"Ansara, ada teman mu yang mulai datang. Temui lah sebentar."
"Benarkah? Kalau begitu aku antarkan pesanan ini dulu," jawab Ansara dengan bibir tersenyum lebar.
Ansara meninggalkan meja pantry dan membawa sebuah nampan berisi makanan untuk menuju meja nomor 11. Sejak lulus SMA, Ansara tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Ansara langsung dihadapkan pada berbagai macam dunia kerja, sampai akhirnya kini dia jadi salah satu pelayan di sebuah cafe yang cukup ternama.
Hari ini ada acara reuni SMA, diadakan di cafe tempat Ansara berkerja agar gadis cantik bertubuh mungil itu bisa ikut hadir.
"Ansara!" panggil salah satu teman yang pertama kali datang ke cafe.
Ansara tersenyum semakin lebar, tak mampu melambai karena kedua tangannya masih membawa nampan. "Duduklah di sana," jawab Ansara pelan, tak ingin menganggu para pengunjung yang lain.
Meja nomor 5, 6, 7, dan 8 sudah mereka booking untuk acara reuni sederhana ini. Sengaja tidak memesan lebih banyak meja karena biasanya yang bisa hadir untuk reuni hanya sedikit.
Apalagi sekarang sudah 6 tahun berlalu sejak mereka semua lulus SMA, rasanya makin sulit saja untuk mengumpulkan semua orang.
Selesai mengantarkan makanan, Ansara buru-buru mendatangi meja teman-temannya. Jika sesuai jadwal harusnya jam 5 sore ini semuanya sudah berkumpul, tapi sepertinya akan datang satu per satu.
"Langsung pesan makanan atau menunggu yang lain?" tanya Ansara, sudah ada 4 temannya yang datang.
"Menurutmu bagaimana?"
"Pesan saja dulu, biar aku tidak repot menyiapkannya," balas Ansara lalu terkekeh.
Teman Ansara yang lain ikut tertawa pula, jadi demi meringankan kerja Ansara mereka setuju untuk memesan makanan lebih dulu.
"Nanti kamu ikut duduk kan?" tanya salah satu teman yang lain.
"Lihat keadaannya dulu, jika sepi aku bisa duduk bersama kalian. Tapi kalau ramai aku harus melayani pelanggan."
"Oke deh, yang penting saat foto ada kamu."
Ansara mengangguk setuju.
Sekitar jam 6 sore barulah semua orang berkumpul. Sebenarnya tiap ada acara reuni begini Ansara merasa malu untuk ikut hadir, karena hanya dia yang memiliki pekerjaan seadanya, bukan bekerja di sebuah perusahaan besar.
Namun Ansara selalu berlagak ceria, selalu menyembunyikan rasa malunya.
"Ansara, ambilah istirahat sebentar dan bergabung dengan teman-temanmu," ucap atasan Ansara.
"Tapi Pak, masih banyak pengunjung."
"Tidak apa-apa, rekan kerjamu pasti paham."
"Terima kasih, Pak. Nanti saya akan ambil jam lembur," balas Ansara, tak lupa dengan bibirnya yang selalu tersenyum lebar.
Ansara akhirnya ikut bergabung dengan teman-temannya, diantara semua orang yang menggunakan pakaian bagus-bagus, Ansara justru menggunakan seragam kerjanya.
"Ansara, akhirnya kamu duduk juga, tapi bukannya masih banyak pelanggan yang harus dilayani?"
"Tidak apa-apa, bosku sudah memberi izin untuk istirahat," jawab Ansara.
"Ya ampun, untung saja bos mu baik. Jika tidak mana betah bekerja di sini? Iya kan?" tanya yang lain, namun dengan nada meremehkan.
Ansara hanya mampu mengangguk, juga terus tersenyum.
"Apa kamu tidak ingin mencari pekerjaan yang lebih baik Ansara? Ada loh lulusan SMA yang bekerja di perusahaan besar."
"Tentu saja mau, nanti aku akan coba cari-cari info lagi," jawab Ansara, karena baru sempat bergabung Ansara jadi pusat perhatian.
"Apa aku boleh bergabung?" tanya seorang pria yang tiba-tiba mendatangi meja mereka.
Pria yang nampak asing dan familiar sekaligus.
Deg! melihat pria itu justru membuat jantung Ansara sesaat berdenyut nyeri, lalu berdebar dan nyeri lagi.
"Adrian?" tanya yang lain dan pria itu tersenyum dengan kepala yang mengangguk, mengartikan bahwa dia memanglah Adrian.
Setelah lulus SMA Adrian bak hilang ditelan bumi, entah kemana rimbanya. Sampai sebuah desas desus mengatakan bahwa Adrian melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Beberapa kali diadakan reuni Adrian tak pernah hadir, namun siapa sangka kini pria itu menunjukkan diri.
Adrian bahkan tidak hanya datang seorang diri, namun Adrian datang dengan menggendong seorang bocah kecil di salah satu tangannya.
Lama tak melihat kini Adrian benar-benar nampak berbeda, tubuh tinggi tegap dan nampak berotot di lengannya. Bukan Adrian bertubuh kurus saat SMA dulu.
Sekarang Adrian jadi sangat tampan dan ternyata dia telah memiliki seorang anak perempuan.
Ansara yang dulu pernah menaruh hati pada pria itu kini jadi membeku, jangankan menyapa, menatap pun rasanya sudah tak kuasa.
'Betapa memalukannya aku, menyukai Adrian dan masih sering memimpikannya hingga sekarang. Tapi ternyata Adrian sudah menikah dan kini dia nampak hidup dengan sangat baik,' batin Ansara.
Adrian datang dengan menggunakan setelan jas lengkap, menunjukkan jelas jika kini posisinya sudah tinggi.
Tentu saja, dulu pun ada kabar bahwa ayah kandung Adrian adalah seorang konglomerat dan sepertinya kabar itu adalah benar.
"Ya ampun Adrian, ayo sini duduk. Apa dia anakmu?"
Adrian mengangguk.
"Siapa namanya cantik?"
"Naula," jawab bocah itu dengan suaranya yang terdengar menggemaskan, usianya 4 tahun.
"Jadi benar kamu selama ini di Amerika?" tanya yang lain.
"Iya," jawab Adrian apa adanya dan pembicaraan jadi semakin menjalar ke mana-mana.
Menjelang jam 9 malam acara reuni itu pun usai. Saat megambil foto Ansara berada di paling belakang, nyaris tak terlihat sebab tubuhnya yang mungil.
Satu per satu mulai meninggalkan cafe tersebut dan Ansara mulai membereskan semua meja-meja.
"Ansara," panggil Adrian yang ternyata masih ada di sini.
Ansara gelagapan, perasaannya tadi Adrian pergi lebih dulu. Tapi ternyata pria ini kembali lagi. Adrian hanya datang sendiri, entah kenapa anak perempuannya tadi.
Karena terkejut Ansara sampai menjatuhkan sebuah gelas.
Pyar!
Untunglah gelas itu tidak pecah, namun karena masih berisi sedikit minuman jadi membasahi sepatunya dan milik Adrian.
"Astaga, maaf Adrian. Akan aku bersihkan sepatu mu," ucap Ansara, malu dan merasa sangat bersalah.
Ansara buru-buru mengambil gelas tersebut, meletakkannya di atas meja dan mengambil tissue untuk mengeringkan sepatu milik Adrian.
Sementara Adrian bergeming, membiarkan Ansara melakukan apapun yang diinginkannya.
Selama reuni tadi diam-diam Adrian memperhatikan Ansara dari tempat duduknya. Ansara yang hanya diam dan sesekali ikut tertawa saat ada hal lucu. Adrian tahu Ansara merasa malu dengan statusnya saat ini dibandingkan yang lain.
Padahal dulu Ansara selalu penuh percaya diri di hadapannya, tapi malam ini sekalipun Ansara tidak menatap ke arahnya.
"Celanamu juga sedikit basah, maafkan aku Adrian," ucap Ansara, dia menundukkan kepalanya sebagai permohonan maaf.
Namun reflek kepala Ansara mendongak saat mendengar Adrian memberi sebuah tawaran yang terdengar sangat menjengkelkan.
"Hidup miskin tidak enak kan? karena itu jadilah sekretarisku," tawar Adrian.
"Datanglah besok pagi ke kantorku, jam 8 pagi tepat," ucap Adrian, lalu meletakkan sebuah kartu nama di atas meja makan.
Ansara tak sempat menjawab apa-apa karena masih terkejut dan merasa kesal dengan tawaran yang diberikan oleh Adrian.
'Hidup miskin tidak enak kan? karena itu jadilah sekretaris.' kalimat ini terekam jelas di dalam benak Ansara, bagaimana bisa Adrian yang selama ini dia kenal santun kini bicara dengan begitu sombongnya.
Memang Ansara adalah gadis miskin, tapi perlukah ditekankan seperti itu?
"Cih! sombong sekali dia!" kesal Ansara, baru bisa bicara setelah Adrian keluar dari cafe.
"Ansara, ada apa?" tanya salah satu rekan kerja, Mayang namanya. Seseorang yang juga jadi sahabatnya semenjak bekerja di sini.
Tadi Mayang sempat melihat saat Ansara menjatuhkan sebuah gelas, namun Mayang urung untuk langsung mendekat karena di pun masih melayani para pelanggan. Sampai jam 10 malam bisa dipastikan cafe ini tidak akan sepi.
"Tidak ada apa-apa May," jawab Ansara dengan kesal, juga langsung mengambil kartu nama milik Adrian di atas meja.
Adrian Abraham, CEO Abraham Kingdom.
Deg! Membaca kartu nama itu Ansara kembali dibuat tercengang. "Pe-perusahaan Abraham Kingdom," ucap Ansara dengan gagap.
"Kenapa dengan perusahaan Abraham Kingdom?" tanya Mayang makin bingung, kata Ansara tidak ada apa-apa yang terjadi, tapi kini dilihatnya jelas Ansara yang nampak syok dengan mata mendelik.
Seolah Ansara baru saja mendapatkan kabar buruk.
"Ti-tidak ada apa-apa, nanti saja kita bahas. Se-sekarang aku bereskan meja dulu," jawab Ansara yang bicara makin gelagapan.
Mayang tak mampu bertanya lagi, diapun segera kembali melanjutkan pekerjaan yang masih banyak.
Sepanjang bekerja Ansara jadi terus memikirkan tentang Adrian, di saat dia belum jadi apa-apa ternyata kini Adrian telah jadi seorang CEO di usia muda.
Perusahaan raksasa itu ternyata adalah milik keluarga Adrian. Nama Abraham yang tersemat di nama Adrian seperti sudah menjelaskan semuanya.
Betapa kasta mereka kini telah sangat jauh berbeda.
Ansara jadi terkenang kisah masa lalu, dulu Adrian hidup bersama ibu dan ayah angkatnya. Kehidupan Adrian begitu sulit karena yang menanggung semua beban keluarga adalah ibunya, sementara sang ayah angkat adalah pria yang tak bertanggung jawab.
Di ujung pendidikan SMA mereka mendadak seorang pria asing sering muncul di dalam hidup Adrian, bahkan saat kelulusan pria itu pun datang. Seseorang yang mengaku sebagai ayah kandung Adrian.
Dan ternyata ayah kandung Adrian bukanlah orang sembarangan.
Siapa yang tak mengetahui tentang perusahaan Abraham Kingdom, siapapun pasti ingin bekerja di perusahaan besar tersebut.
Namun satu hal yang Ansara sesalkan, benarkah semua kekayaan itu membuat Adrian jadi berubah?
Jadi manusia paling sombong yang pernah Ansara tahu. Sebab dipertemuan pertama mereka setelah sekian lama, ternyata Adrian pun merendahkannya.
"Katakan sekarang, ada apa dengan perusahaan Abraham Kingdom?" tanya Mayang, saat ini cafe sudah tutup. Mereka sedang bersiap-siap untuk pulang.
Ansara tak langsung menjawab, pikirannya juga kalut. Dia sangat ingin menerima tawaran Adrian, tapi di sisi lain Ansara juga merasa terluka dengan tawaran tersebut.
"Jawab Ans," tuntut Mayang, sebab mereka tak memiliki banyak waktu untuk bicara. Sebentar lagi pulang ke rumah masing-masing.
Besok pun saat bertemu sudah kembali di hadapkan dengan pekerjaan.
"Salah satu temanku ada yang bekerja di sana," jawab Ansara lirih.
"Pria terakhir yang kamu temui tadi? Temanmu yang paling tampan?"
Ansara mengangguk.
"Lalu?" tanya Mayang makin menuntut.
"Katanya, hidup miskin tidak enak kan? Karena itu jadilah sekretarisku."
"Apa? Dia bicara seperti itu? padahal wajahnya terlihat benar, tapi bisa-bisanya bicara sekasar itu!"
Ansara mengangguk lagi, "Dia CEO Abraham Kingdom," ucapnya seraya menyerahkan sebuah kartu nama berwarna hitam pada Mayang.
"Apa?! Dia CEOnya?!" tanya Mayang dengan tercengang, makin mendelik saat melihat kartu nama tersebut. Sebab dari nama yang tertera di sana seperti menjelaskan bahwa perusahaan besar itu pun milik teman Ansara ini.
"Astaga, ja-Jadi perusahaan itu milik keluarganya? Dan dia jadi CEO? Astaga, kalau begitu wajar saja dia sombong," kata Mayang.
Dengan kekayaan yang dimiliki oleh keluarga Abraham sangat wajar jika orang-orang di dalamnya memiliki sikap sombong, sebab harta mereka memang tak akan habis sampai 20 keturunan.
Lain dengan mereka yang hanya jadi pelayan di sebuah cafe.
"Jadi bagaimana Ans? Kamu terima tawarannya atau tidak?" tanya Mayang setelah cukup tenang dari semua rasa terkejutnya.
Ansara menghela nafas kasar, "Entahlah, sepertinya tidak," jawab Ansara lesu. Selain benci dengan sikap sombong Adrian sekarang, Ansara juga mulai ingin melupakan pria tersebut.
Pria yang pernah dia cintai dengan begitu dalam, namun ternyata kini telah memiliki seorang anak.
Hati Ansara berkecamuk.
"Bodoh! Ini perusahaan Abraham Kingdom Ans! Abraham Kingdom! Kapan lagi kamu bisa masuk ke perusahaan besar itu! disana gajimu bisa jadi 3 kali lipat dari bekerja di sini! Apalagi jadi sekretaris!" kata Mayang menggebu-gebu.
"Tapi May, tawarannya seperti merendahkanku. Selain miskin, tapi pendidikan ku juga hanya sebatas lulusan SMA, memangnya layak jadi sekretaris? Dan lihat tubuh ku? tidak proporsional, mana cocok jadi sekretaris. Aku yakin Adrian hanya menghinaku."
"Ans, abaikan tentang hinaannya. Dia itu CEO dan juga pemilik perusahaannya, aku yakin dia bisa menerima siapapun yang bekerja di sana dengan sesuka hati, termasuk kamu," kata Mayang.
Namun pembicaraan mereka memang tak bisa berlangsung lama, sebab malam jadi semakin larut.
Sekitar jam 10 lewat 20 menit Ansara masih berada di jalanan mengemudi motor matic miliknya. Malam ini gerimis turun menambah hawa dingin yang menerpa gadis cantik tersebut.
Ansara lupa membawa mantel, jadi dia hanya menggunakan jaket untuk jadi penghangat dan pelindung tubuh.
Tiba di rumah Ansara langsung di sambut oleh sang ibu.
"Akhirnya kamu pulang juga Ans, hari ini gajian kan? Ibu minta uang untuk membayar listrik."
"Iya Bu," jawab Ansara dengan patuh, selama ini Ansara memang selalu memberikan setengah gajinya untuk sang ibu.
3 hari setelah kelulusan SMA ayah Ansara meninggal dunia dan karena itulah hidupnya jadi jungkir balik begini. Semua cita-cita runtuh dan harus hidup dengan bekerja keras.
Kakak-kakak Ansara telah menikah dan lebih memilih untuk pergi meninggalkannya dan sang ibu berdua.
Ansara sudah bertekad bahwa dia akan terus menjaga sang ibu.
"Terima kasih Nak, sekarang istirahat lah."
"Iya Bu, ibu juga harus segera tidur," jawab Ansara.
Masuk ke dalam kamarnya Ansara mulai melepas jaket yang sedikit lembab. Duduk di tepi ranjang dan melihat kartu nama milik Adrian yang di bawa pulang.
Bertanya-tanya di dalam hati benarkah ini satu-satunya jalan untuk merubah hidupnya dan sang ibu.
Benarkah dengan jalan ini Ansara akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik?
Benarkah Adrian bersungguh-sungguh menawarkan pekerjaan itu?
Ansara tidur dengan banyak pertanyaan di dalam kepalanya. Berterbangan tak mampu dia singkirkan.
Saat pagi menjelang semua kegelisahan Ansara buyar, pada akhirnya Ansara benar-benar memutuskan untuk mendatangi perusahaan Abraham Kingdom.
"Abaikan saja Adrian, aku hanya perlu bekerja secara profesional," ucap Ansara, dengan keyakinan dan harapan tinggi dia akhirnya memasuki perusahaan besar tersebut.
Lengkap dengan pakaian hitam putih yang dia kenakan, khas orang-orang sedang mencari pekerjaan.
Ansara juga menggunakan heelsnya yang paling tinggi, demi mendompleng tinggi badan yang hanya 150 cm.
"Permisi Kak, saya Ansara. Saya datang ke sini atas undangan pak Adrian," ucap Ansara pada bagian resepsionis, dia juga menyerahkan kartu nama milik Adrian yang dia punya.
"Boleh lihat kartu identitasnya?"
"Ini."
"Baiklah, mari saya antar. Tuan Adrian memang sudah menunggu Anda."
Deg! Ansara jadi gugup, di sini Adrian dipanggil dengan sebutan Tuan. Sepanjang perjalanan hendak menemui Adrian, Ansara dibuat terkagum-kagum dengan seisi perusahaan ini.
Perusahaan yang nampak mewah dengan orang-orang yang terlihat berkelas di dalamnya.
"Silahkan masuk Nona, ini adalah ruangan tuan Adrian."
"Terima kasih," jawab Ansara.
Dan di sinilah kini Ansara berdiri, di depan meja kerja Adrian Abraham yang duduk di kursi CEO.
Pertemuan kedua setelah 6 tahun berlalu akhirnya terjadi juga. Tanpa Ansara sadari, Adrian tersenyum kecil sekali. Adrian sempat berpikir bahwa Ansara tidak akan datang.
"Selamat pagi Tuan, saya datang untuk menagih janji Anda," ucap Ansara.
Sebuah kalimat yang membuat Adrian makin merasa lucu, apalagi ketika mendengar Ansara memanggilnya Tuan. Agar tidak tersenyum lebar, Adrian sampai mengigit bibir bawahnya kuat.
"Mulai besok kamu sudah bisa bekerja di sini, tapi bukan jadi sekretaris biasa, melainkan sekretaris pribadi ku," ucap Adrian.
"Sekretaris pribadi," ucap Ansara setelah dia keluar dari ruangan sang CEO.
Adrian tidak banyak bicara, setelahnya dia langsung mengarahkan Ansara untuk menemui asisten pribadinya di ruangan sebelah, Juan namanya.
"Jika anda bersedia bekerja di sini maka anda akan jadi sekretaris pribadi tuan Adrian," ucap asisten Juan.
Ansara kini tengah berhadapan dengan asisten pribadi tuan Adrian, mereka duduk saling berhadapan dengan meja sebagai penghalang.
Suasananya begitu kental seperti sebuah interview kerja.
Setelahnya Juan juga menjelaskan apa hak dan tanggung jawab Ansara. Utamanya adalah bersedia mendampingi tuan Adrian selama 24 jam, untuk keperluan bisnis ataupun urusan pribadi sang tuan.
Semua itu dilakukan agar tuan Adrian tidak mengalami sedikitpun kesulitan dalam pekerjaannya.
Ansara tidak diwajibkan untuk terhubung langsung dengan para klien ataupun kolega, Ansara hanya perlu mengatur semua jadwal tuan Adrian agar bisa bekerja secara maksimal. Kelak Ansara juga akan berkoordinasi dengan sekretaris perusahaan.
"Gaji pokok yang akan ada dapatkan adalah 10 juta tiap bulannya, belum termasuk bonus-bonus yang lain," ucap Juan seraya mengakhiri semuanya penjelasannya.
Mendengar nominal tersebut Ansara langsung mendelik, kata Mayang mungkin Ansara akan mendapatkan gaji 3 kali lipat daripada di cafe, tapi ternyata gaji yang ditawarkan justru 5 kali lipat.
Seketika itu juga Ansara melupakan semua tentang tugas dan tanggung jawabnya yang harus selalu mendampingi Adrian 24 jam.
Rasanya apapun perkejaannya akan Ansara lakukan demi mendapatkan gaji sejumlah 10 juta, terlebih pekerjaan ini adalah pekerjaan yang halal.
Tanpa sadar Ansara langsung tersenyum, bukan hanya mendapatkan gaji dalam jumlah besar yang membuat Ansara bahagia, namun Ansara juga yakin pekerjaan ini pun akan mengangkat harkat dan martabatnya sendiri juga sang ibu.
"Baik Pak, terima kasih atas kesempatannya untuk bekerja di sini. Saya bersedia menjadi sekretaris pribadi tuan Adrian," ucap Ansara tanpa keraguan sedikitpun.
Masa bodo dengan cinta yang ingin dia kubur rapat-rapat, yang penting sekarang adalah yang dan jabatan lebih dulu.
Ansara yakin lambat laun rasa cintanya pada Adrian akan punah dengan sendirinya, apalagi jika semakin tahu tentang Adrian yang telah berkeluarga.
"Tidak perlu Memanggil ku Pak, cukup panggil asisten Juan."
"Siap Pak_ Maaf, Siap asisten Juan," balas Ansara antusias.
Pagi ini juga Ansara menandatangani kerja sama di perusahaan Abraham Kingdom. Teken kontrak langsung untuk 10 tahun ke depan.
Selesai bertemu dengan asisten Juan, Ansara langsung berkenalan dengan sekretaris sang CEO.
Mereka berdiskusi untuk memudahkan kerja sama di masa depan.
Sebenarnya banyak sekali hal yang ingin Ansara tanyakan, apakah sebelumnya tuan Adrian pun memiliki seorang sekretaris pribadi, lalu dimana kini? Apakah sudah keluar dan digantikan olehnya?
Namun semua pertanyaan itu tertahan di ujung lidah, dibanding mengajukan pertanyaan Ansara lebih memilih untuk memahami semua penjelasan.
Agar tak ada sedikitpun kesalahan yang dia lakukan nanti. Meskipun hanya lulusan SMA, namun Ansara dulu juga adalah siswa yang cerdas, pandai public speaking dan mudah bersosialisasi dengan lingkungan baru.
Meski tidak begitu lancar namun Ansara juga bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa inggris.
Dengan semua kemampuan itu membuat Ansara cukup percaya diri, satu-satunya hal yang membuatnya insecure adalah tinggi badannya yang mungil.
"Ansara, boleh aku bertanya hal lain?" tanya Jessi.
"Apa Kak?"
"Bagaimana bisa kamu mendapatkan tawaran untuk jadi sekretaris pribadi tuan Adrian?"
"Sebenarnya tuan Adrian adalah temanku saat SMA, semalam ada reuni dan kami bertemu, lalu tuan Adrian memberikan pekerjaan ini."
Jessi hanya mengangguk saja, tuan Adrian sudah 1 tahun ini memimpin Abraham Kingdom. Namun selama itu pula tak pernah ada yang namanya sekretaris pribadi. Hanya Jessi lah satu-satunya sekretaris senior yang mendampingi beliau.
Lalu kini secara mendadak Ansara muncul dan hal itu cukup membuatnya terkejut.
Apalagi Ansara sangat mungil di matanya, meski sudah menggunakan heels setinggi 10 cm itu tetap saja tak mampu mengimbangi tinggi tubuhnya yang proporsional.
Jessi jadi ingin melihat seberapa lama Ansara mampu bertahan bekerja di sini? Apalagi setelah Jessi tahu juga bahwa Ansara hanya lulusan SMA.
Jessi sangat tahu, tuan Adrian memperkerjakan Ansara pasti hanya karena kasihan semata, tidak lebih.
Sekitar jam 2 siang barulah Ansara pergi meninggalkan kantor Abraham Kingdom dan menuju cafe untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya.
"Astaga Ansara, sepatumu tinggi sekali. Kakimu tidak sakit?" tanya Mayang, dia tahu juga pagi ini Ansara mendatangi perusahaan Abraham Kingdom.
"Sakit sih, tapi tidak apa-apa ... Besok aku akan pakai hansaplas," jawabnya lalu nyengir kuda, menampakkan deretan giginya yang rapi.
Semua kesakitan ini rasanya terbayar lunas dengan uang 10 juta.
"Aku temui pak bos dulu ya?" pamit Ansara dan Mayang mengangguk.
Melihat senyum Ansara, Mayang sangat yakin Ansara telah mendapatkan kabar baik. Dan apapun yang membuat Ansara bahagai, maka akan dia dukung. Mayang akan ikut bahagia juga.
"Kamu yakin ingin keluar?" tanya sang boss.
"Iya Pak, semalam ada salah satu temanku yang memberi pekerjaan baru."
"Bekerja dimana?"
"Perusahaan Abraham Kingdom."
"Astaga, perusahaan besar itu? tentu saja kamu langsung setuju."
Ansara tersenyum bahagia, tak mampu dia sembunyikan kebahagiaan tersebut.
"Baiklah, Bapak ACC ya surat pengunduranmu ini. Bapak doakan kamu selalu sukses dimanapun bekerja."
"Terima kasih, Pak," jawab Ansara penuh syukur. Bosnya di cafe ini memang sangat baik.
Seumur hidup Ansara akhirnya merasakan keberuntungan yang bertubi-tubi. Hari ini seperti hari yang menjadi jalan untuknya menuju kesuksesan.
Hari yang paling membahagiakan.
Keesokan harinya Ansara kembali mendatangi perusahaan Abraham Kingdom. Namun kini dia datang bukan sebagai pengunjung, melainkan sebagai salah satu karyawan di perusahaan bergengsi tersebut.
Ansara datang pagi-pagi sekali, masih semangat 45.
"Ans, kamu sudah datang?" tanya Jessi. Meja mereka berdampingan, sama-sama berada di depan pintu masuk ruangan sang CEO.
"Iya Kak," jawab Ansara dengan ramah.
Namun Jessi menatap dengan tatapan meremehkan, pasalnya Ansara masih menggunakan baju yang sama seperti kemarin. Baju putih dan celana dasar hitam, lengkap dengan sepatu yang nampak tinggi.
Bak langit dan bumi jika dibandingkan dengan penampilan Jessi yang modis.
Tepat jam 8 pagi Adrian datang ke kantor.
"Sekretaris Ansara ayo masuk," ajak asisten Juan.
Ansara deg-degan, panggilan sekretaris yang disematkan untuknya terasa begitu spesial.
"Saya bagaimana asisten Juan?" tanya Jessi.
"Kamu tidak perlu masuk, mulai sekarang sekretaris Ansara yang akan melaporkan semuanya pada tuan Adrian."
"Baiklah," jawab Jessi patuh.
Ansara kemudian mengikuti asisten Juan untuk masuk ke ruangan sang CEO.
Berada di hadapan Adrian, Ansara menepikan semua kenangan yang pernah mereka punya saat SMA.
Kini Ansara benar-benar bekerja secara profesional. Bahkan tutur katanya pun terdengar sangat formal.
Saking seriusnya Ansara dia sampai tidak menyadari jika Adrian menatapnya dengan lekat. Mulut Ansara terlalu sibuk bicara.
Menjelang jam makan siang Ansara akhirnya ikut tugas pertama untuk mendampingi sang CEO. Siang ini Adrian memiliki janji temu dengan salah satu koleganya, mereka telah mengatur jadwal untuk makan siang bersama.
Ansara tidak hanya pergi berdua dengan tuan Adrian, tapi juga ada asisten Juan.
'Ya ampun, langkah kaki mereka cepat sekali sih,' batin Ansara, gerutuan yang pertama dia lontarkan.
Demi mengimbangi langkah keduanya Ansara sampai terlihat seperti jalan cepat. Lalu nafasnya jadi sedikit terengah setelah masuk ke dalam lift.
'Tidak bisakah kita jalan pelan-pelan?' tanya Ansara, namun hanya mampu dia ucapkan di dalam hati.
Tiba di lobby Ansara kembali dihadapkan pada penderitaan barunya, kedua kaki pendeknya harus bisa mengimbangi langkah lebar dua pria di hadapannya.
'Astaga, jangan cepat-cepat Adrian!' gerutu Ansara.
"Kenapa langkah mu lambat sekali," ucap Adrian, sekali bicara langsung terdengar menyebalkan.
'Bukan aku yang lambat, tapi langkah mu yang terlalu cepat!' kesal Ansara, sialnya hanya mampu membatin.
"Maaf, Tuan," jawab Ansara.
Ansara mana tahu jika bagi Adrian dan Juan langkah kaki mereka sudah normal, langkah kaki Ansara saja yang kependekan.
Mendekati mobil Adrian menggerakkan salah satu tangannya untuk mendorong punggung Ansara agar berjalan lebih cepat. Jadi Ansara lebih dulu masuk ke dalam mobil lalu disusul oleh Adrian.
Karena kesal Ansara sampai tak menyadari jika sentuhan kecil itu terlihat begitu inttim.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!