NovelToon NovelToon

Oh My Kimmy

Oh My Jasson

INI ADALAH MUSIM 2 LANJUTAN DARI OH MY JASSON. NONA HARAP KALIAN MEMBACA OH MY JASSON TERLEBIH DULU SUPAYA TIDAK BINGUNG.

Kucuran air yang mengalir dari kran menggenangi kedua telapak tangan Kimmy yang menengadah di bawahnya. Genangan air itu disapukan di wajahnya yang memang sengaja ingin ia basuh. Beberapa lembar tissue ia tarik untuk membantu mengeringkannya setelah itu.

Pantulan wajah pucatnya di cermin wastafel kini menjadi pusat sorotan matanya yang nyaris meredup. Mata itu terpejam singkat saat ia kembali mengingat baru saja telah menangani pasien kecelakaan yang sangat parah dari pasien-pasien yang pernah ia tangani sebelumnya. Tubuhnya bergidik. Tak bisa dipungkiri, meskipun Kimmy sudah cukup lama bekerja di dunia medis, ia masih saja sering pusing dan mual ketika melihat begitu banyak darah yang mengalir dari tubuh manusia. Sebenarnya, menangani pasien kecelakaan ialah hal yang sangat tidak ia sukai daridulu. Namun, Kimmy tetap bersyukur akan pekerjaannya. Pekerjaan yang telah mendarah daging di silsilah keluarganya.

Kimmy sejenak merapikan kemeja dan juga rambutnya setelah ia memutuskan akan meninggalkan toilet tersebut. Wajahnya kembali terpancar saat keluar dari sana. Setiap senyuman dan sapaan selalu ia tebarkan kepada siapapun yang sedang berpapasan dengannya.

Langkah kaki Kimmy yang semula berjalan dengan penuh semangat, kini diperlambat. Keningnya berkerut penuh tanda tanya saat kedua manik matanya yang berwarna perak kini memantulkan sosok wanita yang tengah berdiri di depan ruangannya dengan mengintip kaca yang melekat jadi satu di bagian atas pintu itu. Sososk wanita yang tidaklah asing.

"Nona Chelia ...." Tepukan di bahu membuat wanita yang tengah berdiri di depan ruangan Kimmy itu berjingkat penuh dengan keterkejutan. Ya, wanita itu Chelia. Wajahnya seketika memucat saat melihat  Kimmy di sana.

"No-Nona Kimmy ... ma-maksudku Dokter Kimmy." Seulas senyuman gagal menyembunyikan rasa keterkejutan Chelia.

"Kau sedang apa di depan ruanganku?" Kerutan di kening Kimmy masih belum memudar, namun sudah membuat Chelia kelagapan untuk menyusun jawaban.

"Ehm, a-aku mencari Dokter Mark."

"Dokter Mark?" Chelia menganggukan kepala untuk membenarkan saat Kimmy mengulangi nama itu.

"Ruangan Dokter Mark bukan di lantai ini, Nona Chelia. Tetapi di lantai dua," ujarnya memberitahu. "Ehm, bukannya kau pasiennya Dokter Mark? Seharusnya kan kau sudah tau ruangan Dokter Mark?"

"Iya, aku tadi sudah memiliki janji bertemu dengan Dokter Mark. Tetapi dia tidak ada di ruangannya. Dan kata beberapa perawat, dia sering mengunjungimu di ruanganmu. Itu sebabnya aku mencarinya kemari."

"Iya, Dokter Mark memang sering sekali kemari menemuiku. Tapi aku rasa untuk saat ini dia  tidak ada di sini. Mungkin dia sedang pergi ke kantin atau kalau tidak menemui pasiennya."

"Ehm ... iya, aku rasa mungkin juga seperti itu."

"Apa perlu kubantu untuk menghubunginya?"

"Tidak! Tidak usah. Aku akan menunggunya di ruang tunggu saja. Permisi." Chelia cepat-cepat berlalu pergi dari sana, meninggalkan Kimmy yang mematung di depan ruangan dengan tatapan yang masih terheran-heran. Ia tak melepaskan Chelia dari pandangannya, sebelum wanita itu benar-benar lenyap dari pandangannya.

***

Kimmy menyandarkan punggungnya di kursi. Matanya terpejam cukup lama untuk mengistirahatkan tubuhnya di dalam ruangan sembari menunggu Jasson menjemputnya. Entah jam berapa suaminya itu menjemputnya. Ia sendiri pun tidak tau.

Suara decitan pintu akibat seseorang mendorongnya, membuat Kimmy terbangun. Seulas senyuman menyambutnya di depan sana. Senyuman yang sungguh membosankan.

"Mark?" Kimmy tak membalas senyumannya. Rasanya enggan sekali bertemu dengan laki-laki itu. Mengingat, ia sangat tidak aman jika selalu dekat dengan Mark. Begitu pun suara Jasson yang memperingatinya seakan terngiang-ngiang untuk tetap menjaga jarak.

"Ternyata kau belum pulang?"

"Iya ..." sahut Kimmy. "Ada apa kau kemari?"

"Tidak apa-apa, aku mau menemuimu saja saat tau kau masih belum pulang." Tanpa disuruh, Mark mendaratkan tubuhnya duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Kimmy. "Kenapa kau masih belum pulang?"

"Aku menunggu Jasson menjemputnya."

"Terlambat?"

"Dia ada pekerjaan penting."

"Perlu kuantarkan pulang?"

"Tidak perlu, Mark. Aku mau menunggu Jasson saja."

"Kalau begitu aku akan menemanimu sampai Jasson menjemputmu." Kimmy menatap Mark waspada. Bagaimana ia harus menolaknya?

"Ehm ... Mark, lebih baik kautinggalkan aku sendiri di sini. Aku tidak mau ada masalah dengan Jasson hanya karena dia salah paham nantinya."

"Kimmy, aku hanya ingin menemanimu saja di sini. Tidak lebih dari itu. Jasson tidak akan tahu. Jika dia sudah tiba di rumah sakit. Aku akan segera pergi." Paksaan Mark tak bisa membuat Kimmy menolak lagi. Ia pun terpaksa membiarkan laki-laki itu tetap berada di dalam satu ruangan bersamanya.

"Apa kau tadi tau kalau Nona Chelia mencarimu."

"Iya aku sudah menemuinya. Aku lupa kalau aku sedang memiliki janji dengannya." Kimmy tak membalas perkataan Mark. Kesenyapan terjeda di antara mereka berdua.

"Oh, iya, Kimmy. Apa kau jadi melanjutkan pendidikanmu di luar negeri?" Pertanyaan Mark membelah keheningan di sana.

Kimmy menghela napasnya. "Aku tidak tau."

"Bagaimana kau tidak tau?" Mark mengangkat salah satu alisnya. "Bukannya kau mau melanjutkan pendidikan supaya mendapat gelar sebagai dokter spesialis?"

"Jasson tidak mengizinkanku," jawabnya pelan. "Aku juga tidak akan bisa meninggalkannya."

"Lalu kau tidak jadi  melanjutkan pendidikanmu?"

"Aku tetap melanjutkannya. Mungkin aku akan melanjutkannya di sini." Jawaban itu seakan sudah mantap untuk Kimmy ucapkan.

***

Jasson keluar dari ruangannya. Langkahnya dengan sengaja ia hentikan, saat ia mendapati meja kerja yang biasa digunakan oleh Alea sudah kosong tak tersisa satu barang sedikit pun di sana. Biasanya setiap kali ia keluar dari ruangan itu, senyuman Alea selalu menyambutnya dengan hangat. Begitu pun dengan keceriaan yang selalu terpancar di wajah wanita itu. Jasson menghela napasnya yang baru saja ia tarik panjang.

Jasson melanjutkan kembali langkah kakinya untuk menjemput Kimmy di rumah sakit. Namun, sebelum itu, ia terlebih dulu pergi basement untuk mencaritahu penyebab yang membuat Kimmy terkunci di dalam toilet yang ada di basement yang sudah lama tidak digunakan itu. Jasson berjalan dengan tubuh tegapnya menuju ke toilet basement saat lift baru saja membawanya turun ke sana.

Sebuah pintu toilet yang bagian atasnya terlihat rapuh dan sengaja di rusak, tergeletak di lantai yang ada di depan toilet tersebut. Kedua mata Jasson mengamati pintu itu.

"Pintu ini bukan rusak, tetapi memang sengaja dikunci." Jasson menepuk-nepuk telapak tangan saat debu dari pintu itu melekat di sana. Dia bisa menyimpulkan seperti itu karena kenop yang mengait pada tuas pintu bukan karena sudah berkarat. Melainkan memang karena dikunci.

"Siapa yang mengunci Kimmy di dalam toilet?"

Sesaat tercenung. Sibuk dengan asumsinya sendiri. "Apa office boy?"

"Semua pintu toilet dari dulu tidak pernah dikunci. Lalu untuk apa mereka menguncinya?"

Jasson masih dirundung akan rasa penasarannya. Ia meninggalkan ruang bawah tanah tersebut. Ia terpaksa mengulur waktu menjemput Kimmy untuk memanggil semua office boy dan office girl yang bekerja di perusahaan yang saat ini ia pimpin. Jasson bertanya kepada para office boy itu satu persatu tentang toilet basement yang sengaja dikunci. Namun, mereka sama sekali tidak merasa menguncinya karena memang sejak dari perusahaan itu dikelola sendiri oleh Papa Gio, semua pintu toilet tidak pernah dikunci dengan alasan apapun.

Jasson memanggil penjaga yang sempat menolong Kimmy saat terkunci di dalam toilet. Penjaga itu pun menjelaskan bahwa pintu memang sengaja dikunci. Itu sebabnya penjaga itu merusak pintu toilet dengan cara mendobraknya.

"Minta kepada teknisi untuk mengambil rekaman cctv hari jumat. Khususnya di basement," perintah Jasson kepada penjaga tersebut. "Besok berikan rekaman itu kepada saya."

"Semua cctv basement sudah dipindahkan di lahan parkiran depan, Tuan. Jadi, di basement tidak ada cctv," tutur penjaga itu, mengingatkan Jasson yang ternyata memang lupa bahwa sudah tidak ada cctv yang tersisa di sana.

"Oh, iya, aku sungguh lupa," ujarnya sambil menepuk dahi. "Tidak apa-apa, berikan saja semua rekaman cctv kantor kepadaku. Semuanya!"

"Baik, Tuan. Besok saya akan memberikan rekaman cctv kantor kepada Anda."  Penjaga itu segera berpamitan untuk undur diri dari sana. Jasson termenung di dalam ruangannya sembari tangannya mengusap-usap dagu runcingnya yang ditumbuhi oleh bulu-bulu yang cukup kasar. Masih memikirkan terkuncinya Kimmy di dalam toilet.

"Jika memang sengaja ada yang mengunci Kimmy di dalam toilet. Aku tidak akan mengampuni siapapun itu." Rahang Jasson mengeras. Guratan-guratan melukis jelas di raut wajahnya. Menandakan bahwa laki-laki itu berucap dengan penuh amarah.

Jasson tersadarkan bahwa ia harus segera menjemput Kimmy. Ia bangkit meninggalkan tempat duduknya. Namun, saat langkahnya nyaris mencapai pintu ruangan. Ia tiba-tiba melihat Alea  masuk ke dalam sana.

"Alea ...." Kening Jasson berkerut penuh tanya akan kedatangan Alea di sana. Bukannya wanita itu sudah meninggalkan kantor sejak tadi pagi?

Jasson berjalan mendekati Alea yang kini berdiri di ambang pintu. Tatapan matanya terlayangkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum tersampaikan. Mengamati kedua mata wanita itu yang terlihat sembab. Suara Jasson nyaris lolos dari bibirnya yang mengatup untuk menanyakan kehadiran Alea di sana. Namun, kedatangan Harry dari belakang wanita itu mengurungkan niatnya.

"Harry?"

"Jasson, aku ada perlu denganmu."

"Hal apa?" tanyanya diikuti dengan kerutan di kening. Pandangannya kembali berpindah kepada Alea yang hampir ia lupakan.

"Kau sedang apa di sini? bukannya tadi kau sudah ke kantor kakak untuk memulai bekerja dengan Daven?"

"Iya ... tapi aku memiliki kepentingan denganmu. Sama halnya dengan Harry," ujar Alea penuh dengan teka-teki. "Ada hal yang penting yang ingin kusampaikan. Aku membawakan sebuah kabar yang mungkin akan membuatmu senang." Seulas senyuman yang melukis di bibir setengah pucat wanita itu membuat kening Jasson semakin berkerut penuh tanda tanya.

Jasson merasa dibingungkan. Ia menyuruh kedua temannya itu masuk dan mempersilakannya untuk duduk di sofa yang ia duduki terlebih dulu. Kesenyapan melingkupi ruangan itu saat obrolan serius terjalin di antara mereka bertiga.

***

Langit sudah menampakan warna jingganya setelah matahari berhasil menenggelamkan diri dari jangkauan mata manusia. Burung-burung berterbangan. Saling berlomba untuk kembali mencapai sangkarnya. Kimmy terlihat duduk di kursi tunggu yang berjajar rapi di depan rumah sakit. Menunggu Jasson yang tak kunjung menjemputnya. Berulangkali ia menguap, menyembunyikan rasa lelah dan kantuknya di balik wajah muramnya.

"Kenapa Jasson lama sekali?" Kimmy tak henti mamandangi layar ponsel yang tak ia alihkan dari genggaman tangannya.

Sedari tadi, layar ponsel itu sengaja ia hidup dan padamkan secara berkala. Ia tidak berani menghubungi Jasson untuk menanyakan keberadaannya. Karena dirinya takut mengganggu. Lebih baik menunggu sampai Jasson datang, tetapi sampai saat ini, satu pesan maupun kabar pun sama sekali tak ia terima dari suaminya tersebut. Bahkan, lampu-lampu yang ada di pelataran rumah sakit kini sudah dinyalakan, menandakan petang akan segera menyambut.

"Kimmy maaf aku terlambat." Kimmy menengadahkan kepalanya. Seulas senyuman yang sedikit masam menyambut Jasson yang terengah-engah di hadapannya.

"Kau sudah datang." Kimmy memasukan ponselnya ke dalam tas dan mengaitkan tas jinjing tersebut  ke lengan tangannya yang terlihat telanjang sebagian. Sebelum kemudian,  ia beranjak berdiri meninggalkan kursi itu.

"Kau pasti menungguku lama. Maafkan aku. Aku ada pekerjaan mendadak, dan tadi ...."

"Tidak apa-apa, Jasson. Aku bisa mengerti," tukasnya menghentikan penjelasan Jasson.

"Kau tidak marah?"

Kimmy mengulum sebuah senyuman penuh dengan pengertian. "Kau kan sudah bilang kalau beberapa hari ke depan kau akan banyak pekerjaan. Aku bisa mengertikan itu. Aku yang tidak tau diri, karena tempat kerjaku yang sangat jauh, aku jadi sering merepotkanmu."

"Kau sama sekali tidak merepotkanku." Jasson tersenyum. Ia menarik tubuh Kimmy dan memberikan pelukan dan ciuman singkat kepada wanita itu. Sebelum akhirnya, mereka berdua benar-benar pergi meninggalkan tempat tersebut.

***

Kimmy dan Jasson sedang berada di dalam kamar. Setelah mereka saling membersihkan tubuhnya yang lengket dan makan malam bersama sesaat mereka tadi tiba di rumah. Jasson merangkak naik ke atas tempat tidur menghampiri Kimmy yang terlebih dulu merebahkan tubuhnya di sana.

Jasson merebahkan tubuhnya di samping Kimmy. Menumpu kepalanya dengan satu tangan saat ia memiringkan posisi tubuhnya supaya bisa leluasa menjangkau wajah istrinya. "Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" tanya Jasson seraya menyingkirkan rambut Kimmy yang memenuhi dahinya. Menatap lekat-lekat wajah wanita itu dengan penuh senyuman yang mendamba.

"Seperti biasanya. Cukup melelahkan." Kedua mata perak Kimmy menangkap sesuatu yang sudah tak asing di kedua manik mata suaminya.

"Kau sendiri?"

"Sama."

Kimmy memiringkan posisi tubuhnya hingga kini saling berhadapan dengan Jasson. Kedua mata mereka saling terkunci cukup lama, begitu pun tawa yang tertahan  di bibir masing-masing saat tidak ada percakapan yang mereka sematkan.

"Sudah malam, sebelum kita tidur, apa ada yang ingin kau bicarakan?" Jasson bertanya sambil mengusap bibir Kimmy yang cukup kering. Ada sebuah dorongan ingin membasahi bibir itu, namun ia tahan.

Tatapan mata sendu Kimmy berbinar seakan sedang menyusun pertanyaan.

"Ehm ...."

"Apa? bertanyalah."

"Ehm, a-apa kau sudah memindahkan Nona Alea ke perusahaan Kakak Ken?" Pertanyaan itu lolos dari bibir Kimmy dengan ragu-ragu. Tangannya kini mendarat di kaus atas yang dikenakan oleh Jasson. Tepatnya di bagian kerah tempat kancing kausnya yang mengait di sana.

Jasson mengira Kimmy sedang menggodanya, tetapi ternyata pikirannya salah. Kimmy memainkan kancing kaus itu tak lain supaya ia  bisa menyembunyikan kecemburuan terhadap Alea yang saat ini sedang menyelinap di dalam dirinya.

Jasson hanya diam. Menatap lekat wajah wanita yang tak bisa lepas dari pikirannya setiap waktu. Tak langsung menjawab. Laki-laki itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Seperti pertanyaan yang sedang dipertanyakan oleh Kimmy saat ini sangatlah  sulit untuk ia jawab.

"Jasson ...." Suara panggilan Kimmy menyadarkannya dari lamunan.

"Ehm, iya?"

"Apa kau sudah memindahkan Nona Alea ke tempat Kakak Ken?" Pertanyaan itu kembali Kimmy pertegas. Tangannya kini berhenti memainkan kancing baju Jasson. Tangan itu nyaris menjauh, namun Jasson dengan cepat menahannya untuk ia genggam. Tatapannya sedang serius menunggu jawaban Jasson. Kebungkaman sejenak menyergap laki-laki itu.

"Ehm, iya." Jasson menganggukan kepala dengan ragu. "Aku sudah memindahkan Alea ke kantor Kakak."

Jawaban Jasson seketika melegakan hati Kimmy. Terlihat dari senyuman yang mengulas bibir warna merah jambu milik istrinya itu. Bibir yang sangat menggoda itu kini berhasil dijamah oleh bibirnya dengan sangat rakus.

"Tidurlah, sudah malam." Kimmy meraih ujung selimut berusaha menarik kain berbulu itu untuk menyembunyikan tubuhnya dari Jasson. Namun, Jasson tak membiarkannya begitu saja. Tangannya berhasil menghempaskan selimut itu dari tubuh Kimmy. Hingga selimut itu perlahan terjuntai di bawah lantai.

"Katanya mau tidur?" Rona merah menyembur di bagian wajah Kimmy; tepatnya di kedua tulang pipi wanita itu. Berusaha menghentikan tangan  Jasson yang saat ini sedang memainkan kancing piyamanya yang nyaris terlepas dari pengaitnya.

"Tadinya memang seperti itu." Suaranya penuh dengan rayuan yang mendamba. Kimmy sudah hafal betul dengan suara itu. Darahnya mendadak berdesir dan terasa menggelitik di sekujur tubuhnya, saat tangan Jasson kini beralih menelusuri perutnya yang datar dan berusaha menyelinap masuk ke dalam balutan piyama yang ia kenakan.

"Jasssssooooon ...." Suara Kimmy mendayu penuh dengan penolakan. Namun hal itu justru malah membangkitkan keinginan Jasson.

"Kau yang terlebih dulu meggodaku." Seulas senyuman yang mengait di bibir Jasson membuat Kimmy tersihir untuk tidak bisa menolak untuk melayani suaminya meskipun sebenarnya ... ia benar-benar lelah. Ciuman yang kembali Jasson benamkan di bibir Kimmy, kini memulai percintaan di antara mereka.

*

Rasanya Kimmy ingin sekali mengumpat kata-kata yang pantas untuk kenikmatan yang ia terima saat ini. Rasanya Jasson dan Kimmy tak ingin menghentikan kegiatan panas itu.  Seolah takut jika tidak akan pernah bisa merasakannya kembali.

Pelepasan gairah antar keduanya mengakhiri percintaan panas yang terjadi cukup lama. Kimmy yang memang sudah lelah dan mengantuk, kini mendahului Jasson untuk tidur terlebih dulu. Sebuah ciuman mendarat di puncak kepala Kimmy  sesaat setelah tatapan mata Jasson memandangnya berlama-lama.

Jasson masih terjaga akan malam yang dipenuhi dengan banyak pikiran yang berlarian di kepalanya. Tangannya mengusap-usap telapak tangan Kimmy yang kini bertumpu pada dada bidangnya yang masih telanjang dan lembab akibat keringatnya yang sepenuhnya belum mengering.

Ada kebingungan yang gagal ia surutkan dari tatapan matanya terhadap pantulan wajah wanita yang ada di sampingnya saat ini.

Jasson perlahan memindahkan tangan Kimmy takut memabangunkan istrinya tersebut. Ia bermaksud turun meninggalkan tempat tidur. Namun, pelukan Kimmy semakin dipererat, seakan takut jika laki-laki itu pergi meninggalkannya.

"Jangan pergi." Rancauan itu lolos dengan samar dari bibir Kimmy yang sedikit terbelah. Jasson mencoba meregangkan pelukan tangan Kimmy dari tubuhnya. Namun,kedua mata wanita itu seketika terbuka.

"Mau ke mana?" tanyanya dengan suara yang tidak jelas. Matanya meredup dan tak terbuka dengan sempurna.

"Aku mau memeriksa pekerjaanku sebentar," jawabnya dengan suara lembut meyakinkan Kimmy berharap bisa mengerti.

"Ini sudah malam." Tatapan mata Kimmy begitu sendu dan penuh dengan larangan. Berharap suaminya itu tetap berada di sisinya. "Jangan pergi."

Merasa tak tega. Jasson pun mengurungkan niatnya untuk meninggalkan tempat tidur. "Iya, aku tidak akan pergi." Jasson membiarkan Kimmy kembali memeluknya.

Jasson memperhatikan kedua mata Kimmy  yang cukup lama terpejam, setelah ia memutuskan untuk tetap menemaninya di sana. Jasson sebenarnya sangat mengantuk. Namun, laki-laki itu gagal mengistirahatkan tubuhnya sekalipun itu berusaha keras untuk memejamkan mata.

"Jasson ...." Kimmy mamnggil nama itu dengan suara samar. Pun matanya yang tampak tak terbuka hingga mengalihkan sorot mata Jasson yang semula ia layangkan ke sembarang arah kini terpaku ke wajah Kimmy.

"Hem?" Jasson menyahut sambil mengalihkan beberapa sulur anak rambut yang menutupi wajah Kimmy. Kini ia bisa lebih leluasa memandangi wajah istrinya.

"Aku mencintaimu." Bibir Kimmy kembali bergerak dengan malas setelah beberapa saat.

Bibir Jasson tak bergeming. Ia menatap wajah Kimmy dengan penuh tanya. Apa Kimmy berucap di bawah kesadarannya? Jasson rasa begitu. Namun, entah kenapa laki-laki itu menyukai kalimat yang terdengar menghujam  begitu dalam. Seakan kalimat itu memang diucapkan oleh  Kimmy memang benar-benar dari hati.

"Kau bicara apa?" Jasson mencoba memastikan kembali bahwa pendengarannya tidak salah. Namun, ia merasa kecewa karena  tidak ada pergerakan dari bibir Kimmy. Wanita itu kini benar-benar terlelap akan tidurnya. Jasson menyimpulkan bahwa Kimmy hanya mengigau,

"Aku mencintaimu." Sebuah dorongan keras tanpa sadar memaksa Jasson untuk mengucapkan kalimat itu saat keheningan cukup lama menyelinap di dalam pikirannya. Ia mendekap tubuh Kimmy dan meninggalkan sebuah ciuman di puncak kepalanya. Tidak membutuhkan balasan ataupun jawaban. Bisa memiliki Kimmy dan mendekapnya seperti ini, lebih dari kata cukup. Sebuah rasa yang tidak pernah terpikir akan mengendap di dalam hatinya. Wanita yang mulanya tidak pernah terpikir akan mengisi hari-harinya dengan kegelisahan setiap kali berjauhan.

.

.

Menanyakan kembali

Kimmy menyandarkan punggungnya di kursi. Ia dengan sengaja membuka jendela pintu mobil; membiarkan wajah dan tubuhnya dijamah oleh angin dan hangatnya sinar matahari yang telah naik ke tempat peraduannya, dan membentangkan cahaya ke setiap penjuru kota. Tubuhnya terasa sangat lelah. Tidak biasanya sekali ia seperti ini. Apa karena semalam terlalu bersemangat melakukan kegiatan panas bersama Jasson? mungkin saja.

Tubuh Kimmy sedikit terguncang saat mobil yang dikemudikan oleh Jasson berhenti secara tiba-tiba. Wanita itu baru disadarkan bahwa dirinya telah tiba di rumah sakit.

"Sudah sampai, ya." Kimmy menarik tubuhnya ke depan. Pandangannya mengitari tempat itu dengan rasa malas. Rasanya ia ingin sekali menghabiskan waktu untuk beristirahat. Namun, rasanya itu tidaklah mungkin.

"Iya, sudah sampai." Jasson memperhatikan wajah Kimmy yang terlihat muram. Noda hitam terlihat mengantung di bawah matanya. Menandakan wanita itu benar-benar lelah dan kurang tidur.

"Apa kau mengantuk?" Jasson mengubah sedikit posisi duduknya supaya lebih lelusa menghadap ke arah Kimmy. Ia menyelipkan rambut berwarna madu yang membingkai wajah wanita itu ke belakang telinga. Wajah kuyu itu sekarang nampak jelas memantul di maniknya yang berwarna kelabu terang.

"Aku hanya sedikit lelah." Kimmy memejamkan singkat kedua matanya. Seulas senyuman tak lupa ia uraikan di sela-sela percakapan.

"Nanti beristirahatlah." Jasson memberi usapan di pipi Kimmy yang semakin berisi. Lalu turun sengaja mengusap dan membelah bibir kemerahan layaknya buah cherry yang sangat menggoda itu dengan menggunakan ibu jarinya.

Kimmy mengangguk dengan  senyumannya yang masih tak menyurut. Menjauhkan tangan Jasson karena takut laki-laki itu melakukan hal lebih seperti yang sudah-sudah.

"Ini di dalam mobil. Jangan macam-macam. Kau tidak puas semalam?" Senyuman yang masih mengembang di wajah Kimmy penuh dengan peringatan.

"Siapa yang mau macam-macam!" bantah Jasson. "Aku hanya mau menghapus lipstickmu. Kau menggunakannya terlalu tebal." Jasson menunjukan ibu jarinya yang terlihat merah karena sebagian lipstick Kimmy melekat di sana hingga membuat Kimmy tergelak. Ia terkekeh dibuat malu. Pikirannya sungguh terkutuk karena telah mengira suaminya itu akan melakuan hal yang tidak seharusnya dilakukan di tempat umum.

"Oh, aku kira." Kimmy menggaruk kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu.

"Memakai lipstick setebal ini, memangnya siapa yang mau kaugoda?" Ekor mata Jasson menerkamnya dengan tajam dan penuh kritik.

"Memangnya siapa yang mau kugoda? aku hanya memakai lipstick saja. Memangnya akau salah?" seru Kimmy sambil bersedekap dan mencebikan bibirnya.

"Tentu saja salah. Kalau laki-laki lain melihatnya tergoda bagaimana?"  Jasson kembali mengalihkan pandangannya. Tatapannya penuh keseriusan dan memanas melihat ke ararh Kimmy; lebih tepatnya di bagian bibir yang masih tak memudarkan warnanya. "Hapus!" perintahnya kemudian.

Kimmy mendengus kesal. Tak bisa membantah akan perintah suaminya. Ia menarik beberapa lembar tissue yang ada di dekat kursi kemudi. Ia terpaksa menghapus seluruh lipstick yang melekat di bibirnya itu daripada harus melayani Jasson untuk berdebat sepagi ini.

"Sudah kuhapus. Kau puas? Puas?" Kimmy menyodorkan tissue yang ternodai oleh warna merah karena noda lipstick ya itu kepada Jasson.

"Hah, bilang saja kalau iri ingin memakai lipstick juga."

"Bicara apa kau baru saja?" Tatapan mata Jasson menerkam saat gerutuan Kimmy tertangkap di pendengarannya.

"Tidak bicara apa-apa." Kimmy terkekeh takut. "Aku berangkat." Sebuah ciuman Kimmy daratkan di salah satu pipi Jasson, membuat senyuman mengulas di bibir laki-laki itu. Senyuman yang selalu membubuhi semangatnya setiap kali bekerja.

"Kimmy, tunggu!" Suara Jasson menghentikan Kimmy  yang nyaris membuka pintu mobil.

"Iya?" sahutnya sambil menoleh ke arah Jasson. Pergelangan tangan wanita itu diraih olehnya. Tubuhnya sedikit ia condongkan lebih mendekat ke arah Kimmy.

"Ehm ...." Jasson tengah menyusun pertanyaan yang sebenarnya sulit untuk ia ucapkan.

"Ada apa, Jasson?" Kimmy berusaha membaca tatapan mata Jasson yang menghujam dalam. Tidak sabar menunggu apa yang ingin dikatakan oleh suaminya tersebut. Keheningan menyelinap saat kedua mata mereka saling terkunci.

"Apa kau ingat semalam berbicara apa kepadaku?" Pertanyaan Jasson membelah kebungkaman yang terjeda di antara mereka. Tatapan matanya menilik. Berharap Kimmy mengingat apa yang telah di ucapkan semalam kepadanya.

Kening Kimmy berkerut dalam. Diikuti dengan alis cantiknya yang berwarna gelap alami tanpa polesan. "Bicara apa memangnya?"

"Ehm, setelah kau bilang jangan pergi kepadaku." Jasson berkata seperti itu dengan ragu. Namun, ia tetap berusaha mengingatkan wanita itu dan memastikan kembali apa pernyataannya semalam hanya igauan semata.

"Jangan pergi?" Kening Kimmy semakin berkerut. "Memangnya aku semalam berbicara seperti itu, ya?"

enyakitinyaembuatnya sakit. Jasson memalingkan pandangannya ke depan dan tak menghiraukan wanita yang ada di sampinya saat ini.

"Sungguh menyebalkan!" gerutunya.

"Lupakan! Sudah berangkatlah sana!" perintahnya. Kimmy dibuat heran akan Jasson yang tiba-tiba marah terhadapnya.

"Jasson, kenapa kau jadi marah?" Pertanyaan itu tak membuat Jasson menjawabnya.

"Aku memangnya berbicara apa semalam?" Kimmy mengguncang tubuh Jasson dengan mengoyak-ngoyak salah satu bahu lelaki itu. Namun ia sama sekali tak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Jasson tetap membisu.

"Jasson, katakan aku semalam berbicara apa!" Kimmy mendengus. Rasa penasarannya semakin membuncah.

"Ingat-ingatlah sendiri. Jika tidak ingat tidak usah bertanya lagi!"

"Baiklah, aku akan mencoba mengingatnya sendiri. Awas saja kalau aku sampai mengingatnya!" Kimmy mencebik penuh ancaman. Ia menjauhkan tangannya dari Jasson, dan segera turun dari mobil dengan mulut yang tak henti menggerutu.

"Menyebalkan! Dia memang wanita menyebalkan!" Alis Jasson yang simetris dan tebal itu bertaut secara bersamaan. Tak melepaskan gerak tubuh Kimmy yang berjalan menjauh dari mobilnya, sebelum wanita itu benar-benar lenyap dari pandangannya.

.

.

.

.

Jangan lupa dukungan like dan votenya, ya. Terimakasih ^_^

Menemukan sebuah kertas

Jasson terlihat disibukan mengambil beberapa berkas penting dari dalam laci meja kantor setelah dirinya tiba di sana. Ia dengan tergesa-gesa meninggalkan ruangannya, saat dirasa berkas-berkas yang ia bawa sudah cukup memenuhi.

"Tuan Jasson ...." Suara seorang laki-laki menghentikan langkah kaki Jasson yang hendak memasuki lift saat pintu besi itu terbuka. Ia menoleh ke asal suara. Seorang penjaga yang ia beri tugas kemarin terlihat naik dari tangga darurat dan kini berjalan ke arahnya.

"Ada apa?"

"Tuan, saya mau memberikan rekaman cctv hari jumat kepada Anda." Penjaga itu menyodorkan sebuah flasdisk yang seukuran jari telunjuk miliknya.

"Letakan di meja yang ada di ruangan saya saja."

"Baiklah." Jasson yang terlihat tergesa-gesa menekan kembali tombol lift yang pintunya sempat tertutup. Namun, ia tiba-tiba memanggil kembali penjaga itu.

"Ada apa, Tuan?" Penjaga itu berbalik dan berjalan kembali ke arahnya.

"Kemarikan, flashdisk itu biar saya saja yang menyimpannya." Jasson segera mengambil alat penyimpanan data yang berukuran kecil itu dari tangan penjaga. Ia melanjutkan niatnya untuk melangkah masuk ke dalam lift saat pintu itu baru saja terbuka.

"Aku tidak akan mengampuni siapapun jika memang ada yang sengaja mengunci istriku di dalam kamar mandi. Sekalipun basement tidak ada cctv. Tapi cctv yang ada di  jalan akses lift dan koridor menuju ke basement masih aktif. Dan aku akan mencaritahu siapa saja saat hari jumat yang mendatangi basement, selain Kimmy." Jasson menggenggam flasdisk itu dengan kekuatan penuh, seakan emosinya ikut tersalurkan di sana. Lalu, ia meletakan flasdisk tersebut ke dalam saku celana panjangnya.

***

Seusai menangani pasien. Kimmy kembali ke ruangannya. Ponselnya berdering saat tubuhnya mendarat duduk di kursi besi yang ada belakang meja. Di layar ponsel itu  tertera satu panggilan masuk dari Jasson. Ia dengan segera menerima dan meletakan benda pipih itu mendekat ke daun telinga.

"Iya, Jasson?" sahutnya dengan suara yang penuh semangat.

"Ehm, Kimmy. Aku sepertinya akan pulang terlambat. Bisakah kau pulang bersama Papa terlebih dulu? Nanti aku akan menjemputmu di rumah Papa."

"Iya tentu saja bisa. Baiklah kalau begitu."

"Kau tidak apa-apa, kan?" tanya Jasson.

"Iya tidak apa-apa. Nanti biar aku pulang bersama Papa. Kau jangan terlambat makan siang," tutur Kimmy.

"Iya, aku baru saja selesai makan siang. Baiklah kalau begitu. Sampai bertemu nanti." Percakapan singkat di antara mereka melalui ponsel pun berakhir. Kimmy mengembalikan ponsel miliknya ke dalam tas. Ia melemaskan tubuhnya bersandar di kursi. Sesuatu serasa mengoyak hati dan pikirannya hingga tiba-tiba membuat dirinya tidak tenang.

"Kenapa aku jadi tidak tenang?" Kimmy menghela napas. "Seharusnya aku senang Jasson sudah tidak akan lagi sering-sering bertemu dengan Nona Alea."

"Oh, iya. Memangnya semalam aku berbicara apa kepada Jasson?" Kimmy kembali tersadarkan akan pertanyaan Jasson pagi tadi.

"Apa aku berbicara hal yang memalukan?" Kimmy berusaha keras mengingat kembali percakapan terakhirnya dengan Jasson semalam. Namun, ia benar-benar lupa. Daripada pusing memikirkan apa yang dibicarakan olehnya kepada Jasson. Lebih baik ia pergi menemui papanya dan pulang bersama.

***

Kimmy terlihat duduk di tepi tempat tidur dengan kedua telapak tangannya yang menumpu sebuah buku cukup tebal. Namun, buku itu sedari tadi terabaikan. Karena, kedua mata Kimmy lebih fokus dan tak berhenti mengamati jam dinding yang ada di dalam kamarnya secara berkala. Ini sudah pukul 19.36 tapi Jasson belum juga kembali dari kerjanya. Pesan singkat atau kabar pun sama sekali tak ia terima.

"Ke mana Jasson sampai selarut ini belum pulang?" Kimmy sibuk dengan asumsinya sendiri. Hingga tak menyadari beberapa kali ketukan pintu terdengar dari luar kamar.

"Kimmy ...." Suara ketukan pintu dan seseorang yang memanggil-manggil namanya kini semakin diperjelas hingga  membuyarkan lamunannya. Kimmy menutup buku yang ia pegang. Meletakannya ke sembarang tempat.

"Iya, Ma?" Seulas senyuman menyambut Mama Kelly yang entah sejak kapan berdiri dan mengetuk pintu kamarnya yang baru saja ia buka.

"Mama memanggilmu sejak daritadi. Kenapa lama sekali membuka pintunya, Sayang?"

"Maaf, Ma. Kimmy baru saja dari kamar mandi." Tidak mungkin Kimmy bilang kepada mamanya kalau ia sedang melamun memikirkan Jasson yang tak kunjung pulang menjemputnya. Setidaknya pergi ke kamar mandi cukup tepat untuk dijadikan sebuah alasan.

"Oh, ya sudah ayo cepat makan malamlah dulu. Mama dan Papa sudah selesai makan malam."

"Nanti saja, Ma. Kimmy mau menunggu Jasson pulang."

"Tapi, Nak. Jasson sampai sekarang belum juga kemari. Mungkin dia sangat sibuk jadi tidak bisa menjemputmu kemari."

"Tapi Jasson tadi bilang akan menjemput Kimmy, Ma."

Senyuman Kimmy tiba-tiba mengembang saat suara klakson terdengar di halaman rumah.

"Itu Jasson sudah pulang, Ma." Kimmy menerobos tubuh Kelly yang menghalangi jalannya. Dengan langkah panjang. Ia keluar menemui Jasson di halaman rumah. Kimmy berhambur memeluk lelaki itu. Benar-benar merindukannya.

"Kenapa kau lama sekali?" cebik Kimmy. Masih tak melepaskan Jasson dari dekapannya. Kelly yang berdiri di ambang pintu hanya menggeleng kepala sambil tersenyum saat melihat tingkah putri semata wayangnya tersebut.

"Maaf, aku banyak sekali pekerjaan yang perlu kuselesaikan."

"Tidak masalah, ayo kita masuk." Kimmy menarik tangan Jasson, mengajak suaminya itu untuk masuk ke dalam rumah dan mengajaknya untuk makan malam bersama.

***

"Apa tidak sebaiknya kalian bermalam di sini? Ini sudah larut malam. Perjalanan melewati tol sangat berbahaya," tutur Louis saat menghampiri putri dan menantunya di dalam kamar dan tengah bersiap untuk pulang setelah makan malam.

"Ehm, Kimmy terserah Jasson saja, Pa."

Meskipun Kimmy ingin sekali bermalam di rumah orang tuanya. Tetapi, Kimmy tidak bisa mengambil keputusan sendiri sebelum bertanya kepada Jasson.

Jasson menatap kedua bola mata Kimmy yang menatapnya dengan penuh harap. "Apa kau mau bermalam di sini?" Pertanyaan itu membuat Kimmy dengan cepat menganggukan kepalanya.

"Baiklah, kalau begitu kita akan bermalam di sini saja."

Kimmy merangkak naik ke atas tempat tidur dan kembali melanjutkan membaca buku miliknya yang sempat tertunda. Setelah sesaat, Louis dan Kelly berpamitan meninggalkan menantu dan putrinya itu untuk kembali ke kamar mereka.

"Kimmy, ponselku low batt, apa kau membawa charger ponsel?"

"Aku membawanya. Chargernya ada di dalam tasku. Ambilah snediri." Kimmy tak mengalihkan pandangannya dari buku yang tumpu. Jasson berjalan mendekati meja yang menampakan tas milik Kimmy di atas sana. Diraihnya tas itu untuk mengambil charger yang ada di dalamnya.  Namun, saat Jasson hendak mengambil charger. Ia menemukan potongan kertas kecil yang sudah lusuh terselip di sana. Rasa penasaran mendorong keingintahuan laki-laki itu untuk membuka kertas kecil tersebut.

"Jauhi Mark atau kau akan tau akibatnya!"

"Jauhi Mark? apa maksdunya?" kening Jasson berkerut dalam. Diikuti dengan kedua alisnya. Ia gagal mencerna maksud dari tulisan yang tintanya nyaris memudar.

"Kimmy, apa maksud tulisan ini?" Jasson menyodorkan kertas itu kepada Kimmy. Suaranya yang terdengar gusar membuat tubuh Kimmy terentak. Tidak sabar menunggu penjelasan dari istrinya.

Kimmy begitu terkesiap saat melihat kertas itu ditemukan oleh Jasson. "Astaga, aku lupa membuang surat kaleng ini."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!