Seorang bayi perempuan yang masih sangat mungil menatap langit-langit kamar dengan ekspresi takjub dan tidak percaya. Meskipun menangis keras seperti genderang perang, bayi itu berada dalam gendongan seorang wanita paruh baya yang tersenyum hangat menatapnya. Wanita itu memeluk tubuh kecilnya dengan lembut, menenangkan bayi tersebut dari ketakutan. Tangan mungil bayi itu terlihat kurus, namun sorot matanya yang lembut menunjukkan kesadaran yang mendalam. Bayi itu seperti menyadari keberadaannya di tempat yang asing baginya. Hal ini mengejutkan, karena kesadaran seperti itu biasanya dimiliki anak-anak berusia tujuh atau lima tahun. Wanita paruh baya tersenyum lembut, memandang bayi itu dengan penuh kasih sayang. Tidak berusaha memikirkan hal lain selain menyelamatkan bayi itu dari dinginnya air hujan yang membasahi pakaiannya. Bayi itu ditemukan didepan sebuah rumah panti asuhan Sunshine didesa Carugon dalam kondisi basah kuyup.
"Elise Aurellia, itu namamu sekarang. Aku berharap kamu menjadi anak kuat dan bijaksana, nak."
"Carla, tolong cepat ganti pakaian bayi ini sebelum anak ini demam." Sambung wanita itu. Gadis yang dipanggil Carla mendekati dan mengambil bayi dari gendongan .
"Baik, Bu Violet."
...****...
Namanya adalah Elise Aurellia. Bayi perempuan yang ditemukan didepan panti asuhan. Saat ini alisnya berkerut melihat keadaan sekitar. Semuanya terlalu asing untuk dirinya jika memang ini masih dibumi walaupun berada dibagian yang lain. Maka dari itu Elise mulai mengumpulkan informasi sekecil apapun. Masalahnya Elise berreinkarnasi sebagai anak bayi. Apa pula yang bisa lakukannya. Bahkan tangan mungilnya masih belum bisa menggenggam apapun. Langkah pertama yang dilakukan Elise untuk beradaptasi dengan dunia ini adalah dirinya akan mengecek kekuatan magis. Apakah ada atau tidak. Tapi apa ini? Mana yang dimilikinya hanya 5. Yang bahkan untuk membunuh slimepun belum tentu bisa. Ah ya apakah ada slime didunia ini Elise bahkan tidak tahu. Tapi setidaknya bukankah angka 5 itu bahkan terlalu kecil. Elise hanya bisa berharap akan sebuah keajaiban. Dirinya sudah hidup sejauh ini sungguh keterlaluan jika memang dirinya tetap menjadi manusia yang tidak berguna. Seperti masa lalunya. Elise menghela nafas pelan. Tangannya meraung-raung menatap mainan bayi usang yang menggantung diatas sana.
Sebenarnya tidak ada yang spesial dengan keseharian Elise. Selain dirinya hanya makan dan tidur saja. Diselingi dengan belajar menggerakkan tubuh mungilnya. Dan setiap pagi Elise yang masih bayi akan diberi susu hasil perahan sapi. Itupun satu hari sekali sisanya Elise akan makan sup encer yang rasanya tidak enak sama sekali. Hambar tidak berasa. Penyiksaan pertama bagi Elise yang manusia modern.
"Ayo, Elise. Kamu harus makan agar cepat besar." Itu ucapan Carla saat Elise pertama kali memakan sup encer hambar itu yang berkali-kali Elise tendang ataupun tumpah kan. Membuat Carla kewalahan mengurusinya. Hingga beberapa hari kemudian Elise tak kunjung mau memakannya membuat tubuh kecilnya semakin kecil.
"Elise sayang. Kamu harus hidup,nak. Kemu bayi yang kuat. Karenanya makanlah untuk hidup." Nasihat Violet, wanita paruh baya itu dengan mata keriputnya yang terlihat berkaca-kaca melihat kondisi Elise yang memprihatinkan dalam gendongannya. Elise sadar dirinya tidak akan bisa bertahan hidup jika terus menerus menyusahkan dan memilih hal-hal yang tidak disukainya. Maka sejak saat itu Elise tetap menelan apapun yang disuguhkan didepannya hingga tidak bersisa membuat Carla dan Bu Violet senang. Setidaknya bayi mungil ini mampu bertahan hidup dengan segala kekurangannya.
...****...
Waktu berlalu dengan cepat, benar-benar tidak terasa umur Elise sudah empat tahun dengan keseharian yang tidak ada bedanya dengan bayi lainnya. Elise tidak melakukan hal-hal ajaib seperti loncat masa pertumbuhan. Bisa dibilang pertumbuhannya lambat jika dibandingkan anak pada umumnya. Bu Violet sebagai Kepala panti mengatakan kemungkinan ini terjadi karena mana yang dimiliki Elise hanya sedikit dan juga malnutrisi. Bu Violet tahu bahwa mana Elise sejak kecil memang hanya sedikit. Dan besar kemungkinan Elise dibuang karena alasan itu. Untuk malnutrisi yang dialami Elise juga entah apa yang perlu dilakukannya karena apa pula yang mau diharapkan dari sup encer tanpa gizi itu. Masih hidup saja sudah syukur saat ini. Elise bukanlah anak yang bisa ngeluhkan hal-hal seperti itu. Lebih baik mensyukurinya saja.
Dua bulan setelah ulang tahun Elise datang dua orang anak, Satu laki-laki dan satunya perempuan bersamaan. Anak laki-laki itu memiliki rambut berwarna merah dengan bola mata hitam pekat . Seolah-olah seluruh warna akan terhisap kedalam matanya sedangkan anak perempuan itu memiliki rambut berwarna abu-abu dengan bola mata biru jernih. Pipi mereka chubby sekali. Kepala panti menduga bahwa mereka saudara kembar hanya karena ditemukannya diwaktu yang bersamaan. Duduk berdua didepan pintu panti. Mereka pintar tidak menangis dan juga tidak berteriak yang seharusnya jika seumuran mereka akan menangis dan meminta kembali ke orang tua masing-masing. Elise sudah bisa berjalan dan bahkan berlari serta membawa barang-barang ringan seperti kayu bakar dan juga melakukan tugas kebersihan panti. Elise tidur dikamar yg sama dengan kedua anak itu. Dan saat ini Elise sedang menatap wajah mereka satu persatu dari balik kursinya.
"Umul mu belapa?" Elise menepuk jidatnya kesal karena hingga saat ini dirinya masih belum bisa mengucapkan huruf r dengan baik. Mereka saling tatap dan mengangkat bahu tidak tahu.
"Apa pentingnya umur. Bukankah lebih penting belajar mengucapkan huruf r." Ucap anak perempuan itu menghina. Elise mengerutkan alis merasa tersinggung dengan ucapannya.
"Tapi aku yang duluan disini. Jadi aku kakaknya. Kalian adik. Jadi kalian harus sopan." Ucap Elise terdengar sinis. Padahal setengahnya Elise malu karena dengan percaya dirinya mengucapkan sesuatu dengan cadel.
"Bukannya kami yg lebih tua daripada kamu. Liat badanmu saja hanya setengah dari tinggiku." Ucap anak perempuan itu lagi masih tidak terima dengan kelakuan Elise. Pipinya menggembung kesal.
"Sudah Rein jangan bertengkar." Ucap anak laki-laki itu menengahi. Ternyata anak perempuan itu bernama Rein.
"Dia menyebalkan. Luca." Dan anak laki-laki itu bernama Luca.
"Apa untungnya bertengkar dengan anak kecil Rein. Kita yang dewasa harus mengalah." Elise melotot kepada Luca saat dia mengatakan itu. Jujur saja ini percakapan yang lucu jika dipandang dari sudut pandang orang dewasa modern berusia 24 tahun bukan.
"Lihat, lihatlah. Bagaimana tingkahnya? Dia harus di beri pendidikan sopan santun." Rein terlihat marah sekali tapi ditahan oleh Luca agar dia tidak menjitak kepala Elise. Elise tertawa kecil melihatnya. Sebenarnya siapa yang harus diberikan pendidikan sopan santun.
"Ayolah Rein, dia masih anak-anak."
"Diam!! Aku bukan anak-anak." Teriak Elise kesal. Mukanya merah seperti tomat. Alisnya kerut dalam menatap Rein yang menyebalkan.
"Lihat bagaimana kelakuan nakalnya itu." Ucap Rein seraya melempar bantal kewajah Elise hingga dirinya jatuh terpelanting ketanah. Hiks... Dan Elise menangis kencang. Suaranya kembali menggelegar.
"Huwaaaaa.... Itu sakit kau tahu." Ucap Elise disela tangisannya.
"Astaga Rein apa yang kau lakukan." Teriak Luca seraya mendekati Elise yang masih menangis. Mencoba menenangkan Elise dengan pelukannya.
"Sudah. Sudah Elise. Tolong maafkan Rein." Ucap Luca menenangkan.
"Kepalaku sakit sekali telkena lantai." Adu Elise masih sesenggukan.
BRAK... pintu kamar terbuka. Terlihat Carla yang panik setelah mendengar suara tangisan Elise yang berlarian dari lantai dasar ke lantai dua. Nafasnya tersengal sebelum akhirnya menatap Elise yang dipelukan Luca.
"A-da a-pa?" Ucap Carla dengan nafas yang masih tersengal. Carla mencoba mengatur nafasnya.
"Elise terjatuh dari kasur. Tapi sepertinya tidak apa apa." Ucap Luca menjelaskan.
"Bagaimana bisa?" Tanya Carla pelan saat nafasnya sudah lebih baik.
"Aku telpeleset Calla. Tidak apa-apa, aku kan kuat." Ucap Elise masih dalam pelukan Luca. Membuat Rein dan Luca saling pandang.
"Baiklah. Hati-hatilah saat bermain. Kalau begitu aku akan kembali mengeceknya lagi. Tapi lebih baik kalian tidur. Sudah larut malam." Ucap Carla kemudian berlalu pergi. Dirinya terlalu sibuk hari ini. Walaupun setengah hatinya masih khawatir dengan keadaan Elise tetapi masih banyak perkerjaan yang harus dilakukannya. Dengan minimnya orang dewasa di panti sulit untuk tidak sibuk setiap harinya.
"Sudah, tidak usah beltengkal. Nanti bisa kena hukum. " Ucap Elise santai menjelaskan kepada mereka yang masih menatap kelakuan aneh Elise. " Aku Elise." Sambung nya lagi.
"Aku Luca dan dia Rein. Umur kami 5 tahun. Mungkin. Kami juga tidak tahu persis umur kami. Tolong maafkan Rein. Dia anak yang sensitif." Ucapnya santai. Rein hanya mendengus sebal mendengarnya. Tidak berminat membantah bagaimanapun Elise telah membantunya. Jika Elise tadi mengadu sudah pasti dirinya akan mendapat hukuman dan itu awal yang buruk baginya. Dihari pertama masuk kepanti ini sudah mendapatkan masalah. Dan akan dicatat dalam berkas pribadinya sebagai catatan yang akan mengurangi poin dirinya jika nanti ada yang berminat mengadopsi nya. Yah walaupun Rein terlihat tidak peduli tentang peradopsian itu.
"Baiklah. Ayo beldamai. Aku Elise dan aku umul 4 tahun. Kata Bu Violet tentunya. Hehe" ucap Elise terlihat bangga.
"Baiklah Elise. Mari kita jadi kakak adik yang akrab." Ucapnya seraya tersenyum manis.
"Jadi kalian kembal?" Tanya Elise penasaran. Mereka ditemukan bersamaan kemungkinan kembar bukan? Begitulah menurut Bu Violet sebagai kepala panti ini.
"Tidak. Rein lebih dulu tiba kemudian aku. Hanya saja—" ucap Luca sedikit bingung.
"Hanya saja apa?" Tanya Elise ikut bingung.
"Hanya saja aku tidak ingat siapa yang membawaku kesini. Begitu pula Rein. Kami hanya ingat tiba-tiba sudah ada didepan panti." Ucapnya murung. Tanpa tahu apa yang terjadi bukanlah sudah jelas jika mereka dibuang oleh orang tua mereka.
"Tapi Rein beruntung. Saat ditinggalkan ada barang yang tertinggal di tubuhnya. Sedangkan aku tidak." Ucapnya sedih. Rein menepuk bahunya menenangkan.
"Mungkinkah kalian bangsawan?" Tanya Elise asal. Mulut Elise memang sejak dulu selalu begitu. Asal menyebutkan sesuatu tanpa tahu dampak apa yang akan terjadi dari perkataannya.
"Eyy tidak mungkin. Lihat saja aku dan Rein biasa saja. Pakaian kamipun lusuh. Bagaimana mungkin." Jawab Luca ragu.
"Aku tidak tahu dunia lual tapi mungkin saja. Tapi sepeltinya kita jangan belharap banyak."
"Kamu dewasa sekali." Ucap Rein tiba-tiba.
"Namanya juga hidup. Bukannya kita halus dewasa jika mau hidup nyaman dipanti." Ucap Elise menasihati. Bagaimanapun Elise merupakan senior mereka yang lebih tau pahit manisnya kehidupan disini. Semakin nakal dirimu maka semakin sulit kehidupanmu.
"Jadi lebih baik belsikap baik-baik." Mereka berdua menggangukan kepala setuju. Itulah mengapa Elise tadi membantu mereka dengan sedikit berbohong.
Hari semakin larut, Rein dan Luca sudah mengantuk begitu pula Elise. Maka mereka mulai berbaring dan tertidur lelap. Perkenalan singkat ini berjalan baik. Menyisakan langit malam yang bertaburan bintang. Cahaya lilin sudah dimatikan oleh Luca. Rein dan Elise sudah bergelung didalam selimut tipisnya masing-masing.
"Selamat malam, Rein, Elise." Senyum simpul terukir dibibir kecil Luca saat mengatakannya sebelum akhirnya ikut bergelung didalam selimutnya.
...****...
Tiga bulan berlalu begitu cepat, tidak ada perbedaan kehidupan Elise, hanya ditambah oleh kehadiran Luca dan Rein. Keseharian yang mereka jalani hanya bermain diladang(sebenarnya bukan ladang hanya halaman luas panti yang terbengkalai). Luca suka bereksperimen, melakukan penggemburan tanah dengan mana yang dimilikinya. Menghasilkan tanah layak tanam. Walaupun Luca hanya bisa menanam kentang yang bertunas di dapur panti. Mengambilnya diam-diam dan menanamnya.
Jika ketahuan jelas mereka akan dimarahi Carla dan Bu Violet karena bermain-main dengan bahan makanan yang terbatas. Jika ada yang bertanya, iya mereka memakan kentang yang bertunas. Selain rasanya yang tidak enak harganya pun lebih murah. Tapi apa mau dikata jika memang hanya itu yang dapat mereka makan. Anak-anak panti juga tidak mengetahui tentang bagaimana keuangan di panti dikelola. Karena nyatanya kehidupan mereka sangatlah serba kekurangan.
Makanya Luca suka bereksperimen. Layaknya berjudi, jika untungkentang yang ditanam bisa tumbuh dan lebih layak untuk dikonsumsi. Jika tidak ya sudah rugi. Apalagi kalau ketahuan pastilah kena hukuman Carla dengan dikurangi jatah makan. Itulah yang berhari-hari Luca lakukan. Sedangkan Rein terlihat sedang membuat sesuatu. Entah apa yang diperbuatnya tetapi Rein tampak bersenang-senang dengan tanah yang didapatnya. Entah darimana Elise pun tidak tahu.
Sementara Elise hanya akan membantu Luca melakukan apapun yang dirinya bisa seperti mencabut rumput ataupun menyiram air.
Apapun itu yang bisa dirinya lakukan akan Elise lakukan. Intensitas mana mereka cukup tinggi. Elise juga baru tahu dari kesehariannya bersama mereka selama ini. Jika kapasitas mana merupakan bawaan lahir. Jadi jika kapasitas Elise hanya 5 maka selamanya akan seperti itu. Tidak ada apapun yang bisa membuatnya menjadi manusia yang lebih berguna. Elise sedih. Ternyata dalam kehidupan ini dirinya pun hanyalah sampah. Tidak ada bedanya dengan kehidupan sebelumnya. Elise menghela nafas panjang. Jika kalian tanya bagaimana Luca dan Rein. Yah mereka hebat. Luca kapasitas mananya sebesar 100 sedangkan Rein 200. Begitulah. Berbanding terbalik dengan Elise yang hanya 5.
Jadilah selama satu bulan selanjutnya Elise merajuk. Tidak mau berteman dengan mereka. Apalagi bertemu. Walaupun sulit karena mereka satu kamar. Jadi setiap bertemu, Elise mengabaikan mereka seolah-olah tidak ada. Membuat Rein dan Luca bersedih melihatku. Membuat kehidupan Elise dipanti juga sangat suram. Berhari-hari Elise hanya terdiam dikamar selain diwaktu makan. Ternyata mengabaikan mereka juga membuat hati Elise sakit mungkin karena bagi Elise mereka berdua juga sahabat terdekatnya selama ini. Tapi bagaimanapun sakit hati ini sulit dihapuskan. Bagaimana pun juga Elise masih kecil walaupun mentalnya sudah dewasa tapi tetap saja baginya ini persoalan yang sulit. Dan disini Elise sekarang. Menatap Bu Violet dengan tatapan penuh kesedihan. Tidak bisa membohongi diri.
"Elise, ibu tahu kamu sedih. Tapi walaupun tanpa itu kamu tetaplah Elise yang periang. Jadi jangan berkecil hati nak. Pasti ada jalan untuk kehidupanmu yang cemerlang." Ucap Bu Violet seraya mengusap rambut Elise lembut. Elise sadar dirinya terlalu egois untuk seorang anak yang diabaikan orangtuanya sendiri. Jika Elise melakukan hal lebih dari ini maka dirinya hanya akan menyusahkan yang lainnya.
"Iya Bu. Elise janji. Elise tidak akan belsedih dan belkecil hati lagi. "Ucap Elise dengan suara parau. Menahan tangisnya mati-matian seraya berusaha tersenyum kecil melihat Bu Violet yang semakin menua. Kerut dipipi nya terlihat jelas. Rambut putihnya terlihat jelas tidak menyisakan rambut coklatnya sama sekali.
"Baiklah. Kalau begitu. Ayo kita makan malam. Kamu pasti sudah lapar." Ucapnya seraya menuntun Elise keluar sementara Elise hanya mengikuti dari belakang dengan tatapan menunduk. Melihat lantai kayu yang usang tapi bersih tanpa noda.
Violet lebih dulu tiba disusul Elise dibelakangnya, duduk disalah satu meja ruang makan panti. Terdapat tiga meja panjang yang dapat diisi oleh enam anak-anak termasuk Rein dan Luca yang melambaikan tangan kepada Elise. Menyuruhku duduk disebelahnya yang sudah disediakan untukku. Elise pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendekat kearah tempat duduk yang disediakan Rein dan Luca dengan wajah lesu.
"Jangan bersedih. Aku punya hadiah untukmu." Bisik Rein pelan. Elise menatapnya dan menganggukkan kepala.
"Kubuatkan khusus untukmu."Bisik nya lagi seraya menyerahkan jepit rambut yang terbuat dari logam murahan. Tapi cantik sekali. Berbentuk bunga ditengahnya dengan pita dan tali rantai melilit ditengahnya yang disepuh warna kuning keemasan. Tentu bukan emas sungguhan. Yang akan berkilauan jika tertimpa cahaya. Sungguh cantik sekali.
"Semoga kamu suka." Bisik Luca menimpali. Elise tersenyum menatap Luca. Matanya berkaca-kaca menatap Luca dan Rein bergantian dengan terharu. Bagaimana mungkin selama sebulan ini Elise marah kepada Luca dan Rein yang sangat perhatian dan baik hati kepadanya seperti ini.
"Telima kasih. Aku sangat senang sekali. Dan maafkan aku." Ucap Elise penuh haru dan merasa sangat bersalah. Tak terasa tangisnya mulai pecah membuatnya terisak pelan.
Carla mengamati mereka dari jauh kemudian tersenyum melihat mereka yang tampaknya sudah berbaikan. Terbukti dari hadiah yang berhasil mereka berikan setelah mendengarkan nasihat Carla mengenai memberikan hadiah sebagai penghiburan bagi Elise.
"Tidak masalah. Sudah jangan menangis. Wajahmu jadi cemong oleh ingus." Rein santai sekali mengatakannya.
"Enak saja. Aku tidak ingusan." Elise menyeka hidungnya pelan menunjukan tidak ada ingus.
"Aku hanya bercanda Elise." Rein tertawa pelan. Anak-anak disekitar mereka masih memperhatikan mereka secara diam-diam. Memang pertengkaran mereka sudah membuat suasana di panti sedikit canggung karena Elise yang biasanya riang menjadi pemurung. Elise tersenyum menyematkan jepit rambut itu ke rambut ungu sebahunya.
"Cantik sekali Elise. Aku harap kamu mau memakainya setiap hari." Ucap Luca senang seraya menatap jepit rambut yang sudah tersemat dikepala Elise.
"Karena itu Rein yang membuatnya dan aku yang merapikannya. Kau harus memakainya setiap hari." Sambung Luca dengan bangganya. Elise menganggukan kepalanya bahagia.
"Tidak. Aku akan menyimpannya. Soalnya ini sangat belalti bagiku. Tapi akan kupakai saat ini kalena ini saat belhalgaku" Ucap Elise masih memamerkan jepit barunya kepada Rein dan Luca.
"Cantik." Ucap Rein membuat wajah Elise memerah. Berapa lama ya sejak dirinya dipuji cantik. Bahkan dulu dikehidupan masa lalunya Elise tidak pernah ada yang memujinya seperti itu.
"Ayo anak-anak mari makan dan bergegas tidur. Besok jadwal untuk bekerja bakti. Jadi jangan ada yang bangun kesiangan. " Ucap Bu Violet mengingatkan. Membuyarkan lamunan Elise sejenak dan berganti dengan suasana riuh anak-anak yang bergegas menghabiskan makanan.
"Baik Bu." Jawab serempak anak-anak panti lesu. Dijawab dengan tawa kecil Bu Violet menimpali.
Suasana damai setelah dua hari yang lalu Elise berbaikan. Hari-hari pun terasa menyenangkan. Seperti hari-hari lainnya, Elise pun makan malam bersama lagi dengan perasaan senang. Semua anak fokus pada makanan yang ada didepannya. Menikmati makanan yang tersedia ala kadarnya. Hanya tersedia sup encer disini dengan satu dua potongan kentang berukuran kecil. Rasanya pun hambar. Tidak ada lauk pauk. Atau apapun itu. gelas-gelas hanya terisi air putih. Anak-anak lain terlihat menikmati. Yah, karna hanya makanan ini saja yang selama ini mereka makan sedangkan Elise yang sudah menikmati lumayan banyak rasa makanan modern merasa ini penyiksaan tapi mau bagaimana lagi. Hanya ini yang tersedia. Elise menyuap sup encer itu dengan malas. Menatap sekitar yg masih terlihat lahap menikmati sup encer.
"Rasanya hambar." Bisik Rein kepada Luca.
"Mau bagaimana lagi. Hanya ini yang tersedia bukan? Kentangku belum tumbuh. Mungkin butuh beberapa Minggu lagi baru bisa kita panen. Semoga saja panen besar." Luca menatap sup encer dengan pasrah.
"Bukankah lebih baik berburu rusa. Kudengar dihutan Murbo banyak rusa liar berkeliaran disana." Bisik Rein menimpali.
"Bagaimana jika kita berburu besok. Saat kerja bakti berlangsung." Sambung Elise. Dibalas anggukan Luca. Sepakat, besok mereka akan berburu.
Makan malam selesai dengan cepat. Anak-anak berhamburan masuk kedalam kamar yang masing masing dihuni oleh 3-4 anak. Tidak ada hal yang bisa dilakukan saat malam hari selain tidur atau berbincang dengan teman sekamar. Karena cahaya lilin yang redup membuat segalanya terbatas. Ini pula yang Elise sebalkan. Disini tidak ada listrik dimana mereka hanya bisa mengandalkan cahaya matahari ataupun lilin. Elise menguap beberapa kali mendengar mereka yang masih sibuk membahas rencana perburuan esok hari. Suara mereka mulai terdengar seperti berbisik ditelinganya hingga malam larut malam. Elise mendengus kesal atas diskriminasi ini, mereka tidak membiarkan dirinya untuk ikut menyiapkan strategi. Elise tidur di kasur paling ujung diantara tiga kasur yang dijejerkan hingga akhirnya Elise memutuskan untuk tidur lebih dulu karena terlalu lelah tanpa mendengar kan lagi apa rencana panjang mereka. Yah walaupun sebenarnya rencana itu sangatlah sederhana. Rencana yang mungkin hanya terdengar seperti candaan bagi orang dewasa tapi dengan berani mereka lakukan.
****
Desa yang Elise tinggali bernama Carugon. Desa yang memiliki begitu banyak mitos yang tersebar dikalangan masyarakat desa. Desa ini juga dikelilingi tembok setinggi seratus meter dan luasnya hampir 500km² yang membentuk sebuah kotak persegi jika dilihat dari atas. Dengan dipusatnya terdapat rumah bangsawan yang berwenang atas keseluruhan desa ini. Jika tidak salah bermarga count. Diluar itu dibagian Timur terdapat lapangan luas sebelum akhirnya terdapat sungai kecil yang mengalir entah darimana sampai mana. Elise dan anak panti lainnya belum pernah menjelajahi dunia luar selain panti. Karena sebenernya tidak ada anak yang boleh keluar panti tanpa seizin ibu kepala dan didampingi oleh wali. Biasanya yang menjadi wali adalah Carla atau staff lainnya. Salah satu pengasuh di panti yang masih muda dan juga baik hati.
Tujuan mereka saat ini adalah hutan Murbo. Hutan Murbo terletak di Utara, desa Carugon, berbatasan dengan beberapa pegunungan mistis.Luasnya yang tidak terhingga karena belum ada yang bisa mengetahui ujung hutan hingga saat ini. Hutan lebat dengan pohon-pohon menjulang tinggi, sungai-sungai yang berliku-liku, dan gua-gua gelap. Bersuhu lembap dan misterius, dengan kabut tebal yang sering menghantui. Terdapat pohon-pohon kuno seperti Kayu Putih, Beringin, dan Kamper, serta tanaman liar seperti Lumut Suci dan Bunga Bayang.
Konon katanya terdapat berbagai Makhluk di Hutan Murbo Seperti Naga Api,Makhluk legendaris yang menjaga hutan dari kejahatan. Kucing Bayang, Makhluk kecil yang dapat berubah menjadi bayangan. Burung Raksasa, Burung dengan sayap lebar yang dapat mengangkat manusia. Ular raksasa yang dapat mengendalikan air. Goblin,Makhluk kecil yang suka bermain trik dan mencuri. Peri Hutan, Makhluk kecil yang menjaga keseimbangan alam. Roh Hutan, Makhluk tak kasat mata yang menjaga hutan dari kehancuran.
Konon disana juga terdapat Tempat-Tempat Penting seperti Pohon Tua, Pohon kuno yang dianggap suci oleh penduduk desa. Gua Misterius, Gua yang diisi dengan kristal-kristal yang bersinar. Sungai Ajaib, Sungai yang airnya dapat menyembuhkan penyakit. Danau Terlarang,Danau yang dianggap tabu oleh penduduk desa.
Dengar-dengar banyak hewan buas dan juga tanaman herba disana. Banyak petualang lepas mencari uang disana. Beberapa anak panti yang sudah dewasa sebelum Elise dan teman seangkatannya masuk juga menjadi petualang ataupun buruh di salah satu bar atau butik.
Dibagian barat terdapat distrik mewah dan pusat perbelanjaan bagi para bangsawan di desa ini melakukan perbelanjaan atau yang lainnya. Diluar tembok hanya terdapat jalan menuju area desa sekitar dan jalan desa menuju ibukota. Bisa dibilang itu kawasan elit dimana rakyat jelata seperti mereka dilarang pergi kesana. Kemudian dibagian selatan berbanding terbalik dengan barat yang merupakan area bangsawan.
Bagian selatan dihuni oleh masyarakat miskin dan kumuh. Dimana tempat penjudian, prostitusi dan kejahatan lainnya beredar bebas disana. Jadi jika dibandingkan anak panti asuhan dengan orang diwilayah selatan status anak-anak di panti hanya lebih baik sedikiiit saja dibanding mereka. Semua informasi ini Elise dapat dari buku cerita yang dibacakan Carla beberapa waktu lalu saat Elise mendengarkan kisah dan sejarah desa Carugon.
Hutan Murbo itulah tujuan Elise dan lainnya, Sejak tadi pagi Luca dan Rein rusuh sendiri. Menyiapkan tas kecil dan mencuri pisau dapur serta beberapa potong roti untuk makan siang persiapan untuk pergi kehutan. Rencananya mereka akan pergi melalui lubang kecil yang sudah mereka gali jauh jauh hari didekat pohon besar dibelakang panti. Memang area itu jarang terjangkau oleh orang panti karena tidak ada apapun disana. Dan anak-anak takut kepada pohon itu karena banyak desas desus bahwa pohon itu berhantu dan menyeramkan. Jadilah mereka melakukan itu. Saat ini semua orang sedang sibuk melakukan bersih-bersih sedangkan mereka izin beralasan sakit perut. Jadilah mereka diharuskan berdiam diri di kamar saja. Sementara Elise tetap pergi untuk melakukan kerja bakti. Elise tidak bisa ijin dengan hal yang sama jadinya Elise harus mencari alasan sendiri agar dirinya bisa tetap ikut. Elise bergerak perlahan tapi pasti dengan menyapu. Menyapu halaman hingga dekat panti seraya mengendap-endap pergi ke pohon besar itu.
Rein dan Luca sudah disana lebih dulu. Menatap sekitar, meyakinkan bahwa semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang melihat pergerakan mereka. Awalnya Elise fikir bagaimana mereka bisa tidak ketahuan ada disana. Saat melihat jendela kamarnya yang terbuka lebar dengan tali menjuntai di atas pohon dirinya pun tersadar. Astaga Rein dan Luca melemparkan tali dari jendela ke pohon yang jaraknya 3 meter dari dahan pohon besar itu. Kemudian meluncur dari dahan ke tanah dengan tali lainnya. Sungguh cerdik dan berbahaya. Heiii.. sungguh tidak layak ditiru anak-anak apalagi umurnya 5 tahun.
"Ayo bergegas sebelum ketahuan." Ucapnya pelan. Elise masih mengawasi dari jauh dibalik semak-semak takut ketahuan oleh orang-orang yang masih berlalu lalang disudut panti yang terlihat dari semak-semak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!