NovelToon NovelToon

SUDDENLY MY DOCTOR HUSBAND

01. SMDH

FLASHBACK!

T-tapi, Bun- a-aku beneran ga siap dan ga mau gantiin kakak!

Saat ini ruang tamu hanya ada perdebatan antara seorang ibu dan anak yang sedang bertengkar serius membahas tentang pergantian pengantin yang akan digantikan oleh si anak yang sedang bertengkar itu.

Bunda tau, Bunda juga ga mau kaya gini. Tolong pahamin Bunda juga! Kamu mau, keluarga kita di pandang orang rendah dan bikin aib?!

Mendengar ucapan sang bunda, anaknya lantas semakin menjawab dengan suara agak meninggi.

"Bukan masalah itu, Bun! Kenapa harus aku yang gantiin hah? Bunda kira aku mau gitu asal dinikahin apalagi cuma buat nutupin aib-aib keluarga apalagi Kak Della?! Aku tau kok aku juga mikir, ngebesarin Zayyan juga ngga harus aku kan yang gantiin pengantin cewe nya?! Iya kan?!"

Plakkk!

Tamparan melayang di pipi gadis itu, meski tidak terlalu sakit namun membuatnya shock dan benar-benar tidak percaya apa yang ibunya lakukan. Dari kecil hingga sekarang ia baik dari ibu dan ayahnya tidak pernah berbuat kasar atau main tangan.

M-maafin Bunda, s-sayang... Bunda ngga bermaksud-

Hati nya benar-benar hancur, gadis itu memilih untuk pergi dari sana lalu pergi ke kamarnya untuk mengurung diri dan menangis terisak-isak disana.

Sedangkan wanita paruh baya itu juga kaget dengan apa yang ia lakukan kepada anaknya. Tangannya bahkan bergetar hebat, jantungnya mulai terasa sakit. Ia hampir saja tak kuasa terjatuh ke lantai, namun dengan sigap entah dari mana suaminya selalu ayah pun datang lalu memegangi wanita itu dan memapahnya ke kamar mereka.

"Ayah, B-Bunda jahat, Yah. Bunda tadi nampar Adek..."

"Udah-udah, kamu tenangin diri dulu," Latif mendudukan istrinya di kasur mereka lalu mengambilkan segelas air putih.

"Bunda harus gimana, Yah? Dia pasti sakit hati banget sama Bunda... Bunda jadi bingung harus gimana, Bunda tadi beneran kelewat emosi..."

Latif menyodorkan segelas air kepada istrinya, lalu ia mendaratkan bokongnya disebelah isterinya, Desi, yang perasaan wanita itu sedang campur aduk.

"Iya, Bun. Ayah nggak membenarkan kok Bunda nampar adek, biar bagaimana pun dia kan masih perlu penjelasan lebih, dia emosinya masih labil, kalo dari awal ngga dikasih clue atau diajak ngomong baik-baik pasti ya kaya gitu tadi. Tapi Ayah tau, Bunda tadi juga kelewat emosi, kan? Yaudah Bunda tenangin diri dulu ya. Biarin aja adek ngurung dulu, nanti baru Ayah yang coba ajak ngobrol sama jelasin ke dia, baru Bunda nyusul ya sekalian minta maaf juga sama adek," Desi sedikit lebih tenang mendengar saran dari suaminya itu.

\~•\~

Gadis dengan nickname Kadita Adeline Kayesha atau biasa dipanggil Kayesha itu sedang berjalan di koridor menuju kelasnya dengan raut wajah yang sedih, dan murung. Mata indahnya juga terlihat sangat sembab, seperti bak habis disengat seratus lebah.

Pagi, Kayes! Eh—

Bahkan Kayesha pun tidak berniat untuk menyaut sapaan sahabatnya, Ocha. Ia pun melongos duduk di bangkunya lalu membenamkan wajahnya diantara lipatan tangannya diatas meja.

Eh? You okay, Kayes?

Kayesha menggeleng, menandakan tidak.

Ocha pun langsung mendatangi Kayesha dan duduk disebelah gadis itu.

"Cerita sama gue, Kayes. Lo kenapa? Mata lo keliatan banget sembab, keingatan Mba Della lagi?

Tanpa basa-basi Kayesha beralih menatap Ocha dengan mata yang kembali berlinang air mata. Kayesha langsung memeluk erat Ocha erat. Ocha yang sedikit kaget pun berdiri lalu membalas pelukan Kayesha sekaligus untuk menutupi temannya itu yang sedih menangis. Untungnya kelas masih sepi, hanya ada beberapa saja.

"C-Cha... Gue g-ga siap, sumpah hiks——"

Ocha mengelus surai rambut Kayesha, "ga siap kenapa, Kayes? Cerita sama gue."

Kayesha pun mencoba meredakan tangisnya dan mulai mencoba bercerita.

"L-lo tau kan, almarhumah Kak Della itu niatnya mau nikah? Lo tau juga kan background Kak Della sama cowonya yang kemaren?" Ocha mengangguk.

"Kan mereka mau nikah tapi gimana lagi, udah habis umur. Apalagi Zayyan udah umurnya satu bulan, dan pernikahan itu berlangsung 5 harian lagi, Cha..."

"Hah serius? Cepet banget ya, terus itu gimana?"

Mendengar itu Kayesha justru semakin terisak lalu memeluk Ocha kembali.

"E-eh, sabar Kayes sabar. Cerita dulu kenapa, terus itu gimana?"

"Hiks hiks hiks—— kata Bunda, buat nutupin aib keluarga, sama gantiin Kak Della buat Zayyan itu harus gue, Cha... hiks hiks—— Bunda gue bilang karena gue kan yang paling mirip sama Kak Della baik fisik mau pun sikap gue meski pun umur gue beda jauh sama dia."

Ocha membelalakan matanya, dan menahan HAH? Tak percaya nya itu.

"Serius, Kayes?"

Kayes mengangguk sambil masih terisak.

"M-mereka bilang, mau ubah data-datanya dan datang ke KUA lagi buat urusin apalah itu gue juga ga tau," balas Kayes.

"Terus lo bilang gimana ke nyokap lo? Setuju?"

Perlahan tangis Kayes mulai mereda, ia menghela nafas panjang berkali-kali sambil meminum air putih tumbler yang ia bawa.

"Y-ya ngga lah. Kalo lo nanya ya pasti gue nolak, tapi mau gimana lagi. Harapan mereka cuman satu yaitu gue. Gue sendiri tau nyokap gue kan ada penyakit, gue ga mau lah nambah penyakit buat Bunda gue."

"Jadi lo mau?"

"Gue ga mau sampai ini pun ga mau, tapi gue berpasrah aja udah. Ngikutin alur aja, makanya gue sedih banget Cha. Gue ga siap asli, apalagi gue masih sekolah. Kalau orang-orang tau gimana juga kan pandangan orang orang sama gue, bisa-bisa gue dikeluarin dari sekolah."

Ocha sebenarnya benar-benar tak percaya tapi ia mencoba bersikap biasa saja dan masih menenangkan Kayesha itu.

"Iya sih, Kayes gue paham. Kalau gue jadi lo pun yaudah gitu ngikutin alur aja. Karena mau gimana lagi kan lo harapan keluarga, kasian juga kan Zayyan nanti. Zayyan ga selamanya juga bisa diurus sama nyokap bokap lo, ya bener jadi lo mau ga mau kan harus belajar juga jadi sosok Mba Della buat dia karena kan lo sebelas duabelas sama dia," Kayesha mengangguk-angguk saja dengan tatapan kosong.

"Udah dong jangan sedih, Kayes cantik. Gue yakin lo kuat, terus berdoa juga dong Kayes jangan patah semangat gitu dong, gue ga suka. Senyum dulu!" Kayesha pun sedikit tersenyum singkat lalu murung lagi.

"Nah gitu dong, cepet banget. Yaudah nanti istirahat kita ke kantin beli mie ayam deh ya, gue yang traktir gimana?"

Mendengar kata mie ayam, mood Kayesha sedikit membaik. Ia pun tersenyum kecil, lalu berdehem pelan.

\~•\~

Jadi lo iya in?

Lelaki berjas putih dengan nickname Pradipta Azzam Mahendra itu mengangguk, sambil menyeruput es jeruknya.

"Gue ga ada pilihan lain, Bim, Han. Lo sendiri tau kan gue dari dulu ga bisa ngelawan Abi dan Umi. Mereka bilang sekarang cuman gue harapan mereka, mau ga mau yaudah gue terima. Gue lebih ga mau juga keluarga gue di cap bikin aib, gue ga mau juga Zayyan kehilangan sosok Mas Azhim. Gue cuma mau berbakti sama orangtua gue, gue ga tahu seberapa lama umur mereka juga apalagi buat ngurusin Zayyan."

Kedua teman Azzam yang bernama Abim dan Yohan itu tersenyum, lalu menepuk pundak Azzam.

"Semangat ya, Bung. Gue tau lo pasti bisa, cara lo juga udah bener. Terus berdoa aja lah, Zam."

Azzam tersenyum dan mengangguk kecil mendengar ucapan Abim.

"Terus dari pihak cewe gimana, Zam? Apakah sama juga yang kaya lo? Udah mau apa ngga buat pergantian pengantin cewe nya?" Tanya Yohan.

Azzam mengedikkan bahunya, "gue ga tau tapi terakhir tadi pagi Umi bilang kalau dari pihak cewe udah siap juga. Niatnya nanti mau diurusin ke KUA lagi, tapi katanya gue cuma nikah biasa aja sama kolega kolega, kaya nikah secara agama aja dulu. Soalnya kalau buat nikah resmi secara negara belum bisa, si adeknya cewenya Mas Azhim itu masih muda umurnya 18 tahun—"

HAH?

Baik Abim dan Yohan saling melempar pandangan dan seakan tak percaya dengan ucapan Azzam.

"Lapas belas tahun?" Azzam mengangguk dengan tatapannya yang aneh.

"Seriusan lo, Zam?" Yohan memastikan.

Azzam menghela nafas panjang, "gue pernah boong ga?"

"Sering anjir," sahut Abim Yohan bersamaan.

Azzam terkekeh sambil menggaruk tengkuknya, "ya tapi maksud gue kalo yang umurnya lapas belas tahun itu beneran, ngapain gue boong kalo yang ini."

"Tapi keluarga lo udah nentuin kalo lo nanti udah sah mau tinggal dimana?" Tanya Abim.

"Itu gue ga tau dan ga mikir, yang jelas gue ga mau tinggal dirumah orangtua si itu soalnya gue ga deket bahkan komunikasi aja ga pernah. Mungkin antara bakal tinggal di rumah Umi Abi aja paling," Abim Yohan ber oh-ria saja.

"Eh terus Zayyan sekarang ngikut nyokap bokap lo atau gimana?"

"Zayyan masih disana, karena kan sebelumnya Mba Della itu tinggalnya disana. Jadi paling nanti gantian ngurusinnya," jawab Azzam lagi.

"Lo ga mau tahap pendekatan dulu ni, Zam? Bukannya apa, ya at least lo kenalan dulu ato ajak jalan si cewe itu. Ga mungkin kan lo ibaratnya nikah tapi sama sama ga kenal kaya orang asing kan lucu," saran Abim.

Iya juga, ya...

Azzam terdiam sejenak, kalau di pikir pikir ide dari Abim ada benarnya juga. Meski pun ia terpaksa atas pernikahan itu, ya paling tidak dia sudah berkenalan dan mengetahui latar belakang dari calon pengantin pengganti Mba Della itu.

"Tapi gimana ya? Gue ga tau, rumahnya aja gue ga tau, serba ga tau pokoknya."

"Ck, gimana si lo Zam? Gini deh, keluarga lo ada niatan ga buat meeting gitu antar keluarga yang bakal jadi cewe lo? Nah otomatis kan lo ikut, yaudah gitu lo sebelumnya bawain apa gitu terus gitu kenalan aja sama tu cewe. Gampang kan?"

"Hmm... Iya sih, kata Umi Abi si antara malam ini atau malam esok mau dateng kesana sekalian makan malam katanya buat ngerundingin itu juga."

"Nah yaudah kan pas tuh moment nya, goodluck deh Bung!"

"Yoi, Zam. Goodluck deh ya, gue juga ikutan penasaran ni haha," tambah Yohan mengikuti Abim.

2. SMDH

Masya Allah cantiknya anak Bunda!

Kayesha meski sedikit badmood dan kesal, pipinya menjadi merona karena pujian dari Bundanya yang membuat ia salah tingkah.

"Apasih, yaudah terus aku ngapain ni?" Tanya nya sedikit ketus.

"Ngga, gausah ngapa-ngapain kamu jagain Zayyan aja sana di kamar. Dia lagi main sama Ayah tuh, kali aja Ayah mau mandi. Sebentar lagi kan Om Osman kan mau kesini," Kayesha tak menyaut.

Kayesha saat ini benar benar malas tapi ia terpaksa melakukan semuanya, berdandan dan berpakaian yang indah hanya untuk menyambut keluarga Om Osman, yaitu ayah dari Almarhum Azhim yang akan makan malam bersama dirumahnya sebagai tanda perkenalan dan pendekatan.

Ck, sumpah gue ga siap ketemu om om yang bakalan gantiin Mas Azhim batin Kayesha bernegative thinking.

"Yaudah sana gih jagain Zayyan," suruh Desi.

Kayesha berdehem malas, lalu ia menuju kamar orang tuanya. Benar saja disana ada Latif yang sedang berbicara kepada Zayyan, meski bayi itu tak paham dan tak bisa menyaut.

"Yah, sana gih mandi kata Bunda."

Latif menoleh ke Kayesha, ia terkesima menatap putrinya itu dari atas sampai bawah. "Wah, kamu cantik banget. Padahal kaya biasa juga tetap, tapi kali ini cantiknya kebangetan."

Lagi dan lagi pipi Kayesha memerah bak kepiting rebus.

"Udah sana ah! Bantuin Bunda juga tuh masak sama bikin kue," Latif mengangguk.

"Siap princess, Ayah mau beresin ruang tamu dulu aja sih ini biar rapi sama ga kotor. Kamu jagain Zayyan ya, kalo dia nangis berarti kasih dot nya."

"Iya."

Kayesha pun seperti biasa bermain dan mengajak Zayyan bercanda, ia sudah menganggap Zayyan seperti adiknya sendiri karena sedari dulu ia memang menginginkan adik apalagi laki-laki.

Singkatnya, saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Kayesha masih setia di kamar orangtua nya menjaga Zayyan. Sedangkan Desi masih sibuk mengurus masakan, dan Latif sedang membereskan sampah-sampah di luar rumah.

Assalamualaikum!

Ternyata keluarga Om Osman datang jauh lebih awal, Latif pun mempersilahkan keluarga Om Osman masuk ke dalam rumah.

"Eh Bu Zira, sini bu duduk dulu. Maaf ini belum kelar masakannya, dikirain tadi kalian datangnya habis maghrib," kata Desi mempersilahkan.

"Haha, engga Bu Desi. Kata suami aku takutnya nanti Zayyan keburu tidur sama mau bantuin juga masak-masaknya. Nah ini Azzam—— tadi aku nungguin juga dia abis balik kerja juga, jadi langsung aja biar ga kelamaan—— Nah, Zam, salim dulu sama Tante Desi, dia ini ibunya Kayesha."

Dengan sopannya, Azzam pun menyalimi punggung tangan Desi.

"Wah ini Azzam ya? Tampan ya ternyata, kamu kerja ya?" Azzam mengangguk.

"Kerja apa kamu, Zam?" Tanya Desi.

"Saya dokter forensik di Rumah Sakit Citra Medical, Tan," balasnya sopan.

Desi tersenyum kecil, ia tahu pasti putrinya itu ketika melihat Azzam akan langsung suka pada pandangan pertama.

"Eh iya, Zayyan mana ya?" Tanya Zila.

"Oh itu Zayyan ada kok lagi dikamar, sama Kayesha juga itu cuma berdua."

"Oalah gitu? Yaudah aku ikut bantu masak ya Bu Desi, biar cepat kelar masakannya."

"Eh ngga usah, Bu Zila kalau mau liat Zayyan silakan sok aja gapapa. Aku bisa aja ini masak sendiri, kalian ke kamar aja gapapa," tolak Desi.

"Ngga ah, aku nanti bisa aja liat Zayyan—— Zam, kamu liat Zayyan gih sana ya. Bawain ini juga ni," Zila menyodorkan paperbag belanjaan yang banyak kepada Azzam.

"Kamu kesana aja ya, Zam. Umi bantu masak-masak dulu—— Gapapa kan, Bu Desi?" Desi mengangguk cepat.

"Boleh banget, silakan aja ke kamar. Kalau dari ruang tamu, nanti keliatan itu pintu warna hitam. Kamu masuk aja kesana, nak," Azzam mengangguk.

"Yaudah aku kesana dulu ya Bun, Tan. Mari," Desi mengangguk.

Akhirnya Zila dan Desi pun saling bantu membantu memasak dan membuat kue agar cepat selesai sebelum waktu maghrib tiba. Di luar rumah, Latif sedang berbincang hangat dengan Osman sambil membahas pernikahan.

Sedangkan Azzam? Lelaki itu dilanda rasa gugup, dan kebingungan. Setibanya di depan pintu, ia pun mengetuknya terlebih dahulu.

Masuk aja

Balas seseorang di dalam terdengar seperti suara perempuan muda. Dengan perlahan Azzam pun membuka pintunya, dan masuk kesana.

Assalamualaikum.

Kayesha yang ia kira itu adalah ayahnya, lantas sedikit kaget. Ia pun membenarkan posisi bajunya dan dressnya.

W-wa'alaikumussalam.

Azzam tersenyum padahal dalam hati ia dag dig dug.

"Ini taroh dimana ya?" Azzam mengangkat sedikit paperbag belanjaan yang ia pegang.

"Eh itu taroh aja di atas meja," Azzam pun menurutinya.

Setelahnya Kayesha pun menyuruh Azzam duduk disamping kasur, di sebelah Zayyan yang berada di tengah.

Oh ini Kayesha, ya? Masya Allah sih ini batin Azzam.

Astaga! Ini yang mau nikahin gue ya? Masya Allah tabarakallah sih ini batin Kayesha.

Karena Azzam sebagai pria dewasa, ia pun mulai mengajak berbicara.

"Kamu Kayesha ya, adiknya Mba Della?" Kayesha mengangguk.

"Ah gitu, kamu masih sekolah ya? Kelas berapa?" Tanya Azzam lagi dengan sopan sambil tersenyum.

Ga kuat batin Kayesha lagi.

"Ah aku kelas dua belas ini."

"Sekolah di SMA mana?"

"SMA Seventeen, kak, eh om— eh, apasi..." Kayesha bergumam kecil, ia merasa malu.

"Haha, panggil aja Azzam."

"I-iya, Azzam."

"Kamu umurnya berapa, Kayesha?"

"Aku baru 18 tahun, kalau kamu Zam?"

Azzam terkekeh, "wah muda banget ya, saya 28 tahun."

Kayesha mencoba kalem padahal ia ingin berteriak kaget, karena dari segi fisik Azzam itu terlihat seperti cowo-cowo seumurannya yang sedikit lebih tua. Tak disangka ternyata mereka beda 10 tahun.

"Oalah gitu? Aku panggilnya Mas Azzam aja ya biar enak, biar sopan juga," Azzam mengangguk kecil.

Kemudian hanya ada keheningan diantara mereka, Azzam pun mencoba bercanda dan berbicara kepada Zayyan, karena bagaimana pun Zayyan adalah keponakannya yang masih sangat kecil, walaupun jatuhnya seperti adik sendiri.

Kayesha hanya terkekeh kecil saja, ternyata Zayyan sesekali tertawa nyaring seakan suka dengan keberadaan Azzam. Lelaki itu juga dengan sangat paham memperlakukan seorang bayi. Kayesha lagi dan lagi menahan rasa salah tingkahnya itu.

"Zayyan ini berapa umurnya? Masih sebulan ya?"

"Iya masih sebulan dua minggu."

"Zayyan sekarang minum susu formula atau apa?"

"Sekarang sufor tapi Zayyan udah lumayan terbiasa kok, kalau dulu Zayyan masih pakai ASI."

"Oalah gitu ya? Zayyan sering nangis ga sekarang?"

"Sekarang alhamdulillah jarang nangis, paling nangis misal pas haus minta dot," Azzam terkekeh mendengarnya karena terkesan lucu.

"Saya boleh gendong?" Kayesha mengangguk dengan cepat.

"Oh iya boleh banget kok, sini aku bantu."

Kayesha menggendong Zayyan secara perlahan lalu menyerahkannya ke gendongan Azzam. Azzam dengan hati-hati memegang Zayyan, untungnya Zayyan tidak menangis. Tak sadar Azzam tersenyum kecil melihat Zayyan.

Oh ini ya, Zayyan? Mukanya mirip sama Mas Azhim ternyata, lucu ya batin Azzam, kalau mengingat-ngingat antara sedih dan terharu juga.

"Berat juga ya Zayyan," Azzam tertawa kecil karena Zayyan terasa sedikit berat.

"Haha, iya padahal dia baru sebulan lebih. Mungkin kebanyakan minum susu," balas Kayesha juga tertawa kecil.

Mereka pun melanjutkan dengan obrolan-obrolan seputar sekolah, pekerjaan, dan keluarga sebagai tanda pendekatan. Meski baru saja kenal, yang jelas mood Azzam dan Kayesha sama-sama senang apalagi dengan adanya Zayyan.

Tak terasa jam sudah hampir menunjukkan maghrib, sudah cukup lama mereka berdua berada disana.

"Mas Azzam, sini Zayyannya sama aku aja. Kasian, pasti Mas Azzam capek soalnya Zayyan berat badannya," akhirnya Azzam menyerahkan Zayyan ke Kayesha.

"Zayyan pinter ya, ga nangis pas saya gendong."

"Haha iya, Zayyan emang pinter——"

Eh, Azzam—— eh Kayesha juga ya?

Tiba-tiba munculah Zila dari ambang pintu, lalu ikut bergabung bersama mereka. Zila dengan antusias pun menggendong Zayyan karena dirinya juga sangat rindu dengan cucunya itu.

"Wah, Zayyan mirip banget sama kamu ya Kayesha—— sama kamu juga mirip banget Zam, alisnya sama hidungnya," Azzam terkekeh lagi, Kayesha juga tersenyum malu-malu kucing.

Tibalah waktunya Adzan berkumandang, Kayesha seperti biasa akan melaksanakan sholat maghrib berjamaah bersama keluarganya. Tapi kali ini berbeda, Azzam juga ikut sholat berjamaah dengan Om Osman. Sedangkan Desi dan Zila tidak ikut karena dua-duanya sedang kedatangan tamu bulanan.

"Azzam kamu sholat kan?" Tanya Zila, Azzam mengiyakan.

"Oalah gitu, yaudah ayo Mas Azzam mau ikut wudhu dulu kah? Aku juga sholat soalnya," tawar Kayesha.

"Ah iya, ayo-ayo."

Akhirnya mereka berdua pun menuju belakang ke arah kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Disana juga ternyata sudah ada Latif dan Osman yang sedang mengambil wudhu, singkatnya mereka pun sholat maghrih berjamaah lalu bersiap makan malam bersama sekaligus merundingkan pernikahan Azzam dan Kayesha.

03. SMDH

So, jangan lupa dateng ya, Cha.

Ocha rasanya ingin tersedak mie ayamnya, dengan cepat ia segera meminum es tehnya.

"Gila, iya sih. Tapi gue masih shock aja, Sha. Emang beneran dua hari lagi ya?" Kayesha menghela nafas panjang.

"Ya gitu, gimana lagi. Yaudah ae pasrah sama Allah aja gue," Ocha menggeleng-geleng tak percaya.

"Gila... Gila... Seriusan Minggu ini?"

"Iya Ocha Puspita," tekan Kayesha disetiap katanya.

"Cepet banget anjir, btw gimana looks sapa sih itu Azzam ya? Ya pokoknya itu lah yang lo bilang tadi."

Kayesha menyeruput sedotannya di dalam es jeruk, ia mengulum senyum malunya. "Eum apa ya, ya gitu si normal."

Ocha berdecak, "ya terus masa ga normal? I mean spesifik nya itu lho, Sha."

Kayesha terkekeh, "ya gitu, ganteng sih, banget lah tapi gue biasa aja si. Terus sopan juga, tapi yang bikin gue speechless umurnya si, kalo dari look si okay tapi umurnya dua lapan gila, beda dua taun."

"HAH? SERIUS?"

Ocha sanking kagetnya sampai mengebrak meja kantin. Alhasil orang-orang yang ada disana mengalihkan pandangan ke mereka berdua.

"Malu, Cha, malu anjir," Ocha cengengesan tanpa dosa.

"Tapi seriusan, Sha? Berarti bukan anak sekolah lagi dong ya? Masih kuliah ya?" Kali ini suara Ocha sedikit merendah.

"Ya masa masih SMA? Ya pikir ae SMA mana yang mau nerima umur dua lapan. Jadi Azzam tuh udah kerja di Rumah Sakit Citra Medical," jelas Kayesha.

"Hah, mang iya? Jadi apa? Office boy?"

Kayesha mentonyor kepala Ocha.

"Dokter forensik," Ocha menutup mulutnya tak percaya.

"Oh my god? Are you f* seriously?"

Kayesha memutar bola matanya malas, "susah ya ngomong sama lo, udah ah."

"E-eh ngga gitu, gue shock aja lagi, Sha. Gue bingung kalo jadi lo antara sedih atau bahagia karena hoki."

"Biasa aja si, Cha. Ya intinya gitu deh ya, lo awas cepu ya!"

"Apasi, Sha. Emang pernah gue gitu? Ngga, kan?"

Kayesha menggeleng.

"Nah yaudah, lo cukup diem aja. Gue pasti datang kok, jam 10 kan?"

"Jam 11 an gitu aja lo dateng, soalnya undangannya ga rame rame banget juga cuma buat keluarga, kolega, sama orang-orang yang ada disana."

Ocha berpose hormat, "okay siap, gue hadiahin lo baju dinas ya? Mau yang terawang atau ga?"

"Setan lo, Cha."

\~•\~

Emang lo udah bisa menyesuaikan keadaan, Zam?

Azzam mengangkat sebelah alisnya.

"Maksud lo?"

Abim menepuk jidatnya pelan, "pertama, kalo lo ibarat suami istri kan otomatis lo bakalan sama dia terus ya, kan? Misalnya lo pas malem sama sama mau bobo gimana? Kan pasti bobo berdua gitu sekasur."

Lah iya juga, ya? Batin Azzam.

"Gatau gue ga mikir sampai situ, mikirin tinggal dimana aja belum tau gue. Ya paling kalo berdua sama dia juga, pisah tempat kaya misalnya gue dibawah terus dia diatas," bukannya paham kedua teman Azzam justru menganggapnya terdengar ambigu.

"Atas bawah apanya, Zam? Oh gue tau, lo suka yang di bawah ya?" Azzam memutar matanya malas.

"Serah kalian lah, gue ga tau intinya."

Yohan terkekeh, "bercanda, Zam. Saran gue si mending nanti lo beli rumah deh buat berdua."

"Kenapa gitu?" Tanya Abim.

"Nih ya, kata nyokap gue. Nyokap gue dulu pengalaman tinggal serumah sama mertua, gak enak banget. Apalagi kan lo pengantin baru nanti jatuhnya kalo ada apa apa kan ga enak sama mertua lo. Takutnya juga nyusahin," ucapan Yohan ada benarnya juga, padahal Yohan sendiri masih jones.

"Jadi gue harus beli rumah gitu?"

Yohan mengangguk, "seterah lo mau nyewa, mau KPR atau langsung beli juga. Yang jelas sih mending gausah ngikut mertua ato ngikut nyokap bokap lo. Jadi kan enak buat lo berinteraksi sama Kayesha nanti, kalau dia kebiasaan harus ada orangtua nanti malah susah dan dia ga terbiasa."

Abim menepuk pundak Yohan, "pinter juga sohib gue, belajar dari mana lo, hah?"

Yohan mengacungkan jari tengahnya.

"Emang bisa gue beli rumah dalam waktu dua hari?"

"Ya jelas bisa lah, emang lo mau ngambil rumah daerah mana? Kalo lo mau beli kan tinggal isi apa aja yang harus di lengkapi, terus akad aja secepatnya."

"Tapi bisa kan dalam waktu dua hari? Gue ga berpengalaman kalau masalah beli rumah-rumahan kaya gitu."

"Bisa aja kok, Zam. Emang lo mau rumah yang letaknya dimana sama yang kaya gimana bentukannya?" Yohan bertanya.

"Ya paling beda sekilo atau dua kilo jalan Sadewa. Soalnya rumahnya nyokap bokap Kayesha disitu, biar deket juga. Terus kalo masalah rumah yang biasa aja lah, kan buat gue berdua juga sama Kayesha. Gausah yang bertingkat-tingkat gitu, yang penting lumayan luas sama kamarnya gede, yang ada garasi juga," jelas Azzam mendeskripsikan rumah yang akan ia beli.

"Sip, nanti gue cariin ya. Paling lambat malem ini deh, jadi besok tinggal lo konfirmasi sama orangnya, kebetulan kenalan gue disitu banyak," Azzam mengangguk.

Mereka pun berbincang-bincang seputar rumah-rumah dan tentang rumah tangga, khususnya untuk Azzam. Hingga tak terasa waktu sudah lama, Azzam memutuskan untuk kembali bertugas kerumah sakit.

\~•\~

Hoamm... Ck, haus...

Gadis yang mengenakan piyama berwarna pink muda itu turun dari kasurnya menuju dapur dengan kondisi rambut yang acak-acakan dan mata yang masih terbuka tertutup seperti mengantuk dan sadar tak sadar.

Sehabis meminum dua gelas air dari galon, ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun terhenti ketika ia baru sadar ada ayahnya yang sedang menonton televisi di ruanh tamu sendirian. Ia pun menghampiri ayahnya, dan ikut duduk disana.

"Kok bangun sih? Kehausan ya?" Kayesha mengangguk.

"Ayah kok masih disini? Bunda mana?"

"Ada kok di kamar lagi istirahat tuh sambil buka TikTok katanya tadi," Kayesha pun ber oh-ria.

"Kenapa Ayah ga ke kamar aja?"

"Ini, mau ngabisin bola dulu. Bentar lagi kelar satu pertandingan," lagi lagi Kayesha hanya ber oh-ria saja.

Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Latif menjadi serius.

"Dek," Kayesha menoleh.

"Kamu serius kan, kamu gapapa kan dinikahin sama Azzam buat gantikan Mba Della?" Kayesha jadi bingung harus menjawab apa.

"Kok Ayah nanya nya gitu? Emang kenapa?"

"Engga, Ayah cuma kepikiran aja. Kali aja kamu terpaksa atau apa."

Kayesha terdiam sebentar, "kalo ditanya terpaksa ya iya emang aku terpaksa. Kalo ditanya siap gak siap pun ya emang ga siap, karena ini semua dadakan buat aku. Kalo bisa nolak lagi dan di kabulin, udah jelas aku bakal nolak—"

"Tapi, aku sadar cuma aku sekarang yang jadi harapan Ayah sama Bunda, aku pun tau Zayyan perlu sosok ibu seperti Kak Della juga kan? Meski pun aku ga bisa jadi kaya Kak Della, paling ngga Zayyan bisa liat aku seperti dia liat ibunya. Aku tau juga kalau pernikahan ini kan untuk menutupi aib keluarga juga, biar Kak Della bisa tenang juga disana. Apalagi aku tau kalau Bunda kan punya penyakit, ga bisa selamanya ngurusin Zayyan, Bunda juga udah cukup tua, begitu juga kan sama Ayah? Jadi aku coba paham-paham aja juga, insya Allah kalau ini emang jalannya, aku harus siap," Latif terdiam mendengarnya, berbeda dengan respon Kayesha di otaknya.

Latif tak kuasa menahan air matanya, ia langsung memeluk putrinya itu. "Maafin Ayah ya, sayang. Sekali lagi maafin, Ayah. Cuman ini permintaan terakhir Ayah sama Bunda, maafin kami ya."

Kayesha membalas pelukan Latif, "ngga, ini ngga salah Ayah sama Bunda. Ini emang takdir buat Kayesha, jadi aku harus bisa lewatin semuanya. Kalau emang niat pernikahan ini baik, insya Allah juga seterusnya bakal berjalan baik."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!