NovelToon NovelToon

Agen Harper: Operasi Mexico

Misi berbahaya

...***...

Setelah menyelesaikan misi yang melelahkan, Zoe akhirnya mendapatkan libur panjang yang dinantikan. Bersama ibunya, dia memutuskan untuk menghabiskan waktu di sebuah pantai yang indah untuk menghilangkan stres dan melepas rasa lelah.

Saat mereka berdua menikmati pemandangan laut yang biru dan hangatnya sinar matahari, tiba-tiba telepon Zoe berdering. Dia melirik layar ponsel dan langsung merasa kesal saat melihat nomor mentornya, Johan Jensen, muncul di layar.

"Apakah tidak ada masa libur yang tenang?"

Zoe bergumam dengan perasaan tidak sabar. Dia yakin Johan akan memberinya pekerjaan baru secara tiba-tiba, menghancurkan rencana liburannya yang sudah dinantikan sejak lama.

"Bu, aku pergi mengangkat telepon sebentar."

"Iya, sayang, angkatlah. Mungkin itu penting."

Zoe mengangguk dan melangkah pergi, menyembunyikan rahasia besar dari ibunya yang polos dan percaya. Dia adalah agen elit rahasia, bukan pegawai sipil seperti yang dia klaim untuk melindungi ibunya dari kekhawatiran.

Ketika panggilan masuk, Zoe mengangkatnya dengan hati berdebar. Suara Johan terdengar serius dan memerintah. "Zoe, datanglah kemari. Ada sesuatu yang sangat penting dan tidak bisa ditunda."

"Aku sedang berlibur, Johan." Zoe memohon, berusaha menghindari tugas berbahaya. "Bisa ditunda sampai besok? Aku tidak mungkin meninggalkan ibuku sendirian."

"Tidak ada waktu untuk menunda, Zoe." Johan memaksa, suaranya tidak bisa ditawar. "Ini sangat penting dan membutuhkan keahlianmu. Datanglah sekarang!"

Zoe merasa kesal dan terjebak. Namun, dia tidak bisa menolak perintah mentornya yang telah membentuknya menjadi agen elit.

"Baiklah, aku datang sekarang." Zoe jawab dengan rasa enggan, mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan berikutnya.

Setelah menutup telepon, dia kembali pada ibunya dan mengatakan dia harus pulang lebih cepat karena ada pekerjaan yang mendadak.

"Baiklah, sayang. Pergilah. Ibu akan menyusul besok."

Zoe bergegas berganti pakaian, kemudian meninggalkan pulau dengan tekad kuat. Dia terburu-buru menemui Johan, ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rasa penasaran dan kekhawatiran memburu hatinya. Apa yang akan dia temukan?

*

*

*

Sesampainya di kantor pusat, dia langsung masuk ke ruangan Johan. Di sana terdapat satu pria yang duduk di kursi yang sama. Zoe yang baru datang di sambut dengan lambaian tangan.

"Johan, apa yang terjadi?"

Dia tidak bergabung untuk duduk dan menikmati teh hangat, namun berdiri dan menunggu jawaban. Di lihat dari ekspresi Johan dan satu pria asing di sampingnya, Zoe sudah dapat menyimpulkan bahwa dia harus bekerja di hari libur.

"Zoe, aku ingin kau menemukan sebuah buku"

"Apa?" Zoe merengut bingung. Misi kali ini terdengar begitu konyol. Hanya sebuah buku? Agen elit mana yang di panggil hanya untuk mengambil sebuah buku.

Sebelum menjelaskan lebih jauh, Johan melirik ke arah pria asing di sampingnya seolah meminta pria itu untuk meneruskan. Dia mengangguk dan menatap Zoe dengan tatapan tajam dan serius.

"Zoe Harper, buku ini sangat sulit di temukan dan bisa saja berupa File. Dan yang lebih penting, buku ini di sembunyikan dari Dunia."

Zoe semakin di buat bingung. Dia tidak membuat tanggapan dan menunggu pria itu menjelaskan sampai ke akar.

"Aku ingin kau pergi ke Meksiko dan dapatkan buku itu. Buku Scriptum Mortis yang kini berada di tangan Alex Von Bergen."

Zoe membola sempurna. Sebuah amarah yang tiba-tiba meluap mencapai tenggorokan membuat tubuhnya panas. Bagaimana bisa dua pria itu mengirim dia ke Meksiko hanya untuk sekedar mencari sebuah buku misterius?

"Aku tidak mau. Apa kau tidak melihat, aku ini seorang perempuan! Kau benar-benar akan mengirimku ke negara asing dan berbahaya itu? Di sana banyak kartel."

Johan mulai memijat dahinya. Dia sudah mengira bahwa Zoe akan langsung menolak usulan itu. Namun, dia memiliki banyak cara untuk membuat Zoe menerima perintahnya.

"Zoe, buku itu sangat berbahaya. Jika Scriptum Mortis di biarkan berada di tangan Axel Von Bergen, maka itu akan sangat berbahaya bagi kita."

"Lalu kenapa harus aku? Kau bisa mengirim Jones atau Kyle."

"Zoe.." Johan beranjak dari sofa dan berjalan mendekat ke arah Zoe. Gadis malang itu mulai mengepalkan tangannya karena dia yakin, Johan akan mengeluarkan kata-kata andalannya untuk membuat dia setuju dengan apapun.

"Kau adalah Agen andalan kami. Kau sangat luar biasa dan paling bisa di andalkan. Kau cerdas, kuat dan tidak mudah di kalahkan. Aku percayakan misi ini padamu karena aku tahu kau bisa melakukannya."

Yah, hati seorang perempuan memang mudah di luluhkan. Zoe semakin mengepalkan tangannya, namun dia memikirkan hal yang sama, tentang betapa dia sangat cerdas, kuat dan tidak mudah di kalahkan. Jika Jones atau Kyle yang di kirim ke Meksiko, dia takut mereka akan mati karena di manipulasi. Mereka kuat namun tidak cukup pintar.

"Baiklah, aku akan melakukannya. Tapi, kau harus pastikan tidak terjadi apapun pada ibuku saat aku tidak ada."

Zoe menelan kekhwatirannya dan memutuskan untuk mengambil resiko. Dia akan pergi ke Meksiko, menghadapi Bahaya dan misteri untuk mendapatkan Scriptum Mortis.

"Tapi, Zoe.. Kau harus menyamar sebagai Morgan Ryder."

Zoe kembali di buat terkejut, setelah mendengar ucapan Johan. Dia memasang telinga dengan benar dan berseru, "Apa kau bilang? katakan sekali lagi." Suaranya terdengar tidak percaya, meminta Johan mengulangi kalimatnya.

"Kau harus menyamar sebagai Morgan Ryder."

Johan berakhir mengulangi kalimat yang sama. Setelah mendengar kalimat itu dua kali, Zoe semakin di buat terkejut dan tidak mengerti. Sebenarnya rencana gila apa yang ada di kepala mentornya itu.

"Bukankah itu terlalu berlebihan? Bagaimana bisa aku menyamar sebagai seorang pria?"

"Itu urusan kami. Kau hanya perlu bersiap untuk pergi ke Meksiko."

Zoe tidak membuat tanggapan. Dia hanya menghela nafas panjang, lalu menambahkan. "Baiklah, kapan aku harus pergi?"

"Besok." Jawab Johan singkat. "Aku akan menyiapkan semuanya, kau hanya perlu membawa barang bawaanmu."

Zoe kembali membisu. Dirasa semua pembicaraan sudah selesai, Zoe berbalik dan melangkah menuju pintu dengan langkah cepat. Namun, suara Johan menghentikannya.

"Tunggu, Zoe."

Dengan enggan, Zoe kembali menoleh dan mata mereka bertemu sekali lagi. Matahari dari arah jendela menyoroti wajahnya yang kesal. "Apa lagi sekarang?"

Johan mendekat, wajahnya tampak sangat serius. "Axelrod River, dia pemimpin kartel terkuat di sepanjang jalan Meksiko. Berhati-hatilah, Zoe."

Zoe mengangkat alis, rasa penasaran mengalahkan kekesalannya. "Lalu, apa hubungannya denganku? Aku hanya harus mengambil sebuah buku, kan?"

Johan mengangguk pelan, matanya menatap ke bawah. Dia memijat dahinya perlahan, seolah mencari kata-kata yang tepat. Setelah beberapa detik terdiam, dia berbicara dengan suara rendah.

"Axelrod River... Dia anak ketiga dari Axel Von Bergen."

Mendengar ungkapan tersebut, Zoe tampak sangat terkejut. Matanya melebar, mulutnya terbuka. Dia mendekat ke arah Johan dengan suara yang bergetar.

"Bos, apa maksudmu? Alih-alih menjalankan misi, sepertinya kau ingin membunuhku, kan?"

Meksiko

"Tidak, Zoe. Aku percaya kamu bisa mendapatkan buku itu. Kamu agen terbaik kami, dan misi ini sangat penting." Johan berusaha meyakinkan dengan suara tenang.

Zoe mendecih, matanya berkilat kesal. Dia berbalik cepat, langkahnya menuju pintu terdengar kuat. Johan memandanginya dengan ekspresi datar, tidak terpengaruh oleh reaksi Zoe.

...***...

Keesokan harinya, Zoe benar-benar di buat sangat mirip dengan Morgan Ryder, seorang pebisnis sukses yang mati karena perselisihan. Dia biasanya sering mendatangi sebuah acara besar karena uangnya yang tak ternilai.

Karena Morgan Ryder lahir dan besar di Norwegia, kematiannya tidak diketahui oleh pengusaha Meksiko. Meskipun pernah bekerja sama, hubungan mereka tetap formal dan terbatas pada urusan bisnis.

Zoe berangkat sendirian ke bandara dan terbang ke Meksiko. Johan bahkan tidak mengucapkan salam perpisahan, membiarkannya melakukan semuanya sendiri. Satu-satunya dukungan yang diberikan Johan adalah membayar tiket dan menyediakan dana untuk keperluan Zoe selama di Meksiko.

"Pria itu benar-benar tidak berperasaan. Membiarkan aku pergi ke Meksiko sendirian, padahal aku ini seorang perempuan!"

*

*

*

Setelah penerbangan yang melelahkan, Zoe merasakan kelegaan ketika pesawatnya mendarat dengan mulus di bandara Meksiko. Dia telah menempuh perjalanan panjang, tapi akhirnya tiba di tujuan.

Saat kaki Zoe menyentuh tanah Meksiko, dia merasakan kesejukan yang menyegarkan. Pemandangan baru dan sensasi yang tak terduga membuatnya terpesona. Keindahan Meksiko memukau, menghilangkan keraguan yang sebelumnya menghantui pikirannya.

Zoe berjalan cepat untuk segera mencari penginapan, sembari memikirkan rencana pencarian Scriptum Mortis di acara pertunangan anak kedua Axel von Bergen esok malam. Informasi dari Johan menjadi kunci untuk mencari Scriptum Mortis. Waktu sangat terbatas, dan dia harus bersiap.

"Sial, baju ini benar-benar tidak nyaman. Apalagi wajah palsu ini sangat lengket."

Setelah mengeluhkan hal yang sama berulang-ulang, Zoe naik taksi menuju penginapan yang telah Johan pilih. Lokasinya strategis dekat dengan kediaman Axel von Bergen. Namun, atmosfer taksi terasa mencurigakan. Supirnya berwajah datar, diam tanpa ekspresi, memandang jalan dengan mata kosong.

Saat taksi melewati gang gelap yang sempit, Zoe merasa tidak nyaman. "Pak, apa ini jalan pintas?" Zoe bertanya dengan nada berhati-hati.

"Iya, tuan. Jalan ini lebih dekat," jawab supir taksi, menghilangkan kecurigaan Zoe sejenak.

Namun, Zoe masih waspada. Menyamar sebagai Morgan Ryder, dia harus menjaga identitasnya tetap tersembunyi. Dia berusaha menekan suaranya yang khas wanita, namun usaha itu membuatnya batuk berkali-kali, menimbulkan kecurigaan. Supir taksi itu menoleh, mata penasaran terarah padanya. Zoe berusaha tetap tenang, menyembunyikan kegugupannya.

"Maaf, pak. Saya tidak terbiasa berada di gang kotor, haha.."

Zoe mencari alasan untuk menutupi kecurigaan. Mau Bagaimanapun, batuk berkali-kali tentu sangat mencurigakan. Lebih baik mencari alasan memalukan untuk menyembunyikan penyamaran.

"Saya akan mengemudi dengan cepat, tuan," kata supir taksi, menghilangkan kecemasan Zoe.

Zoe menghela nafas lega, bersandar ke kursi, dan memejamkan mata. Namun, sebelum dia terlelap, mobil tiba-tiba berhenti. Zoe membuka mata dan melihat sekeliling. Mereka masih di gang sempit yang sama.

Di sana terdapat sebuah bangunan tua dengan lima lantai. Zoe segera mengambil pistol miliknya dan bersiap dengan serangan yang mungkin datang secara tiba-tiba.

"Tuan, apa anda Morgan Ryder dari Norwegia?" Supir taksi itu tiba-tiba bertanya.

Zoe menoleh ke arah supir, yang wajahnya tampak pucat ketakutan. Sebelum dia bisa bertanya, peluru muncul dari arah bangunan, menghantam kaca mobil dan menewaskan supir tersebut.

"Sialan! Sudah kuduga!" Zoe berteriak, menarik mayat supir ke samping dan mengambil alih kemudi. Dia memacu mobil, berlari dari kejaran peluru yang semakin gencar.

"Gah.. Pakaian ini sangat merepotkan!"

Zoe menarik dasi dan memutar mobil ke halaman. Namun, mobil hitam muncul dari arah luar dan menghalangi jalannya. Tanpa ragu, Zoe melompat turun dengan pistol di tangan. Dia menembak ke arah mobil itu sebelum berlari masuk ke dalam bangunan.

Di dalam tampak sunyi. Lantai satu kosong, tak ada jejak siapa pun. Zoe waspada, merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Dia membuka jas dan melipat kemeja ke atas, lalu bersembunyi di bawah tangga. Beberapa detik setelahnya, beberapa langkah kaki terdengar mulai menuruni tangga dan Zoe segera menembak mereka dengan peluru yang masih terisi penuh.

Bang!

Bang!

Bang!

Di halaman semakin banyak pria yang mengepung dari berbagai sudut. Tak punya pilihan, Zoe terus naik ke lantai atas untuk menyelamatkan nyawanya.

Zoe terus menembak hingga peluru di dalam pistolnya habis. Dia bersembunyi, beralih pada kekuatan fisik untuk menghadapi pertarungan yang semakin sengit. Tinjunya siap, matanya waspada, menantang lawan-lawannya.

Dia bersembunyi, menunggu musuh mendekat untuk mengambil senapan yang mereka bawa di tangan masing-masing. Saat satu orang terpancing, dia segera melambungkan tinjunya dan mengambil senapan yang jatuh ke lantai.

"Nice!"

Zoe melanjutkan pelariannya ke lantai atas, sembari memantau sekitar. Setelah sampai di teras, dia bersembunyi untuk mengatur napas dan mempersiapkan diri menghadapi serangan berikutnya.

Namun, alih-alih mempersiapkan diri, dia malah di kejutkan oleh sosok pria bertubuh tinggi dan tegap. Pria itu berdiri mematung di atas teras, memantau ke bawah seolah sedang menikmati pertunjukkan. Saat dia menoleh ke belakang, mata mereka bertemu. Wajahnya putih bersih dengan rambut hitam yang berkilauan karena cahaya bulan. Dia sangat tampan namun tampak berbahaya.

Zoe mengangkat senapan, jari menekan pelatuk dan siap menembak. Namun, pria misterius itu bergerak seperti bayangan, menepis senapan Zoe dengan kekuatan yang menghentakkan. Senapan itu terjatuh ke tanah, berderak dan menjauh.

"Lemah," ucapnya. Suaranya menggema dingin dan menakutkan, membangkitkan rasa takut yang mendalam. Mata pria itu menyinari kekerasan dan kebengisan, membuat Zoe merasa terjebak dalam kegelapan yang mencekam.

Tubuh Zoe terpaku, seolah terikat oleh kekuatan tak terlihat. Dia menghela nafas dalam-dalam, menenangkan diri, lalu menyiapkan kuda-kuda bela dirinya. Matanya menatap tajam ke arah pria misterius itu.

"Apa kau pemimpin mereka?" Zoe bertanya dengan nada tegang dan penuh curiga.

Pria itu terkekeh, mata tajamnya berkilauan dengan senyum sinis. "Tidak, aku hanya seorang pria biasa," katanya dengan nada dingin yang mengundang keraguan. Suaranya penuh misteri, membuat Zoe semakin penasaran dan waspada.

Pria itu tersenyum miring, wajahnya sombong dan dingin. "Lalu, apa yang dilakukan Morgan Ryder di Meksiko?" tanyanya dengan nada rendah dan misterius.

"Kau mengenalku?"

"Tentu saja. Siapa yang tidak mengenal Morgan Ryder, pebisnis sukses asal Norwegia?"

Zoe semakin curiga, matanya tetap terpaku pada pria misterius itu. Dia beringsut mundur perlahan, mengambil kembali senapannya. Wajahnya tegang, siap menghadapi bahaya.

"Bangunan ini penuh dengan preman," katanya dengan nada dingin. "Sebaiknya, kau segera pergi sebelum terjadi sesuatu, tuan muda misterius."

Penyamaran

Pria itu tampak terkejut mendengar usulan Zoe. Dia terdiam beberapa saat, lalu tertawa begitu keras. "Kau menghawatirkanku? Seharusnya 'paman' yang segera pergi dari sini."

Zoe menyadari kekuatan pria itu dan memutuskan untuk mengabaikannya, berbalik untuk pergi. Namun, saat itu juga, beberapa pria bersenapan muncul dari pintu teras. Mereka berdiri mematung, tidak menyerang, hanya memandang Zoe dalam diam. Kebingungan menghimpit Zoe, membuatnya ikut membeku.

Mereka terpaku dalam keheningan, mata tak berkedip memandang pria di belakang Zoe. Matanya, seperti lubang hitam tak berdasar, memancarkan aura mengerikan yang menghimpit. Zoe menoleh, mencari tahu alasan keheningan itu. Namun, wajah pria misterius itu tidak menunjukkan emosi apa pun saat dia melihatnya - tidak ada ketakutan, tidak ada ancaman. Hanya tatapan kosong, datar, dan misterius yang memperkuat kebingungan Zoe.

"Kenapa paman menatapku? Aku tidak bisa membantu."

Pria itu mengangkat tangan, seolah menunjukkan ketiadaan senjata. Namun, Zoe tidak mencari bantuan. Dia hanya ingin memahami siapa pria misterius di belakangnya itu dan apa yang tersembunyi di balik tatapannya yang enigmatik.

Zoe menghela nafas dalam-dalam, lalu menarik kerah pria itu dan melompat ke bawah. Pria itu terkejut, namun refleksnya cepat. Ia mengikuti gerakan Zoe dan menikmati sensasi melayang di udara sebelum akhirnya jatuh di atap mobil.

Bruk!

Saat pendaratan, Zoe langsung bangun dan menarik kerah pria itu lagi. Dengan cepat, dia memasukkannya ke dalam mobil dan melaju kencang, meninggalkan keheningan yang mencekam. Anehnya, tidak ada yang mengejar mereka, hanya kesunyian yang membalut kejadian misterius itu.

Zoe terus berpikir kenapa para pria bersenjata itu tidak mengejarnya. Apa karena dia yang melompat dan tidak dapat di kejar, atau karena pria bertubuh besar di sampingnya?

"Kenapa paman membawaku bersamamu?"

Pria itu tiba-tiba bertanya. Namun, alih-alih menjawab, Zoe menghentikan mobilnya dan mendekatkan wajahnya ke arah pria itu. Dia hanya berniat mencari tahu, mungkin saja pria itu sedang menyamar sama sepertinya. Karena wajahnya yang tampak luar biasa seperti sebuah lukisan.

"Maaf, paman. Tapi... Aku tidak tertarik pada pria. Aku hanya berkencan dengan seorang wanita." Pria itu memalingkan wajahnya, menolak bertemunya mata ke mata yang saling menatap dalam.

"Aku hanya penasaran, apa kulit ini asli?" Zoe tanpa sadar menyentuh wajah pria itu. Saat jarinya yang di buat keras menyerupai seorang pria menyentuh kulit porselen pria itu, dia merasa seperti sedang menyentuh sebuah adonan kue. Begitu lembut dan halus.

Namun, pria itu dengan cepat menangkap tangan Zoe dan mencengkramnya. Begitu kuat sampai kulit palsu yang di buat di bagian tangan mulai mengelupas. Zoe mengernyit kesakitan, namun berusaha untuk tetap terlihat tenang.

"... Anak muda, staminamu bukan main. Bisa kau lepaskan tanganku? Tulangnya bisa rontok."

Pria itu melepaskan tangan Zoe dan memalingkan wajahnya. Dia menatap keluar jendela, seolah melepaskan kekesalan. Melihat itu, Zoe kembali melaju dan keluar dari gang gelap.

Suasana canggung mulai menguasai. Zoe mencari kata-kata untuk memecahkan kesunyian. "Ngomong-ngomong, siapa namamu?"

Pria itu kembali menoleh ke arahnya. Dia tersenyum miring, menunjukkan sebuah isyarat yang tidak dapat di pahami. Dia tampak menyembunyikan sesuatu, dengan reaksi yang berubah-ubah dan tampak mencurigakan.

"Maverick."

Zoe menghela napas lega, wajahnya yang tegang kini berkurang. Rasa khawatir yang menghantui karena kemungkinan pria itu adalah Axelrod River, pelaku misterius yang ditakuti banyak orang, mulai memudar. Maverick memandangnya dengan rasa penasaran, alisnya terangkat. "Kenapa kau tampak lega mendengar namaku?"

Zoe tersenyum tipis, matanya berkilauan dengan rahasia yang tak terungkapkan. "Tidak, hanya pikiran bodoh." Katanya, berusaha menyembunyikan kebenaran.

Maverick kembali menyungging senyum miring yang mencurigakan. Dia tidak mengucapkan sepatah katapun, dan hanya menatap lurus ke depan. Setelah keluar dari gang gelap, dia tiba-tiba meminta Zoe untuk menghentikan mobil. "Berhenti di sini, aku akan turun."

Malam yang sunyi terobek oleh suara mobil yang berhenti. Sebelum turun, Maverick menoleh, mata tajamnya menembus kegelapan. Suaranya tegas, penuh curiga. "Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa yang kau lakukan di Meksiko, Morgan Ryder?"

Zoe terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba, matanya berputar, meninggalkan pandangan ke depan. Dia memalingkan wajahnya, menatap ke samping, sebelum kembali lurus menatap jalanan yang gelap dan sunyi. Maverick tetap diam, tidak beranjak, seolah menunggu jawaban yang tak terelakan. Tak punya pilihan, Zoe akhirnya menjawab dengan suara pelan, "Aku diundang ke pesta pertunangan anak kedua Axel von Bergen. Tapi entah kenapa aku malah berakhir di bawa ke sebuah bangunan tua dan di serang."

Maverick mendengarkan cerita Zoe dengan baik, ekspresinya tak berubah. Setelah Zoe selesai berbicara, Maverick membuka pintu mobil dan turun tanpa kata. Dia lenyap ke dalam kegelapan malam, meninggalkan Zoe dalam kebingungan dan keheranan.

"Apa-apaan si Maverick itu? Dia benar-benar mengerikan."

Setelah Maverick menghilang dari pandangan, Zoe menghela napas dalam-dalam, mengusir kebingungan dan kecemasan. Dia menyalakan mesin mobil dan melanjutkan perjalanan ke kantor polisi terdekat untuk melaporkan serangan misterius yang baru saja dialaminya.

*

*

*

Setelah tiba di kantor polisi, Zoe menceritakan kronologi kejadian secara detail, dari supir taksi mencurigakan hingga bangunan tua yang dipenuhi pria bersenjata berbahaya. Petugas polisi mendengarkan dengan serius, kemudian menenangkan Zoe yang menyamar sebagai Morgan. "Baiklah, pak. Kami akan mengantarkan barang bawaanmu ke apartemen dan memastikan keamananmu. Silakan pergi dan beristirahat, kami akan mengurus masalah ini."

...***...

Sesampainya di apartemen, Zoe langsung berbaring di ranjang lebar, melepaskan kelelahan. Namun, kebutuhan akan kesegaran membuatnya bangun kembali. Saat menatap cermin, matanya tertuju pada sobekan kecil di kulit palsunya dekat telinga. Wajahnya menegang, khawatir seseorang mungkin melihatnya. "Aku terlalu ceroboh. Semoga saja Maverick tidak menyadarinya."

Dia merobek kulit palsu itu, mengungkapkan wajah aslinya yang menakjubkan. Kulitnya putih bersih, seperti mutiara. Fitur wajahnya yang anggun dan elegan membuatnya terlihat seperti putri dari negeri dongeng. Matanya berkilauan dengan kecantikan alami yang mempesona. Zoe tersenyum, merasa bebas setelah meninggalkan penyamarannya.

Selanjutnya, Zoe melepas wig, mengungkapkan rambut aslinya yang luar biasa. Rambut hitam legamnya jatuh seperti air terjun malam, panjang dan berkilauan. Setiap helai rambutnya terlihat sehat dan bercahaya, menambahkan kesempurnaan pada wajah cantiknya. Dia menyisir rambutnya dengan lembut, merasa bebas dan nyaman dengan penampilan aslinya.

Setelah mandi dan menyegarkan diri, Zoe duduk di meja kerja dan segera menghubungi Johan. Sambungan terhubung dengan cepat dan wajah Johan terlihat di layar laptop.

"Johan, aku sudah di serang," Zoe melaporkan langsung. "Sepertinya Morgan terlibat dalam konflik dengan kartel di Meksiko. Kita harus segera mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan Morgan sebelumnya. Penyamaran ini bisa gagal jika kita tidak bertindak cepat."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!