Tiinn! Tiinnn!! Suara klakson memekakan telinga bagi siapapun yang mendengarnya.
Sebuah mobil mogok tepat di tengah jalan dengan kondisi lampu hijau yang menyala membuat mobil lain terkendala untuk segera melaju.
Seorang gadis memukul setir mobilnya, "Argh! Kenapa sih mogoknya harus di tengah jalan kayak gini?! Mana dekat lampu lalu lintas lagi, sial banget gue hari ini!" gerutu gadis itu.
Tok! Tok! Tok! Kaca mobil gadis itu di ketuk dari luar, perlahan dia membuka kaca mobilnya, gadis itu tertegun saat melihat sosok pria yang tengah berbicara kepadanya.
"Astaga ini manusia apa bukan, kenapa gantengnya nggak manusiawi sekali" batin gadis itu.
"Mbak...mbak..." Pria itu melambaikan tangannya di depan wajah gadis itu.
"Eh iya iya, maaf gimana ya Mas?"
"Saya akan bantu dorong mobil Mbak ke sana, soalnya kelamaan disini mengganggu lalu lintas jalan, lihat! Jalanan semakin macet" ucap pria itu.
"Ah baiklah Mas, sebelumnya terimakasih" ucap gadis itu, sedangkan si pria hanya mengangguk.
Dengan sekuat tenaga pria itu mendorong mobil wanita itu, akhiranya ada orang yang merasa iba dan membantu pria itu.
"Terimakasih sudah membantu ya Mas" ucap pria itu pada beberapa orang yang telah membantunya.
"Sama-sama Mas, kami pergi dulu" pamit mereka.
Gadis itu keluar sambil membawakan air mineral pada pria yang telah membantunya tadi.
"Ini minum Mas, sekali lagi makasih ya Mas__"
"Satya Biantara, Mbak bisa panggil saya apa saja, asal jangan sayang..." ucap pria itu.
"Yaaahh kenapa?" tanya gadis itu menunjukkan raut kecewa.
Bian mengernyitkan alisnya melihat respon gadis di depannya saat ini, gadis itu pun baru tersadar dengan apa yang di ucapkan, gadis itu buru-buru memperkenalkan dirinya.
"Saya Adhara Nayanika, Mas Bian bisa panggil saya Dhara" ucap gadis itu mengulurkan tangannya, Bian pun menyambutnya sambil tersenyum manis.
"Eh eh ya ampun senyumnya, nih orang pasti pakai pelet nih, bisa-bisanya seorang Dhara langsung terpukau melihat nih cowok untuk pertama kalinya" batin Dhara.
"Mbak, boleh saya cek mobilnya? Saya sendiri juga kerja di bengkel kok jadi aman, gimana?" tanya Bian.
"Oh silahkan Mas, kalau tidak merepotkan" ucap Dhara mempersilahkan.
Bian pun membuka kap mobil milik Dhara dan asap pun keluar dari sana.
Uhukk...uhukk ..Bian sampai terbatuk-batuk, "Mbak, mobil kamu overheat ini, kayaknya perlu di bawa ke bengkel. Mbak mau di bawa ke bengkel tempat saya bekerja atau Mbak punya bengkel langganan sendiri?" tanya Bian.
"Duh, mending bawa ke tempat Mas Bian aja. Saya nggak tahu dimana biasanya sopir saya bawa nih mobil ke bengkel" jawab Dhara.
"Kalau gitu saya akan hubungi teman saya dulu Mbak, Mbak Dhara mau kemana kalau boleh tahu, biar saya antar dulu?" tawar Bian.
"Saya mau ke kampus Nusa Bangsa Mas, apa tidak apa-apa kalau Mas Bian nganter saya dulu?" tanya Dhara pura-pura tidak enak padahal dalam hatinya bersorak senang, kapan lagi kan naik motor yang boncengin cowok ganteng paripurna begini.
"Wah kebetulan sekali Mbak, saya juga mau kesana" ucap Bian tersenyum.
"Please jangan senyum gitu, hati gue melebur melumer jadi satu ini" batin Dhara melihat senyuman Bian yang membuat jantung gadis itu jedag jedug tak karuan.
"Mas Bian kuliah disana juga? Fakultas apa?" tanya Dhara antusias.
"Pacar saya yang kuliah di sana Mbak" jawab Bian sambil memakai helmnya.
Kretek...hati Dhara patah jadi dua, baru juga mengagumi yang namanya cowok, eh ternyata pacar orang, memang nasib Dhara tidak beruntung kali ini.
"Baru pacar lho, tikung aja nggak masalah" iblis seolah membisikkan kata-kata itu pada telinga Dhara.
"Ayo Mbak Dhara, oh ya ini helmnya" Bian memberikan helm pada Dhara.
Saat hendak mengancingkan, Dhara sedikit kesusahan.
"Sini, saya bantuin Mbak."
Dhara pun berjalan mendekat, tangan Bian terulur mencoba mengancingkan helm yang di pakai Dhara. Sedangkan Dhara sendiri malah terfokus pada wajah dan leher Bian yang terpahat sempurna, fokus Dhara teralih pada jakun Bian yang terlihat naik turun.
"Astaga Rip otak gue!" batin Dhara tiba-tiba otaknya tidak berfungsi dengan baik.
"Yuk Mbak naik" ajak Bian.
"Naik Mas Bian?" celetuk Dhara yang otaknya sedikit menjadi tidak waras.
"Hah?"
"Eh, maaf Mas Bian. Maksud saya naik sekarang gitu?" tanya Dhara mencari kata-kata yang tidak terdengar ambigu.
"Iya Mbak Dhara, keburu telat nanti" balas Bian.
Dhara pun tanpa sungkan langsung naik motor Bian, "Ayo dong minta buat pegangan, biasanya gitu kan kalau di novel sama film-film yang gue baca dan tonton" batin Dhara.
Sedangkan yang di harapkan tidak kunjung memberi arahan, membuat Dhara sedikit kecewa. Akhirnya tak sampai 10 menit motor Bian sudah masuk area kampus.
"Mbak kamu fakultas apa?" tanya Bian.
"Bisnis Mas Bian" jawab Dhara.
"Wah kebetulan sekali ya kita, saya juga mau kesana" ucap Bian langsung melajukan motornya sedikit lebih cepat.
"Iya Mas bermula dari kebetulan berubah menjadi jodoh kan nggak ada yang tahu hihihi" batin Dhara semakin gila saja otaknya.
Akhirnya Bian dan Dhara sampai di fakultas yang di tuju, dengan perlahan Dhara turun dari motor Bian dengan berat hati.
Bian berdiri di depan Dhara, pria itu membantu Dhara melepas helmnya. Jangan di tanya kondisi hati dan jantung Dhara, rasanya seperti pindah tempat.
"Makasih Mas Bian" ucap Dhara setelah Bian meletakkan helm yang di pakai wanita di depannya ini.
"Sama-sama Mbak Dhara, sampai jumpa di lain waktu" ucap Bian lagi-lagi tersenyum manis memperlihatkan gigi taringnya yang membuat Dhara gemas.
"Sampai jumpa Mas Bian" balas Dhara melambaikan tangannya kecil, Bian pun mengangguk.
Dhara pun membalikkan badannya mulai berjalan menjauhi Bian, gadis itu pun menengok sedikit ternyata Bian sedang teleponan dengan seseorang.
"DORRRR!!" seseorang mengejutkan Dhara, membuat Dhara hampir saja mengumpat.
"Anj__ ALETTA! LU MAU BIKIN GUE CEPET MENINGGOY HAH?" Dhara murka dengan apa yang dilakukan sang sahabat.
"Ya lagian siapa suruh ngalamun terus, baru juga dateng udah ngalamun, kesambet tau rasa lu" omel gadis bernama Aletta yang tak lain satu-satunya sahabat Dhara.
"Gue patah hati Ta, sedih banget gue" ucap Dhara dengan muka di melas-melasin.
"Hah? Gue nggak salah denger, seorang Dhara patah hati? Opet mana woy yang udah bikin lu mendadak melow gini?" tanya Aletta, gadis itu terkejut sebab baru pertama kali ia mendengar seorang Dhara patah hati biasanya Dhara lah yang membuat para cowok patah hati.
"Bukan Opet lah, orangnya ganteng nggak ngotak, badannya tinggi tegap, kulitnya tan yang manly banget. Gue bener-bener jatuh cinta pada pandangan pertama Ta" ucap Dhara sendu.
"Ya kejarlah, gue kalau punya wajah kayak lu bakal gue kejar sampai dapet, kecuali kalau udah punya istri, nggak minat gue jadi pelakor. Eh, atau jangan-jangan suami orang lagi yang lu taksir, eling Dhara eling" Aletta langsung menatap Dhara serius.
"Bukan suami orang tapi pacar orang Ta, ituuuhh" tunjuk Dhara, melihat Bian sedang ngobrol bersama seorang gadis.
Mata Dhara dan Aletta kompak memicing,
"Lah anjir pacarnya Raya! Tuh orang kan dulu kuliah disini, namanya Satya Biantara orang-orang pada manggil si gapura kabupaten, gara-gara badannya yang gede tinggi tegap gitu. Gila seorang Adhara Nayanika naksir pacar orang, tapi kalau mau lu tikung bakal gue bantuin sih. Lu tahu kan Raya gimana di kampus, sedangkan Mas Satya orangnya baik, tulus lagi nggak terima banget gue dia pacaran sama jablay kayak Raya, kelihatannya aja kalem eh dalemnya busuk luar biasa" ungkap Aletta panjang lebar.
"Kurang apa coba Ta tuh cowok sampai si Raya suka selingkuh, betewe gue lebih suka manggil dia Mas Bian daripada Satya gemes-gemes gimana gitu" sahut Dhara.
"Ya kalau buat Raya kurang kayalah tau sendirikan dia gimana, tikung aja Dhara tikung. Tapi lucu sih sekalinya suka cowok out of the box banget lu ini, gue pikir lu sukanya yang kayak prince-prince gitu" ucap Aletta.
"Nggak, gue sukanya model kayak tuh orang auranya manly sexy" ucap Dhara senyam senyum sambil terus menatap Bian yang masih ngobrol bersama kekasihnya itu.
"Sapu mana sapu, gue yakin otak lu mikirnya udah jauh pakai banget itu, ya kan?" tuduh Aletta, Dhara tertawa lepas mendengarkan perkataan sahabatnya itu.
"Nggak ada ya, otak gue bersih suci tak ternoda" sahut Dhara sambil terkekeh.
"Mana ada, itu di kening lu aja ada tulisan 21+ gitu" Aletta semakin yakin sahabatnya ini benar-benar tidak waras.
"Ha ha ha, otak lu berarti yang nggak beres" sahut Dhara.
Sedangkan di sisi lain Bian dengan Raya pacarnya sedang mengalami sedikit ketegangan.
"Mas Satya kan baru gajian masa aku minta 1 juta aja nggak boleh sih Mas, jangan pelit gitu dong Mas, ini buat bayar semesteran aku Mas, nanti kalau Ayah udah transfer bakal aku ganti kok, kamu nggak percaya sama aku ya Mas?" Raya mengeluarkan jurus tipu dayanya.
"Raya kamu tahu sendiri kan kalau aku harus ngirim uang buat Ibu dan Bapak aku yang di kampung, gini aja ini ada uang 500 ribu kamu pakai dulu aja ya, maaf ya sayang, pacarmu ini bukan anak orang kaya" ucap Bian mengusap lembut surai hitam Raya. Raya pun hanya terdiam tak menyahuti apapun.
"Ta, kok sakit ya Ta. Begini ya ternyata rasanya patah hati Ta. Aish Mas Bian bisa-bisanya punya pacar spek sundel gitu sih, nggak ikhas banget anjir!"
"Makanya tikung Dhara tikung, gue bakal tetep bantuin lu."
"Bantuin apa?"
"Bantu lewat doa ajalah gue" jawab Aletta tertawa.
"Dasar Aletta kampret! Dahlah ayo masuk, bisa-bisa gue nanti makin sakit hati lihat crush sama pacarnya lagi bermesraan."
"Kasihan sekali anak sultan pun nggak menjamin bisa luput dari patah hati, ck ck ck"Aletta berdecak sambil menggelengkan kepalanya.
"Bisa diam nggak lu, Aletta Veronica!"
Aletta pun tertawa melihat muka judes yang di tampilkan oleh sang sahabat.
Dhara kini berada di sebuah bengkel dimana mobilnya diperbaiki, tadi dirinya di WA kalau mobilnya sudah jadi. Dhara celingukan mencari keberadaan Bian tapi sepertinya dia harus menelan rasa kecewa sebab yang di cari rupanya tidak ada.
"Waah ada pelanggan cantik rupanya? Ada yang mau di perbaiki Mbak cantik?" tanya seorang pria dengan tato penuh di salah satu tangannya.
"Saya mau ngambil mobil itu Mas" tunjuk Dhara pada mobil pajero hitam.
"Oh Mbak Cantik yang tadi di tolong Satya ya?" tanya pria itu, Dhara pun mengangguk.
"Oke bentar ya Mbak, saya siapin dulu" ucap pria itu.
"Iya Mas, oh iya...Mas Biannya nggak ada ya?" tanya Dhara.
"Bian?? Oh..Satya! Dia kalau biasa di panggil Satya kalau sama teman-temannya Mbak, kayaknya baru Mbak deh yang panggil tuh anak Bian" ucap pria itu terkekeh.
Dhara pun hanya tersenyum menanggapi pria di depannya ini.
"Ada di belakang Mbak, mau saya panggilin?"
"Eh eh nggak usah Mas, nanti malah ganggu kerjaan Mas Bian" tolak Dhara, padahal dalam hatinya ingin sekali melihat Bian dengan keringat yang bercucuran dengan noda oli yang mengotori wajah atau tubuhnya, benar-benar gila pikiran Dhara ini, kebanyakan perempuan suka melihat laki-laki yang bersih dan wangi sedangkan Dhara malah suka pria yang terlihat kotor. Dalam artian pria itu terlihat sebagai pekerja keras.
Baru saja di omongin Bian keluar dengan tubuh penuh keringat dan oli yang mengotori lengan dan wajahnya benar-benar seperti dalam bayangan Dhara, Bian mengambil botol minumnya lalu menenggaknya, Dhara yang melihat itu sampai tak mengedipkan matanya, melihat jakun Bian yang naik turun membuat Dhara menelan salivanya sendiri. Gadis itu langsung tersadar, dia menggelengkan kepalanya lalu memukulnya pelan.
"Otak lu mikirin apaan Dhara!! Gila!" batin Dhara merutuki otaknya yang suka sekali traveling kemana-kemana.
Pandangan Dhara dan Bian bertemu, pria itu langsung tersenyum memperlihatkan gigi taringnya yang menambah kesan asjskkshhsjs, nggak bisa di jelaskan.
"Ingat Dhara dia pacar orang, masa seorang Dhara merebut pacar orang sih, nggak banget kan?" Sisi waras Dhara membisikkan kata-kata itu.
"Tikung ajalah, model pacarnya aja sasimo (sana sini mao) kapan lagi lu nemu yang se hot Bian gini Dhara?" Sisi Iblis dalam diri Dhara membisikkan sesuatu yang membuat Dhara seketika tergoda.
Saking asiknya dengan pikirannya sampai Dhara tidak sadar kalau Bian sudah berdiri di depannya.
"Mbak Dhara...mbak..?!" Bian melambaikan tangannya di depan wajah Dhara.
"Eh eh iya Mas Bian maaf" Dhara nyengir memperlihatkan gigi putih rapinya.
"Jangan keseringan bengong Mbak, nggak baik. Mbak Dhara mau ambil mobil kan?"
Dhara mengangguk, "Heheh iya Mas reflek tadi, Iya Mas Bian, udah selesai semua kan?"
"Udah Mbak, sering-sering di cek ya Mbak biar nggak tiba-tiba mogok di tengah jalan lagi" Bian menasehati Dhara.
"Makasih ya Mas Bian, oh iya ini ada tip buat Mas Bian dan temennya" Dhara menyerahkan dua lembar uang berwarna merah pada Bian.
"Mbak ini kayaknya kebanyakan deh."
"Nggak apa-apa Mas Bian, anggap aja rejeki Mas Bian hari ini" ucap Dhara.
"Kalau gitu makasih banyak ya Mbak, bisa nih buat makan seminggu" kekeh Bian.
"Hah? Makan seminggu? Mas Bian jajan dimana?" tanya Dhara syok, uang 100 ribu baginya hanya buat sekali jajan itu pun kadang tidak cukup.
"Beli di pasar Mbak, udah bisa buat beli sayur terus bisa makan ayam juga" jelas Bian tersenyum, dia yakin kalau Dhara bukanlah orang biasa.
"Mas Bian serius, beli sayur sama ayam? 100 ribu? Kok bisa?" Dhara masih tak percaya dengan perkataan Bian.
Bian pun tertawa, "Kalau Mbak Dhara nggak percaya nanti bisa ikut saya belanja ke pasar deh" ajak Bian bercanda.
"Boleh Mas? Beneran penasaran nih saya" ucap Dhara antusias.
"Boleh Mbak, mungkin besok pagi saya mau belanja mumpung libur juga. Mbak Dhara beneran mau ikut?" tanya Bian memastikan.
"Boleh-boleh Mas, saya kuliah siang kok."
"Oke Mbak Dhara besok saya share lock kost-kostan saya ya."
"Hah, ngapain ke kostan Mas Bian?" tanya Dhara bingung.
"Pasarnya dekat sama kost-kostan saya Mbak."
"Ah begitu, oke deh Mas. Kalau begitu saya pulang dulu ya Mas sampai bertemu besok" pamit Dhara sambil melambaikan tangannya pada Bian dan temannya.
Setelah Dhara pergi, Bhumi meledek Bian habis-habisan.
"Cie Mas Bian, duh sweet banget anak orang ya. Sikat aja nggak sih Sat, kayaknya tuh cewek tertarik deh sama lu" Bhumi mengompori Bian.
"Gila aja, terus Raya mau gue kemanain? Udah dua tahun lho gue pacaran sama dia, gue nggak kayak lu ya yang setiap jurusan ada aja pacarnya" Bian gantian meledek Bhumi.
"Ya mumpung belum punya istri lho, kalau udah punya istri cukup satu aja. Lagian udah berapa kali sih gue bilang sama lu kalau Raya tuh nggak baik seperti yang lu pikir, tapi lu nya udah bulol banget sampai heran gue mau nasehatin pakai metode apalagi supaya lu cepet sadar."
"Gue kalau nggak lihat dengan mata kepala gue sendiri gue nggak bakal percaya ya cik cik bhum bhum, bagi gue Raya itu salah satu penyemangat gue buat semaki giat bekerja."
"Iyalah kalau lu nggak giat, gimana caranya lu mau manjain tuh orang. Bisa-bisa lu langsung di putusin seketika."
"Aish lu segitu nggak sukanya ya sama Raya, kenapa sih? Raya kan baik juga sama lu Bhum" Bian sampai bingung kenapa Bhumi sangat membenci kekasihnya itu.
"Pokoknya nggak suka aja, kalau kalian putus gue bakal bikin syukuran, pegang omongan gue ini. Inget! Atau kalau nggak gue bayarin kost lu 2 bulan" ucap Bhumi membuat Bian tertawa.
"Ha ha ha, kostan lu aja sering telat gimana mau bayarin kost gue ege, yang bener aja" sahut Bian terpingkal.
"Gampang lah nanti gue bisa pakai pinjol" Bhumi semakin random membuat Bian makin geleng-geleng kepala.
"Please lah Sat, lu tuh definisi cowok terlalu baik kalau buat si Raya-raya itu, nggak rela banget sahabat sehidup semati gue di bodoh-bodohin gini terus."
"Astaga, gimana gue mau putus. Orang hubungan gue sama dia baik-baik aja lho."
"Yaaa, di bikin nggak baik-baik aja dong. Lu selingkuh kek atau gimana, lagian jangan lu kasih duit terus tuh orang, lu manjain terus sih, ngelunjak kan tuh orang. Lu yang kerja banting tulang meres keringet tuh orang malah yang habisin duit lu!" Omel Bhumi, bukannya tersinggung Bian malah tertawa.
"Lu tadi makan siang pakai apa sih cik cik bhum bhum bisa-bisanya cerewet luar biasa gitu, lu makan geprek level 10 ya pedes banget tuh mulut ha ha ha" kelakar Bian, pria itu selalu melempar candaan tiap Bhumi sudah mengeluarkan omelan mautnya.
"Lu tuh kalau di nasehatin selalu gitu Sat, sebel gue" Bhumi mengalihkan pandangannya.
"Ha ha ha anjir, udah kayak anak perawan ngambek aja lu" goda Bian, Bhumi malah semakin memajukan bibirnya sambil bergumam tidak jelas.
"Eh iya ampe lupa, nih buat lu tadi dapet tip dari Dhara" Bian menyerahkan selembar uang berwarna merah itu pada Bhumi.
"Weeehh bisa nih makan selain geprek terus. Kalau gue jadi lu dah gue pepet tuh cewek, cantik kaya lagi. Kurang apa coba?" Bhumi tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kurang waras kalau gue deketin tuh cewek" Bian beralih mengecek mobil yang lain, sedangkan Bhumi dengan penasaran terus mengintili kemana Bian pergi.
"Maksud lu kurang waras gimana sih? Bukannya malah waras ya? Lu akhirnya tersadar dari pelet si Raya-raya itu."
Bian tertawa, "Ya sekarang di lihat aja dia anak orang kaya, sedangkan gue hanya montir kalau udah tanggal tua dompet rasanya senin kamis kembang kempis, jadi gimana nasib dompet gue kalau ngajak dia jalan, paling nggak minim ngopi ya di bintangbak, nggak level kan kalau gue ajakin ke angkringan, dah lah yang nyata dan pasti-pasti aja" sahut Bian panjang lebar.
"Halah ya mending yang kaya sekalian dong, kalau perlu anak tunggal kaya raya, terus orangtuanya udah bau tanah dah lah dorong sekali langsung ketemu malaikat Izrail, lu sama doi bisa hidup bahagia deh."
Plukkk...Bian melempar lap penuh oli ke wajah Bhumi. "Ajaran lu bener-bener sesat Bhumi, gue aduin bapak lu ya!"
Bhumi pun hanya tertawa mendengar ancaman sang sahabat.
***
Dhara pun masuk ke rumahnya sambil senyam senyum tampak begitu senang. Gadis itu teringat akan senyum seorang Satya Biantara, senyum pria itu seolah telah meracuni otaknya.
"Adhara__" panggil seseorang membuat senyum Dhara seketika luntur.
"Iya Pa" sahut Dhara menoleh dimana sang Papa berada.
Dhanu Wiratmaja, salah satu pengusaha tersohor di negeri ini. Seorang pemilik perusahaan besar ekspor impor furniture, belum lagi dia juga memiliki beberapa pusat perbelanjaan yang sangat ramai tersebar di beberapa kota. Dalam dunia bisnis namanya sudah sangat terkenal, si pengusaha bertangan dingin sebagai julukannya.
Sosok pria dan Ayah yang keras bagi kedua anaknya, si sulung Pandhu Raga Wiratmaja yang sekarang mengurus bisnis mereka di Bali, dan si bungsu Adhara Nayanika Wiratmaja. Bungsu yang paling keras kepala dan sangat susah di handle.
"Ada apa Pa?" tanya Dhara, gadis itu langsung duduk di depan sang Papa.
"Apa kamu sudah punya pacar?" tanya Dhanu tiba-tiba, membuat Dhara terkejut.
"Belum Pa, belum ada yang cocok" jawab Dhara jujur, padahal dalam hati dan pikirannya sedang terBian-Bian.
"Baguslah kalau memang belum punya, Papa akan mengenalkan kamu sama anak temennya Papa" ucap Dhanu tersenyum lebar.
"Jangan bilang kalau Dhara mau di jodohin sama orang itu?" tanya Dhara dengan raut wajah tak suka.
"Lho memangnya kenapa kalau dijodohin? Papa nggak bakal rela kalau kamu sampai salah jodoh dengan pria yang tak jelas asal usulnya. Kamu pasti cocok bergabung dengan circle keluarga Nawasena Dhara, jadi tolong dengerin Papa, tolong terima Arsen jadi calon suami kamu ya ."
Dhara menghela nafas, "Pa, tolong untuk urusan satu itu biarkan Dhara memilih sendiri siapa yang akan jadi suami Dhara kelak, lagian Dhara juga belum lulus kenapa udah sibuk banget mikir perihal suami buat Dhara sih?"
"Baiklah, Papa akan biarkan kamu memilih jodoh kamu sendiri, tapi kalau pria itu tidak masuk kriteria Papa, maka kamu harus siap kalau Arsen bakal jadi suamimu, gimana? Deal?"
Dengan ragu Dhara menjabat tangan sang Papa, "Oke, deal!"
***
Risa mengernyit heran saat melihat putrinya sudah bangun dan berdandan cantik di hari minggu yang masih pagi ini.
"Sayang, tumben udah cantik sama rapi gini? Mau kemana?" tanya Risa berjalan mendekat dan duduk di samping Dhara.
"Dhara mau kencan Ma" jawab Dhara, sedangkan bukannya terheran Risa malah langsung tertawa.
"Sayang, baru semalem lho Papa bilang katanya kamu belum ada pasangan, tapi ini malah bilang mau kencan, yang bener yang mana Adhara?" tanya Risa.
"Ya emang Dhara belum punya pacar, makanya ini mau di usahakan dulu siapa tahu emang jodohnya Dhara Ma" jawan Dhara terkekeh.
"Temen kuliah? Atau anaknya siapa?" tanya Risa antusias, sebab baru kali ini sang putri punya niatan ingin mencari pacar, bahkan Risa pernah berpikir sang anak belok saking kemana-mana cuma sama Aletta terus.
"Bukan temen kuliah sih. Anaknya siapa ya? Yang jelas anak emak bapaknya lah Ma, Mama nih ada-ada aja deh."
"Ya siapa tahu kan Mamanya teman arisan Mama gitu sayang" ucap Risa.
"Bukan kok Ma, ya udah ya Ma Dhara berangkat dulu, bye Mama" pamit Dhara sambil mencium pipi Risa.
"Hati-hati, jangan malam-malam pulangnya!"
"Okee!" Teriak Dhara.
Sedangkan Bian sendiri sedang membujuk sang kekasih untuk ikut belanja dirinya.
"Ray, ikut belanja yuk! Temenku soalnya ada yang mau ikut belanja ke pasar, temenin yuk Ray!" Pinta Bian pada Raya.
"Bakal aku temenin kalau belanjanya ke supermarket, kalau ke pasar nggak ah, mana bau amis, belum lagi bau got dan lain-lainnya, no no no!" tolak Raya dengan ekspresi wajah jijik.
Di luar, Bhumi yang mendengar perkataan Raya langsung membanting panci yang sedang ia pegang.
Praaanngggg...
Bian dan Raya refleks terkejut, mereka berdua langsung keluar melihat apa yang terjadi.
"Ci panci, udah tahu kere berlagak lu kaya sultan aja ci, udah biasa buat masak mie instan nggak usah berlagak naik tahta buat masak sup truffle segala ci" omel Bhumi sambil menepuk-nepuk panci yang sudah penyok itu.
Bian sebisa mungkin menahan tawanya, "Buang aja, nanti gue beliin panci yang baru di pasar" ucap Bian pada Bhumi.
Bhumi langsung menatap Bian serius, "Iya kan, mending di buang kan daripada nggak ada fungsinya malah jadi bebankan, beban tembok yang semakin banyak perintilannya."
"Mas Satya, kayaknya aku balik ke kostan aku dulu ya. Nanti aku nggak usah di sisain makanannya, aku mau keluar sama temen-temen aku" pamit Raya, kostan dia dekat hanya berjarak tiga rumah dari kostan Bian.
"Oke kalau gitu, have fun ya" balas Bian.
Setelah Raya pergi, Bhumi langsung mensidak kamar Bian.
"Sat, lu nggak ehem-ehem kan sama tuh cewek?" tanya Bhumi dengan tatapan menajam.
"Ehem-ehem apaan sih maksud lu?" tanya Bian kurang mengerti apa yang di maksud sang sahabat.
"Itu lho Sat, pak cepak cepak jeder" jelas Bhumi sambil menyatukan telapak tangannya memberikan kode pada Bian.
Bian yang baru sadar langsung melempar lap yang sedang ia pegang ke arah Bhumi.
"Otak lu sepertinya butuh di cuci terus di kasih citrun biar kinclong deh Bhum."
"Ya gimana nggak mikir ke arah situ, kalau pakaian yang ia pakai aja modelan kurang bahan semua gitu, coba kalau saja cowoknya bukan lu apa nggak habis tuh cewek di obok-obok."
"Bahasa lu di obok-obok kayak air aja dah, padahal udah gue bilang kalau main kesini setidaknya harus berpakaian pantas, tapi sepertinya Raya kegerahan mungkin makanya suka pakai tanktop sama hot pants doang."
"Bukan dianya yang kegerahan, dasarnya emang gatel aja pengen lu sentuh, penasaran tuh dia sama onderdil lu" perkataan Bhumi sukses membuat Bian melotot.
"Njirr perkataan lu makin kemana-mana aja, dah lah gue mau nunggu Dhara dulu, kira-kira tuh anak nyasar nggak ya?"
"Lah gaya lu nggak suka nggak suka di gaet juga tuh cewek" sindir Bhumi.
"Nggak gitu yang bangsul, kemarin kan ngobrol-ngobrol random gitu, eh dia jadi pengen ikutan ke pasar ya udah kan sekalian ini gue juga mau belanja" jelas Bian sambil memakai sepatunya.
"Udah gue bilang mending putusin tuh cewek toxic lu deh terus pepet aja si Dhara, di jamin bakal bahagia deh lu Sat. Kalau lu nggak mau biar gue deketin aja" ucap Bhumi sambil tertawa.
"Emang dianya mau sama lu?" ledek Bian pada sahabatnya itu.
"Kampret lu Sat! Dah sana pergi-pergi, enek gue lihat muka tengil lu itu" usir Bhumi pada Bian yang terus meledeknya.
"Sesama berwajah tengil di larang saling meledek" sahut Bian tertawa.
Mereka berdua pun di kejutkan dengan sapaan lembut seorang gadis. Sontak Bhumi dan Bian pun mendongak.
"Hai Mas Bian..." sapa gadis itu tersenyum lebar, mengangguk sambil menatap Bian bergantian dengan Bhumi.
"Hai juga, nggak nyasar kan?" tanya Bian seraya berdiri dari duduknya.
"Nggak kok Mas, tadi tanya-tanya gitu ternyata orang-orang sini kenalnya Mas Satya, untung aku masih inget waktu temen Mas itu manggil Mas Bian Sat-sat gitu" jawab Dhara tertawa kecil.
"Soalnya emang jarang banget yang manggil aku Bian, kebanyakan emang Satya. Beneran jadi ikut nih?" tanya Bian memastikan.
"Ya kali pagi-pagi udah sampai sini masa nggak jadi sih Mas" jawab Dhara dengan ekspresi serius.
"Ha ha ha, oke-oke. Sekali lagi aku kasih tahu ya, di sana agak bau yang bermacam-macam jadi satu, belum lagi ada jalanan yang agak becek gitu, yakin masih mau?"
"Asal sama kamu jalan terjal berkelak kelok akan tetap ku lewati, Mas Bian" batin Dhara.
"Udah sih ayo, keburu habis barang-barang yang mau Mas Bian beli" dengan sedikit mengeluarkan tenaga Dhara menarik tangan Bian supaya cepat jalan.
"Kita naik motor aja, lumayan capek kalau jalan" Bian mengeluarkan motor matic kesayangannya, Dhara yang melihat itu sedikit terkejut sebab kemarin yang di pakai motor gede, sedangkan sekarang berbanding terbalik.
Bian tersenyum melihat wajah Dhara yang seperti bingung itu.
"Ini motor pertama aku, mau di jual sayang. Udah nemenin dari jaman kuliah sampai awal-awal kerja, nggak malu kan aku boncengin pakai kayak gini?"
Tanpa menjawab pertanyaan Bian, Dhara langsung membonceng begitu saja.
"Mas Bian tuh nggak usah banyak sungkannya, takut kalau aku nggak nyaman ini itunya kan, tenang aja Mas Bian aku bukan tipe cewek menye-menye yang heboh ini itu" ucap Dhara menegaskan.
"Ya udah kalau gitu, kita berangkat!!"
Entah kenapa perasaan Bian terasa begitu bahagia, ada rasa berbeda saat bersama Dhara, padahal mereka baru tiga kali ini bertemu.
"Kayaknya gue udah terpengaruh perkataan Bhumi, perasaan apa ini masa gue nyaman sama Dhara sih. Inget Raya Sat ingat Raya." Batin Bian berusaha untuk mempertahankan kesetiaannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!