NovelToon NovelToon

MENIKAHI PEWARIS ARROGANT

Ep 1 nyonya muda keluarga Barasta?

"Maaf, apakah anda nona Zua?"

pertanyaan itu membuat Zua menyeka air matanya yang terus jatuh di depan makam sang ibu. Ia menatap ke perempuan tua berpakaian rapi yang berdiri didepannya. Ia tidak kenal perempuan itu, tapi ada dua orang berbaju hitam bersama perempuan tua tersebut. Seperti pengawalnya.

"Ibu siapa?" tanyanya masih sesenggukan. Mamanya baru saja dikubur, dan ia merasa sangat terpukul. Apalagi mengetahui dirinya sekarang hidup sebatang kara.

"Perkenalkan, saya Mirna. Asisten rumah tangga di rumah keluarga Barasta. Saya diperintahkan untuk mendampingi nona dan membawa nona pulang ke rumah keluarga Barasta." kata wanita tua bernama Mirna itu.

Zua mengernyitkan dahi. Bingung? Tentu saja. Pasalnya ia sama sekali tidak kenal dengan wanita itu. Dan apa? Keluarga Barasta? Siapa itu? Dia tidak kenal. Jangan-jangan wanita ini adalah orang jahat yang mau menculiknya. Zua mundur beberapa langkah.

"Jangan coba-coba menipu saya. Saya baru kehilangan mama saya, memang kalian tega menculik orang yang baru kehilangan orang tercintanya?" tukas Zua.

"Nona, sepertinya anda salah paham. Kami tidak bermaksud jahat. Kalau nona tidak percaya silahkan nona lihat ini." perempuan tua tersebut mengeluarkan tablet dari tasnya, membuka sebuah video dan menunjukkannya ke Zua.

Zua melihat mamanya muncul di layar tablet tersebut dan bicara padanya. Lalu Zua menangis lagi teringat mamanya. Ia sedih karena orangtuanya meninggalkannya secepat ini.

"Zua, setelah mama pergi, keluarga Barasta akan menjadi keluarga kamu. Mama akan pergi dengan tenang kalau kamu tinggal bersama mereka."

itulah pesan terakhir yang mamanya sampaikan. Zua tak bisa berkata-kata lagi, hanya bisa menangis tersedu-sedu.

Lebih dari sepuluh menit gadis itu menangis terus. Setelah dia mulai tenang, barulah wanita tua bernama Mirna itu kembali bicara.

"Bagaimana, nona percayakan sekarang? Setelah ini nona akan ikut saya ke rumah keluarga Barasta." kata wanita tua itu. Zua tampak berpikir keras dan cukup lama. Lalu akhirnya dia mengangguk juga. Setelah benar-benar merasa lebih baik, Zua memutuskan meninggalkan makam.

Wanita tua itu tidak bicara lagi sepanjang perjalanan. Karena Zua sendiri tidak ada niat bicara sama sekali. Ia masih terlalu sedih. Kepergian mamanya yang mendadak membuat perasaannya hancur. Ia sangat merasa kehilangan. Bagaimana dirinya akan melanjutkan hidup nanti? Selama ia sangat bergantung pada mamanya. Kini wanita yang selalu menjadi panutannya itu sudah pergi menghadap sang pencipta. Ia sungguh tak tahu harus bagaimana lagi. Ia merasa tidak punya semangat hidup.

"Sudah sampai nona," ucap Mirna. Pertama bersuara Zua sama sekali tidak bergeming. Nanti setelah Mirna menyebut namanya untuk yang kedua kalinya, barulah gadis itu sadar.

Mata Zua memandangi pemandangan dari dalam mobil. Gadis itu heran, karena menyadari dirinya kini berada di depan sebuah rumah mewah yang amat besar dan kokoh. Seperti rumah-rumah orang kaya yang pernah dilihatnya di dalam TV. Kenapa wanita itu membawanya ke rumah sebesar ini?

"Nona Zua, kapan anda akan turun?" Zua melirik wanita paruh baya itu lagi. Sepertinya wanita itu sedang menahan rasa kesalnya sejak tadi akibat ulah Zua.

Zua tersenyum canggung. Siapa suruh juga wanita itu yang bawa dia ke sini. Jadi jangan salahkan dia bersikap seperti ini. Meski begitu, akhirnya Zua memutuskan keluar dari dalam mobil.

Mirna membawanya masuk ke dalam.

Mereka melewati para pembantu yang langsung membungkuk hormat ke arah mereka. Zua tidak biasa mendapat perlakuan seperti itu sebelumnya. Jadi dia merasa kurang enak. Kenapa mereka memperlakukan dirinya begitu, memangnya dia siapa?

Lalu mereka berhenti di sebuah ruang tamu yang ruangannya sangat besar. Di sana ada cukup banyak orang yang duduk. Semuanya dengan pakaian resmi. Kebanyakan orangtua. Tapi ada empat anak muda. Mungkin lebih tua atau seumuran dia. Tapi Zua pikir keempat anak muda itu lebih tua beberapa tahun darinya. Tiga di antara mereka adalah laki-laki, satunya lagi perempuan. Gayanya seperti putri-putri dari keluarga kaya.  Memang dia kaya bukan?

Ketika Zua menatap mereka. Ia bisa merasakan aura-aura tidak baik. Sepertinya dari banyaknya orang yang duduk di sana, hanya beberapa orang saja yang tidak melihatnya dengan tatapan sinis. Yang lain begitu sinis padanya. Termasuk laki-laki kemeja putih yang wajahnya tampan bak model papan atas itu. Zua sedikit merinding ditatap seperti itu oleh laki-laki tersebut. Rasanya seperti ia mau di makan hidup-hidup.

"Tuan besar, saya sudah membawa nona Zua." ucap Mirna yang kini berdiri didepan seorang kakek-kakek yang terlihat sangat berwibawa. Semua orang yang duduk seperti sangat menghormati dan tunduk padanya. Tentu saja Zua tidak kenal sama sekali.

Kakek tua itu menatap Zua. Tak ada senyum. Garis wajahnya sangat tegas, sampai-sampai Zua tidak tahu mau berkata apa-apa didepan sang kakek. Semua orang memanggilnya kakek Barasta. Penguasa dari rumah besar itu sekaligus isinya.

"Duduklah," ujar kakek Barasta melirik Zua yang terus berdiri kaku didepan semua orang. Siapa juga yang akan santai kalau berada di antara orang-orang besar itu. Ya, Dimata Zua semua yang ada diruangan tersebut adalah orang-orang penting. Kecuali dia yang bukan siapa-siapa.

Hanya ada satu kursi kosong, tepat disisi lelaki yang menatapnya dengan ekspresi mengintimidasi tadi. Zua tidak mau duduk di situ, tapi asisten rumah tangga tadi malah mempersilakannya untuk duduk di kursi itu. Jadi Zua harus mati-matian menahan diri agar tahan duduk disebelah pria yang sepertinya tak pernah tersenyum itu. Dia terlihat sangat dingin. Entah apa yang terjadi dalam hidupnya bertahun-tahun, sepanjang dia tumbuh dewasa. Padahal sudah kayak begini, tapi masih saja terlihat tidak bahagia.

"Kami turut berduka atas kepergian ibumu Zua," suara kakek Barasta mengalihkan perhatian Zua. Ia jadi sedih ketika mamanya kembali disebut. Gadis itu menundukkan kepala, menahan diri agar tidak menangis. Semua orang di sini adalah orang asing, bagaimana dia bisa menangis didepan mereka coba. Yang ada mereka malah akan berpikir kalau dia adalah gadis yang aneh.

"Perkenalkan, aku Barasta. Pemilik rumah ini sekaligus orangtua dari mereka semua." kata lelaki tua itu lagi memperkenalkan diri.

"Mungkin ini terlalu mendadak. Tapi kau harus tahu. Sebelum meninggal, mamamu menitipkanmu pada keluarga kami. Jadi mulai hari ini kau akan tinggal di rumah ini. Dengan status sebagai tunangan cucu tertuaku Ganra, pria yang duduk di sampingmu sekarang. Aku akan mengurus pernikahan kalian dalam waktu dekat. Dan kau harus mempersiapkan diri menjadi nyonya muda keluarga Barasta."

"HAH?" seru Zua refleks. Ia bahkan hampir pingsan mendengar berita mendadak ini.

Ep 2 Menikah?

Zua kaget bukan main. Mamanya baru saja dimakamkan, dan dia harus mendengar berita buruk ini. Ya, menurutnya apa yang baru saja ia dengar adalah berita buruk.

Menikah?

Kata itu mungkin memiliki arti yang bahagia bagi kebanyakan orang. Tapi tidak bagi seorang Zua Claire. Ia tidak merasa bahagia sama sekali. Menikah di usianya yang baru mencapai dua puluh tahun, dengan laki-laki yang baru ia lihat pertama kali, dan memiliki ekspresi wajah sedingin kulkas ini? Tidak, ia tidak mau.

Dia akui laki-laki ini memiliki wajah yang enak sekali dipandang. Tubuh tinggi, atletis dan proporsional, yang pasti idaman semua wanita. Tapi Zua tidak tertarik sama sekali. Kalau boleh pilih, dia akan memilih laki-laki yang terlahir dari keluarga sederhana sama sepertinya.

Laki-laki yang dia kenal, dan memperlakukan wanita dengan penuh kehangatan. Bukan yang  menatapnya dengan tampang permusuhan seperti yang duduk di sebelahnya ini. Dia juga tidak kenal si kakek dan semua orang yang duduk di ruangan ini. Jadi, kenapa dia harus menerima pernikahan ini?

Zua mengangkat wajahnya. Berusaha terlihat santai di depan semua orang. Wajahnya masih bengkak karena menangis seharian ini, mengantarkan kepergian sang mama.

"Maaf, tapi aku tidak mengenal kalian semua. Aku tidak bisa menerima pernikahan ini. Tidak mungkin aku menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak aku kenal." Zua mendengar gadis cantik yang berpenampilan bak putri raja itu dan wanita dewasa yang duduk disampingnya menertawainya. Mereka langsung terdiam ketika kakek Barasta melemparkan tatapan tajamnya.

Kakek tua itu kembali menatap Zua.

"Kamu memang belum mengenal kami Zua. Tapi itu tidak penting. Kau akan segera mengenal kami setelah tinggal bersama di rumah ini. Masalah menikah, kamu tidak bisa membatalkannya semaumu. Ini adalah permintaan ibumu sendiri. Keluarga kami memiliki hutang nyawa terhadap ibumu, karena itu pernikahanmu dan cucuku tetap akan  dilangsungkan. Kalau tidak ibumu tidak akan tenang di alam sana, juga aku dan keluarga ini akan terus di kejar oleh rasa berhutang." kata sih kakek panjang lebar.

Zua mengerutkan kening. Hutang nyawa? Apa sebenarnya yang dimaksud oleh kakek-kakek ini? Kenapa mereka berhutang nyawa pada mamanya? Dan pernikahan ini, benarkah itu adalah permintaan mamanya? Ia tidak mengerti.

"Hutang?"

"Biarkan aku saja yang menjelaskan." pandangan Zua berpindah ke seorang pria dewasa lainnya di ruangan itu. Pria itu terlihat ramah dari caranya menatap dan gayanya berbicara.

"Jadi begini, mama kamu adalah salah satu perawat di rumah sakit yang merawat kakak kami. Anak sulung di keluarga ini. Saat mama kamu tahu dia menderita kanker payudara stadium akhir, ia datang pada ayah kami dan meminta agar ayah kami merawat dan menikahkan putrinya dengan salah satu cucu di keluarga ini. Dengan imbalan, jantungnya akan dia donorkan pada kakak kami yang kebetulan membutuhkan jantung itu. Kamu tidak tahu karena mama kamu merahasiakan semuanya darimu. Hanya keluarga kami dan mama kamu yang tahu." jelas pria dewasa itu. Anak kedua di keluarga Barasta. Orang-orang memanggilnya tuan Marfil.

Otak Zua makin penuh. Jadi begitu ceritanya. Ia sedikit kecewa karena mamanya menyembunyikan fakta ini, tapi bagaimana ia bisa marah di saat semua yang dilakukan mamanya adalah untuk kebahagiaannya. Setidaknya menurut mamanya seperti itu.

Kepalanya pusing. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Ketika menatap ke samping, laki-laki yang duduk disebelahnya balas menatapnya dengan tatapan mematikan. Ia pun cepat-cepat memalingkan wajahnya ke arah lain. Lihat, bagaimana dia bisa menikah dengan laki-laki macam itu?

"Karena kakak kami sudah menerima donor jantung itu, maka saatnya kami melakukan bagian kami. Membawamu untuk menjadi bagian dari keluarga ini." lanjut tuan Marfil.

"Menikah dengan cucuku. Kau tidak bisa menolak. Aku yakin mamamu menginginkan ini. Karena ini yang terbaik untuk masa depanmu." tambah kakek Barasta tegas.

Zua menutup matanya dalam-dalam. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Bisakah dia berkata tidak? Dia berharap semua ini hanya mimpi.

"Sudah terima saja, jangan sok jual mahal. Lagian yang untung juga kamu. Dapat cowok kaya dan tampan kayak kak Ganra. Dalam hati juga pasti kamu senang." ujar gadis bergaya putri itu.

"Narin, jangan bicara sembarangan." tegur perempuan cantik berusia di pertengahan tiga puluhan, namanya Laya. Mamanya Narin. Satu-satunya cucu perempuan di keluarga Barasta. Narin langsung diam, mamanya memang sosok yang baik hati dan hangat, tapi akan menakutkan kalau dia marah. Jadi Narin takut membantah.

"Baiklah, sekarang kamu istirahat dulu. Kamu pasti lelah seharian ini. Kamarmu sudah disiapkan di rumah ini. Tapi itu hanya kamar sementara. Kamu akan segera pindah ke kamar Ganra setelah kalian menikah nanti." kata kakek Barasta. Mendengar kata menikah sungguh membuat Zua ingin melarikan diri saja dari rumah besar nan megah ini.

"Ingat Zua, mulai hari ini kamu adalah salah satu anggota keluarga Barasta. Jadi jangan coba-coba melarikan diri." tambah sih kakek lagi lalu ia memanggil nama sih asisten rumah tangga. "Mirna,"

"Iya tuan besar."

"Antarkan cucu menantu saya ke kamarnya."

"Baik. Ayo nona." Mirna membantu Zua berdiri. Gadis itu sudah sangat kelelahan. Ia hampir terjatuh kalau Ganra tidak segera menahannya.

Untuk pertama kalinya kulit mereka saling bersentuhan. Ganra memegangi tangan gadis itu. Dan Zua malu seketika, meratapi kebodohan yang dia lakukan didepan banyak orang.

Gadis itu cepat-cepat melepaskan genggaman Ganra dan ganti memegangi bi Mirna. Ia sangat malu dan merutuki dirinya sendiri. Pasti pria tadi akan berpikir kalau dirinya sengaja mau mencari perhatian. Padahal ia memang sedang pusing.

"Lihat penampilannya, astaga kampungan sekali. Kakek yakin mau jodohin dia sama kak Ganra?" cetus Narin lagi setelah bi Mirna dan Zua menghilang dibalik tangga.

"Narin, sudah mama bilang jaga mulut kamu." ujar Laya kembali menatap tajam putrinya. Narin hanya bisa manyun.

"Penampilan bisa di ubah. Laya,"

"Iya pa?"

"Kamu akan bertugas mengubah penampilan Zua. Jangan sampai ada yang menghina cucu menantuku karena penampilannya."

"Baik." sahut wanita cantik itu. Di antara mereka semua ada sosok wanita cantik lain yang tampaknya tidak begitu senang.

Dia adalah nyonya Dian. Wanita berumur pertengahan 40-an, mama kandungnya Ganra. Sejujurnya wanita itu keberatan putranya akan dinikahkan dengan gadis sederhana itu. Ia ingin Ganra mendapat wanita terhormat dan berkelas, bukan yang biasa-biasa saja seperti Zua tadi. Umurnya juga masih sangat muda. Dian ingin putranya menikah dengan wanita dewasa, setidaknya memiliki umur yang sama dengan Ganra dua puluh delapan tahun. Tapi apa boleh buat, di rumah ini ia tidak bisa membantah ayah mertuanya. Itu berlaku bagi mereka semua.

Ep 3 Ganra mabuk

Ganra meneguk segelas wine. Habis pertemuan keluarga yang melelahkan dan menguras emosinya tadi, kini ia berada di sebuah bar yang biasa ia kunjungi. Ia ingin menenangkan diri dengan minuman. Pria itu merasa tidak berguna karena tidak bisa melawan perintah kakeknya. Tidak bisa menolak perjodohan itu. Sialan, ia paling benci dengan hidupnya yang begitu membosankan. Ia merasa selama dia hidup, dirinya selalu dikekang dan hidup dalam tekanan. Kalau tidak oleh kakek dan papanya, pasti mamanya. Mereka selalu mau dia hidup seperti yang mereka inginkan, tanpa menanyakan apa pendapatnya.

Seperti halnya menikah. Lagi-lagi dia yang harus berkorban, menikahi perempuan yang sama sekali tidak dia kenal. Dan yang bodohnya lagi, dia sama sekali tidak bisa melawan sang kakek. Akhirnya yang bisa pria lakukan adalah, melampiaskan semua kekesalannya dengan minum-minum.

"Segelas lagi." ucap pria itu.

"Tampaknya kau ada masalah," kata sih bartender sekaligus temannya. Namanya William. Selama bersahabat dengan Ganra, ia lihat lelaki itu selalu tertekan.

"Aku akan menikah," gumam Ganra lalu tersenyum sinis. Matanya sesekali tertutup, menandakan bahwa dia sudah mabuk. William menatapnya kaget.

"Menikah? Memangnya ada wanita yang kau sukai? Siapa wanita beruntung itu?" pria itu berseru semangat. Tapi aneh, kalau mau menikah kenapa laki-laki di depannya ini malah terlihat tidak senang? Harusnya dia bahagia kan?

"Masih anak kecil. Dadanya saja baru tumbuh. Hah!" Ganra mendengus keras. Ia sempat mengamati penampilan Zua tadi, dan di matanya gadis itu memang masih anak-anak. Bagaimana dia bisa menikahi anak-anak? Laki-laki dewasa sepertinya, yang wanita seksi saja tidak bisa membangkitkan gairahnya, apalagi gadis kecil yang delapan tahun lebih muda darinya.

"Apa kakekmu berulah lagi dengan menjodohkanmu?" tanya William kemudian.

Ganra tidak menjawab. Tapi senyum miringnya sudah mewakili jawabannya. William menghembuskan napas panjang dan menatap pria itu iba. Kasihan sekali nasib sahabatnya yang satu ini. Hanya statusnya saja yang pewaris perusahaan terbesar di kota itu, tapi hidupnya penuh tekanan di akibatkan oleh keluarganya sendiri.

Habis minum-minum William menelpon Leon, sepupu Ganra untuk menjemput laki-laki yang sudah mabuk berat itu. Saudara Ganra yang satu ini memang paling setia pada Ganra.

"Astaga, kau sudah mabuk berat. Bagaimana kalau ketahuan tante Dian? Memangnya kau tidak bosan diceramahi terus apa?" celetuk Leon. Untung malam-malam begini semua orang sudah tidur. Jadi ia tidak perlu takut ada yang melihat sepupunya ini saat pria itu mabuk berat. Biasanya kalau Narin, adiknya yang lihat, gadis itu akan langsung melapor ke tante Dian. Tapi ini sudah tengah malam, pasti sudah tidak ada yang bangun. Apalagi Narin.

"Aku kepanasan," gumam Ganra di sela-sela mabuknya. Kebetulan mereka melewati kolam renang yang berada di lantai dua. Leon yang memapah tubuh besar Ganra merasa kewalahan, ia akhirnya melepaskan sepupunya dan membiarkan pria itu berjalan ke arah kolam.

Ternyata ada orang lain yang duduk di tepi kolam itu. Leon mengamatinya dari jauh. Tidak mungkin Narin, mamanya, atau tante-tantenya akan duduk bersantai di pinggir kolam malam-malam begini. Ini sudah tengah malam, mana mereka berani coba.

Leon terus menatap lurus ke depan. Semakin dekat dia berjalan, sosok itu makin jelas. Oh, itu adalah sih anggota keluarga baru. Calon istrinya Ganra. Leon mengakui keberaniannya menyendiri di tempat remang-remang tengah malam begini.

"Zua, apa yang kau lakukan di sini?" gumam Leon pelan. Meski tidak ada yang seorangpun yang akan mendengarnya kalau dia bersuara keras, ia tetap memilih memelankan suaranya. Pria itu menatap gadis didepannya dengan heran. Zua menoleh. Ia melirik Leon sebentar lalu berpindah ke sosok yang berdiri tiga meter di belakang pria itu.

Ganra.

Zua masih ingat jelas nama calon suaminya. Keningnya berkerut. Sepertinya pria itu mabuk.

"Jangan hiraukan dia. Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa belum tidur dan menyendiri di sini?" Leon menatap gadis itu lurus.

"Aku nggak bisa tidur, ingin cari udara segar." sahut Zua. Leon tertawa.

"Cari udara segar? Di sini? Yang ada kamu malah masuk angin. Sebaiknya kau masuk sekarang. Jangan sampai sakit karena masuk angin." ujar Leon. Dia yang paling dewasa dan ramah di antara Ganra dan Danta. Padahal dia yang paling muda. Mungkin sifatnya menurun dan mamanya yang rendah hati dan ramah.

"Bagaimana dengan dia?" Zua menunjuk Ganra. Pria itu sedang berdiri membelakangi mereka.

"Dia mabuk, tapi tenang saja ada aku." sahut Leon. Zua mengangguk lalu berdiri dan berjalan hendak meninggalkan kolam.

Tapi sebelum berhasil pergi dari situ, tangannya tiba-tiba di raih oleh Ganra.

"Oh, siapa ini? Aku mengenali wajahmu." gumam Ganra dalam mabuknya. Sesekali matanya tertutup, khas orang mabuk pada umumnya. Zua berusaha bersikap tenang. Dan Ganra membuka matanya lagi. Kali ini ia memajukan kepalanya ke depan wajah Zua.

Sangat dekat hingga Zua bisa merasakan napas pria itu yang berbau alkohol. Refleks Zua mundur. Ia tidak suka mencium bau alkohol, tidak suka dengan laki-laki yang suka mabuk-mabukan. Ia sangat benci aroma alkohol.

"Anak kecil, calon istriku." gumam Ganra di depan wajah Zua. Lalu pria itu tertawa merendahkan

Anak kecil?

Zua kesal dibilang anak kecil, tapi ia berusaha tidak menanggapi karena tahu lelaki itu sudah mabuk berat.

Ia ingin segera pergi dari situ, namun tangannya masih digenggam kuat oleh lelaki itu.

"Kau mabuk, lep ... Lepaskan aku."  Zua berusaha melepaskan diri. Pandangannya berpindah ke Leon, seolah meminta bantuan pria itu. Mata Ganra kini fokus ke bagian dada Zua yang tertutupi kaos longgar. Pria itu kembali tersenyum remeh.

"Aku masih tidak percaya akan menikahi seorang gadis kecil yang dadanya bahkan belum tumbuh."

Perkataan tersebut sukses membuat mata Zua melotot. Ia malu karena mata Ganra terus menatap ke arah dadanya, dan kesal karena perkataan pria itu. Dadanya belum tumbuh? Enak saja. Belum lihat saja pria itu kalau dia pakai baju ketat.

Lelaki ini sangat menyebalkan. Saat sadar, ia sangat angkuh dan menyebalkan. Ketika mabuk, jadi suka merendahkan orang lain dan makin menyebalkan. Zua tambah gondok. Nasibnya sangat miris, kenapa kehidupannya yang sederhana tiba-tiba harus berupa begini sih.

"Ahhh!"

Byuur ...

Zua berteriak. Tubuhnya sudah melayang ke dalam kolam renang bersama laki-laki itu. Astaga, apa-apaan! Airnya sangat dingin. Untung airnya tidak dalam. Kalau tidak dia bisa tenggelam karena tidak tahu caranya berenang. Gadis itu segera melepaskan diri dari cengkeraman Ganra dan berusaha naik. Ia tidak tahan dengan rasa dingin yang menembus kulitnya.

Leon yang ikut kaget, buru-buru meraih handuk di dekat situ dan menyodorkannya ke Zua. Ia ikut membantu gadis itu keluar dari kolam.

"Pakai ini. Cepat masuk dan ganti pakaianmu. Biar dia aku yang urus." kata Leon. Zua menatap Ganra sebentar yang masih asyik berlama-lama di dalam kolam, lalu pergi dari situ. Menyebalkan sekali.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!