Ting,,,
Suara ponsel milik mas Rudi berbunyi, aku yang berada tak jauh dari ponsel itu pun mengambil dan menyeritkan kening ketika membaca pesan yang tertera di layar utama ponsel tersebut.
"Apa-apaan ini, apa selama ini mas Rudi sudah menghianati ku?" gumam ku.
"Mas makasih ya untuk hari ini, I love you" begitu lah pesan masuk yang di kirimkan oleh seseorang yang di kontaknya hanya tertulis "Service Ac".
"sayang,,, sedang apa?" tanya mas Rudi yang baru saja selesai mandi dan masih mengenakan kimono di badannya.
Aku pun bergegas kembali menaruh ponsel mas Rudi ditempatnya.
"aah, tidak apa-apa mas." jawab ku dengan senyum lembut.
"Mas, kamu mau aku buat kan kopi?" tanya ku dengan suara lembut.
"tentu saja sayang, tapi mas mau menikmati kopi di balkon kamar kita. Mas tunggu disana ya?" jawabnya membuatku tersenyum dan menganggukan kepala.
Aku pun bergegas keluar dari kamar, menuju dapur untuk membuatkan kopi mas Rudi seperti apa yang aku lakukan biasanya.
"aku harus mencari bukti untuk penghianatan yang mas Rudi lakukan, kalau hanya chat mesra di ponselnya aku yakin dia tidak akan mengaku" gumam ku sambil mengaduk kopi milik mas Rudi.
"Assalamualaikum Andine" terdengar suara yang sangat aku kenal.
"ada apa lagi mama mas Rudi itu kesini, pasti uang lagi" gumam ku yang sudah hafal dengan tabiat mertua ku itu.
"waalaikumsalam, andine di dapur mah" kataku menjawab dengan berteriak juga.
"kamu lagi ngapain ndine?" tanya ibu mertua ku itu yang langsung menghampiriku di dapur.
"buat kopi" jawabku dengan singkat.
"oh, Rudi udah pulang?" tanyanya lagi, aku hanya menjawab dengan anggukan kepala.
"emm ndine, mamah minta uang dong?" katanya membuatku menghentikan aktivitas.
"uang, lagi bu? Dua hari yang lalu kan aku baru aja kasih ibu uang!" kataku dengan nada sedikit heran.
"itu kan untuk belanja keperluan rumah ndine, hari ini ibu ada arisan sama temen-temen ibu. Ibu juga pengen belanja untuk keperluan ibu sendiri, ibu pengen beli baju, beli perhiasan." kata bu Murni dengan mata berbinar menatap menantunya.
"Maaf ya bu, tapi andine sudah tidak punya uang. Mas Rudi juga belum memberikan jatah bulanan andine" kataku dengan menundukkan wajah.
"Haduh andine, kan bisa pakai uang kamu dulu seperti biasanya. Kok kamu jadi pelit sih sama ibu?" jawabnya dengan nada sedikit membentak.
"Maaf ya bu sekali lagi, uang itu uang andine. Sepertinya sudah cukup andine memberikan semua nya untuk keluarga Mas Rudi, termasuk ibu. Mulai sekarang, Andine gak bisa lagi ngasih ke ibu di luar dari uang bulanan yang Mas Rudi kasih. Kalau kurang, ibu bisa minta sama Mas Rudi langsung" jawab ku dengan nada santai.
Bu Murni pun membelalakan mata setelah mendengar apa yang dikatakan oleh menantunya, tentu saja ia merasa tak terima. Selama ini, ia begitu menikmati fasilitas yang diberikan oleh keluarga Andine. Seperti Rumah, mobil, bahkan biaya kuliah anak kedua nya pun ditanggung oleh Andine.
"Kamu gak bisa begitu dong Ndine, gaji Rudi mana mungkin cukup untuk memenuhi semua kebutuhan dua rumah. Apalagi kebutuhan ibu pribadi, kebutuhan kuliah Niken. Kamu kan tau sendiri berapa gaji Rudi sebagai staff di kantor itu" kata bu Murni dengan tidak tau malunya.
"itu lah, makanya gak usah kebanyakan gaya dengan ikut-ikutan arisan sana sini bu. Gak selamanya Andine mau memenuhi semua kebutuhan ibu yang diluar nalar itu, ibu sadar gak sih berapa yang Andine keluarkan untuk kebutuhan pribadi ibu? Lima belas juta bu sebulan, sebulan!? Bahkan gaji Mas Rudi aja gak sampai segitu tiap bulannya!" kata ku menyorot tajam wajah ibu mertua yang tampak memerah padam.
"kurang ajar kamu!!! Jadi, sekarang kamu perhitungan dengan saya? Kamu lupa kalau suami kamu itu anak saya, jadi kewajiban kanu untuk berbakti pada saya seperti apa yang dilakukan suamimu!!!" teriak bu Murni hingga membuat Rudi yang berada dikamarnya pun terjingkat kaget.
"Ada apa dibawah ribut-ribut!" gumamnya yang langsung keluar dari kamar dan menuju lantai bawah dimana suara ibu nya bergema.
"Ada apa ini bu? Kenapa ibu teriak-teriak jam segini?" tanya Rudi dengan dahi menyerit ketika melihat ibu nya menghela nafas yang terengah-engah.
"istri kamu ini Rud, sudah mulai kurang ajar pada ibu. Ibu nya meminta uang arisan padanya seperti biasa, tapi dia tidak mau memberikannya. Bahkan terang-terangan dia mengatakan tidak akan membiayai kebutuhan ibu mulai sekarang!" kata bu Murni pada Rudi dengan menggebu-gebu.
Rudi pun membelalakan mata. "Apa benar yang dibilang ibu Ndin?" tanya Mas Rudi yang langsung mendapat anggukan dariku.
Melihat aku yang langsung menganggukan kepala dengan mantap, Mas Rudi pun menyeritkan kening dan menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Kenapa? Bukannya selama ini kamu fine-fine aja memberikan semua kebutuhan ibu? Kenapa kamu jadi pelit begini sekarang?" tanya Mas Rudi membuatku berdecak kesal.
"Mas kamu tau gak sih, kebutuhan pribadi ibu kamu itu menyentuh angka lima belas juta sebulannya. Belum lagi uang bulanan dari kamu sebesar lima juta, belum biaya kuliah Niken. Bahkan uang untuk kebutuhan pribadi ibu mu aja lebih besar dari pada uang gaji kamu!" kataku dengan nada santai tapi sanggup membuat Mas Rudi membuka mulutnya lebar-lebar.
"A-apa maksud kamu? Kamu sudah mulai perhitungan dengan keluarga ku Ndine?" tanya Mas Rudi dengan nada tak percaya.
"Iya! Kenapa? Aku rasa selama ini aku sudah berbaik hati pada kalian. bukan hanya kebutuhan pribadi ibu yang sangat besar tapi juga biaya kuliah Niken, Rumah yang ibu mu tempati, mobil yang Niken pakai, itu semua milikku. Milik keluarga ku! Jadi, mulai sekarang aku gak akan menggelontorkan uang untuk hal yang menurutku gak penting,,,,"
"gak penting katamu? Itu semua penting buat ibu, ibu bisa malu kalau sampai gak ikut arisan itu. Semua yang ikut arisan itu teman ibu, kamu gak bisa kaya gini andine!!" kata Bu Murni dengan memelototkan mata.
"Aku gak peduli bu! Kalau ibu masih tetep kekeh mau melanjutkan arisan ibu, silahkan ibu minta pada anak ibu." Kataku membuat Mas Rudi menggasak rambutnya dengan kasar.
"Ndine, kenapa kamu jadi keras kepala begini. Gajiku mana cukup untuk semua kebutuhan dua rumah, kamu yang bener aja ndine nyuruh aku buat ngasih buat kebutuhan ibu!" kata Mas Rudi. Aku menanggapinya dengan santai dan menggidikkan bahu, ku tinggalkan dua manusia yang masih terpaku di tempatnya.
"Rudi, kamu harus lakuin sesuatu Rud! Kurang ajar istrimu itu!!" kata Bu Murni yang masih sangat bisa aku dengar.
"gatau bu,, aku pusing ah!!" jawab Mas Rudi membuat ku tersenyum kecil.
"ini belun seberapa, lihat saja jika aku sudah bisa membuka perselingkuhan Mas Rudi dengan wanita itu. Akan ku buat kalian kembali ketempat asal kalian di jalanan!!" kataku dalan hati sambil melihat ke arah keduanya dilantai bawah.
Sesampainya di depan kamar, aku pun langsung masuk dan mengunci pintunya. Aku membuka brangkas tersembunyi yang selama ini tidak ada yang tau selain diriku, termasuk Mas Rudi.
"Aku harus segera mengamankan semua aset ku ini, baik yang Mas Rudi tau mau pun yang Mas Rudi gak tau. Tapi, kemana aku harus simpan semua ini?" gumam ku dengan bingung.
Tanpa berpikir panjang, aku mengambil dua tas branded milikku yang lumayan besar. lalu ku masukkan semua yang ada di dalam brangkas itu kedalam kedua tas tersebut, besok aku berniat menemui pengacara keluarga untuk menitipkan semua aset dan perhiasan milikku ini pada pengacara keluargaku.
Bukan aku tak percaya pada keluarga ku sendiri, terutama mama dan papa. Tapi, aku tak ingin mereka terbebani dengan segala masalah ku saat ini. Biarlah nanti, saat waktu nya aku dan Mas Rudi berpisah baru aku beritahukan pada mereka.
"selesai, sebaiknya aku simpan dulu di sini. Begitu juga dengan kunci lemari barang-barang mahal ku dan Mas Rudi yang di beli nya menggunakan uang ku. Ahh,, aku taruh satu kunci lemari Milik Mas Rudi agar dia tak curiga, Aahh atau aku beralasan aja kalau kuncinya hilang. hmm,,, sebaiknya begitu, aku juga akan menyewa detektif untuk mencari tau apa yang Mas Rudi lakukan di luar sana. Terutama jika bersama wanita itu, supaya bisa menjadi bukti kuat saat persidangan nanti" kataku dengan yakin dengah rencana yang sudah ku susun.
"selesai, sebaiknya aku simpan dulu di sini. Begitu juga dengan kunci lemari barang-barang mahal ku dan Mas Rudi yang di beli nya menggunakan uang ku. Ahh,, aku taruh satu kunci lemari Milik Mas Rudi agar dia tak curiga, Aahh atau aku beralasan aja kalau kuncinya hilang. hmm,,, sebaiknya begitu, aku juga akan menyewa detektif untuk mencari tau apa yang Mas Rudi lakukan di luar sana. Terutama jika bersama wanita itu, supaya bisa menjadi bukti kuat saat persidangan nanti" kataku dengan yakin dengah rencana yang sudah ku susun.
Tok
Tok
Tok
"Andineee buka pintunyaaaaa!!!" teriak Mas Rudi dengan suara yang begitu nyaring ditelinga ku. Aku pun segera membuka pintu setelah brangkas ku tutup lagi dengan sempurna dan kembali mengunci tempat rahasia itu agar tetap tak diketahui oleh Mas Rudi.
"apa sih, ngapain sih kamu teriak-teriak kaya gitu. Aku gak budeg, kaya di hutan aja!!" kataku dengan nada kesal.
"kamu itu kurang ajar banget, apa maksud kamu pakai kunci kamar segala. Makanya aku teriak-teriak biar kamu buka pintu kamar!" jawabnya dengan ketus. Aku pun menggidikkan bahu tak peduli.
Aku kembali masuk kedalam kamar dan duduk di meja kerja ku yang berada di sudut kamar tersebut, Mas Rudi mengikuti.
"ngapain sih kamu ngikutin aku, minggir sanaa!!" kataku dengan kesal.
"Andine, kamu kenapa sih? Kok bersikap kaya gitu ke ibu tadi? Kamu gak kasihan sama ibu kalau dia sampai gak bisa bayar uang arisan itu? Besok loh Ndine dia arisan" kata Mas Rudi membuatku menatapnya dengan menyipitkan mata.
"Apa perkataan aku tadi kurang jelas ya Mas? Mau sampai kapan keluargamu menjadikan aku sapi perah mereka, kamu juga ngasih gaji kamu ke aku aja selalu kurang bahkan terlampau sedikit. Sisanya kamu gunakan untuk kesenangan kamu sendiri, tapi kamu meminta aku untuk membiayai kebutuhan keluargamu. Kamu waras gak sih mas!!" kataku dengan nada santai.
"yaampun Ndine, semuanya tuh gak seberapa di banding semua keuntungan usaha kamu selama ini. Bukannya kamu bilang kamu sudah menganggap ibu sebagai ibunya dan juga Niken sebagai adikmu? Kenapa kamu malah begitu perhitungan dengan mereka?" kata Mas Rudi membuatku berdecak kesal.
Ya, semua itu aku katakan sebelum aku mengetahui perselingkuhan Mas Rudi, atau mungkin aku baru sadar kalau mereka hanya memanfaatkan aku saja.
"Ck, kamu itu lucu mas. Kamu aja gak bisa memenuhi semua kebutuhan aku dan rumah ini, kok kamu minta aku buat memenuhi kebutuhan keluargamu!" kataku membuatnya membelalakan mata.
"kok kamu sekarang jadi perhitungan begini sih Ndine!!" katanya menggasak rambutnya dengan kasar, aku pun hanya mengangkat kedua bahu ku masa bodo.
"begini aja deh mas, kamu serahkan semua gaji kamu ke aku. Nanti aku akan bagi untuk keperluan rumah dan juga untuk biaya hidup keluargamu, tapi untuk tetek bengeknya. Maaf aja ya mas, aku gak akan mengeluarkan lagi dari uang pribadiku. Gimana?" kataku menaikkan kedua alis sambil mendekapkan kedua tangan didada menatap Mas Rudi yang mulutnya terbuka karna ucapan ku.
"Apa? Kamu jangan bercanda Ndine, kamu tau kan kalau gaji aku tuh gak seberapa. Untuk kebutuhan aku aja kurang, mana mungkin bisa untuk mencukup semuanya" kata Mas Rudi kembali membuatku berdecak kesal.
"Nah itu,, lah dirilah kalau tak mampu, jangan menuntut orang untuk memenuhi kebutuhan kalian. Aku juga punya perasaan, seenak kalian mau memanfaatkan aku!!!" kataku dengan kasar, aku pun membuka pintu kamar dan menutupnya dengan kasar setelah berhasil keluar dari kamar itu.
Keesokan harinya, setelah Mas Rudi berangkat kekantor aku pun menghubungi pengacara keluarga ku. Aku ingin memastikan ia ada di kantor firma hari ini, jadi aku tak perlu bertemu dengannya di luar agar lebih aman.
"Assalamualaikum om. Maaf, apakah om ada di kantor hari ini?" tulisku dalam pesan.
Tak sampai menunggu lama, pesan ku pun terbalas.
"Waalaikumsalam, om ada dirumah bersama tante mu hari ini. Ada apa?" jawabnya dibalasan pesan itu, aku pun tersenyum. Jelas, itu jauh lebih aman ketika bertemu dirumah.
"Ada hal yang ingin aku sampaikan dan ada sesuatu yang aku titipkan, apakah aku boleh berkunjung?" tanyaku lagi dengan hati-hati.
"tentu saja boleh, kebetulan sudah lama kamu tak berkunjung kerumah om. Tante mu sudah dari lama menanyakan, kemarilah. Om tunggu" jawabnya lagi membuat senyumku semakin mengembang.
Aku pun langsung menyiapkan barang yang ingin aku bawa, kemudian bergegas turun kelantai bawah untuk berpamitan pada asisten rumah tangga ku yang sudah sejak lama berkerja dengan ku.
"bi,, saya mau keluar dulu ya" kata ku pada bi asih dengan wajah berbinar bahagia.
"mau kemana non?" tanya bi asih dengan dahi menyerit.
"aku mau kerumah om darma bi, tapi nanti kalau mas Rudi pulang atau keluarga nya datang bilang aja aku sedang kekantor mengurus kantor yang sedang dalam masalah. Oke bi?" kata ku yang pasti membuat bi asih bingung, namun ia tetap menganggukan kepala sebagai jawaban.
"baiklah non, hati-hati di jalan" jawabnya.
Aku pun tersenyum dan langsung keluar rumah dan memasuki mobil kesayangan ku.
Tak sampai satu jam aku menempuh perjalanan dari rumah ke rumah on darma, akhirnya aku pun sampai didepan rumah yang luasnya sama besar dengan rumah utama keluargaku.
"Assalamualaikum om, tante. Andine dataaanggg" kataku sedikit berteriak ketika sudah berada di depan pintu rumah itu.
"waalaikumsalam, yaampun non Andine. Sudah lama sekalian non gak mampir kemari" kata salah satu asisten rumah tangga om darma yang memang sudah sangat mengenal ku.
"hehehe iyaa nih bi imah, bibi gimana kabarnya? Makin cantik aja ku lihat" kataku menggoda bi imah, membuatnya tersipu malu karna godaan ku.
"Aahk non Andine bisa aja, cantikan juga non. Oiyaa sebentar bibi panggilkan tuan sama nyonya dulu ya non, non mau minum apa?" tanya bi imah membuat ku tersenyum.
"biasaa bi,, jeruk nipis dingin, kayanya seger" jawabku yang sudah membayangkan sejuknya minuman itu membasahi kerongkongan ku.
"ihk si non mah kebiasaan deh pasti mintanya itu, emang gak asem apa non?" tanya bi imah membuatku tertawa kecil.
"nggalah bi,, seger tau" jawabku sambil cekikikan.
"yaudah deh, bibi tinggal keatas dulu ya non" katanya membuatku menganggukan kepala.
Sepeninggal bi imah, aku pun memeriksa semua yang ingin aku titipkan pada om darma dan tante sulis. Sekaligus aku juga ingin meminta om darma untuk mengurus perceraian ku dengan Mas Rudi setelah semua bukti terkumpul nanti.
"halooo sayang,,, kamu sudah lama?" tanya tante sulis dengan senyum mengembang.
"hai tante, alhamdulillah aku baik. Gimana om dan tante?" tanya ku sambil menyalami tangan keduanya.
"Alhamdulillah kami juga baik" jawab tante sulis membuatku tersenyum lega.
"ayo duduk" kata om darma.
Aku dan tante sulis pun duduk berdekatan layaknya ibu dan anak.
"jadi, apa yang membawa mu kemari setelah lama tidak mengunjungi om dan tantemu ini hm?" tanya om darma membuatku meneguk ludah.
"hmm ak-aku,,,,,,"
"Apa kamu baru saja mengetahui bagaimana sikap dan kelakuan keluarga suami mu itu?" tanya om darma membuatku membelalakan mata.
Bagaimana dia bisa tau, sementara selama ini aku tak pernah berbicara pada siapapun termasuk pada keluargaku sendiri.
"bagaimana om bisa tau?" tanyaku dengan dahi menyerit.
Om darma dan tante suci pun tersenyum kecil.
"Apa sih yang om tidak tau, sepertinya kamu lupa siapa om selain sebagai pengacara keluarga mu!" katanya dengan nada tegas, aku pun menundukkan kepala.
"Andine sayang, kamu tidak lupa kan kalau kedua orangtuamu di new zealand sana sudah menitipkan kamu pada kami. Jadi, tentu saja kami menjadi kamu sebaik mungkin tanpa sepengetahuan kamu. Makanya kami bisa tau semua nya, bahkan sebelum kamu mengetahui itu" kata tante Sulis dengan lembut.
"Ma-maaf tan, om." jawabku dengan masih menundukkan kepala.
"sudahlah tak apa, yang penting sekarang kamu sudah tepat datang kesini" kata om darma yang langsung membuatku mengangkat kepala.
"mana berkas nya?" tanya om darma langsung tanpa basa basi.
"tapi om,,, aku belum punya bukti sama sekali" kataku dengan tatapan sendu.
"sudahlah, urusan itu gampang. Biar itu nanti jadi urusan om, kamu tinggal terima beres saja. Jangan lupa kamu harus mengambil alih semuanya, jangan sampai mereka mengambil apa yang jadi hak kamu. Kamu ngertikan maksud om?" kata om darma yang langsung membuatku menganggukan kepala dengan yakin.
"sudahlah, urusan itu gampang. Biar itu nanti jadi urusan om, kamu tinggal terima beres saja. Jangan lupa kamu harus mengambil alih semuanya, jangan sampai mereka mengambil apa yang jadi hak kamu. Kamu ngertikan maksud om?" kata om darma yang langsung membuatku menganggukan kepala dengan yakin.
"Baiklah om, Andine mengerti. Sekali lagi terimakasih untuk bantuan om dan juga tante, oh iyaa maaf kalau Andine merepotkan sekali lagi" kataku dengan rasa tak enak hati.
"Ada apa nak?" tanya tante sulis.
"sebetulnya om, tante. Andine sudah mengamankan semua aset Andine" kataku memperlihatkan isi tas yang aku bawa satu persatu.
"yaallah,,, kamu sampai melakukan ini nak?" tanya tante sulis dengan wajah terkejut, aku pun menganggukan kepala.
"iyaa tante, sebetulnya aku memang baru tau dan baru sadar kemarin setelah aku membaca pesan dari seorang wanita di ponselnya Mas Rudi. Makanya aku langsung menyelamatkan semua aset dan juga perhiasan aku, aku takut Mas Rudi melakukan hal nekat dengan mencuri apa yang aku miliki" kataku dengan wajah tertunduk.
"hahaha cerdas, sangaattt cerdas. Ini baru keponakan om, ternyata kamu sudah sangat memikirkan dengan matang apa yang harus kamu lakukan meskipun kamu baru mengetahui sedikit kebusukan suamimu. Memang otak cerdas ibu mu menurun padamu nak" kata om darma membuatku mendongak menatap sahabat kedua orangtuaku itu.
"tapi om, Andine minta tolong jangan beritahukan hal ini pada mama dan juga papa terlebih dahulu!" kata ku dengan wajah memohon.
"Kenapa nak?" tanya tante sulis dengan dahi menyerit.
"Aku gak mau mereka menghawatirkan aku tante, apalagi pernikahan aku masih seumur jagung tapi harus terancam bercerai. Aku malu tante, karna dulu papa dan mama sempat meragu kan pilihan ku untuk menikah dengan Mas Rudi" kataku dengan mata berkaca-kaca.
Tante sulis mengelus punggungku dengan sayang, ia sangat menyayangiku seperti anaknya sendiri. Terlebih, tante sulis dan om darma hanya memiliki satu anak laki-laki yang usianya dibawahku dua tahun yang saat ini masih menempuh pendidikan di london.
"baiklaj, om dan tante gak akan mengatakan apapun pada kedua orangtua mu. Tapi, kamu harus janji pada kami untuk sering-sering menghubungi kami dan main kerumah ini?" kata tante sulis yang juga di angguki oleh om darma.
"baiklah tante, aku akan sering main kerumah ini menemani tante. Tapi, sebelum itu aku juga mau minta om siapkan orang untuk mengusir keluarga Mas Rudi dan rumah itu dan menarik semua yang pernah aku berikan pada mereka" kataku membuat keduanya saling berpandangan.
"Maksud kamu?" tanya tante sulis melirik om darma dengan ekor matanya.
"Apa yang kamu rencanakan nak?" tanya om darma dengan senyum tipis, sangat tipis.
"Aku akan berpura-pura bangkrut om, aku akan mengambil semua apa yang pernah aku pinjamkan pada mereka. Rumah, mobil, bahkan kredit card. Aku kan beralibi semuanya habis untuk membayar hutang perusahaan, begitu juga dengan restoran dan butik yang aku miliki saat ini" kata ku membuat keduanya membelalakan mata dan saling berpandangan.
"Nak, Andine. Kamu serius mau melakukan itu?" tanya om darma yang langsung aku angguki dengan yakin.
"Andine yakin om, Andine gak mau terlalu lama bermain-main dengan mereka. Andine ingin semuanya segera selesai dan Andine terbebas dari Mas Rudi dan keluarganya" kataku dengan tegas.
Om darma dan tante sulis pun menganggukan kepala dengan senyuman.
"baiklah, om akan siapkan. Kamu tenang saja" kata om darma.
Setelah semua selesai, dan aku merasa sudah cukup memberikan alasan pada om darma. Aku pun berpamitan untuk pulang kerumah, sebelumnya aku mampir ke butik dan juga restoran untuk mengecek pembukuan dikedua tempat itu.
Setelah semuanya selesai, aku pun pulang kerumah. Tak disangka, ternyata disana sudah ada ibu mertua dan juga adik iparku dengan wajah nyalang.
"enak banget kamu ya keluyuran dari pagi ngabisin uang suami!!" kata Bu Murni dengan suara kencang.
"Assalamualaikum" kataku tanpa menghiraukan perkataan ibu mertua.
"Kamu dari mana si mbak, aku sama ibu nungguin kamu loh dari siang!" Kata Niken dengan jutek.
"nungguin aku? Ada apa?" tanya ku dengan dahi menyerit.
"Aku sama ibu kesini mau minta uang, ibu harus bayar arisan dan aku juga kehabisan uang jajan. Mana mbak, gak banyak kok cuma sepuluh juta aja" jawabnya membuatku memelototkan mata, sepuluh juta aja dia bilang. Dia pikir uang itu jatuh dari pohon!
" Apa kamu bilang? Sepuluh juta aja! Kamu pikir uang segitu jatuh dari langit, hah!! Gak ada, mulai sekarang aku gak akan memberikan uang lebih pada kalian selain uang yang diberikan Mas Rudi saat gajian nanti!" kataku membuat mata kedua nya membola.
"kamu jangan ngada-ngada deh mbak, mana cukup uang dari Mas Rudi untuk kebutuhan aku sama ibu mbak. Belum lagi aku juga harus bayar kuliah, harus beli peralatan untuk kuliah juga, belum juga kalau ada tugas!" kata Niken dengan suara nyaring.
"kurang ajar kamu ya Ndine, dari kemarin ibu minta uang selalu aja kamu persulit. Sekarang cepat berikan ibu uang seperti biasa!!!" kata Bu Murni dengan membentak.
"Ada apa ini ribut-ribut?!" tanya Mas Rudi yang baru saja pulang.
"ini mbak Andine mas, dia gak mau memberikan aku sama ibu uang. Aku perlu untuk uang jajan dan juga ibu perlu untuk bayar arisan, aku juga gak minta banyak sama mbak Andine mas tapi dia gak mau ngasih!" kata Niken meminta pembelaan dari Mas Rudi.
"bener itu Rud, dan coba kamu lihat. Dia habis keluyuran gak jelas dari pagi jam segini baru pulang, apa gak kurang ajar dia!!" kata bu Murni dengan mata melotot.
Aku pun memutar bola mata malas.
"Apa benar yang dikatakan ibu dan adikku Ndine?" tanya Mas Rudi dengan wajah memerah marah.
"benar, kenapa?" tanya ku dengan nada menantang. Mas Rudi pun membulatkan mata melihat keberanian ku, begitu juga Bu murni dan Niken yang langsung saling berpandangan.
"Mulai berani kamu sama aku ya Ndine, kamu lupa kalau aku masih suami mu dan ibu ku masih mertua mu? Kamu lupa, hah!!" bentaknya.
"tentu saja tidak! Justru karna kamu masih suami ku, aku mengingatkan mu atas kewajiban mu dalam rumah tangga kita. Bukan aku benar? Tapi selama ini, bahkan uang aku gelontorkan untuk keluargamu jauh sepuluh kali lipat dari nafkah yang aku dapatkan dari kamu. Iya tidak?" kataku dengan nada santai.
"itu sudah kewajibanmu mbak untuk membantu suami untuk membiayai keluarganya, kamu harusnya nurut jadi istri yang berbakti untuk suami dan mertua mu!!" kata Niken membuatku terkekeh.
"Berbakti katamu? Kurang bagaimana aku pada kalian selama ini, hah! Kurang gimana? Dan kamu mas, apa kah kurang cukup kebebasan yang aku berikan padamu selama ini, iya!!" kataku memandang ketiganya dengan tatapan tajam.
"Ap-apa maksud kamu?" tanya Mas Rudi dengan gugup.
"ck, sudahlah. Malas aku berdebat dengan kalian, asal kalian tau ya saat ini perusahaan ku di ambang kebangkrutan. Semua usaha dan perusahaan akan di akuisisi oleh perusahaan lain, begitu juga dengan semua aset seperti rumah, mobil dan yang lainnya akan di sita oleh bank!!" kataku membuat ketiga nya melongo tak percaya.
"kamu pasti bercanda kan Ndine? gak mungkin perusahaan besar kamu bangkrut kan!!" kata Mas Rudi setelah lepas dari keterkejutannya.
"terserah kamu mau percaya atau ngga, aku hanya minta pada kalian. tinggalkan rumah itu dalam dua kali dua puluh empat jam, karna semua akan disita beserta isinya. Begitu juga rumah ini, semua mobil, dan juga motor milikmu Niken!!" kataku kembali membuat mereka tak berkutik.
BU Murni pun pingsan setelah mendengar apa yang aku katakan.
"IBUUU!!" teriak Niken yang melihat ibu nya tak sadarkan diri.
"Ndine, Ndine kamu pasti bercandakan? Gak mungkin kan kamu jatuh miskin?!" kata Mas Rudi lagi.
"tidak mas, aku sama sekali tidak bohong. Itu lah kenapa aku gak bisa lagi memberikan ibumu uang untuk keperluan pribadinya, sebetulnya permasalahannya sudah dari sebulan yang lalu. Aku berusaha untuk mencari solusi terbaik, tapi ternyata aku tidak bisa mas. Tidak ada jalan lain selain merelakan apa yang aku miliki sekarang, urus ibu. Aku pusing memikirkan ini!!" kataku yang langsung meninggalkan ketiganya menuju lantai atas, setelah berbalik aku pun tersenyum kecil merasa puas karna berhasil memberikan syok terapi untuk keluarga Mas Rudi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!