan bocah tampan itu pada pangkuan Rena.
"Tentu saja boleh sayang. Habiskan waktumu sebanyak-banyaknya dengan Dilon selama kau ada di sini." ucap mama Risa diiringi dengan senyuman.
Bersambung.
"Terima kasih mah." Rena menatap mama Risa dengan wajah berbinar.
Mama Risa sangat berjasa dalam hidup Rena. Demi memberi status pada Dilon, janda tanpa anak itu sampai rela menikah dengan Nicko sahabat masa kecilnya. Dan mengakui Dilon sebagai putra mereka.
Bahkan mama Risa sampai berpura-pura hamil saat Rena sedang hamil dulu, agar tidak ada satu orang pun yang curiga tentang status Dilon yang ternyata bukan anak kandungnya. Sedangkan Rena lebih memilih berdiam diri di dalam rumah selama kehamilannya. Lebih tepatnya bersembunyi.
Tidak ada yang tahu tentang kebenaran itu kecuali mereka bertiga saja. Bahkan mom Khanza dan dad Albian orang tua angkat Rena saja tidak diberi tahu.
Rena masih terlalu muda kala mengandung Dilon dulu, belum menikah pula. Jika orang-orang tahu situasi yang sebenarnya, pasti Rena dan keluarganya akan jadi bahan hujatan semua orang dan karir Rena sebagai seorang model yang baru mulai meniti karir akan hancur. Karna itulah Rena terpaksa merahasiakan status Dilon dari semua orang dan harus rela mengakui Dilon sebagai adiknya saja.
Beruntungnya Rena memiliki orang tua seperti papa Nicko, yang mau merangkul anaknya saat sang anak jatuh ke jurang terdalam. Tanpa menghakimi sedikitpun.
"Sama-sama sayang. Kalian berdua istirahatlah, kau juga pasti sangat lelah setelah menempuh perjalanan jauh." ucap wanita berwajah teduh itu.
"Kak udah nantuk ini, Dilon mau bobo." rengek Dilon sembari menempelkan wajahnya di dada Rena.
"Ia sayang, hari ini Dilon bobo siang sama kak Rena dulu ya. Soalnya kak Rena kangen banget sama Dilon. Besok baru bobo sama mama lagi." pinta Rena dengan wajah memelas.
"Ok." patuh Dilon, pria kecil itu tidak peduli dengan siapapun yang akan menemaninya tidur siang, yang penting ia bisa segera tidur sekarang, karna rasa kantuknya sudah tidak tertahankan.
Tanpa banyak bicara lagi, Rena segera menggendong tubuh kecil Dilon, kemudian meletakannya di atas ranjang miliknya.
"Selamat bobo kak." Ucap Dilon dengan mata yang sudah setengah terpejam. Tak butuh waktu lama, akhirnya bocah tampan itu terlelap juga dalam dekapan Rena.
"Selamat bobo sayang." Balas Rena pula. Wanita berkulit putih itu terus menatap wajah tampan Dilon yang sangat ia rindukan dengan begitu intens. Demi mengobati rasa rindunya setelah sekian purnama tidak bertemu dengan sang putra.
"Untung kau tidak mirip dengan dia sayang." Cicit Rena dengan senyumnya yang mengembang. Ada rasa bahagia di hati Rena karna wajah Dilon sama sekali tidak mirip dengan wajah ayah kandungnya, kecuali warna mata mereka saja yang sama-sama memiliki mata berwarna biru.
***
***
"Mah, pah..." Setelah Dilon terlelap, Rena memutuskan untuk menemui papa Nicko dan mama Risanya.
"Ada apa sayang? Kenapa kau tidak ikut istrirahat bersama Dilon?" Tanya papa Nicko.
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan pada kalian." Ucap Rena dengan senyumnya yang manis. Tanpa rasa canggung wanita berambut panjang itu duduk di antara kedua orang tuanya yang sedang duduk santai sembari menikmati teh hangat dan cemilan sore mereka.
"Apa kau mau minum teh juga sayang? Kalau mau akan mama buatkan." mama Risa menawarkan.
"Tidak usah repot-repot mah. Mama duduk saja di sini." Rena menarik mama Risa yang sudah bersiap pergi ke dapur agar duduk kembali.
"Apa yang ingin kau bicarakan sayang? Bicaralah." ucap papa Nicko dengan memasang wajah seriusnya. Jika Rena sudah bersikap seperti ini, berarti ada hal penting yang ingin Rena katakan pada mereka. Sama seperti saat Rena menyampaikan kabar kehamilannya dulu.
"Begini pah, mah..." Rena menatap mama Risa dan papa Nicko bergantian.
"Untuk acara ulang tahun Dilon nanti, aku ingin kita merayakannya di kota Bali. Sekalian liburan, sudah lama kita tidak berlibur bersama." ajak Rena dengan wajah sumringahnya.
"Itu ide yang bagus sayang, papa setuju." balas papa Nicko.
"Kapan kita berangkat? Mama akan mempersiapkan semua kebutuhan Dilon selama kita berlibur nanti." ujar mama Risa.
"Tidak usah repot-repot mah, mama istirahat saja. Mama pasti lelah telah menjaga Dilon selama ini. Biar aku saja yang menyiapkan semua kebutuhan Dilon." ujar Rena. Rena sangat tahu betapa lelahnya mengurus seorang anak seusia Dilon, karna Rena punya 2 orang keponakan yang masih kecil-kecil di rumah. Dan tak jarang Rena kebagian tugas untuk menjaga mereka.
"Baiklah jika itu keinginanmu." balas mama Risa. Walaupun mama Risa sama sekali tidak merasa di repotkan saat mengurus Dilon, tapi ia tetap mengabulkan apa yang jadi keinginan Rena. Mama Risa ingin memberi kesempatan pada Rena agar bisa lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Dilon.
Sejak lama wanita paruh baya itu sangat mendambakan untuk memiliki seorang anak. Namun mama Risa harus mengubur impiannya dalam-dalam karna dokter sudah memvonis dirinya tidak bisa memiliki anak sendiri. Karna kenyataan pahit itu pulalah, mama Risa sampai di ceraikan oleh suami pertamanya yang sangat ingin memiliki seorang anak.
Kehadiran Rena dan Dilon adalah angin penyejuk untuk jiwa mama Risa yang gersang.
"Bagaimana kalau besok? Aku ingin menghabiskan liburan lebih lama dengan kalian." usul Rena.
"Ok." jawab papa Nicko dan mama Risa serentak.
"Jadi ini alasanmu pulang lebih awal, padahal hari ulang tahun Dilon masih 1 minggu lagi. Kenapa kau tidak mengatakan lebih awal jika ingin mengajak kami liburan sayang?" tanya mama Risa. Ia bisa mempersiapkan segalanya lebih awal andai Rena mengatakan rencana liburan mereka sebelumnya.
"Maaf mah." Rena tersenyum kikuk.
"Aku sengaja pulang ke rumah ini lebih awal karna tidak ingin bertemu dengan Justiv." batin Rena. Sebenarnya Rena sudah tahu rencana kepulangan Justiv dari kak Anzela. Karna itulah Rena memilih untuk pergi.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!