NovelToon NovelToon

Wanita Yang Teraniaya Ternyata Kaya Raya

Part 1

Seperti biasanya Iva memasak untuk suami dan Ibu mertuanya. Dengan penuh antusias, Iva menyajikan makanan yang telah ia masak di meja makan dimana suami dan Ibu mertuanya sudah menunggu. "Silahkan makan."

Ila sang Ibu mertua menatap sinis ke arah Iva dan ia meraih satu piring masakan yang telah di sajikan oleh sang menantu dan dengan kasar melemparnya ke lantai. "Dasar menantu tidak berguna! Setiap hari kamu beri aku makanan sayur memangnya aku ini apa, hah?" ocehnya lantang bahkan satu tangannya tidak sungkan mena-rik rambut Iva hingga membuatnya meri-ngis kesa-kitan.

"Auh Mah, sa-kit! Tolong jangan seperti ini. Jika Mamah ingin aku memasak daging bilang ke Mas Damar supaya menambah uang bulanannya," ucap Iva mencoba membela diri.

Napas Damar memburu, pupil matanya hampir lepas menatap tajam ke arah Iva. Ia bangkit dari duduknya seraya berkacak pinggang. "Dasar istri pemboros dan tidak tahu diri. Selama ini aku selalu memberikan jatah bulanan banyak kok. Kamu saja yang nggak becus atur pengeluaran. Aku kerja banting tulang begitu lelahnya demi kamu tapi seperti ini balasanmu, hah? Nyesel banget aku sudah menikahi wanita mis-kin dan tak jelas asal usulnya. Nggak hamil-hamil juga!"

Hampir setiap hari Iva menahan lara oleh perbuatan buruk ibu mertuanya dan juga sang suami. Ia begitu sedih tapi tak berdaya. Setiap kali ia ingin melepaskan diri dari cengkraman suami dan ibu mertuanya, selalu saja tidak berhasil. Beberapa kali ia mencoba untuk kabur dari rumah yang seperti neraka itu, tapi tidak pernah berhasil. Gagal dan selalu saja gagal hingga ia harus rela menahan kepedihan karena perilaku suami dan Ibu mertuanya.

Padahal ia rela meninggalkan keluarganya yang kaya raya demi untuk bisa menikah dengan lelaki yang di cintai. Ia menyembunyikan identitasnya sebagai putri dari seorang pengusaha terkaya di kota sebelah karena ia berpikir menikah dengan lelaki sederhana akan hidup bahagia. Karena ia pernah kecewa dengan mantan kekasihnya yang memiliki derajat sama seperti dirinya yakni anak konglomerat. Tetapi lelaki itu justru berkhianat dengan wanita lain, hingga membuat Iva trauma dengan lelaki kaya. Ia pun sengaja mencari jodoh lelaki dari kalangan sederhana.

"Mas, kenapa kamu selalu bersikap kasar seperti ini? Apakah kamu sudah tidak cinta padaku? Jika iya, kenapa nggak kamu lepaskan aku saja? Kurang apa aku sama kamu, Mas? Aku rela memberikan semua uang dan perhiasan serta tabunganku dari hasil aku bekerja dulu sebelum menikah denganmu untuk mendirikan sebuah perusahaan hingga kamu sukses seperti ini. Apa kamu sama sekali tidak memiliki hati nurani hingga hampir setiap hari menyiksaku seperti ini?"

Tak kuasa bulir bening keluar dari pelupuk mata Iva dengan pandangan mata terus saja ke arah Damar. Tapi Damar sama sekali tidak tersentuh walaupun Iva sudah mengiba memohon belas kasihan.

"Jadi kamu tidak ikhlas membantuku hah? Dasar wanita perhitungan dan pe-lit. Baru juga mengeluarkan uang sedikit sombong. Aku pasti kembalikan uangmu itu, tunggu waktu yang tepat," ocehnya seraya berlalu pergi.

Dengan derai air mata, Iva membersihkan lantai yang kotor karena perbuatan sang Ibu mertua. Ia meratapi nasibnya seorang diri. "Jika saja waktu itu aku tidak membantah Papah dan kakak-kakakku, pasti saat ini hidupku tidak menderita. Semua yang terjadi karena kesalahanku sendiri yang kabur dari rumah demi memperjuangkan cintaku pada Mas Damar. Bahkan waktu itu aku menikah dengan identitas palsu seolah aku ini yatim piatu. Pah, aku minta maaf karena telah menganggapmu tidak ada padahal masih hidup tapi aku menikah dengan wali hakim dan menggunakan identitas palsu juga," ocehnya dalam hati.

Rasa penyesalan semakin menyeruak di dalam hati Iva. Ingin rasanya kembali kepada keluarganya tapi ia tidak bisa keluar bebas begitu saja karena Damar memerintahkan beberapa anak buahnya untuk selalu waspada dan tidak mengizinkan Iva untuk keluar rumah dengan bebas.

Setelah selesai membersihkan lantai dapur beserta dengan meja makan. Iva melanjutkan aktifitasnya yakni mengepel seluruh ruangan dari ruang tamu, tengah dan juga kamar-kamar.

Selagi ia mengepel ruang tamu, Ila sang Ibu mertua melintas begitu saja tapi naas, ia terpeleset hingga terjatuh terlentang. Iva berusaha untuk membantu Ibu mertuanya untuk bangun, justru tangannya di tepis kasar.

"Awas, nggak usah sok baik! Aku bisa kok bangun sendiri."

Tapi rupanya hari ini memang hari sial bagi Bu Ila. Bukannya ia berhasil bangun tapi justru terpeleset kembali dan kali ia ia mengaduh kesakitan sembari memegangi pinggangnya. "Ahh sakit sekali! Bodoh, cepat telepon Damar karena aku tidak bisa bangun!" perintahnya ketus.

"Mah, biar aku bantu ya?"

Iva mengulurkan kedua tangannya tapi lagi-lagi di tepis oleh Bu Ila. "Nggak usah, yang ada sakitku bertambah parah! Cepat telepon Damar!" teriaknya memekakkan telinga bagi yang mendengarnya.

Dengan tangan gemetaran, Iva meraih telepon rumah yang ada di ruangan tersebut dan segera memencet nomor ponsel Damar.

Sambungan telepon terangkat tapi Damar tidak langsung berkata. Ia justru sedang asik bercumbu mesra dengan Danti.

"Sayang, kenapa telepon sudah di angkat kok malah tidak bicara sih? Memangnya telepon dari siapa sayang?"

Danti duduk di pang kuan Damar dan sesekali mereka ber ciu man bi bir hingga suaranya terdengar jelas di telepon membuat li dah Iva kelu tak bisa berkata.

"Tega kamu Mas! Ternyata kamu selingkuh," batinnya kesal tak kuasa bulir bening menetes deras begitu saja. Iva lupa dengan tujuannya menelepon Damar sehingga ia harus mendapatkan teguran keras dari Bu Ila. "Iva, kok malah bengong sih? Cepat ngomong sama Damar. Damar cepat pulang, tolong Mamah!" teriaknya histeris kembali memekakkan telinga Iva. Bahkan Damar bisa mendengarnya meski dari balik telepon sehingga Damar menghentikan ciu mannya terhadap Danti.

"Apa yang terjadi sama Mamah, Iva?"

tanyanya panik.

"Mamah terpeleset dan kesakitan. Dia memintaku meneleponmu Mas. Wanita yang sedang bersamamu siapa Mas, kok manggil sayang?" ucap Iva dari balik telepon.

"Kamu ingin tahu, namanya Danti salah satu klien aku. Tapi kami sudah resmi berpacaran dua bulan yang lalu. Nanti aku bawa ke rumah sekalian kenalan denganmu. Bilang Mamah, aku segera pulang."

Setelah mengatakan hal itu, Damar langsung menutup panggilan telepon. Ia mengajak Danti untuk pulang ke rumah.

Sementara Iva terduduk lemas dan bahkan gagang telepon terlepas begitu saja dari tangannya. "Jahat kamu Mas! Dengan tidak ada rasa berdosa dan bersalah, secara terang-terangan kamu mengatakan jika wanita itu pacarmu. Bahkan kamu akan membawa nya pulang. Dimana letak hatimu Mas?" batinnya berkeluh kesah.

Tak berapa lama Damar pulang menggandeng tangan Danti begitu mesra. Ia tersentak kaget mendapati sang Mamah sedang merintih kesakitan di lantai sementara Iva terus saja bengong netranya berair menatap ke arah Damar dan Danti.

"Astaga, Mah. Kok bisa seperti ini?"

Dengan perlahan, Damar mengangkat tubuh Mamah Iva dan membaringkannya di sofa karena beliau tidak bisa duduk.

"Semua karena ulah wanita udik itu. Sepertinya dia sengaja ingin mencelakai Mamah. Jika perlu bawa dia ke kantor polisi untuk di berikan hukuman setimpal atas perbuatannya!"

Mamah Ila menunjuk kasar ke arah Iva.

Sontak saja Iva membela diri. "Mamah bohong Mas. Aku sama sekali tidak berbuat apapun. Dia yang kurang berhati-hati sehingga terpeleset sendiri. Tadi aku sudah coba untuk menolong tapi Mamah nggak mau di tolong aku eh malah jatuh lagi."

Damar menghampiri Iva dan secara kilat tangannya mela yang ke salah satu pipi nya. "Ku rang a jar! Kamu pikir aku percaya dengan perkataanmu itu hah?"

"Mah, kita kan butuh tenaganya untuk mengurus rumah ini. Jika di laporkan polisi yang ada nanti aku harus mempekerjakan asisten rumah tangga. Aku ingin irit Mah, karena sedang menabung untuk menikah dengan Danti. Biar aku beri kesempatan sekali lagi, jika Iva bertingkah lagi aku akan membawanya ke kantor polisi. Nggak usah cemas Mah, sudah aku pasang CCTV kok di setiap ruangan. Nanti aku cek rekaman video CCTV di ruangan ini. Jika benar Iva berbuat jahat sama Mamah, aku akan kopi rekamannya dan ku simpan sebagai bukti kalau kelak benar-benar ke kantor polisi," ucap Damar.

Iva terperangah mendengar perkataan Damar. "Aku nggak mau di madu Mas! Mending kamu talak aku sekarang juga, toh aku sedang mengharapkannya.

"Iya sayang, kenapa kamu tidak talak dia saja. Toh aku sudah siap untuk menikah denganmu dan aku janji akan memberikan segalanya untukmu dan aku juga akan menyayangi Mamahmu seperti Mamah aku sendiri," ucap Danti seraya menatap sinis

ke arah Iva.

Lantas keputusan apa yang akan di ambil oleh Damar?

Part 2

Iva tidak ingin terus di kekang dan di jadikan sebagai asisten rumah tangga. Ia sengaja berulah dengan mengatakan sesuatu yang membuat Danti terpicu amarah yang tidak bisa ditahan.

"Aku yakin kamu masih sangat mencintaiku, iya kan Mas? Itu terbukti karena kamu tidak ingin melepaskanku. Alasan irit supaya tidak mempekerjakan asisten rumah tangga itu bohong. Calonmu itu orang kaya, bahkan ia sanggup memberikan segalanya termasuk membayar gaji asisten rumah tangga jadi kamu tak perlu cemas karena uangmu tidak akan berkurang. Aku yakin dia tidak keberatan," ucap Iva sembari terus menatap ke arah Danti.

Tapi keputusan Damar tidak bisa di ganggu gugat. "Diam kamu! Disini akulah yang kepala keluarga jadi kamu nggak usah banyak kata! Sampai matipun aku tidak akan melepaskanmu, paham!"

Danti justru tidak terima dengan perkataan Damar. "Aku sadar sekarang Mas. Ternyata apa yang dikatakan oleh istrimu itu benar jika kamu masih sangat mencintainya hingga tidak rela melepasnya. Ya sudah jika seperti itu, aku yang mundur saja dan semua saham yang aku tanam di perusahaanmu akan aku cabut."

Danti menghentakkan kakinya, ia hampir saja melangkah pergi tapi salah satu tangannya di cekal oleh Damar. "Tunggu sayang! Tolong jangan terbawa emosi seperti ini. Aku sama sekali tidak mencintainya. Yang aku cinta justru kamu, sayang. Aku nggak ingin berpisah dengan wanita yang sangat aku cintai. Aku mohon jangan di cabut saham yang sudah kamu berikan untukku ya?" bujuk Damar.

"Ok, aku pastikan akan terus menanam saham dan kemungkinan akan selalu aku tambah. Tapi semua itu ada harga yang harus kamu bayar. Ceraikan dia, atau kita tidak akan pernah menikah!" ancamnya sinis.

Sejenak Damar terdiam, hal ini membuat Mamah Ila turun tangan. Ia menarik Damar agak menjauh dari Iva dan Danti. "Dasar bo doh! Apa susahnya sih, kamu melepaskan wanita desa itu? Jika kamu masih saja mempertahankannya, Mamah pastikan kamu akan menyesal seumur hidup. Mamah sangat setuju jika kamu lekas menikahi Danti yang kaya raya itu," ucapnya lirih.

Damar belum juga memberikan keputusan yang di harapkan oleh Iva dan Danti sehingga Danti kesal dan memutuskan untuk pulang. "Aku pulang saja Mas. Aku beri waktu sehari untukmu berpikir. Besok, kamu sudah harus memiliki keputusan. Aku nggak mau hubungan kita di gantung apalagi aku di jadikan istri siri. Intinya kamu harus bisa memilih diantara aku atau dia!" tunjuknya kasar ke arah Iva.

"Baiklah sayang. Besok aku pasti sudah memiliki keputusan yang tepat. Aku tidak akan mengecewakanmu jadi nggak usah cemas. Bagaimana kalau aku antar kamu pulang ya?"

Damar sengaja merayu supaya amarah Danti reda.

Danti mengangguk perlahan, membuat Damar sumringah dan lekas menuntun kekasih gelapnya itu. Mereka bagaikan pasangan yang takkan pernah terpisahkan. Melihat hal itu Iva semakin terbakar amarah, kedua tangannya mengepalkan tinju. "Kamu pikir aku akan tinggal diam, Mas? Dulu aku diam saja karena kamu tidak selingkuh. Tapi ini sudah tidak bisa di tolerir sama sekali. Aku akan membalas semua perbuatanmu, selingkuhanmu, juga Mamahmu," batinnya bergumam.

Pada saat Iva akan melangkah pergi, tiba-tiba Mamah Ila mencekal lengannya. "Mau kemana kamu, hah? Aku nggak habis pikir jika Damar keberatan untuk menceraikanmu padahal sudah ada wanita yang sempurna di depan matanya. Apa yang sudah kamu lakukan pada Damar, hah? Apa kamu guna-guna dia, sehingga enggan melepasmu?"

oceh Mamah mertua dengan pupil mata hampir meloncat.

Iva menepis dengan kasar cekalan tangan Mamah Ila sembari berkata. "Jangan seenaknya kalau ngomong! Kamu pikir aku betah tinggal disini? Justru aku sudah ingin pergi dari neraka ini! Nggak usah cemas karena Damar sudah menjadi sampah bagiku dan akan ku buang di tempat yang semestinya. Jika Damar tidak mau mengurus perceraian, biar aku yang mengurusnya."

Iva berlalu pergi begitu saja dari hadapan Mamah Ila yang sempat membuat wanita paruh baya tersebut semakin terpancing emosi. "Dasar menantu dur haka! Kurang ajar banget ngatain Damar seonggok sampah padahal julukan itu lebih pantas untuknya. Lihat saja ya, aku pastikan kali ini Damar tidak akan menolak untuk menceraikanmu, dasar wanita kampung,"teriaknya kencang hingga terdengar jelas oleh Iva.

Ia pun berbalik arah dan menghampiri Mamah mertuanya. "Nah begitu, bantu aku bujuk anakmu untuk benar-benar berpisah denganku toh dia itu tidak begitu tanggung jawab," ucap Iva sejenak terkekeh.

Pada saat salah satu tangan Mamah Ila akan melayangkan pukulannya. Iva segera menepis tangan itu dengan kasar yang membuat Mamah Ila semakin tersulut emosi. "Sekarang kamu sudah berani ya sama saya? Mulai menantang ya?" ocehnya dengan gigi gemertak.

"Ya, memang sejak hari ini aku sudah memutuskan untuk tidak diam saat kamu dan anakmu menindasku. Ini bukti pembelaanku. Bagaimana pun aku punya harga diri. Jika kamu sudah muak melihatku, teruslah bujuk Damar untuk segera menceraikan aku," ucap lantang Iva.

Waktu berjalan begitu cepatnya hingga tidak terasa sudah malam. Iva sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Ia terus saja memikirkan cara yang tepat supaya dirinya lekas bisa lepas dari suaminya. "Ya Allah, ampuni aku jika tidak sanggup lagi untuk mempertahankan rumah tangga ini. Tolong bantu aku supaya lekas bisa lepas dari Mas Damar," ocehnya mendengus kesal.

Pagi menjelang, Iva melakukan aktifitas paginya di dapur. Ia memasak dengan senyam senyum sehingga membuat curiga Damar dan Mamahnya.

"Iva, apa yang sedang kamu pikirkan sehingga terlihat senang?" tegur Damar.

"Itu bukan urusanmu Mas! Untuk apa juga kamu masih peduli denganku. Pikirkan saja calon istrimu itu," jawabnya ketus sembari asik memainkan peralatan dapur.

Damar merasa tersinggung, ia pun menghampiri Iva dan men cengkram rahangnya begitu erat. "Sudah mulai berani kemu ya?" netranya tajam bak sebilah pisau yang siap di hunuskan.

Iva meraih pi sau dan meng gores lengan Damar sehingga membuatnya tersentak kaget dan melepaskan cengkraman di rahang Iva.

"Ah!"

Pekiknya kesakitan sembari terus meniup sebuah luka karena sayatan pisau.

Sang Mamah turut emosi melihat perlakuan Iva terhadap anak kesayangannya. "Dasar wanita kampung! Awas saja ya, jika kamu melakukan hal itu lagi, aku tidak akan segan-segan melaporkanmu ke polisi!" bentak sang Mamah mengancam.

Tapi Iva justru tersenyum sinis. "Silahkan laporkan toh sama saja menggali lubang anakmu yang telah terlebih dahulu berlaku kasar padaku. Apa yang kulakukan cuma untuk membela diri. Bukti sudah jelas kok di rekaman video CCTV."

Damar justru tidak mendengarkan perkataan Iva, ia justru berbuat kasar kembali pada Iva, tapi dengan gerak cepat Iva menghadangnya dengan pisau yang sedang di genggamnya. Ia menempelkan pi sau itu tepat di perut Damar. "Silahkan maju, satu gerakan saja pisau ini mengoyak perutmu."

Ancam Iva sumringah.

Damar memundurkan tubuhnya. "Sudah gi la kamu ya?" bentak Damar.

"Ya, aku gi la karena perbuatan jahatmu. Kamu yang sudah membuatku seperti ini."

Iva menghampiri Damar dan menekan pisau itu ke perut Damar.

Keringat dingin mengucur deras dari tubuh Damar. "Jika terjadi sesuatu padaku, apa kamu nggak takut masuk penjara?"

"Sudah aku katakan jika aku tidak takut dengan apapun. Selama ini aku selalu diam di perlakukan kasar olehmu dan Mamahmu. Tapi Iva yang sekarang bukan Iva yang dulu dimana Iva yang dulu mudah sekali di tindas sedangkan Iva yang sekarang justru dominan untuk menindas demi membela diri," ucap Iva tanpa ada rasa gentar sama sekali.

Damar dan Mamahnya masih saja tidak percaya dengan perubahan drastis pada diri Iva. Hanya dalam waktu sekejap Iva sudah berubah menjadi wanita yang pemberani.

Part 3

"Damar, Iva kesurupan setan mana? Kok dia menjadi berani dengan kita. Apa nggak sebaiknya kamu lekas bercerai saja dengannya, toh kamu sudah menemukan wanita yang lebih baik darinya bukan? Daripada Danti mundur jika kamu berkeras hati untuk mempertahankan Iva."

Ucap Mamah Ila di suatu sore kala Damar baru saja kembali dari kantornya.

Belum juga Damar membalas perkataan sang Mamah. Muncul Iva dari pintu ruang tamu. "Aku kesurupan setan yang ada dalam diri kalian. Makanya lekas lepaskan aku sebelum aku berbuat lebih jahat lagi seperti yang kalian lakukan. Dosa loh Mas, jika kamu tidak menghiraukan perkataan Mamahmu. Benar juga loh yang dikatakan oleh Mamahmu itu. Sayang banget jika kamu sampai di putusin pacarmu."

Damar menatap heran ke arah Iva. Ia masih tidak percaya dengan perkataan istrinya. Biasanya Iva akan menangis dan memohon mengharap belas kasihan. Tapi hari ini Iva justru terlihat kuat tegar dan bahkan masih bisa tersenyum.

"Kok bisa ya Iva seperti ini? Padahal yang aku tahu, dia sangat cinta aku dan enggan untuk berpisah. Ia rela memberikan segalanya bahkan nyawanya untukku. Dapat dukungan darimana dia hingga berani melawanku dan Mamah? Nggak mungkin dia bisa berbuat seperti ini jika tidak ada orang di balik layar. Tapi selama ini dia aku kekang dan nggak bisa bebas keluar rumah. Bahkan ponsel saja, dia nggak punya karena aku telah sita ponselnya dan ia sama sekali tidak tahu dimana aku menyembunyikannya," batin Damar terheran-heran terus saja menatap ke arah Iva tanpa berkedip.

"Kamu kenapa Mas, menatapku seperti itu? Setiap manusia bisa berubah kapan saja. Bukan hanya aku, kamupun demikian bukan? Dari yang dulu perhatian dan penyayang berubah jadi kejam."

Iva tersenyum sinis sembari menyilangkan kedua tangannya di dada.

Mamah Ila terpancing emosi mendengar perkataan Iva yang sangat menohok sekali. "Damar, cepat talak dia! Tunggu apa lagi? Mamah sudah muak melihat tingkahnya itu. Mending kehilangan menantu bodoh seperti dia daripada kehilangan calon menantu yang kaya raya dan cerdas."

Sejenak Damar terdiam, ia sedang berpikir tentang perkataan Mamahnya. Dalam hati setuju dengan saran sang Mamah. "Iya juga ya? Jika Iva masih ada di rumah ini yang ada Danti cemburu dan...ah jangan sampai ancamannya waktu itu benar-benar terjadi karena aku tidak ingin semua saham yang di tanam olehnya di tarik. Lagi pula Danti masih lajang dan juga masih sangat muda serta cantik. Pasti ia mudah juga untuk segera hamil."

Hingga saat itu juga Damar menyeret paksa Iva melangkah masuk ke dalam rumah menuju ke kamar.

"Aku bisa jalan sendiri Mas, tak perlu kamu berbuat kasar seperti ini!"

Iva berusaha untuk menepis cekalan tangan Damar, tapi tidak bisa karena saking eratnya.

"Nggak usah banyak bacot lagi, jika tidak ingin aku berbuat lebih kejam padamu!" bentaknya lantang.

Sang Mamah mengikuti langkah kaki Damar dan Iva, karena ia penasaran akan apa yang dilakukan oleh Damar. "Aku nggak ingin Damar lepas kontrol sehingga melakukan hal nekat pada Iva yang bisa merugikan diri sendiri."

Dengan kasar, Damar mendorong tubuh Iva ke ranjang. "Sekarang juga aku talak kamu dan aku akan memberimu kompensasi yakni sebuah rumah mewah yang berlokasi di kota sebelah. Cepat kemasi semua barang-barangmu dan pergi dari sini sekarang juga! Untuk surat cerai biar aku yang atur. Rumah yang aku janjikan nanti aku berikan sertifikatnya!"

Iva tersenyum sumringah, ia segera bangkit dari ranjang dan meraih koper yang ada di samping almari. Dalam hati sangat senang karena pada akhirnya ia bisa juga lepas dari cengkeraman Damar. "Alhamdulillah ya Allah, akhirnya hari yang aku nantikan telah tiba. Sebentar lagi aku akan pergi dari rumah yang seperti neraka ini."

Dengan cekatan Iva mengemasi pakaiannya dan segera meninggalkan rumah itu dengan membawa sertifikat rumah tanah yang diberikan oleh Damar. "Rumah itu aku berikan cuma-cuma untukmu. Kurang baik apa coba aku sama kamu. Jika kamu menjadi istri orang lain mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa," ucap Damar dengan sombongnya.

Alis Iva mengkerut. "Aku nggak salah dengar Mas? Yang kamu berikan padaku itu seperti seujung kuku dari apa yang telah aku berikan padamu. Kamu bukan memberi tapi sedikit mengembalikan harta milikku yang pernah aku berikan dulu padamu. Semua ada hitungannya loh Mas, tidak gratis. Dan suatu saat nanti aku akan ambil semua yang seharusnya menjadi milikku," ucap Iva lantang.

Ia melangkah pergi begitu cepat setelah mengatakan kata terakhir. Tidak ada kesedihan atau derai air mata sama sekali. Yang ia rasakan saat ini justru sebuah kebahagiaan dan kemenangan karena mampu keluar juga dari rumah neraka itu.

Pada saat Iva sampai di pelataran rumah, Mamah Ila merebut paksa sertifikat tanah yang ada di tangan Iva. Sontak saja Iva tidak tinggal diam, ia pun mencoba merebutnya kembali. "Kembali!"

"Enak saja, ini punya anakku dan tidak semestinya menjadi milikmu. Aku nggak rela jika kamu keluar dari rumah ini dengan membawa harta anakku," ucap lantang Mamah Ila.

Damar sempat mendengar keributan tersebut. Ia melangkah cepat ke pelataran rumah untuk mengecek keadaan. "Ada apa sih, Iva? Pergi sana kok masih ada di rumahku!" usirnya kasar.

"Seharusnya yang kamu pertanyaan pada wanita tua itu bukan padaku. Dia yang sudah berbuat onar dengan merebut surat tanah dan rumah yang sudah kamu berikan padaku."

Dengan menunjuk kasar ke arah Mamah Ila, Iva membela diri.

Damar beralih menatap ke arah Mamahnya yang saat ini menyembunyikan kedua tangannya di punggung.

"Mah, cepat kembalikan! Biar dia lekas pergi dari sini karena aku sudah muak melihat wajahnya yang lusuh dan dekil serta tubuhnya yang bau sekali," perintah Damar sembari mengejek Iva.

Tapi Mamah Ila justru kukuh pada pendiriannya. Ia tidak rela Damar memberikan rumah untuk Iva. "Nggak akan Mamah berikan, enak saja. Toh selama ini kamu yang lelah dan capek bekerja, masa dia yang menikmati hasilnya."

"Heh, jangan sembarang kalau ngomong ya! Jika aku tidak memberikan modal yang bernilai puluhan milyar, mana mungkin anakmu yang pengangguran itu bisa mendirikan perusahaan. Perlu kalian tahu juga, setiap ada klien yang ingin bekerja sama itu juga aku yang merekomendasikan perusahaan barunya pada pengusaha-pengusaha kenalanku," ucap Iva mendengus kesal.

Hal ini sontak saja membuat Damar terkekeh mengejek. "Apa aku barusan nggak salah dengar? Kesuksesanku ini karena otakku yang cerdas dan juga jerih payahku sendiri. Untuk dana yang pernah kamu berikan dulu, bukannya itu keinginanmu sendiri? Aku tidak pernah loh mengemis meminta apapun darimu tapi kamu yang berinisiatif memberikan semua harta dan tabunganmu padaku. Lagi pula hartamu hartaku juga karena kita suami istri. Kenapa kamu jadi perhitungan? Itu sama saja tidak ikhlas. Aku jadi berubah pikiran untuk memberimu sebuah rumah. Perbuatan Mamah memang benar. Sudah sana pergi!"

Dengan sangat kasar Damar menyeret Iva ke luar pintu gerbang. Ia mendorong tubuh Iva dan nyaris saja wanita cantik itu terjatuh untung saja ada seorang pemuda tampan menopang tubuhnya. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya menatap iba ke arah Iva.

Sejenak Iva terperangah menatap pemuda itu. Begitu pula dengan Damar dan juga Mamah Ila. Lantas siapakah pemuda itu?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!