rintik-rintik air hujan masih terlihat dari luar jendela sebuah kamar yang terlihat sangat luas dan megah.
Ini adalah sebuah kejadian langka, sebuah anomali musim.
Di bulan Agustus yang seharusnya musim kemarau, tiba-tiba sejak kemarin hujan turun dengan lebatnya.
Badan Meteorologi dan Geofisika pun sangat sibuk sejak kemarin karena tidak ada tanda-tanda awan mendung tapi hujan tiba-tiba turun.
Di dalam kamar dan di atas ranjang seorang pemuda menggeliat malas dengan kedua matanya yang masih terpejam.
Tangan kirinya menggapai selimut tebal untuk menutupi tubuhnya dan tidak lama suara dengkuran halus terdengar di seluruh ruangan.
Tidak berselang lama suara pintu terbuka terdengar dan masuk seorang wanita dengan paras cantik nan elegan, melangkah dengan kedua kakinya yang panjang.
Wanita itu tampak tersenyum melihat pemuda yang tertutup selimut dan mendengkur di atas ranjang.
Dia melangkah menghampiri pemuda yang masih berkelana di alam mimpi itu.
Nama wanita itu adalah Shinta Wiratama dan pemuda yang masih tidur itu adalah sang putra yang bernama Abimana Pramono.
Shinta Wiratama adalah istri dari Rama putra Pramono pemilik perusahaan multi internasional yang bernama Pramono grup.
Perusahan terbesar di Indonesia dan Asia dengan segala jenis usahanya yang tersebar di seluruh dunia, dari batu bara, minyak bumi, gas alam, perhotelan, restoran, supermarket, mall, rumah sakit, teknologi dan masih banyak lagi.
Tidak salah jika Rama putra Pramono di tempatkan oleh majalah-majalah keuangan dunia sebagai orang terkaya ke tiga di dunia, pertama di Asia dan Indonesia.
Shinta Wiratama juga bukan ibu rumah tangga biasa, dia adalah seorang designer memilik butik fashion yang tersebar di seluruh Asia dengan kualitas pakaian dan desain terbaik membuatnya bersanding dengan para designer papan atas dunia dan tidak lama bisnisnya akan melakukan ekspansi ke Eropa dan amerika.
Bisa dibilang Rama putra Pramono dan Shinta Wiratama adalah pasangan super power dan sangat dihormati, punya kekuatan untuk mengguncang sebuah negara jika mereka marah.
"Bimo sayang bangun sayang." dengan suara lembut dan halus Shinta berucap sambil menyentuh pundak sang putra untuk membangunkan nya.
Jika pemuda lain pasti akan terbangun saat ini tapi tidak dengan pemuda itu, dia malah membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut seperti kepompong dan kembali mendengkur.
Melihat tindakan sang putra, Shinta bukannya marah tapi malah terlihat tersenyum, senyum penuh kasih sayang.
"Bimo sayang? Bangun sayang." Shinta kembali mencoba membangun kan sang putra tapi masih tidak ada jawaban.
"Sayang bangun, ini hari pertama kamu di sekolah yang baru". Ucap Shinta agar sang putra bangun tapi itu masih sia-sia saja.
Shinta sudah kehabisan akal untuk membangunkan sang putra karena hanya cara halus yang dia bisa dan tidak akan melakukan dengan kasar.
Abimana Pramono adalah putra satu-satunya dan Shinta sangat memanjakannya, Shinta mencintai suami dan putra nya lebih dari apapun yang ada di dunia ini.
Dari luar kamar terdengar kembali suara langkah kaki berjalan memasuki ruangan.
Langkah kaki tegap dan mantap dari seorang pria tinggi dan tampan, pria dengan aura kuat dan berkharisma.
"Sayang?". panggil Shinta saat melihat pria yang berjalan menghampirinya dan tidak lain tidak bukan pria itu adalah Rama putra Pramono.
"Bagaimana apa dia belum bangun?". Tanya Rama kepada sang istri.
Shinta berdiri dan menunjuk ke atas ranjang, menunjuk pemuda yang mendengkur dan cosplay jadi kepompong.
Rama bejalan mendekat ke sisi ranjang.
"Sayang jangan kasar bangunin Bimo". Shinta yang sudah tau karakter sang suami bicara dan mewanti-wanti.
Rama hanya mengangguk pelan tersenyum penuh cinta kepada sang istri tercinta tapi saat berpaling memandang pemuda di atas ranjang senyum itu menghilang dengan cepat.
"ABIMANA PRAMONO CEPAT BANGUN..!". Rama dengan lantang berbicara memanggil dengan intonasi suara tinggi.
Sontak di dalam selimut kedua mata Bimo terbuka lebar mendengar suara dari seseorang yang dia takuti.
Segera selimut Bimo dorong ke bawah, berguling ke sisi ranjang turun dan jongkok sambil melihat pria tampan yang menatapnya tajam dari sisi sebrang.
"Sayang?! Udah aku bilang jangan buat Bimo kaget dan takut". Shinta memukul lengan sang suami pelan dan segera berjalan menghampiri sang putra tersayang
'Siapa yang buat dia takut? Aku kan cuma memanggil namanya". Jawab Rama dengan alasannya
"Panggil nama ya jangan keras seperti itu".
"Bimo sayang kamu terkejut ya? Apa mau bunda ambilkan minum?". Dengan sangat perhatian Shinta membantu sang putra untuk berdiri dan membelai rambutnya lembut.
"Tidak bunda terima kasih, Bimo baik-baik saja". Ucap Bimo pelan dan masih tidak berani menatap sang ayah
"Sayang itu karena kamu terlalu memanjakan dia sehingga Bimo sering memberontak dan nakal". Rama melihat sang istri yang khawatir kepada sang putra hanya karena takut terkejut, terkadang sang istri terlalu berlebih-lebihan memanjakan anak mereka
"Bimo kan masih remaja jadi wajar dong sayang, nakalnya juga tidak keterlaluan". Bela Shinta langsung.
"Wajar? sayang lupa udah berapa banyak surat dari wali kelas SMP nya datang ke rumah kita? Tidak hanya minum di ruang kelas, putra kita juga sering bertengkar". Rama mengingatkan.
"Namanya remaja biasa kalau bertengkar dengan teman-temannya". bela Shinta lagi.
"Bagian mana yang biasa sayang, sudah berapa anak yang dikirim Bimo ke rumah sakit? Dan itu bukan luka biasa, ada yang kepalanya bocor, ada yang kaki dan tangannya patah dan lebih parah ada juga yang trauma dan sekarang dirawat di rumah sakit jiwa, itu semua karena kebrutalan anak kita yang kamu anggap wajar itu". Rama berbicara panjang dengan sekali tarikan nafas
"Jangan semua salah kamu berikan ke Bimo, Bimo kan cuma membela diri dan juga sayang apa kamu lupa?". Shinta memandang sang suami tajam.
"Lupa apa?"
"Saat kamu muda bukannya lebih parah dari Bimo? Wajar dong jika Bimo meniru sifat ayahnya". Kata Shinta yang langsung memberikan pukulan KO kepada sang suami degan kata-katanya
Rama hanya terdiam dan tidak bisa membalas karena Rama sadar saat dia muda memang sangat mirip dengan sang putra.
"Lagian bukannya kita sudah memberi para anak-anak itu uang yang besar dan orang tua mereka juga mau berdamai, kenapa kamu masih mengungkitnya?". Merasa di atas angin Shinta melanjutkan.
"Iya mereka mau berdamai karena takut sama kita". Jawab Rama sambil memijat keningnya
"Bagus dong kalau takut, aku juga gak mau Bimo di gertak dan tugas kita sebagai orang tua kan harus melindungi anaknya".
"Sayang yang jadi masalah itu anak kita ini bukan hanya bertengkar dengan pemuda seusianya, kamu lupa dia pernah pukuli seorang guru hanya karena dia dihukum karena tidak bisa mengerjakan soal matematika?".
"Bagus dong itu, siapa guru itu berani hukum anak kita? Aku saja tidak pernah hukum anakku".
Mendengar tanggapan sang istri Rama putra Pramono hanya bisa menghela nafas panjang, jika menyangkut sang putra dia tidak bisa menang dari sang istri.
Pemuda yang dari tadi diam tiba-tiba menguap lebar secara tidak sadar dan itu langsung menarik perhatian sang Ayah.
"Masih bisa menguap kamu anak nakal?". Rama menatap putranya tajam
"Sayang hiraukan saja ayah kamu, Bimo sayang mau sarapan apa biar bunda suruh chef di bawah untuk masakin buat kamu?". tanya sang bunda penuh kasih sayang
"Em Bimo mau orek tempe sama sayur kangkung saus tiram bunda". Jawab Bimo dengan senyum.
"Sayang chef itu kan kita perkejaan dari Prancis langsung, serius kamu mau minta dia masak orek tempe dan oseng kangkung saus tiram?". Tanya Shinta dengan senyum, selera sang anak memang unik dan tidak biasa
"Serius bunda Bimo suka karena saat main kerumah teman, Bimo pernah makan itu dan Bimo tidak mengira makanan rakyat jelata ternyata ada yang lezat dan itu pertama kali Bimo makan ternyata enak". Jawab Bimo dengan ekspresi polos
Polos sekali sampai-sampai tidak tampak seperti pemuda 16 tahun yang pernah kirim beberapa orang ke UGD dan rumah sakit jiwa
"Sombong! darimana asal kesombongan kamu itu?". Rama tidak habis fikir dengan ucapan sang putra menyebut keluarga temannya rakyat jelata.
"Maaf ayah Bimo tidak bermaksud seperti itu". Ucap Bimo sambil menunduk takut
"Sayang!". Shinta kembali membentak sang suami
"Kenapa kamu marahi Bimo lagi? Bukankah Bimo sombong itu meniru kamu ayahnya?".
"Kenapa aku lagi yang kena sayang?". Rama langsung mengeluh.
"Memang benar kan? Dan wajar juga Bimo berkata seperti itu, dibandingkan kita semua keluarga lain sama saja dengan rakyat jelata". Shinta berucap sombong demi sang putra.
"Ayah dan bunda sudah jangan berdebat lagi". Bimo melerai karena bukan takut tapi lebih ke kebelet kencing dia dan tidak berani ke kamar mandi saat melihat sang ayah.
"Sayang bunda tidak berdebat kok, ayah kamu saja itu yang sensitif dari tadi malam".
"Sensitif kenapa bunda?".
Wajah Shinta memerah saat mendapat pertanyaan dari sang putra dan dia tidak bisa menjawab itu.
Bimo tampak bingung saat ini.
Apa bunda demam ya? Kenapa tiba-tiba memerah wajahnya.
Bimo mengalihkan pandangan ke sang Ayah tapi Rama putra Pramono langsung berpaling menghindari kontak mata dengan sang anak.
Rama mencoba tenang dan bersiul tapi sayangnya tidak muncul suara dari mulutnya, yang di lihat Bimo hanya sang Ayah yang sendang meniup udara berulang-ulang.
"Bunda ayah sariawan ya? kenapa bibirnya seperti itu?". Bimo bertanya memecah kecanggungan Rama dan Shinta.
"Udah kamu tidak usah pikirkan sayang, ayah kamu sedang olah raga itu, ini hari pertama kamu di sekolah baru kan? Ayo cepat mandi dan siap-siap, bunda tunggu di bawah untuk sarapan".
Shinta tersenyum kepada Bimo dan dengan cepat menarik sang suami keluar kamar, dengan Rama putra Pramono yang masih berusaha untuk bersiul tapi tidak bunyi.
Bimo POV
Akhirnya gua bisa bernafas dengan lega saat melihat Ayah dan bunda keluar kamar.
Tadi gua sangat tegang saat mendapati Ayah yang sudah berada di kamar dan membangunkan gua.
Rama putra Pramono ayah gua adalah orang yang paling gua takuti sekaligus orang yang paling gua hormati.
Orang bilang cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya dan cinta pertama seorang anak laki-laki adalah ibunya tapi gua berbeda.
Dalam arti yang berbeda gua mencintai ayah karena dimata gua saat kecil, ayah adalah jagoan yang tak terkalahkan.
Gua segera berlari ke kamar mandi karena sejak tadi menahan untuk buang air.
Hari ini adalah spesial, karena hari ini gua mulai mengikuti mos (masa orientasi siswa) di STM tunas bangsa.
Hari yang gua tunggu-tunggu karena ini adalah titik awal menuju kedewasaan.
Kata orang masa-masa SMA adalah masa-masa indah yang tidak dapat dilupakan seumur hidup, sampai-sampai ada judul lagu kisah kasih di sekolah yang menggambarkan tentang masa-masa SMA dari sudut pandang romantis.
Tapi gua ragu apa saat di STM nanti gua akan memiliki kisah romantis?
Setelah buang air kecil, gua segera melepas baju tidur dan berendam di bak mandi.
Menikmati hangatnya air dan bermain dengan gelembung busa sabun sudah menjadi kegiatan wajib gua saat mandi di pagi hari
Karena takut Ayah dan bunda mengunggu terlalu lama, gua segera akhiri basah-basahan ini setelah beberapa menit.
Gua berdiri tanpa busana dan berjalan mengambil handuk biru bergambar Doraemon di kabinet yang ada di dalam kamar mandi, sebagai informasi saja kamar mandi di dalam kamar gua sangat luas.
Segera gua lilitkan handuk ke pinggang dan segera keluar dari kamar mandi, berjalan menuju cermin.
Karena gua sering olahraga dalam tanda kutip tawuran dan berantem, otot di tubuh ini sudah terbentuk dengan sempurna.
Roti sobek enam bagian di perut adalah hal yang paling gua kagumi dari tubuh ini, gua selalu tersenyum saat melihat itu.
Pandangan gua perlahan ke atas dan senyum segera menghilang saat melihat wajah gua sendiri yang terpantul dari cermin
Benar apa kata orang, tuhan itu maha adil dan tidak ada orang yang sempurna.
Gua Abimana Pramono terlahir dengan sendok emas di mulut, terlahir dari pasangan kaya raya yang mendominasi.
Gua adalah pemuda yang tidak kenal takut dengan nyali besar.
Gua adalah pemuda tangguh yang tidak mudah menyerah, never give up sudah tercetak dan terpaku di dalam otak ini.
Gua adalah tuan muda Pramono, tuan muda yang sombong hanya dengan sekali tunjuk barang, bunda dengan senang hati akan membelikannya.
Gua adalah pewaris dari Pramono grup, walau gua tidak tau seberapa besar perusahan ayah yang pasti gua bisa jumawa karena banyak orang-orang penting di negeri ini yang datang ke rumah gua, Pramono mansion.
Mereka datang dengan menunduk merendahkan diri di depan ayah untuk meminta bantuan, saat itulah gua tau jika keluarga gua sangat hebat serta kuat disegani.
Orang nomer satu di negeri ini juga pernah berkunjung dan kebetulan gua berada di rumah saat itu dan tanpa gua duga pria lulusan UGM itu yang dicintai rakyatnya memanggil gua tuan muda dengan senyum khasnya yang hangat, senyum yang biasa dia tampilkan saat blusukan ke berbagai daerah
Gua menghela nafas dari semua kelebihan yang gua banggakan itu ada satu yang buat gua selalu minder yaitu soal wajah ini.
Ayah dan bunda memiliki paras yang tampan dan cantik tapi kenapa mereka sangat pelit membagi gen nya itu ke gua anaknya sendiri?
Gua selalu merasa jika gua ini adalah pemeran utama sebuah novel, tuan muda yang kaya raya mendominasi tapi kenyataannya berbanding terbalik dan muter-muter ke segala arah.
Karakter utama kan harusnya tampan dan mempesona tapi kenapa wajah gua pas-pasan seperti ini.
Di bilang tampan tidak, dibilang jelek yang tidak, sumpah nanggung banget ini wajah gua.
Liat orang-orang Korea di tv yang cakep-cakep gua sempat berfikir untuk operasi plastik dan memahat wajah ini tapi segera itu gua lupakan karena ayah pernah berkata.
Bagi pria wajah dan penampilan itu tidak penting, selama kamu kaya dan punya kekuasaan apapun bisa kamu dapatkan dengan mudah semudah membalik telapak tangan.
Walau gua takut sama Ayah tapi tetap dia adalah idola gua satu-satunya dan sebagai anak gua harus percaya dengan kata-kata sang ayah.
Tapi saat ini gua berfikir kembali dan mencerna baik-baik perkataan ayah dulu itu.
Ayah gua kan tampan jadi dia santai saja bicara seperti itu tapi kalau gua? Ah lupakan saja.
Gua harus percaya diri walau tampang ini pas-pasan, gua yakin dan percaya nantinya juga akan ada cewe yang dengan tulus suka sama gua.
Jika cewe itu belum muncul saat gua sekolah di STM gua akan tetap sabar, siapa tau saat kuliah cewe itu muncul.
Gua segera berganti pakaian, memakai celana abu-abu dan kemeja putih dengan logo STM tunas bangsa di saku depan.
Tag nama juga segara gua pasang tapi hanya nama depan saja yang gua gunakan, nama belakang gua terlalu mendominasi dan gua tidak mau teman-teman baru nanti pada takut.
Karena cuaca sedang gerimis dan tidak bersahabat gua memakai Hoodie hitam yang dibelikan bunda dari Italia.
Sedikit Pomade untuk menata rambut dan tidak lupa minyak wangi yang dibeli bunda dari Prancis gua semprot kan ke baju.
Bau harum lavender tercium di seluruh ruangan.
Gua pakai sepatu, kalau sepatu ini tidak dibelikan bunda dan gua beli sendiri di pasar Senin dan harganya juga cukup murah cuma 75 ribu.
Kebanyakan sepatu mahal itu berat-berat dan gua tidak suka karena kegiatan gua di tuntut untuk aktif berlari dan menghindar.
Kegiatan itu adalah tawuran dan berkelahi dan itu bukan sekedar kegiatan melainkan sudah menjadi hobi.
Kalau pemuda lain punya hobi bermain game dan bermain media sosial, hobi gua jelas berbeda dari yang lain dan lebih jantan.
Jika pemuda lain takut melihat darah, gua akan sangat bersemangat melihat itu dan semangat semakin terpacu.
Sensasi memukul wajah orang itu sangat nikmat dan mendengar mereka merintih kesakitan memohon ampun itu sangat menenangkan bagi gua.
Mungkin akan banyak orang yang anggap gua seorang psikopat gila tapi gua bodo amat.
Gua memang seperti ini suka mencari tantangan dan suka berenang di genangan darah musuh.
Berdiri di atas musuh yang tak berdaya di atas genangan darah itu sensasinya tidak bisa hanya diungkapkan dengan kata-kata.
Gua berjalan keluar kamar dan tidak lupa bawa tas yang isinya dua celurit kecil dengan panjang 30 centimeter.
Dua celurit ini sudah menemani gua sejak kelas 2 SMP dan sudah memakan banyak korban, senjata andalan gua karena ringan tapi juga sangat tajam dan mematikan.
Celurit yang sudah gua modifikasi bagian pegangannya dan gua kasih gantungan Doraemon.
Gua juga memberi nama untuk keduanya karena mereka pasangan jadi gua beri nama cewe dan cowo, nama mereka adalah Romeo dan Juliet.
Nama yang sangat romantis dan mempunyai filosofi kuat tak terpisahkan dan gua berharap keduanya bisa menjadi senjata yang melegenda.
"Selamat pagi tuan muda". Sapa seorang pelayan sambil menunduk saat berpapasan dengan Bimo yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Selamat pagi". Jawab Bimo sopan sambil terus berjalan menuju lift untuk turun ke lantai satu, Bimo terlalu malas untuk menuruni tangga.
Tidak berselang lama muncul lagi seorang pelayan perempuan yang menyapa Bimo.
Seperti di awal Bimo menjawab dan mengangguk.
"Selamat pagi tuan muda". Sapa lagi dari pelayan lainnya.
"Selamat pagi". Jawab Bimo untuk yang ketiga kalinya.
Sialan! kenapa setiap pagi seperti ini terus sih? jika ini seluruh pelayan sapa gua bisa berbusa ini mulut, batin Bimo dalam hati.
"Selamat pagi tuan muda". sapa pelayan lagi yang lainnya dan sudah 4 kali Bimo bertemu mereka padahal dia baru 15 langkah keluar dari kamar.
"Selamat pagi". Bimo sudah tidak punya semangat untuk menjawab.
Saat Bimo sampai di depan lift dan lift terbuka ada sekitar 8 pelayan laki-laki dan perempuan di dalam.
Melihat Bimo serempak mereka menyapa dan menunduk, "Selamat pagi tuan muda".
"Selamat pagi juga". Sebentar lagi Bimo ingin pensiun jadi anak orang kaya, tidak selamanya jadi tuan muda itu enak.
Para pelayan langsung memberi Bimo ruang di dalam lift dan tidak ada lagi yang berani bicara saat Bimo masuk.
Walau mereka tau tuan muda mereka baik dan sopan saat dirumah tapi mereka juga tau bagaimana sifat tuan muda mereka saat di luar dan itu sudah menjadi bahan gosip di antara para pelayan.
Para pelayan selalu berhati-hati saat berada di sekitar tuan mudanya, jika sedikit saja mereka melakukan kesalahan dan menyinggung tuan muda, sudah dipastikan mereka akan kehilangan pekerjaan dengan gaji besar yang tidak akan mereka dapatkan di tempat lain.
Gaji pelayan di Pramono mansion untuk satu bulannya bagi pelayan magang adalah 15 juta jika sudah menjadi pelayan tetap 30 juta.
untuk pelayan senior adalah 60 juta per bulan dan untuk kepala pelayan 100 juta per bulan.
Itu semua belum termasuk tunjangan hari raya dan berbagai bonus kinerja.
Untuk mengurus Pramono mansion yang luas dan berbagai bangunan terdapat lebih dari 200 pelayan laki-laki dan perempuan dan mereka tinggal di satu bangunan yang telah di sediakan.
Pemilihan para pelayan itu juga diseleksi dengan sangat ketat, dipilih terbaik dari yang terbaik dan dari penampilan, kepribadian harus menarik.
Saat mereka bekerja di Pramono mansion selain menandatangani surat kontrak mereka juga harus menandatangani surat kerahasian tingkat tinggi, semua hal yang mereka lihat dan dengar di dalam wilayah Pramono mansion tidak boleh mereka bicarakan di luar.
Karena Rama putra Pramono dan Shinta Wiratama sangat peduli terhadap sang putra dan demi keselamatannya, mereka tidak pernah mempublikasikan foto Bimo.
Para pelayan dilarang keras mengambil foto, terutama foto tuan muda mereka.
Di dunia luar bagi masyarakat umum pemilik dari Pramono grup itu adalah orang yang misterius tapi sang putra lebih misterius lagi.
Pewaris satu-satunya Pramono grup yang tidak pernah muncul di depan publik bersama kedua orang tuanya.
Di dalam lift walau Bimo berdampingan dekat dengan para pelayan yang cantik, dia tampak biasa saja dan tidak pernah berfikir aneh-aneh.
Beberapa saat kemudian lift telah sampai di lantai satu dan Bimo segera berjalan keluar dan celingak-celinguk seperti sedang mencari sesuatu.
"Tuan muda maaf ini sepeda listriknya baru saja saya cuci". Seorang pelayan pria datang dengan tergesa-gesa menggendong sebuah sepeda listrik.
"Oh pantas saja aku cari tidak ada, kan biasanya ada di dekat lift".
"Maaf tuan muda tadi pagi saya melihat ada sedikit debu di ban sepeda listrik tuan muda jadi saya berinisiatif untuk mencucinya". Ucap sang pelayan pria takut-takut.
"Kenapa kamu harus minta maaf, yang kamu lakukan itu sudah sangat bagus dan saya suka dengan orang yang berani seperti kamu". Puji Bimo
"Te te terima kasih tuan muda". tergagap pelayan itu berbicara karena sangat langka mendapat pujian dari tuan muda Abimana Pramono.
Para pelayan yang tadi di dalam lift dan keluar setalah Bimo masih belum jauh dan melihat tuan muda memuji salah satu dari mereka, mereka sangat iri.
"Nama kamu siapa?". Tanya Bimo kemudian.
"Sebelum kamu jawab, kamu bisa turunkan dulu itu sepeda listrik saya, bisa tidur dia kalau kamu gendong terus". Canda Bimo.
Pelayan itu hanya tersenyum sesaat, gigi pun tidak tampak saat dia tersenyum karena itu tidak sopan dan sudah ada di dalam pelatihan pelayan profesional.
"Nama saya Cristian Gonzales tuan muda dan saya pelayan magang". Ucap pelayan pria itu memperkenalkan diri.
Mulut Bimo auto terbuka melihat mendengar nama pelayan di depannya.
"Kamu dari Amerika Selatan?". tanya Bimo lebih lanjut karena terkejut mendengar nama yang familiar itu.
"Bukan tuan muda saya Jawa asli".
Jawa asli kenapa namanya Cristian Gonzales? bukannya parto atau supeno, fikir Bimo.
"Kamu non muslim?". tanya Bimo tampak masih penasaran.
"Saya muslim sejak lahir tuan muda, kalau tuan muda tidak percaya saya masih punya video ayah saya saat mengumandangkan adzan di kuping saat saya baru lahir".
"Ok saya percaya". Jawab Bimo cepat, siapa juga yang mau liat orok yang baru lahir.
"Maaf tuan muda apa tuan muda penasaran dengan nama saya yang tidak sesuai dengan kebanyakan orang? Maaf jika saya lancang".
"Bagus-bagus kami bisa menebak dengan tepat dan berani bertanya terlebih dahulu, seperti kata pepatah malu bertanya tersesat di hutan". Ucap Bimo sengaja.
"Iya tuan muda benar". jawab Gonzales pelan
"Kamu tidak mengoreksi kata-kata saya?".
"Maaf tuan muda bagi saya apapun yang dikatakan tuan muda semuanya adalah benar, dan maaf semua orang juga bisa tersesat bukan saja di jalan tapi seperti tuan muda bilang di hutan juga bisa tersesat".
Bimo tampak memandang pelayan di depannya secara berbeda dan muncul sesuatu di benak nya.
"Kenapa nama kamu Cristian Gonzales?".
"Itu karena ayah saya suka olahraga tuan muda dan mengidolakan atlet Indonesia yang bernama Cristian Gonzales".
"Oh iya saya baru ingat pantas saja nama itu familiar, itu nama atlet bulu tangkis kan?". tes Bimo untuk yang kedua kalinya.
"Iya tuan muda dia atlit bulu tangkis". jawab sang pelayan Cristian Gonzales tanpa ekspresi apapun di wajahnya.
Entah ini orang pintar jilat sepatu apa memang patuh tapi gua suka.
Bimo meraih sepeda listrik dan naik di atasnya.
"Kamu ikut saya sebentar, ayo". Sepeda listrik melaju dan Cristian Gonzales mengikuti dari belakang.
Kemana Bimo akan pergi dengan sepeda listriknya?
Tentu saja dia akan menuju ke meja makan untuk sarapan, karena Pramono mansion yang besar jarak satu tempat ke tempat lainnya walau masih di dalam satu bangunan cukup jauh dan Bimo sangat malas untuk berjalan kaki.
Di perjalan banyak pelayan yang Bimo lewati terkejut, terkejut bukan melihat Bimo yang naik sepeda listrik karena itu sudah terjadi setiap pagi.
Terkejut karena ada pelayan dengan seragam magang mengikuti tuan muda dari belakang.
Selama ini tuan muda tidak mau dan tidak punya pelayan pribadi dan sudah menjadi impian para pelayan untuk menempati tempat kosong yang sangat penting itu tapi tidak ada yang bisa, tapi sekarang mereka melihat pelayan magang mengikuti tuan muda dari belakang.
Mereka tidak bisa untuk tidak iri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!