NovelToon NovelToon

My Cold Bodyguard

Pertemuan Pertama

Keshi Sanchez, dia adalah seorang gadis berusia delapan belas tahun yang baru saja lulus Sekolah Menengah Atas beberapa minggu yang lalu, ia mempunyai tujuan dan cita-cita untuk masa depannya. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas, Keshi berniat akan kuliah dan masuk ke dalam jurusan hukum.

Tetapi ayahnya, Rio Sanchez, melarang dan memarahinya. Keshi pun tidak tahu mengapa ayahnya bisa semarah itu saat ia mengatakan ingin kuliah di jurusan hukum. Keshi memiliki cita-cita ingin menjadi seorang jaksa dan dapat membantu orang-orang di sekitarnya.

Ibu Keshi bernama Alea, wanita berparas ayu itu sudah lama tiada saat Keshi lahir ke dunia ini. Sehingga gadis itu hidup hanya bersama dengan ayahnya saja. Keshi tidak pernah tahu apa pekerjaan ayahnya, ia hanya tahu bahwa sang ayah selalu mendapatkan uang yang banyak dan bisa membelikan apa pun yang selalu Keshi inginkan.

Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke sembilan belas tahun. Sang ayah mengajaknya makan-makan di sebuah restoran di tengah kota yang baru saja buka beberapa minggu lalu.

“Apa kamu suka dengan makannnya, Keshi?” ayahnya bertanya dengan lembut, sebentuk senyum tipis hadir di wajahnya.

Keshi tersenyum lebar dan mengangguk semangat. “Aku sangat suka! Ini enak sekali. Bolehkah aku memesan lagi untuk di bawa pulang?”

Ayahnya terkekeh pelan dan mengangguk mengiyakan. “Tentu saja boleh, apapun untuk putri cantik ayah.”

Selama hidupnya, Keshi sudah sangat bahagia dengan tinggal bersama ayahnya. Apa pun yang ia inginkan selalu di turuti oleh ayahnya. Keshi berharap hari bahagia ini akan selalu hadir dalam kehidupannya dan Keshi selalu berdoa semoga ayahnya dapat hidup sehat bersamanya.

Makan malam bersama itu selesai pukul delapan. Keshi dan ayahnya kini berjalan menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil saat seorang supir membukakan pintu untuk keduanya. Mobil sedan hitam itu melaju pelan membelah jalanan yang ramai.

“Ayah, apa aku boleh kuliah jurusan kedokteran?” Keshi membuka percakapan dengan ayahnya selama mereka berada di dalam mobil.

Ayahnya menoleh. “Kau ingin jadi dokter?”

Keshi meringis pelan mendengar pertanyaan itu, ada rasa gundah jika ia memikirkan untuk menjadi seorang dokter. Butuh otak yang pintar serta uang yang banyak saat berkuliah pada jurusan itu, ayahnya tentu akan mampu membiayainya, tetapi bagaimana dengan otak Keshi?

Gadis itu memang pintar, selalu mendapatkan ranking lima besar saat sekolah. Tetapi jika memikirkan ulang untuk kuliah di kedokteran, apakah ia akan sanggup?

Keshi sadar sepertinya ia tidak akan sanggup. “Tidak jadi, ayah. Aku takut tidak sanggup kuliah di sana.” gadis itu tersenyum malu karena berbicara sembarangan.

Ayahnya terkekeh pelan, tangannya mengelus puncak kepala Keshi dengan sayang. “Tidak apa-apa. Pikirkan matang-matang jurusan yang ingin kau tempuh, sayang.”

Keshi mengangguk, membiarkan kepalanya terus di elus lembut oleh tangan kasar ayahnya. Kepalanya menoleh dan matanya memandangi jalan raya yang mereka lalui.

Mobil sedan hitam itu akhirnya sampai di depan sebuah mansion besar yang berada di tengah-tengah lapangan golf besar sejauh mata memandang, di bagian selatan mansion itu ada kebun anggur yang selalu Keshi kunjungi serta di bagian baratnya terdapat kandang kuda untuk Keshi berlatih saat usianya sepuluh tahun.

“Selamat malam, Sir Sanchez.” suara seorang pria membuat Keshi menoleh saat ia sudah keluar dari mobil sedan hitam itu.

Dahi gadis itu berkerut kasar karena merasa bingung dengan seorang pria asing bersetelan jas hitam yang sudah berdiri di sebelah mobilnya. Tubuhnya terlihat sangat tinggi, mungkin sekitar 190 cm? Wajahnya terlihat sudah berada di usia kepala tiga, tetapi wajahnya benar-benar masih terlihat tampan.

Tubuhnya terlihat kekar dan Keshi hampir tersandung jatuh saat matanya tidak sengaja bertatapan dengan mata gelap pria asing itu.

“Oh kau! Ini hari pertamamu bekerja ‘kan?” ayahnya terlihat tersenyum lebar saat menyapa pria itu.

Kemudian ayahnya menoleh pada Keshi saat putrinya sudah memutari badan mobil dan berdiri di sebelahnya. Tangannya terangkat dan ia taruh di punggung putrinya. “Ini putriku, namanya Keshi. Mulai besok kau akan selalu mengawasi dan menjaga putriku dari jarak dekat.”

Keshi melototkan matanya terkejut. Selama ini ia tidak pernah memiliki pengawal yang menjaganya dengan jarak dekat, tetapi untuk pertama kalinya ia kini memiliki seorang pengawal. Mengapa ayahnya tiba-tiba saja menaruh seorang pengawal untuk menjaganya?

“Tunggu, ayah. Apa tidak terlalu berlebihan jika aku memiliki pengawal yang menjaga dari jarak dekat?” Keshi bertanya.

“Tidak berlebihan, mencegah lebih baik daripada mengobati. Kita tidak tahu kapan akan mendapatkan musibah. Kamu putri tersayangku, ayah tidak ingin ada yang berani melukaimu selama kamu kuliah nanti.” balas ayahnya.

Keshi hanya bisa memanyunkan bibirnya mendengar perkataan ayahnya, matanya kemudian naik untuk menatap kembali wajah pengawal barunya. Gadis itu menelan salivanya melihat bagaimana wajah datar pria itu, apa dia tidak bisa tersenyum? Apa dia tidak tahu bagaimana tersenyum?

“Ya Ampun, aku sampai lupa memberitahumu siapa nama pengawal barumu. Nah, karena sekarang putriku adalah majikanmu, kau harus memperkenalkan diri pada putriku.” Rio, ayah Keshi tertawa pelan dan telunjuknya menunjuk putrinya.

Pengawal itu mengangguk singkat, ia menundukkan kepalanya hormat pada majikan barunya. “Nama saya Luca.”

Keshi mendelik di dalam hati, apa itu bisa di sebut perkenalan diri? Gadis itu menatap ayahnya dan bertanya. “Ayah, berapa usia dia?”

Ayahnya menoleh kearah putrinya. “Hm? Kau bisa bertanya secara langsung, Keshi.”

Gadis itu kembali cemberut, ia lalu mengalihkan tatapannya dari ayahnya kearah Luca. “Berapa usiamu?”

Luca membalas tatapan majikannya dengan raut datar. “30 tahun.”

Perbedaan umur yang sangat jauh. Keshi mengangguk. “Baiklah. Ayah, aku ingin masuk ke dalam kamar.”

Rio mengangguk dan mempersilahkan putrinya untuk berjalan terlebih dahulu untuk masuk ke dalam rumah.

...\~\~\~...

Keshi berjalan gontai menaiki undakan tangga yang terasa jauh ini, matanya sudah mengantuk tetapi ia harus tetap jalan untuk sampai di dalam kamarnya. Gadis itu mengerang kesal karena mansion ini terlalu besar dan jarak dari luar ke dalam kamarnya terasa sangat jauh.

“Nona Keshi, apa Anda ingin mandi dengan air hangat? Atau air dingin?” seorang pelayan sekaligus pengasuhnya sejak ia kecil datang mendekati dirinya, wanita itu berusia pertengahan enam puluh.

“Bibi Daya, aku tidak ingin mandi dan langsung tidur saja.” Keshi menjawabnya dengan kedua mata yang terpejam dan terbuka, keduanya kakinya melangkah untuk memasuki kamarnya.

Daya mengangguk dengan senyum tipis, ia membiarkan majikannya berjalan melewatinya untuk memasuki kamarnya. Bibi pengasuh Keshi itu bersiap akan berjalan menuruni tangga, matanya membulat saat melihat seorang pria asing sedang menaiki tangga, berlawanan arah dengannya.

“Ada yang bisa saya bantu?” Daya bertanya pada pria asing itu.

Luca membalas tatapan wanita paruh baya itu. “Ini milik Nona Keshi.” pria itu mengulurkan sebuah gantungan kunci yang terjatuh di dekat mobil sedan hitam yang tadi sempat ia lihat.

Bibi Daya meraihnya. “Oh, benar. Ini milik Nona Keshi. Terima kasih, Tuan.”

Luca mengangguk dan memutar tubuhnya untuk menuruni tangga, membiarkan Bibi Daya berjalan menuju kamar gadis itu.

“Nona Keshi.” Bibi Daya mengetuk pintu kamar gadis itu.

Selang beberapa detik kemudian gadis itu keluar dengan sudah berganti pakaian menjadi gaun tidur. Wajahnya tersirat akan kebingungan melihat bibi pengasuhnya berdiri di depan pintu kamarnya. “Ada apa?”

Bibi Daya mengulurkan gantungan kunci berbentuk bunga kehadapan majikannya. “Ini terjatuh. Seorang pria tadi menyerahkannya pada saya.”

Dahi Keshi berkerut bingung. “Pria? Siapa?”

Bibi Daya menggeleng pelan. “Saya tidak tahu namanya, dia terlihat asing dan memakai jas hitam. Sepertinya dia pengawal baru.”

Saat mendengar itu, Keshi membulatkan matanya. Pengawal baru, sudah dapat ia tebak bahwa itu adalah Luca. Gadis itu menunduk dan menatap gantungan kunci yang kini ada di tangannya. Bagaimana bisa gantungannya jatuh?

...***...

...Jika kalian suka cerita ini, jangan lupa untuk simpan, like dan vote🥰...

...Keshi...

Sarapan Bersama

Keshi terbangun mendadak dengan jantung berdegup cepat, ia terkejut bukan main saat mendengar bunyi derum mobil sport yang terdengar dari halaman depan mansionnya. Kepalanya melongok pada jendela di sebelah ranjangnya untuk melihat halaman depan.

Terlihat dua mobil sport berwarna hitam dan merah sedang terparkir rapih di depan sana. Alisnya menukik tajam melihat itu. Siapa orang tidak tahu diri yang berisik sepagi ini?

Keshi mengerang kesal ketika mobil itu kembali berderum dengan kencang. Kepalanya menoleh dan melihat jam dinding menunjukkan pukul tujuh pagi. Ini masih pagi? Mengapa mereka berisik sekali?!

Gadis itu masih nyaman menonton dua mobil sport tersebut dari jendela kamarnya, matanya beberapa kali terpejam dan terbuka karena ia benar-benar masih mengantuk, tetapi ia penasaran siapa dua orang menyebalkan itu.

Keshi berdecih sinis karena pada akhirnya ia bisa melihat salah satu pria yang ia kenal baru saja keluar dari mobil sport berwarna hitam. Luca menutup pintu mobil tersebut, ia sekarang hanya menggunakan kemeja putih yang mengepas pada tubuh kekarnya.

“Luc, tangkap.” seorang pria lain keluar dari mobil berwarna merah dan melemparkan sebuah kunci pada Luca.

Keshi mendengkus dan kembali berbaring nyaman di atas ranjangnya, bergelung dibawah selimut tebalnya.

...\~\~\~...

Di meja ruang makan, terlihat banyak sekali makanan menggiurkan yang membuat Keshi kelaparan saat kedua kakinya sudah menuruni anak tangga.

“Wah, mengapa hari ini ada banyak makanan?” Keshi bertanya dengan semangat, kedua matanya berbinar senang.

Bibi Daya datang sembari menaruh sebuah mangkuk besar berisi soup ayam. “Untuk merayakan hari ulang tahuhmu, Nona Keshi.”

Keshi tersenyum semakin lebar, ia duduk di salah satu kursi makan tersebut. “Tapi ‘kan ulang tahunku itu kemarin.” ucapnya pada Bibi Daya.

Bibi Daya tersenyum lembut. “Tuan Rio meminta para koki untuk memasak banyak makanan hari ini untuk dirimu dan beberapa orang lain.”

Keshi mengerutkan dahinya bingung. “Beberapa orang? Siapa? Apa itu rekan kerja ayah?”

“Saya tidak tahu, Nona Keshi. Beberapa pelayan juga di suruh ikut membantu memasak untuk menyediakannya di ruang makan.” Bibi Daya menggeleng sembari masuk ke dalam dapur untuk membawa beberapa piring bersih.

Keshi hanya dapat menonton para pelayan yang bekerja dengan sibuk. Sejujurnya sejak semalam ia sudah sangat kenyang sekali saat makan-makan dengan ayahnya. Tetapi karena ia tidak ingin menyakiti perasaan para koki dan pelayan di sini yang sudah susah payah memasak, Keshi akan memakan secukupnya saja.

“Putriku.” ayahnya datang memasuki area ruang makan, pria paruh baya itu masih terlihat tampan walau rambut dan jenggotnya sudah memutih.

“Ayah!” Keshi memanggilnya dengan senang.

Ayahnya berjalan menghampiri putrinya lalu mengelus lembut puncak kepalanya dengan sayang. Ia lalu mendudukkan bokongnya pada kursi bagian tengah di meja makan panjang tersebut.

“Sebenarnya, mengapa mereka masak banyak hari ini? Bibi Daya bilang katanya akan ada beberapa orang lagi.” ucap Keshi pada sang ayah.

Rio menatap putrinya sekilas sebelum meneguk segelas kopi hangat di hadapannya. “Benar, ayah mengajak beberapa orang untuk sarapan bersama dengan kita. Ada beberapa penjaga baru yang masuk ke sini, dan ayah menyuruh mereka untuk sarapan bersama dengan kita. Salah satunya juga pengawal barumu itu.”

“Luca?” Keshi bertanya bingung.

Bukan sekali dua kali ayahnya selalu mengajak para pelayan atau para penjaganya untuk ikut makan bersama mereka. Keshi tidak paham dengan jalan pikiran ayahnya, pria tua itu terlalu baik. Ada secuil rasa terharu melihat sikap baik ayahnya.

“Ya, Luca. Dia juga akan sarapan bersama kita. Sekaligus bisa kamu gunakan untuk banyak bertanya tentang dirinya supaya kalian tidak canggung lagi.” ucap ayahnya.

Keshi mendengkus. “Kenapa harus akrab dengan pengawal sendiri? ‘kan itu tidak perlu.”

Rio mendatarkan ekspresi wajahnya dengan kerutan halus di dahinya. “Tidak bisa seperti itu. Kamu harus selalu dekat dengan pengawalmu dan kalau bisa kalian berteman juga.”

Keshi menganga tidak percaya. “Apa?! Berteman? Aku tidak mau!”

Sang ayah menghela napasnya pelan, sejak kecil Keshi memang sulit berteman dengan orang lain karena putrinya terlalu selektif dalam berteman. Sejujurnya itu bukanlah sifat sombong atau apa, justru seleksi dalam pertemanan tidaklah buruk karena kita bisa menghindari pengaruh-pengaruh buruk untuk diri kita sendiri.

Tetapi Rio selalu berharap bahwa putrinya mau berteman dekat dengan orang-orang yang bekerja di rumahnya, bahkan jika bisa pun berteman dengan para pengawalnya atau para penjaga yang lainnya.

“Kamu tidak boleh seperti itu, Keshi. Luca akan menjadi pengawalmu dan kamu tidak boleh memandang rendah pengawalmu sendiri.”

Keshi melongo. “Aku tidak memandang rendah pria itu! Hanya saja….terlalu sulit bagiku untuk berteman dengan pria.”

Satu hal yang membuat Keshi selalu sendiri dan tidak memiliki kekasih adalah karena gadis itu sulit berinteraksi dengan para pria. Bahkan hingga sekarang pun ia masih sulit berbicara akrab dengan supirnya, padahal supirnya sudah bekerja di sini sejak Keshi masih kecil.

“Kalau begitu kamu harus berusaha keras untuk bisa berteman dengan pengawalmu.” ayahnya berucap dengan nada datar.

Keshi tidak pernah paham mengapa ia harus berteman dengan para penjaga dan para pelayannya. Ayahnya memang mudah mendapatkan teman dan rekan, tetapi tidak dengan dirinya yang kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Gadis itu memanyunkan bibirnya sedih. “Baiklah, ayah. Aku akan mencoba.”

Rio mengangguk, ia mengelap bibirnya yang basah karena kopi dengan serbet di atas meja makan. Pria tua itu kemudian menoleh pada seorang pelayan pria yang sedang berdiri di depan pintu dapur. “Panggilkan mereka untuk masuk karena makanannya sudah jadi.”

Pelayan pria itu mengangguk lalu berjalan keluar ruang makan menuju halaman depan yang di padati oleh lima orang penjaga pria yang baru. “Tuan Rio mengizinkan kalian untuk masuk ke dalam.”

Keshi tersenyum saat Bibi Daya menuangkan beberapa lauk ke atas piringnya. “Jangan banyak-banyak.” ucapnya pada wanita paruh baya itu untuk mengingatkan.

Bunyi derak sepatu membuat Keshi mendongak dan menoleh, sedikit terkejut melihat lima pria yang tidak ia kenal. Ah, hanya satu yang ia kenal. Luca berada di belakang keempat pria itu dengan sebuah kemeja putih yang sempat Keshi lihat dari jendela kamarnya.

“Kalian bisa makan bersama kami, gentleman.” ayahnya menyapa kelima pria itu.

Keshi menunduk saat melihat Luca yang duduk di hadapannya. Entah mengapa jantungnya berdegup cepat melihat pria itu yang berada di hadapannya. Kemudian gadis itu mendongak, berusaha terlihat biasa saja dan makan dengan tenang.

“Terima kasih banyak karena mengizinkan kami sarapan bersama, Sir Sanchez.” salah satu dari kelima pria itu berucap dengan nada senang.

Keshi menoleh melihat pria yang tengah memakai kemeja hitam, rambutnya berwarna cokelat gelap dan terlihat muda.

Rio menyesap kopinya lalu terkekeh pelan. “Tentu saja, Rick. Aku memperlakukan para bawahanku seperti temanku sendiri. Jangan sungkan karena sekarang kalian sudah menjadi temanku.”

Keshi mendengarkan perbincangan mereka sembari menyuap makanannya, beberapa kali ia melirik pada Luca di hadapannya yang terlihat tenang sembari memakan makannya dengan wajah datar.

Apa Luca tidak mengerti cara tersenyum? Pertanyaan tersebut terlintas begitu saja di pikirannya.

...***...

...Luca...

Penuh Misterius

Setelah sarapan bersama, Keshi segera berlari kecil menaiki tangga menuju kamarnya. Hari ini niatnya ia ingin mendatangi kampus untuk mendaftar, tetapi ia masih tidak tahu ingin memasuki jurusan apa.

Sejak berhari-hari yang lalu Keshi memusingkan hal tersebut. Ia kini tidak punya gambaran untuk masa depannya, Keshi sudah tidak lagi memiliki sebuah cita-cita. Menjadi jaksa sudah tidak lagi berada di pikirannya.

Sekarang Keshi harus mencari altenatif lain untuk jurusan kuliahnya.

Gadis itu membaringkan tubuhnya pada ranjang sembari memainkan ponselnya, menggulir sosial medianya untuk mencari jurusan yang memiliki prospek kerja yang luas. Bunyi suara deruman mobil kembali terdengar memasuki kamarnya. Keshi merubah posisi tidurnya untuk berhadapan dengan jendela yang menampilkan halaman depan sekaligus satu mobil sport berwarna hitam.

Apa di dalam mobil itu ada Luca? Karena Keshi masih mengingat jelas saat pagi tadi ia melihat pria itu keluar dari sana. Alisnya terangkat melihat jendela mobil itu yang terbuka setengah dan terlihat lengan tangan seseorang sedang berada di atas jendela mobil itu.

Keshi bahkan melupakan tentang ponsel dan sosial medianya, ia merasa nyaman menonton beberapa pria di halaman depan sana dengan satu mobil sport yang terus di gas dengan kencang.

Bibirnya tiba-tiba saja tertarik senyum saat tebakan pikirannya benar bahwa orang yang berada di dalam mobil itu adalah Luca. Keshi kemudian segera menghilangkan senyumannya, merasa bodoh karena tersenyum tidak jelas.

Luca berjalan keluar dari mobil, dia terlihat sudah berganti pakaian menggunakan kaos berwarna abu-abu. Keshi menggulingkan tubuhnya cepat saat melihat Luca mendongak dan menatap jendela kamarnya, gadis itu menyelimuti seluruh tubuh dan wajahnya sembari merutuki dirinya sendiri.

Keshi baru saja ketahuan memperhatikan Luca! Mau taruh di mana wajahnya ini?!

...\~\~\~...

Luca berjalan pelan mendekati rekan kerja barunya, ia melempar kunci mobil ditangannya kepada Rick yang dapat menangkap lemparanya dengan mudah.

“Aku tidak menyangka bahwa Sir Sanchez akan semudah ini membiarkan kita menggunakan mobil sport seharga jantung kita masing-masing.” Rick berceletuk.

Pria lain di sana, Bowen, melempar kulit kacang pada wajah Rick sembari tertawa. “Lebay sekali sampai seharga jantung segala.”

Rick berdecak dan menatap tajam pada pelaku yang baru saja melempar kulit kacang ke wajahnya. “Memang mahal, bukan? Sudah pasti harga mobilnya sangat mahal, pajaknya pun akan mahal.”

Luca tidak mengindahkan percakapan mereka, ia duduk di atas undakan tangga menuju mansion itu, duduk di sebelah Bowen yang sedang memakan cemilan kacang.

“Kamu mau, Luc?” Bowen menawarkan pada Luca di sebelahnya.

Pria itu menggeleng.

Bowen berdecak melihat sifat cuek rekan barunya itu, pandangannya ia alihkan pada Rick di hadapannya. “Kudengar Nona Keshi akan berkuliah tahun ini.”

“Lalu?” Rick bertanya, satu alisnya terangkat tinggi.

“Kupikir aku yang akan menjadi pengawal pribadi Nona Keshi, tetapi ternyata bukan.” Bowen melirik sekilas pada Luca yang sedang meneguk sebotol air dingin.

Rick mendengkus. “Kenapa? Kamu iri?”

Bowen tersedak saat menelan kacang yang ia kupas itu. Pria itu mendelik menatap kesal pada Rick. “Mana mungkin!”

Luca pada akhirnya menoleh saat melihat dari sudut matanya bahwa Rick dan Bowen sedang memperhatikannya. “Apa?” pria itu bertanya dengan datar.

Bowen melipat-lipat bungkusan kacang tanah di tangannya lalu mendekatkan dirinya pada Luca. “Hei, Luc. Doa apa yang kamu panjatkan sampai bisa menjadi pengawal pribadi Nona Keshi? Kamu tahu bukan bahwa gaji menjadi pengawalnya lebih besar dari pada pengawal biasa seperti aku dan Rick.”

Luca mengerutkan dahinya. “Itu di luar kehendakku.”

Bowen ikut mengerutkan dahinya tidak mengerti. “Maksudmu?”

“Hei, hentikan pembicaraan kalian tentang Nona Keshi.” seorang pria lain keluar dari dalam mansion.

Bowen mendongak dan melihat Rocco berjalan mendekati ketiganya. “Kenapa memangnya?”

Rocco mengeluarkan sebatang rokok dari saku celananya sekaligus pematik berbahan besi miliknya. “Itu tidak sopan jika kamu membicarakan majikanmu sembarangan.”

Bowen, pria dengan tubuh tinggi 191 cm itu beranjak berdiri untuk membuang bungkusan makanannya ke dalam tong sampah seraya membalas jawaban, “Baiklah, baik.”

Rocco mencebik, ia mengambil alih tempat duduk Bowen dan duduk di sebelah Luca yang masih saja diam dengan raut wajah datar. “Aku belum berkenalan denganmu. Namaku Rocco Rilev. Siapa namamu?”

Pria di sebelah Rocco menoleh. “Luca.”

“Hanya Luca?”

Luca mengangguk dan beranjak berdiri tanpa mempedulikan tatapan bingung dari Bowen, Rocco dan Rick.

“Mengapa dengannya?”

Bowen mengedikkan bahunya tak acuh. “Dia dingin sekali, penuh misterius.”

...\~\~\~...

Malam pun tiba. Makan malam kali ini berbeda dari biasanya, mereka (para penjaga baru itu) ikut makan malam bersama dengan Tuan Sanchez dan putrinya. Sama seperti saat sarapan tadi pagi.

Keshi seperti sudah biasa saja saat makan bersama kembali dengan para kelima pria itu. Gadis itu makan dengan lahap dan berusaha untuk tenang karena lagi dan lagi Luca duduk di hadapannya.

“Apa makanannya enak?” ayahnya bertanya pada kelima pria itu.

Rick terbatuk dan segera meneguk gelas berisi air di hadapannya lalu membalas pertanyaan Tuan Sanchez. “Ya, Sir. Ini sangatlah enak.”

Keshi tersenyum tipis melihat Rick, pria itu terlihat humoris. Pandangan gadis itu naik dan tidak sengaja bertatapan dengan Luca yang sedang memperhatikannya. Bibir yang tadinya tersenyum, kini luruh membentuk segaris.

Keshi berdeham dan melanjutkan makannya sembari mendengar percakapan mereka.

“Putriku besok akan pergi ke suatu kampus di kota ini, bisakah salah satu penjaga ikut menemani Keshi dan Luca?” Tuan Sanchez melempar pertanyaan, matanya menatap bergantian wajah kelima pria itu.

Gadis itu mengalihkan tatapannya dari piring makanannya ke arah ayahnya sendiri dengan wajah kebingungan.

Bowen mendongakkan kepalanya sekaligus mengangkat tangannya. “Saya bisa, Sir.”

Rio mengangguk senang. “Baiklah. Keshi, besok kau akan pergi bersama Luca dan Bowen. Ingat nasihatku tadi pagi kepadamu.”

Keshi memanyunkan bibirnya, ia memainkan sendok di atas piringnya sehingga memunculkan bunyi detingan.

“Hei, jangan bersedih seperti itu.” ayahnya mengingatkan.

Gadis itu mendongak dan membalas tatapan ayahnya dengan wajah kesal. “Itu bukan karena aku sedih! Ayah, ‘kan sudah kubilang besok aku akan pergi bersama temanku. Aku tidak mau pergi bersama para pengawal.”

Rio mengembuskan napasnya. “Tidak bisa, kamu ‘kan bisa bertemu di sana bersama temanmu. Selagi kamu pergi keluar, para pengawal akan ikut untuk melindungimu.”

Keshi menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. “Memangnya kenapa harus ada pengawal segala? Apa pekerjaan ayah sangat berbahaya sampai aku harus di lindungi?”

Meja ruang makan itu menjadi suram dengan aura mencekam yang mampu membuat keempat pria di sana menelan salivanya gugup. Rio memandang putrinya dengan tatapan nanar lalu kembali mengembuskan napasnya.

“Kamu ayah izinkan keluar, tetapi harus dengan pengawal. Atau sama sekali tidak ayah izinkan untuk keluar.” final sang ayah membuat Keshi semakin dirasuki rasa kesal.

Sebenarnya apa pekerjaan ayahnya? Mengapa keempat pria di sana juga terlihat tegang dan gugup saat Keshi melempar pertanyaan sebelumnya?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!