Di lapangan sekolah yang begitu luas, terlihat lima siswa yang sepertinya sedang dihukum. Dengan nafas tersengal-sengal, mereka berlari mengelilingi lapangan dan itu sudah putaran yang ke sepuluh kalinya.
"Bapak tidak mau tahu. Kalau sampai kalian mengulangi lagi, Bapak tidak akan segan-segan untuk memanggil orang tua kalian, paham!!" teriak seorang guru yang berdiri di sisi lapangan.
"Paham, pak!!" jawab mereka serempak.
Dengan nafas yang turun naik, mereka berbaring di atas rumput liar di sekitar lapangan. Mereka tidak peduli dengan terik matahari di siang itu.
"Untung kita hanya disuruh lari sama Pak Budi. Aku tidak tahu apa jadinya kalau orang tuaku dipanggil, mungkin aku akan diusir dari rumah," ucap salah satu siswa dengan nafas yang dihirupnya dari mulut.
"Hah, lumayan juga lari siang-siang begini," ucap seorang siswa yang masih berbaring sambil mengelap keringatnya.
"Sampai kapan kalian akan berbaring di situ? Cepat sana masuk ke kelas kalian!!" teriak Pak Budi sambil mendekati mereka dengan sebilah rotan yang membuat mereka berdiri dan lari ke kelas mereka masing-masing.
Mereka berlima adalah siswa kelas sebelas di SMA 13, salah satu SMA yang cukup punya nama. Dan mereka adalah siswa yang cukup terkenal di sekolah. Bukan hanya terkenal karena tingkah mereka yang terkadang nakal, tapi mereka juga terkenal karena prestasi di bidang olah raga. Mereka adalah anggota tim basket yang sudah memenangkan beberapa perlombaan antar sekolah.
Bukan itu saja, mereka berlima juga mempunyai wajah yang cukup tampan dengan postur tubuh atletis yang membuat mereka dipuja-puja oleh gadis-gadis di sekolah. Mereka bagaikan sekelompok pangeran tampan yang berkeliaran.
"Siang, Bu," sapa seorang siswa dengan wajah penuh keringat.
"Kalian berdua, duduk sana. Masalah apa lagi yang sudah kalian perbuat? Apa kalian tidak bosan dihukum sama Pak Budi?" tanya guru itu dengan mata yang melotot. Mereka hanya diam dan tidak berkata apapun. Teman-teman sekelas mereka juga tidak ada yang berani menatap apalagi menertawakan mereka.
Reihan Ferdian Putra yang akrab disapa Rei. Bisa dibilang, dia adalah pemimpin dalam kelompoknya. Kelompok yang hanya mempunyai lima anggota, tapi berkekuatan dua kali lipat dan tidak bisa dianggap remeh.
Reihan, sosok cowok tampan yang dipuja-puja para cewek di sekolahnya. Sikapnya yang kalem dan cool membuat cewek-cewek terpesona. Walaupun begitu, dia adalah sosok yang setia kawan dan jauh dari kata arogan. Reihan adalah sosok yang perhatian, walaupun sikapnya itu jarang diperlihatkan.
Reihan yang mempunyai tinggi badan 175cm dengan postur tubuh yang atletis dengan kulit putih dan rambut hitam yang lurus, cukup membuat para cewek terpesona. Belum lagi dengan anggota lainnya, yaitu Ian, Rifal, Rendi, dan Raka. Bisa dibilang mereka adalah pangeran-pangeran di sekolah itu.
Tak cukup itu saja, mereka juga bukan dari kalangan sembarangan. Orang tua mereka ternyata sangat kaya dan menjadi donatur tetap bagi yayasan di sekolah itu. Walaupun begitu, mereka tidak diperlakukan spesial oleh guru-gurunya. Karena itu adalah perintah dari orang tua mereka sendiri. Makanya, Pak Budi berani menghukum mereka.
Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Sementara Reihan dan Raka masih duduk di dalam kelas menunggu ketiga sahabatnya itu datang.
Mereka sudah saling mengenal sejak lama. Reihan dan Raka adalah teman sejak SMP. Sedangkan Ian, Rifal, dan Rendi adalah teman sejak di kelas sepuluh.
"Bagaimana? Apa kita langsung pulang atau kita makan dulu?" tanya Ian yang baru saja datang.
"Kita makan dulu. Gara-gara lari tadi aku jadi lapar," jawab Raka sambil memegang perutnya yang sudah mulai berontak ingin segera diisi.
"Kalau begitu, kita pergi ke tempat biasa saja," ucap Reihan dengan sikapnya yang tegas.
Mereka kemudian keluar dari kelas dan menuju parkiran sekolah. Di parkiran itu telah berjejer lima sepeda motor yang bisa dibilang harganya cukup mahal. Walaupun begitu, mereka berlima adalah siswa yang cukup berprestasi dan termasuk murid yang peduli pada nama baik sekolah. Mereka tidak suka bila sekolah mereka dihina atau teman-temannya diganggu sekolah lain. Karena pasti, mereka akan bela mati-matian.
Sedangkan untuk urusan cewek bukanlah hal penting bagi mereka. Padahal, kalau mereka mau dengan sekali tatap saja cewek-cewek pasti akan antri di depan mereka.
Apalagi untuk Reihan, si ketua yang cool dan tampan. Dia sangat diidolakan di sekolah. Mendengar namanya saja cewek-cewek pasti akan berteriak histeris tak terkecuali Riana, sang primadona sekolah.
Riana Putri, yang biasa disapa Riana adalah gadis yang paling cantik di sekolah. Riana sangat mengagumi Reihan. Bahkan, setiap perlombaan basket yang diikuti Reihan, pasti dia ada di kursi penonton dan memberikan semangat pada idolanya itu. Namun sayang, Reihan selalu mengacuhkannya. Bahkan, Riana pernah mengutarakan isi hatinya, tapi ditolak mentah-mentah. Walaupun begitu, itu tidak menyurutkan semangatnya. Bahkan, dia bertekad untuk mendapatkan Reihan bagaimanapun caranya.
"Akhirnya datang juga," ucap Raka sambil mengambil segelas minuman dingin yang baru saja diletakkan di atas meja dan segera saja diseruputnya.
"Lumayan juga hukuman tadi. Kalau setiap hari seperti itu, tubuhku ini bisa tambah kekar," ucap Ian sambil memperhatikan otot di lengannya.
"Gila kamu. Memangnya kamu mau tiap hari disuruh lari keliling lapangan? Kalau aku mah, ogah," jawab Raka sambil kembali menyeruput minumannya.
Afrian Rahadi, biasa dipanggil Ian. Cowok kece dengan tinggi yang hampir menyamai Reihan. Dia memiliki postur tubuh yang kekar karena hobinya yang suka berolah raga.
Bukan hanya itu, wajahnya yang tampan banyak menarik perhatian cewek-cewek di sekolahnya. Bisa dibilang, dia adalah tangan kanan Reihan karena keterampilan bertarungnya yang lumayan mumpuni. Tidak sedikit yang menaruh hati padanya, tapi begitulah dia tidak ingin melangkahi Reihan karena mereka sudah bertekad, sebelum Reihan mempunyai pacar mereka juga tidak akan mempunyai pacar.
Raka Wiryawan, sosok cowok yang lain dari yang lain. Bukan hanya wajahnya yang tampan, tapi dia juga sangat humoris dengan tingkahnya yang kadang membuat teman-temannya tertawa, tapi ketika dia sedang bertarung maka dia seperti singa yang sedang mencari mangsa.
Rifal Orlando, sosok cowok yang cool. Dia sangat tampan dengan wajahnya yang kalem dengan campuran blesteran karena kakeknya dari ibu adalah orang Italia asli. Bukan hanya pendiam, tapi dia juga salah satu siswa yang pintar.
Terakhir adalah Rendi Wijaya, akrab disapa Rendi. Penampilannya lain dari teman-temannya. Biasanya mereka selalu rapi, tapi Rendi jauh dari kata rapi. Walaupun begitu, dia tetap terlihat tampan dengan senyum lesung pipinya. Dia satu-satunya anggota yang berpenampilan urakan dan acuh tak acuh.
Mereka masih menikmati makanan yang berjejer di atas meja. Karena sudah lewat jam makan siang, suasana kafe mulai sepi hanya tinggal beberapa orang saja termasuk mereka.
"Bagaimana kalau sebentar malam kita keluar? Aku lagi bosan di rumah," ucap Rendi dengan wajah menggerutu.
"Sorry, Bro. Untuk malam ini, aku tidak bisa ikut. Apa kamu tidak ingat kalau tadi Bu Ita kasih tugas yang lumayan banyak?" tanya Rifal yang membuat Rendi melotot.
"Tugas? Ah, kenapa aku bisa lupa," jawab Rendi sambil menepok jidatnya sendiri.
Walaupun mereka terlihat ugal-ugalan, tapi mereka termasuk murid yang pandai. Karena itu, guru-guru sangat menyukai mereka walau terkadang mereka juga sering membuat masalah.
Mereka berlima sangat dikagumi sekaligus ditakuti, tapi hanya berlaku bagi siswa kelas sepuluh dan kelas sebelas. Karena mereka masih memandang senioritas, jadi mereka masih menghargai kakak kelasnya. Walau sebenarnya ada seorang kakak kelas yang tidak mereka sukai.
Adrian Permana, sosok cowok tampan dengan gayanya yang bengal. Dia adalah sepupu dari Riana, gadis yang menyukai Reihan. Awalnya, Adrian sangat ditakuti di sekolah, tapi itu dulu sebelum Reihan menentangnya di depan semua orang.
Reihan dan Adrian, adalah musuh bebuyutan. Mereka selalu bertentangan. Walaupun begitu, Adrian masih mempunyai teman yang loyal padanya.
Dan kini, kisahnya akan di mulai...
Seperti biasa, masa-masa ospek yang katanya begitu menakutkan, kini dialami Reihan, tapi itu tidak membuatnya merasa takut sedikitpun, bahkan kakak-kakak kelas mengakui keberaniannya.
Awalnya, semua berjalan lancar hingga tiba hari terakhir, kejadian itupun terjadi. "Mana uang kamu, sini!!" ucap Adrian pada salah satu siswa baru.
"Maaf, Kak. Uang ini untuk ongkos saya pulang nanti," jawab siswa itu ketakutan.
Tanpa berpikir, Adrian langsung mendekati siswa itu dan mengambil uang yang ada di sakunya. Karena siswa itu melawan, Adrian lalu mendorongnya hingga dia pun terjatuh ke tanah.
"Dari kemarin aku sudah bilang kalau hari ini, kalian harus menyetor uang padaku. Anggap saja uang ini untuk biaya keamanan kalian," ucap Adrian pada anak-anak itu.
Akhirnya, beberapa siswa yang memang sengaja dikumpulkan, mau tidak mau harus menyerahkan uang mereka. Dan mereka tidak ada yang berani melapor ke guru.
Itu bukanlah hal yang baru bagi Adrian. Dia memang sering memalak siswa baru. Itu bukan karena dia tidak mampu, tapi itu sudah kebiasaannya dan susah baginya untuk menghilangkan kebiasaannya itu.
Hingga suatu hari, Reihan dan Raka juga dikumpulkan bersama siswa lain di halaman belakang sekolah. Seperti biasa, Adrian mulai memalak mereka tanpa ampun dan uang mereka pun diambil. Awalnya, Reihan tidak peduli, tapi ketika Adrian berdiri di depannya dan mulai meminta uangnya, dia pun menolak. "Mana uang kamu?" tanya Adrian sambil menadahkan tangannya.
Reihan tidak menjawab. Bahkan, dia terlihat acuh. Selama ini, dia hanya diam melihat teman-temannya dipalak, tapi kali ini rasanya tidak mungkin dia biarkan begitu saja.
"Apa kamu tuli? Mana uang kamu, cepat kasih sini!!" ucap Adrian sambil mendekatinya. Dengan sigap, Reihan berusaha untuk menghindar. Bahkan, tubuhnya tidak bisa disentuh oleh Adrian. Karena Adrian yang terus memaksa, akhirnya dengan satu kali bantingan saja Adrian pun terkapar di tanah.
Melihat Adrian diperlakukan seperti itu, teman-temannya tidak tinggal diam. Mereka mendekati Reihan dan mencoba mengeroyoknya. Namun di sisi Reihan, sudah berdiri Raka dan tiga cowok lainnya.
Maka terjadilah perkelahian yang tidak bisa dihindarkan. Rasanya tidak sebanding kakak kelas yang hampir sepuluh orang melawan lima orang. Walau begitu, Adrian dan teman-temannya bisa dengan mudah dikalahkan.
Melihat perkelahian itu, akhirnya salah seorang siswa segera melapor ke ruang guru dan mereka pun dilerai oleh Pak Budi dan guru lainnya. "Kenapa kalian berkelahi, hah?" tanya Pak Budi dengan suara lantangnya.
"Coba lihat wajah kalian sampai babak belur seperti ini. Apa kalian mau menjadi preman?" tanyanya lagi.
"Kenapa belum ada yang mau bicara? Hei kamu, kamu tahu masalahnya, kan? Bukannya tadi kamu yang datang melapor ke ruang guru?" tanya Pak Budi pada siswa yang tadi melapor.
Dengan perasaan takut dia mencoba untuk menjelaskan. "Iya, Pak. Tadi kami dikumpulkan di belakang sekolah, lalu kami dipalak oleh Adrian. Karena Reihan tidak mau kasih uangnya, makanya Adrian memaksa mengambil dari dalam sakunya, tapi Adrian langsung dibanting oleh Reihan ke tanah. Makanya mereka marah dan akhirnya berkelahi," jelasnya sambil menunjuk Adrian dan komplotannya.
"Apa itu benar, Adrian?" Yang ditanya hanya diam dan menundukkan kepalanya.
"Jawab!! Apa itu benar?" tanya Pak Budi yang membuat seisi ruang guru menjadi kaget.
Adrian tidak menyahut. Hanya anggukan kepala yang menandakan kalau itu memang benar adanya.
"Ternyata kamu itu tidak pernah berubah. Dan kamu anak baru, ternyata kamu hebat juga bisa menjatuhkan kakak kelasmu. Kamu boleh juga," ucap Pak Budi sambil memandang ke arah Reihan.
"Adrian dan kalian tetap tinggal di sini, yang lain sekarang boleh bubar," ucap Pak Budi sambil menahan Adrian dan komplotannya.
"Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Raka pada Reihan ketika mereka keluar dari ruang guru.
"Tidak apa-apa," jawab Adrian kalem.
Seketika, teman-temannya datang dan berterima kasih pada mereka. Bahkan, dengan senangnya mereka bersorak sorai seakan menyambut panglima perang yang baru pulang dari arena pertempuran.
Reihan dan Raka kemudian bertemu dengan tiga cowok yang tadi membantu mereka. Andai mereka bertiga tidak ada, mungkin saja mereka berdua akan kewalahan manghadapi Adrian dan teman-temannya.
"Terima kasih atas bantuan kalian. Kalau tidak ada kalian, mungkin kami sudah dihajar habis-habisan oleh Adrian dan teman-temannya," ucap Reihan pada tiga cowok tadi sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Tidak masalah, orang seperti itu memang harus dilawan, kalau tidak kita akan terus ditindas," jawab salah satu cowok yang tidak lain adalah Ian.
"Aku Reihan dan ini Raka," ucap Reihan sambil memperkenalkan diri.
"Aku Ian, ini Rifal dan Rendi," ucapnya sambil memperkenalkan diri dan kedua temannya itu.
Sejak saat itu, mereka mulai bersahabat. Tak di sangka, mereka mempunyai hobby yang sama yaitu basket. Pantas saja tubuh mereka seolah telah terlatih, hingga dengan mudah bisa mengalahkan lawan-lawannya.
Tak hanya itu, Reihan ternyata dari kecil sudah belajar taekwondo. Jadi, dengan mudahnya dia bisa menghindar dan membanting Adrian hanya dengan satu kali gerakan.
Sejak saat itu, mereka jadi perbincangan cewek-cewek di sekolah. Walau mereka digila-gilai para cewek, tapi tidak membuat mereka menjadi cowok-cowok yang suka mempermainkan wanita. Bahkan, mereka sangat benci pada laki-laki yang suka menyakiti wanita.
Reihan sebenarnya sosok cowok yang pendiam. Dia tidak terlalu banyak bicara, tapi lebih menunjukan dengan sikap. Kalau memang dia tidak suka, maka dia akan meninggalkan tanpa harus mengatakan apapun. Sebaliknya, jika dia sudah menyayangi seseorang maka dengan sekuat tenaga dia akan melindunginya.
Selama ini, tidak ada yang bisa meraih hati seorang Reihan. Bahkan, oleh gadis tercantik di sekolah ini pun tidak mampu membuat hatinya bergetar.
Dia tidak suka dengan gadis yang terlalu terobsesi dengan dirinya, karena itu sangat mengganggunya. Sama seperti yang sering dilakukan Riana yang membuat dia merasa tidak nyaman.
Riana, gadis cantik yang jadi rebutan di sekolah. Bukan hanya di sekolahnya saja, tapi dia sudah terkenal sampai di sekolah lain karena kecantikannya. Dia adalah salah satu pendukung utama jika tim basket dari sekolahnya sedang berlaga, entah di sekolahnya atau di sekolah lain.
Karena itu, wajahnya sudah tidak asing lagi bagi tim basket dari sekolah lainnya karena terlalu seringnya dia hadir di setiap pertandingan basket antar sekolah.
Bahkan, tidak sedikit pemain basket dari sekolah lain yang pernah menyatakan cinta padanya, tapi tentu saja dia menolak karena cintanya sudah terlalu besar buat seseorang yaitu Reihan.
"Riana ... Riana ... Kamu sudah ditolak kenapa masih saja kekeh sama si Reihan, kayak tidak ada cowok lain saja," ucap salah satu temannya.
"Aku tidak peduli. Selama Reihan belum menemukan gadis yang dia suka, aku akan terus berusaha membuat dia suka padaku, lihat saja nanti," ucapnya dengan penuh keyakinan.
"Kamu itu sangat keras kepala. Kalau aku jadi Reihan, aku tidak akan menyia-nyiakan cintamu itu. Reihan itu bodoh apa, tidak bisa melihat kalau kamu itu sangat mencintai dia."
Mendengar orang yang disukainya dikatakan bodoh membuat gadis itu menjadi kesal. "Jangan bilang Reihanku bodoh, aku tidak suka," ucapnya dengan wajah cemberut.
"Maaf, maaf," ucap temannya itu dengan wajah menyesal.
Riana sebenarnya gadis yang baik. Walaupun Adrian adalah sepupunya yang notabene mempunyai reputasi yang buruk di sekolah, tapi tidak dengan Riana karena dia adalah gadis yang tidak hanya cantik, tapi juga gadis yang periang.
Tak hanya itu, Riana juga ternyata gadis yang pintar. Dia cukup berprestasi di dalam kelas. Maka, pantaslah kalau teman-temannya sangat mengsuport kalau dia berpacaran dengan Reihan. Secara, mereka berdua bagaikan raja dan ratu dari kelas mereka dan teman-teman sekelasnya pasti akan bangga jika hal itu benar-benar terjadi.
Reihan terlahir dari keluarga yang terbilang kaya raya. Ayahnya adalah seorang pengusaha yang cukup sukses. Sedangkan ibunya bukan dari kalangan biasa karena kakeknya juga mempunyai perusahaan yang cukup besar dan tanpa harus bekerjapun, hidup ibunya sudah terjamin.
Reihan adalah anak laki-laki satu-satunya karena dia hanya mempunyai seorang kakak perempuan. Karena itu, Reihan sangat disayangi oleh kedua orang tuanya.
Sejak kecil, apapun yang diinginkannya pasti akan dituruti. Dan itu tidak membuat kakaknya menjadi iri. Bahkan, kakaknya sangat menyayanginya. Mereka berdua hanya terpaut tiga tahun dan kini, kakaknya sedang kuliah di luar negeri. Walau begitu, mereka sering teleponan sekadar untuk menanyakan kabar.
"Di sekolah tidak ada masalah, kan?" tanya ibunya ketika mereka sedang sarapan.
"Tidak ada, Ma. Mama tidak perlu khawatir, Reihan di sekolah baik-baik saja," jawabnya mencoba untuk menjelaskan.
"Syukurlah kalau begitu. Kalau kamu mau apa-apa, bilang sama Mama, mengerti?"
"Mengerti, Ma," jawabnya dengan senyum.
Walaupun di sekolah Reihan terlihat dingin, tapi sebenarnya dia sangat hangat apalagi dengan keluarganya. Baginya, keluarga adalah segalanya. Sesibuk apapun dia kalau ibunya meminta bantuannya, pasti dia akan lakukan karena dia sangat menyayangi ibunya. Dan itu juga yang menjadi alasan kenapa dia belum berani untuk mempunyai seorang pacar, karena dia takut jika gadis yang disayanginya kelak tidak bisa diterima oleh ibunya dan dia takut untuk kecewa.
"Apa kamu mau Papa ganti motor kamu dengan keluaran terbaru?" tanya Ayahnya.
"Tidak usah, Pa. Motor Reihan masih bagus, kok."
"Kalau nanti kamu sudah bosan dan mau mengganti motor dengan yang baru, bilang saja sama Papa, nanti Papa akan belikan yang lebih bagus." Reihan hanya mengangguk dengan senyum yang terpancar dari sudut bibirnya.
Itulah kehidupan Reihan yang begitu disayang dan dimanja oleh orang tuanya. Karena itu, dia tidak ingin mengecewakan mereka. Dia berusaha untuk jauh dari masalah agar tidak membuat orang tuanya kecewa. Tak hanya itu, dia juga begitu giat belajar dan semua itu tidak sia-sia.
"Pa, Ma, Reihan berangkat sekolah dulu," ucapnya sambil mencium tangan kedua orang tuanya.
"Iya, Nak. Jangan ngebut dan hati-hati di jalan," ucap ibunya yang dibalas dengan anggukan dan senyuman.
"Hati-hati, Nak," ucap ayahnya tak mau kalah.
"Iya, Pa," jawabnya sambil berjalan ke halaman rumah di mana sudah terparkir sepeda motor yang biasa dipakainya ke sekolah.
Tak berapa lama kemudian, Reihan pun sampai di sekolah dan disambut oleh Raka dan Ian yang juga baru sampai.
Melihat mereka bertiga berjalan bersama-sama bagaikan melihat foto model yang sedang berjalan di atas catwalk. Mereka begitu mempesona sehingga membuat cewek-cewek terhipnotis dan tidak bisa melepas pandangan mereka dari pangeran-pangeran tampan itu. Dan di antara mereka, ada Riana yang masih terpaku dengan kharisma Reihan yang membuat dia tak ingin berkedip. "Hei, lagi lihat apa?" tanya temannya yang baru saja datang dan menepuk bahunya.
"Kamu tuh, bikin kaget orang saja," jawab Riana dengan sedikit kesal.
"Jangan hanya dilihat. Kalau bisa, sana ikuti dan bilang kalau kamu suka sama dia," ucap temannya itu mencoba menasehati.
"Apa aku harus senekat itu? Aku takut kalau dia akan menolakku lagi," jawab Riana dengan wajah agak kecewa.
"Ya, sudah. Kalau begitu, jangan siksa dirimu sendiri. Cobalah buka hati untuk menerima cowok lain. Aku yakin, pasti banyak yang menyukaimu, secara kamu itu kan sangat cantik. Cowok mana coba yang akan menolakmu."
"Tapi aku belum bisa menghilangkan Reihan dari pikiranku. Sepertinya, aku begitu jatuh cinta padanya."
"Terserah kamu, aku hanya menasehati. Kalau memang terasa berat, maka kamu harus berusaha melupakan dia. Ayo, kita pergi nanti kita terlambat masuk ke kelas," ucap temannya itu sambil menarik tangannya dan berlari pelan ke kelas mereka.
Riana masih memikirkan kata-kata temannya itu. Mungkinkah, cinta yang selama ini dia simpan untuk Reihan hanya bisa menguap tanpa balasan? Apakah gadis secantik dia tidak bisa membuat Reihan menyukainya? Pertanyaan-pertanyaan itu seakan bermain di benaknya.
"Hei, lagi melamun apa?"
"Tidak kok, aku tidak melamun apa-apa."
"Jangan terlalu dipikirkan, santai saja. Kalau dia itu jodohmu, biar dia lari kemanapun, tetap kamu akan bersama dia, yakin deh."
Kata-kata temannya itu sedikit bisa membuat hatinya merasa lega dan melupakan pergolakan dalam hatinya.
Sosok sahabat setia Riana yang selalu menasehati dan membantunya adalah Imelda Oktaviani. Gadis manis dengan senyum yang menawan. Dia tak kalah cantik dengan Riana. Mereka berdua bersahabat sejak di kelas sepuluh dan masih berlanjut sampai sekarang. Bahkan, mereka sekarang di kelas yang sama dengan Reihan dan juga Raka.
***
Saat jam istirahat, mereka berlima sudah berkumpul di kantin sambil menikmati bakso yang sudah dipesan. Mereka mulai membicarakan tentang kelompok mereka yang sepertinya ingin merekrut anggota baru.
"Siapa yang bilang kalau kita ingin menambah anggota untuk kelompok kita? Toh, kita berlima bersahabat bukan untuk membuat geng secara umum," ucap Raka sambil mengunyah bulatan daging seperti bola pingpong itu.
"Aku juga tidak tahu siapa yang menyebarkan isu itu, tapi sepertinya Adrian mulai berulah lagi," jawab Ian menjelaskan.
"Berulah bagaimana maksudmu?" tanya Reihan ingin mencari tahu.
"Menurut informasi yang aku dengar katanya Adrian mulai memalak lagi, tapi masih sembunyi-sembunyi, bahkan dia sering kedapatan menggoda cewek-cewek."
"Brengsek tuh si Adrian, rupanya dia belum kapok juga. Bukannya belajar buat kelulusan nanti, malah cari-cari masalah," imbuh Rifal dengan nada kesal.
"Sudahlah, masalah ini biar kita cek dulu kebenarannya. Siapa tahu itu hanya berita bohong," ucap Reihan dengan bijaksana.
Ternyata, Adrian bukan sekali ini saja membuat masalah. Dia sudah beberapa kali diberi peringatan oleh guru karena tingkahnya yang sudah keterlaluan, tapi dia masih saja tidak menggubrisnya.
Dia bahkan sudah mempunyai anak buah yang lumayan banyak, sehingga anak-anak lain juga tidak berani untuk melapor ke guru. Dan akhirnya, mereka hanya bisa mengeluh pada Reihan dan teman-temannya.
"Baiklah, kami akan mencoba untuk mencari tahu apa benar Adrian sudah melewati batas. Kalau memang benar, nanti kita akan putuskan kelanjutannya," jelas Reihan pada anak-anak yang datang mengeluh padanya.
Setelah melalui investigasi, akhirnya mereka menemukan kebenaran yang ternyata berita itu adalah benar bahwa Adrian sudah membentuk sebuah geng.
Geng tandingan yang dibuatnya sudah merekrut dua puluh lima anggota dari kelas dua belas. Karena sikapnya yang semena-mena dulu, maka dari kelas sepuluh dan kelas sebelas tidak ada yang mau masuk ke dalam gengnya dan itu cukup membuat dia marah.
Ternyata, Adrian masih menyimpan dendam pada mereka karena sudah menjatuhkan harga dirinya di depan banyak orang. Karena itulah, dia tidak peduli bagaimanapun caranya dia harus membalas sakit hatinya kepada Reihan dan teman-temannya.
Sementara itu, Reihan dan kawan-kawan masih berdiskusi untuk mencari jalan yang terbaik, apakah mereka juga harus merekrut anggota baru atau mereka berlima harus tetap bertahan.
Karena begitu banyak desakan dari anak-anak tentang perekrutan anggota baru, membuat Reihan dan keempat temannya itu harus memutar otak. Sebenarnya mereka tidak ingin membuat geng seperti yang anak-anak itu inginkan karena murni mereka berlima memang bersahabat.
Terlebih lagi, Adrian mulai berulah yang membuat Reihan terus didesak untuk menambah anggota. Sebenarnya mereka hanya ingin fokus sekolah tanpa harus membuat ulah, tapi Adrian seakan ingin memancing mereka.
"Terus sekarang kita harus bagaimana?" tanya Rifal ketika mereka sedang berkumpul.
"Apa kita juga harus merekrut anggota baru, tapi kita ini kan tidak punya nama geng atau apalah itu. Kita berlima ini kan cuma berteman bukan sekelompok anak-anak geng," jelas Rifal.
"Aku juga sudah jelaskan pada mereka, tapi mereka tidak peduli. Mereka ingin membuat geng, tapi harus di bawah naungan Reihan agar Adrian tidak berani mengganggu mereka lagi," ucap Rendi mencoba menjelaskan.
"Apa mereka menjamin jika sudah jadi anggota geng nanti mereka tidak akan di ganggu lagi?" tanya Raka.
Reihan yang sedari tadi mendengar kata-kata sahabatnya masih terdiam. Tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Tiba-tiba, dia pun berkata dan mengeluarkan pendapatnya yang sedari tadi dia tahan. "Baik, kalau itu yang mereka mau. Kita akan bertemu dengan mereka dan mendengar langsung apa alasan mereka untuk masuk dalam geng kita. Kalau itu masuk akal, maka kita akan membuat geng baru."
"Kamu yakin dengan hal itu?" tanya Ian penasaran.
"Aku yakin. Kalau memang mereka bersikeras kita akan kabulkan, tapi semua harus ada syaratnya."
"Syarat? Syarat apa?"
"Nanti akan aku beritahu. Raka, kamu segera temui mereka dan katakan pada mereka kalau besok kita akan adakan pertemuan untuk membicarakan pembentukan geng."
"Siap," jawab Raka mantap. Akhirnya, Raka mulai mendatangi mereka.
Di belakang sekolah, sudah banyak anak-anak yang berkumpul. Mereka dari kelas sepuluh dan kelas sebelas. Jumlah mereka cukup banyak hampir lima puluh orang.
"Ternyata yang mau bergabung banyak juga," ucap Ian dengan semangat.
"Tapi tidak gampang jika mereka mau bergabung." Tiba-tiba Reihan berkata dengan wajahnya yang serius dan itu cukup untuk membuat keempat temannya melihatnya dengan heran.
"Oke, karena semua sudah hadir maka kita langsung saja. Jadi, apa kalian memang ingin bergabung bersama kelompok kami?" tanya Ian.
Salah satu dari anak-anak itu mengangkat tangan dan mulai menyatakan pendapatnya. "Maaf, sebelumnya. Kami datang ke sini untuk meminta kepada kalian untuk bisa menerima kami, karena kami tidak bisa melawan seorang diri atas perlakuan Adrian dan komplotannya yang sering mengganggu dan bahkan sudah terlalu sering memalak anak-anak," ucap anak itu menjelaskan.
"Kami ingin bergabung bersama kalian agar mereka juga tahu kalau kami tidak bisa ditindas," lanjutnya.
"Jadi maksud kalian, kalian ingin membuat geng bersama kami agar mereka takut menyentuh kalian, begitu?" Tiba-tiba Reihan mulai berkata dengan penuh kharisma.
"Apa kalian yakin setelah itu mereka tidak akan mengganggu kalian lagi? Apa kalian pikir setelah bergabung bersama kami dan kelak ketika kalian diapa-apakan sama Adrian, lantas kami akan membela kalian?"
Mereka kemudian saling memandang. Suara riuh mulai terdengar dari kumpulan anak-anak itu. "Apa kalian keberatan dan tidak mau menerima kami?" tanya seorang dari mereka.
Mendengar hal itu, Reihan tersenyum. "Apa di antara kalian ada yang mampu untuk berkelahi?" tanya Reihan sambil menatap tajam ke arah mereka. Mereka hanya saling memandang, tidak tahu harus menjawab apa.
"Aku nekat mendirikan sebuah geng, tapi bukan geng asal-asalan. Aku hanya mau menerima orang yang setia kawan yang tidak akan meninggalkan temannya ketika membutuhkan pertolongan. Aku hanya akan menerima orang yang benar-benar bisa membela temannya, bukannya lari dan menghilang. Aku akan menerima jika dia punya skil dalam bertarung, bukan bertarung untuk menunjukkan kalau dia itu hebat, bukan, tapi orang yang benar-benar bisa diandalkan. Bagaimana bisa kalian mau membuat geng sementara kalian tidak bisa membela diri sendiri? Aku tidak butuh orang seperti itu. Kita mendirikan geng ini bukan untuk ajang pamer. Kalau ingin bergabung, harus kuat mental dan fisik. Aku tidak menerima anggota yang hanya numpang untuk mendapatkan perlindungan, tapi harus bisa saling melindungi. Aku tidak peduli dengan status sosial kalian karena setelah bergabung di geng ini, kita semua sama rasa dan bersaudara. Tidak membela sebelum mendengar penjelasan yang akurat agar kita tidak dibilang tembang pilih. Dan yang paling penting, sekolah harus di nomor satukan. Kalau ada yang keberatan, boleh mundur swkarang juga dan kami tidak akan memaksa," jelasnya panjang lebar.
Mendengar penjelasan dan syarat yang diajukan membuat mereka berpikir ulang, karena memang ada di antara mereka yang ingin bergabung hanya untuk mencari tempat perlindungan agar tidak diganggu oleh Adrian.
"Kalian boleh pikirkan dulu, paling lambat dua hari mendatang. Setelah itu, baru perekrutan anggota dibuka dan bagi kalian yang memang tidak ingin bergabung, tidak masalah karena bagaimanapun kami tidak akan membiarkan Adrian dan komplotannya mengganggu kalian," jelas Reihan yang disambut dengan gembira.
Setelah mendengar semua penjelasan dari Reihan dan kawan-kawan, mereka akhirnya pun bubar.
"Wah, boleh juga tuh Reihan. Aku benar-benar salut sama dia," bisik salah seorang siswa pada temannya ketika mereka sudah keluar dari halaman belakang sekolah.
"Benar, juga. Sepertinya aku harus bergabung dengan geng ini," jawab temannya itu.
"Aku juga," balasnya.
Halaman belakang sekolah sudah kosong, yang ada hanya lima sekawan yang masih duduk sambil membicarakan persoalan tadi.
"Benar juga katamu, Rei. Hebat kamu, aku saja tidak memikirkan sampai sejauh itu," ucap Rifal salut.
"Benar, mereka ingin bergabung mungkin karena ingin berlindung dibalik nama kita, jadi sebaiknya kita harus benar-benar seleksi. Kalau punya anggota banyak, tapi tidak punya skil, ya percuma," ucap Ian.
"Ya sudah, kita pergi makan dulu aku sudah lapar," ucap Raka sambil mengusap perutnya.
Mereka kemudian pergi dan meninggalkan halaman belakang sekolah yang sudah kosong.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!