NovelToon NovelToon

Mawar Kuning Berdarah

Mawar Kuning

Langit senja di pinggiran kota berwarna kelabu, mencerminkan perasaan Detektif Arka yang duduk diam di kursi penumpang mobil tua milik kantor polisi setempat. Desa Karangjati, tempat pembuangan dirinya, sunyi dan tak bersahabat. Hamparan sawah, pepohonan, serta deretan rumah kayu yang sederhana seolah berbicara, kau tidak diterima di sini.

Bagi Arka, desa ini adalah kuburan karirnya sebagai seorang detektif. Skandal kegagalan penyelamatan seorang sandera di kota besar telah menodai reputasinya. Daripada dipecat, para petinggi memutuskan untuk memindahkannya ke tempat terpencil, jauh dari sorotan publik.

"Selamat datang di Karangjati, Pak Arka," ujar Bayu, polisi muda yang menyetir.

Arka hanya mengangguk dingin, tak berniat membalas basa-basi. Mobil berhenti di depan kantor polisi kecil. Komandan Rahmat, kepala polisi setempat, menyambutnya dengan ramah, meski wajahnya lelah.

"Arka, aku tahu ini bukan yang kau harapkan. Tapi percayalah, desa ini butuh orang sepertimu," ujar Rahmat sambil menepuk bahunya.

"Terima kasih, Pak," jawab Arka singkat. Namun dalam hati, ia mengutuk nasibnya.

---

Pagi berikutnya, ketenangan desa pecah. Seorang warga melaporkan penemuan mayat di tepi hutan. Dengan enggan, Arka pergi bersama Bayu ke lokasi.

Mayat seorang pria tergeletak di tanah lembab, lehernya digorok dengan presisi. Darah telah mengering, tetapi yang menarik perhatian adalah bunga mawar kuning yang diletakkan rapi di dada korban.

Arka jongkok, memeriksa luka itu. "Potongannya bersih, pelaku tahu apa yang dia lakukan," gumamnya.

"Siapa yang menemukannya?" tanya Arka kepada Bayu.

"Pak Giman, petani mawar. Dia sering mencari kayu bakar di hutan," jawab Bayu.

"Kita perlu bicara dengannya," kata Arka sambil bangkit berdiri.

Suara langkah kaki mendekat dari belakang. "Arka, ini Dokter Kirana, dokter forensik kita," ujar Komandan Rahmat.

Arka menoleh, dan waktu seolah berhenti.

Wanita itu memiliki aura memikat. Rambut hitam panjang yang terkuncir rapi, mata tajam penuh kehangatan, dan gerak-geriknya memancarkan profesionalisme.

"Selamat pagi, Pak Arka," sapanya lembut, tersenyum tipis.

Arka, yang jarang kehilangan kendali, tiba-tiba merasa canggung. "Pagi juga," balasnya dengan suara yang tak biasa.

Kirana mengenakan sarung tangan lateks dan mulai memeriksa mayat itu. "Lukanya sangat presisi. Pelaku kemungkinan memiliki pengetahuan medis atau pengalaman menggunakan alat bedah," katanya sambil menunjukkan luka di leher korban.

"Jadi, pelaku mungkin seorang dokter?" tanya Arka.

"Atau seseorang yang punya akses ke pengetahuan itu," jawab Kirana. "Namun, kita tidak bisa menyimpulkan terlalu cepat."

Beberapa jam kemudian, Kirana menyerahkan laporan awal autopsinya kepada Arka di kamar mayat kecil desa itu. "Korban meninggal sekitar delapan jam sebelum ditemukan, kemungkinan tengah malam. Dan lihat ini," katanya sambil menunjuk luka di dada korban. "Tidak ada tanda perlawanan. Mungkin korban mengenal pelakunya."

Arka mengangguk, pikirannya sibuk. Jika korban tidak melawan, pelaku pasti seseorang yang dikenalnya atau mampu menenangkan korban sebelum menyerang.

"Bagaimana dengan mawar kuning itu?" tanyanya.

Kirana menggeleng. "Hanya bunga biasa. Tapi menarik jika ini menjadi ciri khas pembunuhnya."

Sore menjelang, Arka berdiri di luar kamar mayat, memandangi langit kelabu. Desa ini tampak tenang, namun ia tahu ada kegelapan yang mengintai. Dalam pikirannya, wajah Kirana terus muncul.

"Dia menarik, bukan?" suara Bayu tiba-tiba memecah lamunannya.

"Apa?" Arka menoleh, berusaha tidak terlihat terkejut.

"Dokter Kirana. Kalau dia menyapamu tadi, itu sinyal hijau," goda Bayu sambil tersenyum.

Arka hanya menghela napas panjang. Ia tahu, terlibat secara emosional bukanlah ide bagus. Tapi ada sesuatu dalam diri Kirana yang membuatnya ingin tahu lebih banyak.

---

Keesokan paginya, Arka dan Bayu pergi ke rumah Pak Giman, si penemu mayat. Rumah itu sederhana, dikelilingi kebun mawar yang harum semerbak.

"Pak Giman, kami dari kepolisian ingin menanyakan tentang mayat yang Anda temukan kemarin," ujar Arka.

Giman, pria tua dengan tubuh ringkih, mempersilakan mereka masuk. "Saya sering ke hutan mencari kayu bakar. Kemarin, saya melihat sesuatu di tanah. Awalnya saya pikir itu binatang mati, tapi ternyata manusia," jelasnya.

"Apa Anda melihat seseorang di sekitar lokasi?" tanya Arka.

"Tidak, Pak. Hutan itu sepi," jawab Giman. Namun, wajahnya tampak ragu.

Arka memperhatikan gelagat Giman. "Ada yang ingin Anda sampaikan?"

Giman menghela napas berat. "Malam sebelumnya, saya melihat cahaya dari arah hutan. Seperti senter. Tapi saya takut mendekat."

"Cahaya?" Arka mengulang dengan nada penasaran.

"Ya, seperti seseorang sedang berjalan di sana," kata Giman.

Arka mencatat informasi itu. Setelah pamit, ia dan Bayu kembali ke mobil.

"Cahaya di hutan. Menarik," gumam Arka.

"Kurasa itu bukan kebetulan," komentar Bayu.

Arka hanya diam, pikirannya mulai menyusun potongan teka-teki.

Di kantor polisi, Komandan Rahmat mendekati Arka dengan raut wajah serius. "Arka, ini mungkin lebih besar dari yang kita kira. Beberapa tahun lalu, ada kasus serupa di desa tetangga. Mayat ditemukan dengan bunga mawar kuning, tapi kasus itu tidak pernah terpecahkan."

Arka mendengarkan dengan seksama. "Apa ada informasi lain tentang kasus itu?"

Rahmat menggeleng. "Sayangnya, arsipnya hilang. Tapi jika ini pelaku yang sama, dia kembali setelah bertahun-tahun."

---

Malam itu, Arka duduk di mejanya, memandangi laporan autopsi. Potongan luka, bunga mawar, cahaya di hutan, semua ini membentuk pola yang samar. Namun, saat ia mencoba memfokuskan pikirannya, ketukan di pintu membuatnya tersentak.

"Masuk," katanya.

Kirana muncul, membawa setumpuk berkas. "Ini hasil tes tambahan dari korban," ujarnya.

Arka menatapnya. Dalam cahaya lampu kantor, Kirana tampak lebih menawan dari biasanya. Namun, ia segera mengalihkan pandangannya ke berkas.

"Ada sesuatu yang menarik?" tanyanya.

"Kadar alkohol dalam darah korban sangat rendah. Dia kemungkinan dibius sebelum dibunuh," kata Kirana.

"Dibius? Jadi dia tidak sadar saat dibunuh?" tanya Arka.

"Benar. Itu juga menjelaskan kenapa tidak ada tanda perlawanan," jawab Kirana.

Saat mereka berbincang, telepon di meja Arka berdering. Ia mengangkatnya.

"Arka, ada laporan warga tentang suara aneh dari arah hutan," ujar suara di seberang.

Arka menatap Kirana. "Kita harus ke sana."

Malam itu, Arka, Bayu, dan Kirana menuju hutan dengan senter di tangan. Suara burung hantu dan gemerisik dedaunan menciptakan suasana mencekam.

Tiba-tiba, mereka menemukan sesuatu, bekas api unggun yang masih hangat.

"Pelaku mungkin baru saja pergi," bisik Arka.

Namun, sebelum ia sempat melanjutkan, suara langkah kaki terdengar dari kegelapan.

"Siapa di sana?" teriak Arka, menyorotkan senter ke arah suara.

Dari bayangan pohon, sosok tinggi muncul, membawa sesuatu di tangannya.

"Berhenti, atau saya tembak!" ancam Arka.

Sosok itu berhenti, lalu perlahan melangkah ke depan, memperlihatkan wajahnya.

Kirana menahan napas. Arka mempersempit matanya, mencoba mengenali siapa dia.

Namun, sebelum ada yang bisa bergerak, sosok itu menjatuhkan benda yang dibawanya, seikat mawar kuning.

To be continued ...

Jejak Malam

Sosok itu berdiri diam, wajahnya setengah tersembunyi dalam bayangan pepohonan. Arka menyorotkan senter ke arah pria itu, yang kini tampak jelas mengenakan jaket lusuh. Ekspresi wajahnya datar, tetapi sorot matanya penuh teka-teki.

"Siapa kau, dan apa yang kau lakukan di sini?" tanya Arka dengan nada tegas.

Pria itu tidak menjawab. Dia hanya memandang Arka dengan intens, seolah mengukur setiap gerakan dan kata yang diucapkan. Kirana berdiri di belakang Arka, mencoba menganalisis situasi, sementara Bayu menyiapkan senjatanya, berjaga-jaga kalau keadaan memburuk.

"Kau punya tiga detik untuk menjawab sebelum kami bawa kau ke kantor polisi," ancam Arka.

Akhirnya, pria itu berbicara. Suaranya serak dan rendah. "Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya sedang mencari sesuatu."

"Mencari apa?" tanya Arka, mencurigai jawaban itu.

Pria itu menunduk, seperti sedang berpikir. "Bunga ... mawar kuning. Aku petani bunga," katanya, sambil menunjuk ke arah seikat mawar yang tergeletak di tanah.

Arka mengamati mawar-mawar itu dengan teliti. Mereka tampak segar, dengan aroma khas yang menyebar di udara dingin malam. "Kenapa di sini? Kenapa di tengah malam?"

Pria itu mengangkat bahu. "Aku sering datang ke sini malam-malam. Tidak banyak yang tahu, tapi beberapa jenis mawar tumbuh liar di hutan ini. Mereka bagus untuk dijadikan bibit."

"Apa kau melihat sesuatu yang janggal semalam?" desak Arka.

Pria itu terlihat gelisah. "Aku tidak tahu apa-apa tentang itu. Aku hanya mencari mawar. Itu saja."

Arka merasakan kebohongan di balik kata-katanya, tetapi tidak memiliki cukup bukti untuk menangkap pria itu. Ia menoleh ke Bayu. "Bawa dia ke kantor untuk diinterogasi lebih lanjut."

Bayu mengangguk, lalu mengamankan pria itu ke mobil.

 

Di ruang interogasi, pria yang akhirnya diketahui bernama Andri terus bersikeras bahwa dia tidak ada hubungannya dengan pembunuhan tersebut. "Aku hanya petani biasa," katanya, mencoba meyakinkan Arka.

Namun, sesuatu tentang pria ini membuat Arka tidak nyaman. Ketika ia meninggalkan ruang interogasi, ia mendapati Kirana menunggunya di luar.

"Menurutmu, dia bersalah?" tanya Kirana.

Arka menghela napas. "Belum bisa dipastikan. Tapi dia terlalu tenang untuk seseorang yang berada di tempat kejadian perkara."

Kirana mengangguk. "Aku akan melihat apakah ada bukti lain dari hasil otopsi. Mungkin kita bisa menemukan sesuatu yang lebih konkret."

Arka mengucapkan terima kasih, dan Kirana pergi. Sementara itu, ia meminta Bayu untuk menggali latar belakang Andri, mulai dari pekerjaannya hingga hubungannya dengan warga desa lainnya.

 

Keesokan harinya, saat pagi menjelang, Bayu membawa laporan hasil penyelidikannya ke Arka. "Pak, Andri memang petani bunga, tapi dia punya reputasi buruk di desa. Beberapa warga bilang dia sering menghilang berhari-hari tanpa penjelasan. Ada juga yang melihatnya membawa barang-barang aneh, seperti pisau besar."

Arka membaca laporan itu dengan seksama. "Dan tidak ada yang melaporkannya sebelumnya?"

Bayu menggeleng. "Tidak ada bukti bahwa dia melakukan kejahatan, jadi warga hanya menganggapnya aneh."

Sebelum Arka sempat merespons, telepon di mejanya berdering. Suara Rahmat terdengar di ujung sana.

"Arka, ada laporan baru. Seorang warga menemukan lagi mawar kuning di depan pintu rumahnya. Tidak ada mayat, tapi ini terasa seperti pesan," kata Rahmat.

Arka merasakan ketegangan meningkat. "Siapa warganya?"

"Bu Sri, pemilik toko kelontong di desa ini. Dia bilang tidak punya musuh, tapi kita harus memastikan."

Arka mengajak Bayu untuk pergi ke rumah Bu Sri. Di sana, mereka menemukan mawar kuning yang diletakkan rapi di atas tikar depan pintu. Tidak ada jejak kaki atau tanda-tanda bahwa seseorang baru saja datang.

"Ini bukan kebetulan," gumam Arka.

"Kira-kira apa maksudnya?" tanya Bayu.

"Entah peringatan, entah pesan pribadi. Kita harus cari tahu lebih dalam tentang Bu Sri. Bisa jadi dia target berikutnya," kata Arka sambil mengamati bunga itu dengan seksama.

Saat diwawancarai, Bu Sri tampak bingung. "Saya tidak tahu siapa yang meletakkan bunga itu. Saya juga tidak merasa bermusuhan dengan siapa pun," ujarnya.

"Bagaimana hubungan Anda dengan Andri?" tanya Arka tiba-tiba.

Bu Sri terkejut. "Andri? Oh, dia memang sering belanja di toko saya. Tapi tidak ada yang aneh."

Arka mengangguk, tetapi pikirannya terus berputar. Mawar kuning menjadi pola yang tidak bisa diabaikan. Jika ini benar-benar pekerjaan seorang pembunuh, maka mereka sedang berhadapan dengan seseorang yang cerdas, seseorang yang menggunakan bunga sebagai pesan atau tanda.

"Bayu, perintahkan petugas untuk berjaga di rumah Bu Sri," titah Arka yang mempunyai firasat buruk.

 

Malam harinya, Arka duduk di ruang kerjanya, merenungkan kasus ini. Semua petunjuk yang ada masih terlalu kabur. Mawar kuning, luka presisi, dan korban yang seolah tidak melawan, semua itu menunjukkan perencanaan yang matang.

Tiba-tiba, pintu ruangannya diketuk. Kirana masuk, membawa sebuah amplop.

"Aku menemukan sesuatu yang mungkin menarik," katanya sambil menyerahkan amplop itu.

Arka membukanya. Di dalamnya ada foto luka korban yang diperbesar. "Lihat di sekitar luka ini," kata Kirana sambil menunjuk foto.

Arka memperhatikan dengan saksama. Ada bekas kecil di sekitar luka, seolah-olah pelaku menggunakan alat khusus sebelum melakukan sayatan.

"Ini bukan luka biasa. Alatnya sangat tajam dan tidak umum. Hanya orang dengan akses ke peralatan medis yang bisa melakukannya," jelas Kirana.

"Seperti seorang dokter," gumam Arka.

Kirana mengangguk. "Atau seseorang yang berpura-pura menjadi dokter."

Pikiran Arka langsung kembali ke Andri. Apakah dia benar-benar hanya petani bunga, atau ada sesuatu yang lebih gelap dalam hidupnya?

"Mungkin sudah waktunya kita menggeledah rumah Andri," kata Arka dengan nada tegas.

Arka memutuskan untuk menggeledah rumah Andri keesokan harinya. Pagi-pagi sekali, ia bersama Bayu dan beberapa petugas serta membawa sang pemilik rumah menuju tempat tinggal pria itu di pinggiran desa. Rumah Andri sederhana, dengan halaman kecil yang ditumbuhi berbagai jenis bunga. Arka mengamati sekeliling dengan saksama, mencoba menemukan sesuatu yang bisa menjadi kunci untuk memecahkan teka-teki ini.

Saat tim mulai menyisir rumah, Arka mendapati sebuah buku catatan tua di salah satu laci kamar Andri. Halaman-halaman buku itu penuh dengan tulisan tangan, beberapa di antaranya adalah sketsa bunga. Namun, ada satu halaman yang menarik perhatian Arka. Di sana tertulis daftar nama, beberapa dicoret, sementara lainnya dilingkari.

Nama terakhir dalam daftar itu membuat Arka tertegun, Kirana.

Arka menatap nama itu dengan kening berkerut. Sebelum ia sempat menganalisis lebih jauh, Kirana tiba-tiba muncul di ambang pintu, menatapnya dengan ekspresi dingin.

"Apa yang kau temukan, Arka?" tanyanya dengan suara lembut tetapi penuh arti.

Arka mencoba menyembunyikan buku itu di balik punggungnya, tapi tatapan Kirana sudah mengunci perhatiannya. Untuk pertama kalinya, ada sesuatu dalam pandangan Kirana yang membuatnya merasa... tidak nyaman.

"Kirana ... apa yang sebenarnya kau sembunyikan?" tanyanya dengan suara pelan, tetapi tegas.

Kirana tersenyum samar, lalu melangkah mendekat, memecah keheningan ruangan. "Aku? Kau benar-benar mengira aku punya sesuatu untuk disembunyikan?"

Namun, sebelum Arka bisa menjawab, Bayu dari ruangan sebelah berteriak. "Pak! Kami menemukan ini!"

Arka dan Kirana berlari menuju suara itu. Di sebuah kotak kayu kecil, Bayu menemukan beberapa peralatan tajam yang tampak seperti milik seorang ahli bedah, semuanya bersih dan terawat. Di atas kotak itu, ada seikat mawar kuning, masih segar.

Arka menatap benda-benda itu dengan ekspresi bingung. Jika Andri bukan pelakunya, lalu bagaimana semua ini ada di rumahnya?

Kirana berdiri di belakang Arka, menyilangkan tangan dengan tenang. Saat Arka hendak berbicara, Kirana berbisik pelan di telinganya, suaranya seperti duri yang menusuk.

"Kadang-kadang, Arka, jawaban yang kau cari ada tepat di hadapanmu. Kau hanya perlu membuka matamu lebar-lebar."

Sebelum Arka sempat berbalik, Kirana sudah melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan dia dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

To be continued ...

Tersamar

Pagi itu, rumah Andri menjadi pusat perhatian. Penduduk desa berkerumun di sekitar, berbisik-bisik tentang apa yang terjadi. Arka berdiri di beranda, masih memegang buku catatan yang di dalamnya tertulis nama Kirana. Ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dokter forensik itu mungkin terlibat dalam kasus ini.

Namun, semua petunjuk yang ditemukan di rumah Andri menjerat pria itu lebih dalam. Peralatan medis, mawar kuning, dan bahkan noda darah di sudut kotak kayu membuatnya menjadi tersangka utama.

"Pak, apa kita harus menahan Andri?" tanya Bayu, berdiri di samping Arka.

Arka menghela napas panjang. "Kita tahan dia untuk sementara. Tapi aku merasa ini belum selesai."

Bayu mengangguk, lalu memberi perintah kepada petugas untuk membawa Andri ke kantor polisi. Andri berteriak memprotes, mengklaim bahwa semua barang itu bukan miliknya.

"Percayalah, aku tidak melakukannya!" katanya dengan mata penuh kepanikan. "Seseorang menjebakku!"

Namun, di tengah keributan itu, Kirana tampak tenang seperti biasa. Ia berdiri di sudut halaman, memandangi bunga-bunga mawar yang tumbuh liar di sekitar rumah Andri.

"Kirana," panggil Arka, mendekatinya.

"Ya?" Kirana menoleh dengan senyuman kecil, seolah tidak ada yang aneh.

"Apa kau mengenal Andri lebih dari sekadar saksi?" tanya Arka, mencoba mencari celah.

Kirana mengangkat alis, tampak berpikir sejenak. "Tidak, aku bahkan baru melihatnya."

Arka menatapnya tajam, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan. Namun, wajah Kirana tetap tenang, tanpa cela.

---

Di kantor polisi, Arka memeriksa kembali semua bukti yang telah dikumpulkan. Dia duduk di meja kerjanya, merenung dengan buku catatan Andri terbuka di depannya. Daftar nama itu masih menghantuinya.

"Pak, saya sudah memeriksa jejak transaksi Andri," kata Bayu, masuk ke ruangan. "Dia tidak pernah membeli peralatan medis yang kita temukan, dan sekarang tidak ada bukti kuat untuk mengaitkannya dengan korban."

Arka mengangguk pelan. "Terus selidiki. Ada sesuatu yang kita lewatkan di sini. Kalaupun ini pembunuhan berantai ... tidak mungkin secepat ini pelakunya tertangkap."

Bayu keluar, meninggalkan Arka sendirian. Saat dia mencoba menyusun semua potongan puzzle ini, telepon di mejanya berdering.

"Arka di sini," jawabnya.

"Pak, ini dari pos penjagaan. Kami menemukan sesuatu lagi di desa," kata suara di ujung telepon.

Arka segera menuju lokasi. Di sebuah jalan kecil yang jarang dilewati, penduduk desa menemukan seikat mawar kuning diletakkan di atas batu besar. Kali ini, tidak ada tubuh, hanya bunga yang ditemani secarik kertas.

Arka memungut kertas itu dengan hati-hati. Di atasnya tertulis satu kalimat:

Bukan dia yang kau cari.

Bayu, yang berdiri di sampingnya, tampak kebingungan. "Apa maksudnya, Pak?"

Arka mengerutkan kening. "Ini bukan pesan untuk kita, Bayu. Ini pesan untukku. Periksa seluruh CCTV di daerah ini."

---

Kirana duduk di ruang kerjanya, menatap sebuah foto lama yang ia simpan di laci meja. Dalam foto itu, terlihat dia bersama seorang wanita yang memegang mawar kuning. Wajah Kirana berubah sendu sejenak, tetapi kemudian tersenyum tipis.

"Dokter, ini hasil laporan dari rumah Andri. Sesuai dugaanmu, alat medis yang ada tidak sesuai dengan korban pertama."

Kirana mengangguk saat asistennya memberikan informasi itu lalu meletakkan hasil laporannya di meja kerja dokter forensik itu.

Kirana memeriksa laporan tersebut dengan teliti. Tangannya yang cekatan membalik halaman demi halaman, tetapi pikirannya melayang. Mawar kuning, alat medis, dan noda darah di rumah Andri hanyalah potongan teka-teki yang ia harap tidak akan mengarah kembali kepadanya.

"Terima kasih, Sarah," ucap Kirana kepada asistennya dengan senyum tipis. "Kau bisa kembali ke ruang depan."

Setelah Sarah pergi, Kirana menatap lama pada laporan itu. Ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang mengarah pada keberadaan pihak ketiga. Namun, Kirana tahu bahwa terlalu dini untuk membuat kesimpulan.

"Lebih baik aku kirimkan hasil laporan ini kepada pihak kepolisian," gumam Kirana.

---

Sementara itu, Arka memandangi secarik kertas yang ditemukan bersama mawar kuning tadi pagi. Kata-kata di kertas itu terus terngiang di benaknya.

"Bayu," panggil Arka, sambil memasukkan kertas itu ke dalam plastik bukti.

"Pak?"

"Kita perlu fokus pada daftar nama di buku catatan Andri. Hubungkan nama-nama itu dengan kasus-kasus yang pernah terjadi di daerah ini," perintah Arka.

Bayu mengangguk. "Baik, Pak. Saya akan meminta bantuan tim IT untuk mencocokkannya dengan arsip digital."

Namun, sebelum Bayu sempat pergi, telepon genggam Arka berdering.

"Ya, ada apa?" jawabnya.

"Pak, ada laporan baru. Seseorang menemukan potongan kain dengan noda darah di hutan dekat desa," ujar suara dari seberang.

"Kirim lokasinya. Aku dan Bayu akan segera ke sana," kata Arka tegas.

Kedua pria dengan tubuh tegap langsung menuju tempat di temukannya kain dengan noda darah.

Di lokasi penemuan, suasana terasa mencekam. Hutan yang gelap dan sunyi hanya ditemani suara angin yang menggesekkan daun-daun. Potongan kain itu ditemukan di dekat akar pohon besar, sebagian terkubur di tanah.

Arka berjongkok untuk melihat lebih dekat. Potongan kain itu terlihat seperti bagian dari pakaian, mungkin gaun atau kemeja. Namun yang membuatnya semakin curiga adalah adanya motif bunga kecil di kain itu.

"Ini ... kain ini," gumamnya.

Bayu menatap kain itu dengan ekspresi bingung. "Apa maksud Bapak?"

Arka berdiri, pandangannya menembus pepohonan di sekitar. "Motif ini ... aku pernah melihatnya sebelumnya. Kita harus memeriksa semua barang bukti di gudang. Mungkin ini ada hubungannya dengan korban pertama."

Di tempat lain, Kirana berjalan menuju sebuah rumah tua di pinggiran desa. Rumah itu terlihat tak terawat, tetapi di dalamnya penuh dengan kenangan. Ia membuka pintu dengan kunci yang ia simpan selama bertahun-tahun.

Di dalam, Kirana berjalan menuju ruang tamu kecil. Di atas meja, terdapat vas bunga berisi mawar kuning yang sudah mulai layu. Ia mengambil salah satu bunga, lalu memandangnya dengan tatapan kosong.

"Mawar kuning," gumam Kirana pelan.

Namun, suara derit pintu yang tiba-tiba membuatnya tersentak. Ia segera berbalik, waspada.

"Siapa di sana?" tanyanya.

Tak ada jawaban, hanya suara angin yang berhembus melalui celah dinding kayu.

---

Di kantor polisi, Bayu mendekati Arka dengan wajah penuh antusias. "Pak, saya menemukan sesuatu. Salah satu nama di buku catatan Andri cocok dengan korban hilang dua tahun lalu."

Arka mengerutkan kening. "Apa kau yakin?"

"Nama itu adalah Nila. Dia dilaporkan hilang setelah pesta ulang tahun di desa sebelah. Polisi tidak pernah menemukan jejaknya."

Arka merasa darahnya berdesir. Ini semakin rumit. Andri mungkin tidak sepenuhnya bersalah, tetapi dia pasti tahu sesuatu.

"Segera cari tahu apa hubungan Andri dengan Nila. Dan pastikan semua barang bukti dari rumah Andri diperiksa ulang," kata Arka dengan nada tegas.

Sementara itu, Arka melangkah dengan cepat ingin bertemu dengan Andri.

To be continued ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!