Di sebuah rumah sakit terbesar di kota C.
"aduh...sakit...gatal...!"ujar seorang gadis muda sambil menggaruk-garuk tangannya.
"ah...gatal sekali..!"ujar gadis itu lagi.
"s*al aku sangat kesal sehingga aku lupa jika aku alergi terhadap alkohol."ujar Alena dalam hatinya.
Dia terus menggaruk-garuk tangannya sambil menunggu dokter yang akan menanganinya datang.
Halo... semuanya namaku Alena, aku adalah putri angkat di sebuah rumah yang bisa aku sebut rumah.
Oke...pamanku adalah seorang dokter yang sangat tampan akan tetapi dia orang yang cuek dan juga dingin.
beberapa waktu yang lalu.
Hotel negara C, tepatnya di hotel golden.
terlihat seorang gadis muda sedang duduk di pinggir kolam renang untuk bersantai.
seorang pelayan berjalan mendekati gadis muda tersebut dengan membawa sebotol minuman di tangannya.
"nona bagaimana dengan sampanye yang sudah kami simpan sejak tahun 85...?"ujar seorang pelayan bertanya kepada gadis muda itu.
Alena sekilas melirik ke arah pelayan tersebut.
"terserah..."ujar gadis muda itu sambil terus menatap ke arah layar ponselnya.
"kalau begitu, saya akan membuka botol ini dan langsung menuangkan ke dalam gelas anda."ujar pelayan itu sambil membuka minuman beralkohol yang berada di tangannya.
"oke...Tidak perlu di tuang langsung begitu saja."ujar gadis muda itu sambil meraih botol minuman itu.
"tapi...tapi nona, minuman ini lebih enak jika di tuangkan ke dalam gelas."ujar pelayan tersebut.
"tidak apa-apa, sudah sana kamu pergilah."ujar Alena menyuruh pelayan itu pergi.
"di tuang atau tidak bagiku sama saja."ujar Alena dalam hatinya sambil langsung meneguk minuman itu langsung dari botolnya.
beberapa saat kemudian.
"aduh...gatalnya...!"ujar Alena yang masih berada di kursi ruang tunggu sebuah rumah sakit.
"gatal...sekali...!"ujar Alena sambil terus menggaruk-garuk tangannya.
terlihat seorang dokter yang sangat tampan berjalan ke arah Alena.
"sudah tahu jika kamu alergi terhadap alkohol, tapi kenapa kamu masih saja meminumnya...? Kamu itu merasa hidupmu terlalu panjang atau bagaimana..?"ujar dokter tersebut sambil menatap tajam ke arah Alena.
Akan tetapi Alena tidak menghiraukan ucapan dokter tersebut.
"aduh...gatal..gatal sekali...! apakah aku akan segera m*ti...!"ujar Alena dalam hatinya sambil terus menggaruk-garuk tangannya.
Pada saat Alena ingin menggaruk wajahnya, seketika itu juga tangannya langsung di tarik oleh dokter tersebut.
"stop...Jagan di garuk nanti wajahmu jadi rusak lho."ujar dokter tersebut sambil menggenggam kedua tangan Alena dengan sangat erat.
dokter itu kemudian langsung membawa Alena masuk ke dalam ruangannya.
Pria itu adalah dokter Narendra pradana, paman angkat Alena sendiri.
"duduklah di kursi ini."ujar Narendra sambil menuntun Alena untuk duduk.
Alena menuruti ucapan paman nya.
Tidak lama kemudian terdengar suara pintu di buka dari luar.
"maaf dokter, ini obat dan kantong es yang anda minta."ujar perawat tersebut sambil tersenyum lebar melihat Narendra yang berlutut di hadapan Alena.
Narendra kemudian berdiri dari tempatnya berlutut, dia kemudian meraih kantong es yang berada di hadapannya.
"terima kasih, taruh saja di atas meja."ujar Narendra.
Narendra kemudian menempelkan kantong es itu ke wajah Alena.
"eumh..."ujar Alena.
Tidak lama kemudian Alena sudah bisa membuka matanya, setelah itu Alena spontan langsung memeluk paman nya.
"dokter Narendra, untung ada kamu."ujar Alena sambil terus memeluk pamannya.
perawat itu tampak tersipu melihat seorang dokter Narendra yang terkenal dingin dan cuek bisa dengan sangat mudah di peluk oleh seorang gadis.
"lepaskan...!"ujar Narendra sambil mencoba melepaskan tangan Alena dari tubuhnya.
Akan tetapi tangan Alena memeluk Narendra dengan sangat erat.
"nira, kamu boleh pergi dari sekarang juga."ujar Narendra dengan suara yang keras.
"baiklah dokter, jika anda membutuhkan sesuatu anda bisa memanggil saya."ujar perawat itu sambil berjalan meninggalkan mereka berdua.
Setelah perawat itu pergi, alena Kemudian melepaskan pelukannya perlahan-lahan.
"minumlah obat ini."ujar Narendra sambil memberikan obat kepada Alena.
Alena menuruti perintah Narendra dia segera meminum obat tersebut.
Sesaat kemudian.
"paman, kenapa setelah aku minum obat badanku rasanya masih terasa gatal...? Jangan-jangan obatmu itu tidak manjur..!"ujar Alena sambil menatap wajah Narendra dengan wajah yang cemberut.
"CK...CK..."Narendra berdecak.
"kamu sudah tidak pulang ke rumah selama satu tahun, sekali kamu pulang kenapa kamu jadi seperti ini...?"ujar Narendra sambil menulis sesuatu di atas meja kerjanya.
"masa anak gadis malam-malam begini mabuk-mabukan...!"ujar Narendra sambil terus fokus ke arah tulisan yang sedang dia tulis.
"dokter Narendra..!"ujar Alena sambil duduk berjongkok di bawah kursi Narendra.
Narendra kemudian menoleh ke arah Alena.
"apakah kamu tahu kenapa aku minum sebanyak ini...? Itu karena aku sangat senang"ujar Alena sambil tersenyum.
Narendra menghentikan tangannya untuk menulis.
Narendra kemudian menatap tajam ke arah Alena.
"mau seberapa senang juga kamu tidak boleh membahayakan sehatmu..! jika sampai alerginya menghalangi saluran pernafasan maka kamu akan sesak nafas..!"ujar Narendra sambil menatap tajam ke arah alena.
Alena tampak tersenyum lebar melihat tingkah pamannya itu.
"dokter Narendra, apakah kamu tidak bertanya kepadaku kenapa aku bisa begitu senang...?"ujar Alena sambil tersenyum lebar ke arah Narendra.
Alena kemudian berdiri dari tempat duduknya.
"paman, aku sangat senang karena aku akan segera menikah."ujar Alena.
mendengar ucapan Alena, Narendra kemudian merobek kertas yang berada di hadapannya dan langsung membuangnya ke tempat sampah.
Dia kemudian menulis ulang sesuatu dan memberikannya kepada Alena.
"ambil ini.."ujar Narendra memberikan kertas itu kepada Alena.
Alena mengambil kertas tersebut.
"sekarang kamu pergilah ambil obat dulu, malam ini infus duku sekali, setelah itu kamu baru boleh pulang, setelah sampai di rumah Jagan lupa minum obatnya ya."ujar Narendra sambil membuka kaca matanya.
"paman hari ini Geri melamar ku dan aku juga sudah menerimanya, besok dia akan segera datang ke sini."ujar Alena sambil tersenyum.
"kamu pergilah untuk di infus dulu, jika tidak maka wajahnya akan bengkak."ujar Narendra sambil menatap tajam ke arah Alena.
"besok aku akan segera membawa Geri ke rumah, kamu pasti akan suka dengan Geri paman, aku harap kamu besok bisa pulang ke rumah jadi aku bisa memperkenalkan Geri kepada paman."ujar Alena.
"pergilah ambil obatmu, aku masih ada urusan yang lain."ujar Narendra sambil Berjalan keluar dari dalam ruangannya.
"terima kasih dokter Narendra."ujar Alena lirih, tidak terasa air mata Alena membasahi pipinya.
Alena kemudian mengusap pipinya dan dia segera keluar dari dalam ruangan tersebut.
Alena kemudian berjalan perlahan-lahan menuju ke apotik.
Tidak lama kemudian Alena sudah sampai di depan apotik, Alena langsung memberikan kertas tersebut kepada penjaga apotik tanpa melihat apa yang di tulis oleh dokter Narendra.
"Hahahaha...!"terdengar suara penjaga apotik tertawa keras.
"ada apa...?"ujar Alena heran mendengar penjaga apotik itu tertawa.
"hah...? kenapa hanya obat herbal..? Bukankah aku harus di infus...?"ujar Alena melihat ke arah obat herbal yang berada di atas meja.
"nama kamu Alena kan...?"ujar penjaga apotik sambil tersenyum.
"iya benar nama saya Alena."ujar Alena dengan tatapan mata yang bingung.
"berarti resep yang di tulis dokter Narendra ini benar, ini untuk infus dan ini untuk kamu minum di rumah ya."ujar penjaga apotik sambil memberikan infus dan juga obat herbal kepada Alena.
"perhatikan baik-baik resep obatnya dan turuti nasehat dokter ya...!"ujar penjaga apotik sambil mengedipkan sebelah matanya.
Alena kemudian meraih kertas yang di berikan oleh dokter Narendra tadi.
"tidak boleh tidur satu kamar selama tiga Minggu."isi kertas tersebut.
Alena mengeratkan rahangnya membaca tulisan tersebut.
"hah...? Apa-apaan ini...?"ujar Alena sambil menghentakkan kakinya sambil cemberut.
Penjaga apotik tertawa melihat tingkah Alena.
"aku kan tidak datang untuk mencari dokter kandungan....!"ujar Alena sambil berlari meninggalkan apotik tersebut.
Alena kemudian langsung masuk ke dalam ruangan Narendra.
"paman...! katakan padaku apa ini maksudnya...?"ujar Alena sambil menaruh kertas itu tepat di hadapan Narendra.
Narendra tidak menggubris Alena.
"aku kan cuman alergi biasa, tapi kenapa kamu malah menulis semua ini...?"ujar Alena meminta penjelasan kepada Narendra.
Akan tetapi Narendra masih fokus dengan pekerjaannya.
"hei...paman jawab aku...!"ujar Alena dengan intonasi suara yang agak keras.
"siapa dokternya aku atau kamu...?"ujar Narendra dengan santainya.
"paman kamu mengerjai aku ya...?"ujar Alena sambil cemberut.
"maaf aku sangat sibuk jadi tidak punya waktu untuk meladeni kamu."ujar Narendra.
"uhh...sebel....eh....tunggu, paman kamu cemburu ya....?"ujar Alena sambil tersenyum lebar ke arah Narendra.
"apa yang kamu inginkan dariku sebagai kado pernikahan."ujar Narendra sambil menyangga dagunya menggunakan tangannya.
Mendengar ucapan Narendra, seketika itu juga raut wajah Alena berubah muram.
"terserah paman saja, apa pun yang paman kasih, aku akan sangat menghargainya."ujar Alena sambil menundukkan kepalanya.
Tidak lama kemudian Alena mengangkat dagunya.
"paman, aku pergi untuk infus dulu ya, jika tidak maka aku tidak akan bisa menemui geri dengan wajah yang bengkak."ujar Alena sambil berjalan keluar dari dalam ruangan Narendra.
Narendra menatap kepergian Alena dengan raut wajah yang sedih.
beberapa saat kemudian.
terlihat Alena berbaring di atas tempat duduk di ruang perawatan dengan mata terpejam akan tetapi dari sela-sela matanya keluar butiran kristal bening yang membasahi pipinya.
"ada apa...? apakah infus ini menyakitkan...?"ujar Narendra sambil berjalan mendekati infus alena.
Alena kemudian membuka matanya dan menatap wajah Narendra.
"apakah infusnya terlalu cepat sehingga kamu merasa tidak nyaman." ujar Narendra sambil memelankan infus alena.
Alena menatap wajah Narendra dengan tatapan yang penuh harap.
"Hua....!"tiba-tiba saja Alena menangis keras.
"Alena kamu kenapa...?"ujar Narendra sambil menatap wajah Alena dengan tatapan mata yang sangat cemas.
akan tetapi Alena masih saja menangis.
"alena kamu kenapa, ngomong dong...?"ujar Narendra panik.
"aku tidak apa-apa paman, aku hanya khawatir jika besok Geri melihat wajahku yang jelek ini."ujar Alena sambil mengusap matanya.
"huh..."Narendra menghembuskan nafas berat.
Narendra kemudian berjalan mendekati meja dan meraih makanan yang berada di atas meja itu.
"makan dulu." ujar Narendra sambil membuka penutup makanan itu.
"Baiklah paman." ujar Alena sambil tersenyum lebar.
"lelaki yang berada di hadapanku ini selalu bersikap seperti itu, dia bagaikan bongkahan es di samudra Atlantik, jelas-jelas aku sudah tahu jika aku tidak boleh menyentuhnya bahkan mencintai dia, akan tetapi aku selalu terpesona oleh ketampanan nya, aku menginginkan dia, akan tetapi aku tidak pernah bisa menjangkaunya, aku ingin melepaskannya akan tetapi aku tidak sanggup."ujar Alena dalam hatinya.
Tiba-tiba saja dia teringat waktu dia kecil dulu.
Alena kecil rela memanjat pohon yang berada di sebelah ruangan piano demi untuk melihat Narendra memainkan piano tersebut.
Akan tetapi tiba-tiba dia tergelincir dan terjatuh dari atas pohon tersebut.
"agh...aduh...sakit sekali...!"ujar Alena kecil sambil memegang tangannya.
Tiba-tiba saja Narendra muda Berjalan ke arahnya.
"ka...kakak...!"ujar Alena kecil sambil menatap wajah Narendra muda.
"si kecil berapa umurmu...?"ujar Narendra sambil menatap ke arah Alena kecil.
"se... sepuluh tahun."ujar Alena pelan.
"lebih baik kamu memanggil aku paman."ujar Narendra.
"hah....apa...? Pa...paman..."ujar Alena kecil sambil menundukkan kepalanya.
begitulah awal pertemuan mereka berdua.
"apa yang sedang kamu pikirkan...?"ujar Narendra sambil menjitak kening Alena.
"cepat makan, nanti makanannya keburu dingin."ujar Narendra sambil menuangkan segelas air minum.
"paman, tolong suapi aku ya...! Aku susah jika makan menggunakan tangan kiriku."ujar Alena sambil menatap wajah Narendra.
Narendra menghela nafas panjang, dia juga melirik ke arah tangan Alena yang di infus.
Narendra kemudian mengambil makanan itu dan langsung duduk di hadapan Alena.
"wah... kelihatannya sangat enak ya."ujar Alena sambil tersenyum lebar.
Narendra kemudian menatap wajah Alena.
"paman, apakah kamu akan selalu baik kepadaku...?"ujar Alena sambil menatap wajah Narendra.
"buka mulutmu."ujar Narendra menyuapi Alena.
Alena membuka mulutnya dan memakan makanan yang di suap oleh Narendra.
"kapan kamu pulang ke kota ini...?"ujar Narendra.
"aku baru saja pulang hari ini, besok aku akan pergi untuk bertemu dengan bibi lin dan paman yan."ujar Alena sambil menundukkan kepalanya.
"apakah mereka tahu jika kamu sudah pulang...?"ujar Narendra.
Alena Tidak menjawab pertanyaan tersebut, Narendra kemudian meraih tissu yang berada di dekat Alena dan langsung mengelap bibir Alena yang belepotan.
Akan tetapi Alena langsung menepis tangan Narendra dari bibirnya.
"paman aku sudah kenyang, kamu sudah bisa pergi menyelesaikan pekerjaanmu yang lain, setelah aku selesai di infus aku akan segera pulang kamu tidak perlu khawatir kepadaku."ujar Alena sambil memalingkan wajahnya.
Terlihat wajah Alena memerah karena tersipu malu.
"hari sudah sangat larut, nanti biar aku yang mengantarkan kamu pulang."ujar Narendra.
"tidak usah paman, bukankah kamu sedang mengantikan shift orang lain..? Nanti aku akan pulang dengan menggunakan taksi"ujar Alena sambil tersenyum.
"jika aku bilang akan aku antar maka aku yang akan mengantarmu pulang jangan bersikap keras kepala."ujar Narendra sambil berjalan meninggalkan Alena.
ternyata sejak tadi ada seorang wanita tua memperhatikan tingkah Mereka berdua.
"pacarmu itu ternyata sangat baik kepadamu ya...?"ujar wanita tua itu sambil tersenyum.
Alena menoleh ke arah wanita tua tersebut.
"gadis cantik, kamu harus menjaga dia baik-baik ya."ujar wanita tua itu sambil tersenyum.
"maaf nek, dia bukan pacarku."ujar Alena sambil menundukkan kepalanya.
"apakah itu benar, berarti dia suka kepadamu...? tadi dia begitu baik kepadamu, dia menjagamu dengan lemah lembut dan penuh perhatian dan dia juga menatapmu dengan penuh perasaan ."ujar wanita tua tersebut sambil tersenyum.
"apakah benar jika dia menatapku seperti itu...?"ujar Alena sambil tersenyum lebar ke arah wanita tua tersebut.
Keesokan harinya di rumah Narendra.
Terlihat Alena turun dari dalam mobil bersama dengan seorang pria.
Tok...!
Tok...!
Tok...!
Alena mengetuk pintunya.
"siapa ya...?"ujar paman yan.
Paman yan kemudian berjalan mendekati pintu dan kemudian langsung membuka pintunya.
Ceklek...!
"paman...!"ujar Alena sambil memeluk paman yan yang sudah seperti ayahnya sendiri.
"hei...anak nakal, lepaskan aku Jagan bertingkah seperti ini, ayo cepat masuk di luar sedang banyak angin."ujar paman yan sambil tersenyum lebar ke arah Alena.
Alena dan geri kemudian berjalan masuk ke dalam rumah yang cukup mewah tersebut.
Alena dan geri kemudian duduk di ruangan tamu.
"paman aku sangat merindukan kalian semua."ujar Alena sambil tersenyum lebar ke arah paman yan.
"anak nakal, kenapa kamu tidak bilang dulu jika kamu ingin pulang, maka aku dan bibimu bisa menjemputmu."ujar paman yan.
"hei...Alena siapa pria yang berada di sampingmu itu...?"ujar paman yan sambil menatap tajam ke arah Geri.
"paman yan, namanya adalah Geri dan geri adalah pacarku."ujar Alena tersenyum lebar sambil merangkul lengan Geri.
Paman yan terus saja menatap tajam ke arah Geri.
"aku sengaja membawa dia pulang ke rumah karena aku ingin memperkenalkan Geri kepada paman dan bibi, setelah itu kami berdua akan segera menikah."ujar Alena sambil tersenyum lebar.
"apa....! menikah....?"ujar paman yan dengan raut wajah yang terkejut.
"hallo...paman yan, nama saya geri dan saya adalah pacarnya Alena."ujar Geri sambil tersenyum lebar ke arah paman yan.
Paman yan tidak menjawab ucapan Geri.
"paman yan, saya dan Alena berencana untuk menikah,saya berjanji akan mencintai dan menjaga Alena dengan sangat baik."ujar Geri lagi.
"wow....wow...wow...akting Geri ternyata bagus sekali ya."ujar Alena dalam hatinya sambil menatap wajah Geri.
paman yan kemudian melihat Geri dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"rambut di pirang, telinga di tindik, memakai celana robek, aku tidak suka dengan pria ini...!"ujar paman yan dalam hatinya.
paman yan kemudian tersenyum ke arah Alena.
"Alena sayang, bukankah kamu baru saja lulus...?"ujar paman yan lembut.
"paman yan aku sangat-sangat berterima kasih kepadamu dan juga bibi lin yang sudah menjagaku selama ini, tanpa kalian berdua aku tidak akan pernah bisa menjadi seperti sekarang ini."ujar Alena sambil meneteskan air matanya.
"paman yan, tapi sekarang aku sudah dewasa aku yakin jika aku bisa menjaga diriku sendiri."ujar Alena sambil mengusap air matanya.
"benar paman yan, walau pun aku tidak kaya, akan tetapi aku sangat mencintai Alena...! Dan aku akan berusaha untuk membahagiakannya."ujar Geri sambil menggenggam tangan Alena.
Tin...!
Tin...!
Tin...!
terdengar suara mobil masuk ke halaman.
"kebetulan tuan muda sudah pulang."ujar paman yan sambil berdiri dari tempat duduknya.
paman yan kemudian langsung berjalan untuk membukakan pintu.
"Geri itu pasti paman Narendra."ujar Alena berbisik di telinga Geri.
"biarkan saja."ujar Geri sambil tersenyum.
Tidak lama kemudian terlihat paman yan berjalan di belakang Narendra.
gluk...!
Terdengar suara Alena menelan ludahnya sendiri.
Narendra berjalan mendekati mereka sambil menatap wajah Alena dengan tatapan mata yang tajam.
Narendra kemudian langsung duduk di kursi yang berada di hadapan Alena.
"paman, ternyata kamu sudah pulang, aku pikir kamu akan lembur dan tidak bisa pulang cepat hari ini."ujar Alena sambil tersenyum lebar ke arah Narendra.
Narendra menatap tajam ke arah Alena dan juga Geri.
"ehem...ehem... paman perkenalkan ini Geri tunanganku."ujar Alena sambil merangkul lengan Geri.
"hallo...dokter Narendra, saya susah sering mendengar tentang anda, yang saya tahu anda adalah seorang dokter spesialis jantung dan juga syaraf"ujar Geri sambil tersenyum canggung ke arah Narendra.
"baiklah."ujar Narendra dingin.
Alena dan geri terdiam mendengar ucapan Narendra yang terasa sangat menakutkan.
"Alena ikut aku sebentar."ujar Narendra sambil menatap tajam ke arah Alena.
"baik paman."ujar Alena sambil berjalan di belakang Narendra.
Sesampainya di balkon.
"apakah kamu akan menikah dengan pria yang berada di bawah itu...?"ujar Narendra sambil menatap tajam ke arah Alena.
Alena kemudian langsung menundukkan kepalanya.
"iya itu benar paman."ujar Alena lirih.
"Alena apakah kamu sudah tidak punyak ot*k, apa sebenarnya yang ada di dalam pikiranmu...? Memangnya sudah tidak ada lagi pria yang lebih baik...? Kenapa kamu harus memilih pria yang seperti itu...?"ujar Narendra sambil menatap tajam ke arah Alena.
"paman, Geri orangnya sangat baik kok."ujar Alena sambil menatap wajah Narendra.
"kamu bilang dia baik...? Akan tetapi kenapa aku tidak bisa melihatnya...? Coba kamu katakan kepadaku di mana baiknya dia"ujar Narendra dengan suara yang keras.
"wah...wah...wah...dia terlihat sangat marah...! Bagaimana ini...? aduh rasanya hatiku ini sangat senang...!"ujar Alena dalam hatinya.
"paman aku dan dia sudah berpacaran selama satu tahun terakhir, dan selama itu pula dia sangat baik kepadaku."ujar Alena sambil menundukkan kepalanya.
"akan tetapi kamu tidak boleh menikah sekarang, kamu baru saja lulus..!"ujar Narendra dengan intonasi suara yang keras.
"di sekolah juga sudah banyak pasangan yang menikah walau pun belum lulus."ujar Alena sambil memalingkan wajahnya.
"Alena...!"ujar Narendra sambil melangkah ke hadapan Alena.
"pernikahan bukanlah mainan untuk anak kecil...! Kamu sekarang bukanlah anak kecil lagi, Jagan bersikap keras kepala lagi, oke...!"ujar Narendra sambil menatap tajam ke arah Alena.
"aku tidak keras kepala kok paman...! Aku dan geri benar-benar ingin serius...!"ujar Alena pelan.
"aku sangat-sangat tidak setuju..! kalau kamu ingin menikah maka tunggu sampai kamu memiliki sebuah pekerjaan tetap dan dia mampu untuk menghidupi keluarga...!"ujar Narendra sambil meninju tembok yang berada di belakang Alena.
"paman, apakah kamu tidak ingin jika aku menikah dengan orang lain...?"ujar Alena sambil menatap wajah Narendra.
"tidak...!"ujar Narendra sambil melangkah mundur dari hadapan Alena.
"sepertinya kamu yang terlalu banyak berpikir, aku hanya."ujar Narendra sambil memalingkan wajahnya dari tatapan mata Alena.
"paman kamu mengaku saja...! Sebenarnya kamu tidak ingin jika aku sampai menikah dengan orang lain kan...?"ujar Alena sambil menatap wajah Narendra.
Alena kemudian berjalan mendekati Narendra, setengah dekat Alena kemudian langsung menarik kerah baju Narendra sehingga wajahnya dan Alena saling bertatapan.
"tuan Narendra kamu menyukai aku kan...?"ujar Alena sambil menatap mata Narendra.
Narendra menatap mata Alena, akan tetapi Narendra melepaskan tangan Alena dari bajunya.
"tidak, aku hanya tidak ingin kamu menikah dengan pria yang tidak berguna seperti itu."ujar Narendra sambil memutar tubuhnya sehingga posisinya membelakangi Alena.
Alena kemudian berjalan ke hadapan Narendra.
"kamu berbohong, jelas-jelas kamu sedang cemburu...! Karena kamu juga menyukai aku, jadi kamu merasa jika pria itu tidak berguna, dan dengan alasan itu juga kamu tidak mengizinkan aku untuk menikah dengan orang lain...!"ujar Alexa sambil menatap wajah Narendra.
"Alena Jagan bersikap keras kepala seperti ini...! Aku memperhatikanmu karena kamu adalah juniorku, aku tidak ingin kamu memilih Jagan yang salah di dalam hidupmu...!" ujar Narendra sambil mencengkram lengan Alena.
"tidak...!"ujar Alena sambil melepaskan tangannya dari genggaman tangan Narendra.
"aku tahu jika sebenarnya kamu juga mencintai aku...!"ujar Alena sambil menatap wajah Narendra.
"sudahkah nak, aku selalu menganggap kamu sebagai juniorku."ujar Narendra sambil menghela nafas panjang.
"apakah tidak pernah ada perasaan cinta sedikit saja...?"ujar Alena sambil meneteskan air matanya.
"Alena..!"ujar Narendra sambil berusaha untuk meraih tangan Alena, akan tetapi Alena langsung berjalan keluar dari dalam balkon tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!